Anda di halaman 1dari 87

KECEMASAN KELUARGA TERHADAP PERATURAN

PEMBATASAN KUNJUNGAN PASIEN YANG DIRAWAT


DI RUANG STROKE UNIT RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

KARYA TULIS ILMIAH

SRI RAHAYU
NIM 1101100140

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG
2014
KARYA TULIS ILMIAH

KECEMASAN KELUARGA TERHADAP PERATURAN


PEMBATASAN KUNJUNGAN PASIEN YANG DIRAWAT
DI RUANG STROKE UNIT RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Proposal karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan program pendidikan Diploma III Keperawatan
di Program Studi DIII Keperawatan Malang Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

SRI RAHAYU
NIM 1101100140

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG
2014

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sri Rahayu


NIM : 1101100140
Program Studi : Keperawatan Malang
Jurusan : Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
Judul : Kecemasan Keluarga Terhadap Peraturan Pembatasan
Kunjungan Pasien yang Dirawat di Ruang Stroke Unit RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan pengambil alihan
tulisan atau pikiran orang lain, yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran
saya sendiri.
Apabila di kemudian hari atau dapat dibuktikan Karya tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mengetahui

Malang, 27 Februari 2014

Pembimbing I Pembimbing II Yang membuat


pernyataan

Dyah Widodo S.Kp. M.Kes Achmad Zani Pitoyo, SST, M.Ke Sri Rahayu
NIP. 19660707 198803 2 003 NIP. 19730223 200212 1 002 1101100140
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Sri Rahayu (NIM 1101100140) dengan judul “Kecemasan
keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang Stroke
Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang” telah disetujui untuk di ujikan dalam sidang Karya Tulis
Ilmiah.

Malang, Januari 2014.

Dewan Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dyah Widodo S.Kp. M.Kes Achmad Zani Pitoyo, SST, M.Kes


NIP. 19660707 198803 2 003 NIP. 19730223 200212 1 002

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Sri Rahayu (NIM. 1101100140) dengan judul “Kecemasan Keluarga
Terhadap Peraturan Pembatasan Kunjungan Pasien yang Dirawat di Ruang Stroke Unit RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang” telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 9 Februari 2014.

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Utama Penguji Pendamping

Dr. Tri Johan Agus Y S.Kp, M.Kep Dyah Widodo S.Kp. M.Kes Achmad Zani Pitoyo S.ST, M.Kes
NIP. 19650828 198903 1 003 NIP. 19660707 198803 2 003 NIP. 19730223 200212 1 002

Mengetahui,

Ketua
Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Tri Anjaswarni,S.Kp, M.Kep.


NIP. 196705 19199103 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di
ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Prodi Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
2. Ketua Jurusan Keperawatan
3. Ketua Program Studi DIII Keperawatan Malang.
4. Ibu Dyah Widodo SKp. M.Kes. selaku dosen pembimbing yang dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini telah banyak memberikan bimbingan, saran dan
dukungan kepada penulis.
5. Bapak Achmad Zani Pitoyo S.SST, M.Kes selaku dosen pembimbing yang dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini telah banyak memberikan bimbingan, saran dan
dukungan kepada penulis.
6. Bapak Tri Johan Agus Y S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji yang dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini telah banyak memberikan saran dan dukungan
kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuanya selama penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan penelitian selanjutnya.
Malang, 13 Februari 2014

Penulis

iv
ABSTRAK

Rahayu, Sri (2014). Kecemasan Keluarga Terhadap Peraturan Pembatasan


Kunjungan Pasien yang Dirawat di Ruang Stroke Unit RS. Saiful Anwar Malang.
Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus, Program Studi DIII Keperawatan Malang,
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Pembimbing
(Utama) Dyah Widodo SKp. M.Kes (Pendamping) Achmad Zani Pitoyo SST,
M.Kes

Peraturan pembatasan kunjungan keluarga terhadap pasien, sering menimbulkan


konflik antara perawat dengan keluarga yang mengakibatkan kecemasan keluarga,
sebagai akibat dari ketakutan pada kondisi pasien yang tidak bisa didampingi
setiap saat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecemasan
keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang
Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Desain penelitian ini adalah
penelitian deskriptif observatif dengan 4 orang sebagai responden sesuai dengan
kriteria inklusi. Penelitian ini dilaksanakan pada 14 – 28 Januari 2014 bertempat
di Ruang Stroke Unit RS. Saiful Anwar Malang. Pengambilan data ini dilakukan
dengan cara wawancara terpimpin dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyebab kecemasan adalah kondisi pasien dan pembatasan kunjungan,
kecemasan responden dalam rentangan sedang hingga berat, dampak dari
kecemasan berupa gangguan tidur, penurunan daya tahan tubuh, dan
terbengkalainya tugas rumah tangga. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah
bagi perawat untuk memahami kondisi kecemasan keluarga dan bersikap aktif
untuk memberikan informasi tentang kondisi pasien secara berkala kepada
keluarga.

Kata Kunci : Kecemasan Keluarga, Pembatasan Kunjungan, Stroke


ABSTRACT

Rahayu , Sri ( 2014 ) . Regulatory restrictions Anxiety Family Visits Patients


Treated in Stroke Unit Space Hospital . Saiful Anwar Malang . Scientific Writing
Case Studies , Nursing Diploma Program Malang , Department of Nursing ,
Ministry of Health Health Polytechnic of Malang , Supervisor ( Main ) Dyah
Widodo SKP . Kes ( Companion ) Zani Achmad Pitoyo SST , Kes

Regulatory restrictions on family visits to patients , often leading to conflict


between family caregivers with families resulting in anxiety , as a result of fear in
the patient's condition can not be accompanied at all times . The purpose of this
study was to determine the family anxiety regulatory restrictions visits patients
treated in the Hospital Dr. Stroke Unit . Saiful Anwar Malang . The study design
was observational descriptive study with 4 people as a respondent in accordance
with the inclusion criteria . This study was conducted on 14 - January 28, 2014
located in Space Hospital Stroke Unit . Saiful Anwar Malang . Data retrieval is
done by means of guided interviews and observations . The results showed that
the cause of anxiety is the condition of the patient and restrictions visit , anxiety
respondents in the range of moderate to severe , the impact of sleep disorders such
as anxiety , decreased endurance , and neglect of household duties .
Recommendations in this study is for nurses to understand the condition of the
family anxiety and be active to provide information about the condition of the
patient at regular intervals to the family .

Keywords : Anxiety Family , restricted visits , Stroke


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini penyakit stroke masih merupakan masalah kesehatan yang

utama baik di Negara maju maupun di Negara berkembang, karena disamping

menyebabkan angka kematian yang tinggi, stroke juga sebagai penyebab

kecacatan yang utama. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia,

bahkan dibanyak rumah sakit di dunia stroke merupakan penyebab kematian

nomor satu. Banyak ahli kesehatan dunia juga yakin bahwa serangan stroke

adalah penyebab kecacatan nomor satu di dunia (American Heart Association,

2008)

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan

peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak

sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian

(Fransisca B. Batticaca, 2008). Stroke merupakan penyakit resiko tinggi yang

menyebabkan kematian. Di Negara maju menduduki urutan ketiga setelah

penyakit kanker dan cardio vaskuler. Orang yang meninggal karena stroke atau

komplikasi setelah stroke sangat tinggi. Angka kejadian stroke adalah 700.000

orang atau lebih/tahun, rata-rata usia 40 - 60 tahun, kurang lebih 150.000 orang

meninggal akibat stroke dan komplikasinya. Di Amerika Serikat setiap tahun 12

dari 100.000 orang mengalami stroke. Dan angka kejadian ini lebih dari separuh

penderita stroke perempuan meninggal dunia, hal ini 2 kali lebih banyak dari yang

meniggal dunia akibat kanker payudara. The National Stroke Association

1
2

memberikan penjelasan bahwa resiko stroke meningkat seiring dengan usia dan

perempuan hidup lebih lama daripada laki-laki.

Data di ruang Stroke Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar

Malang pada tahun 2012 jumlah pasien stroke 1954 kasus, pada tahun yang sama

angka kematian akibat stroke sebanyak 667 kasus (34,1%). Stroke adalah penyakit

yang sangat serius dan beresiko tinggi terhadap kematian, maka perawatannya

harus betul-betul intensif, terutama selama fase akut. Fase akut dari stroke

umumnya dari periode pasien masuk sampai pasien menjadi stabil. Biasanya

terjadi selama 24 jam pertama sampai 48 jam. Selama periode ini, aktivitas

keperawatan langsung terhadap mempertahankan fungsi tanda-tanda vital dan

membantu mempertahankan serangan cerebral. Selama perawatan fase akut

beberapa pemeriksaan mungkin di tunda dahulu sampai pasien menjadi stabil.

Kualitas penatalaksanaan perawatan pada saat awal fase akut akan sangat

mempengaruhi komplikasi dan kecacatan permanen.

Poin utama pelayanan keperawatan adalah mempertahankan kepatenan

jalan nafas dan monitoring tanda-tanda vital dan status neurologi sampai pasien

dalam keadaan stabil. Pasien stroke pada fase akut dapat memperlihatkan

masalah-masalah emosional dan perilakunya yang mungkin berbeda dari keadaan

sebelumnya. Emosinya masih labil, misalnya pasien menangis namun tiba-tiba

pada saat berikutnya tertawa tanpa sebab yang jelas. Toleransi terhadap stress

mungkin menurun, stress kecil pada waktu sebelum stroke mungkin dirasakan

sebagai hal yang biasa tapi ketika selama mengalami stroke masalah itu terasa

besar dan sangat terbebani. Keluarga mungkin tidak memahami perilaku tersebut.
3

Pasien kadang menggunakan kata-kata kasar pada petugas perawatan atau pada

keluarga mereka, namun keluarga tidak bisa memahami kondisi tersebut.

Merupakan peran perawat untuk membantu keluarga memahami

perubahan perilaku ini. Banyak hal yang dapat dilakukan perawat untuk

memodifikasi perilaku pasien seperti menggendalikan lingkungan perawatan yang

tenang, untuk memberikan waktu istirahat yang cukup pada pasien, sehingga

mengurangi pasien dari kelelahan yang berlebihan dan mencegah penurunan

kondisi pasien. Oleh karena itu di usahakan pasien tidak di kunjungi oleh

keluarga atau pengunjung selama perawatan fase akut. Pasien adalah hak dari

keluarganya, dan keluarga merupakan pihak yang berwenang dalam pengambilan

keputusan dan cara pemecahannya dalam mengatasi masalah kesehatan anggota

keluarganya. Peraturan pembatasan kunjungan keluarga terhadap pasien, sering

menimbulkan konflik antara perawat dengan keluarga yang mengakibatkan

kecemasan keluarga, sebagai akibat dari ketakutan pada kondisi pasien yang tidak

bisa didampingi setiap saat.

Hasil wawancara studi pendahuluan yang dilakukan pada keluarga pasien

stroke yang dirawat di Stroke Unit pada tanggal 10 Oktober 2013, bahwa keluarga

menerima peraturan di Stroke Unit, keluarga bersyukur selama masih diberi

kesempatan satu kali untuk melihat pasien, keluarga yakin petugas dalam

menjalankan tugas mempunyai hati nurani, tetapi keluarga masih cemas ketika

menunggu kapan diperbolehkan masuk untuk melihat pasien.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti melakukan penelitian tentang

kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang

dirawat di ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat

penulis dalam karya tulis ilmiah ini adalah “Bagaimanakah kecemasan keluarga

terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang Stroke

Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan

kunjungan pasien yang dirawat di ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Mengaplikasikan ilmu tentang penelitian kesehatan serta menambah

wawasan peneliti dalam bidang keperawatan khususnya kecemasan keluarga

terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang stroke

unit

1.4.2 Bagi Perawat

Hasil penelitian ini bisa menambah wawasan perawat tentang persepsi

subyektif kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien

yang dirawat di ruang Stroke Unit.

1.4.3 Bagi Keluarga

Keluarga bisa memahami tujuan dari peraturan pembatasan kunjungan

pasien yang sedang dirawat di ruang stroke unit.


5

1.4.4 Bagi Rumah Sakit

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dengan rancangan

penelitian berkelanjutan terutama tentang pembatasan kunjungan pasien yang

dirawat di ruang Stroke Unit.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah keluarga pasien yang sedang dirawat

di ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………… i
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR................................................................................................. iii
DAFTAR ISI………... ............................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 4
1.5 Ruang Lingkup ........................................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan….…..……………………………………. 6
2.1.2 Penyebab Kecemasan…..………………………………………... 6
2.1.3 Stressor Pencetus ………………………………………………... 7
2.1.4 Tingkat Kecemasan ….…………………………………………... 8
2.1.5 Tanda dan Gejala Kecemasan ……………..…………………….. 9
2.1.6 Skala Kecemasan HARS ............................................................... 10
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Pengeritan Keluarga …...…….….………………………………. 12
2.2.2 Struktur Keluarga ……………..….. ……..……………………... 12
2.2.3 Ciri-Ciri Keluarga …….…………………………..…………….. 14
2.2.4 Tipe Keluarga ……………………....…………………………… 15
2.2.5 Fungsi Keluarga ……………………..………………………...... 17
2.2.6 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ……………………… 18
2.3 Konsep Keperawatan Keluarga
2.3.1 Pengertian Keperawatan Keluarga……………………………..... 18
2.3.2 Keluarga Sebagai Unit Pelayanan Keperawatan………………… 19
2.3.3 Pengambilan Keputusan dalam Perawatan Kesehatan Keluarga... 19
2.4 Konsep Stroke
2.4.1 Definisi Stroke ............................................................................... 20
2.4.2 Etiologi Stroke ............................................................................... 20
2.4.3 Klasifikasi ..................................................................................... 22
2.4.4 Gejala Klinis ................................................................................. 23
2.4.5 Faktor Risiko ................................................................................. 24
2.4.6 Komplikasi .................................................................................... 25
2.4.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 25
2.4.8 Peraturan Pembatasan Lingkungan ……………………………… 26

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian………………………………………………….. 28
3.2 Subyek Penelitian …………………………………………………….. 28
3.3 Fokus Studi …………………………………………………………… 29
iv
3.4 Definisi Operasional…………………………………………………... 29
3.5 Tempat dan Waktu…………………………………………………….. 30
3.6 Tahapan Penelitian.……..…………………………………………...... 30
3.7 Pengumpulan Data…………..………………………………………... 31
3.8 Pengolahan Data ……………………………………………………… 32
3.9 Penyajian Data .……………………………………………………….. 32
3.10 Etika Penelitian………………………………………………………. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Studi Kasus……………………………………….. 34
4.2 Pemaparan Fokus Studi Kasus ………………………………………. 35
4.3 Pembahasan ……………………………………….…………………. 57
4.4 Keterbatasan …………………………………….…………………… 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan …………………………………….…………………… 61
5.2 Saran …………………………………….…………………………… 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Plan Of Action Penelitian


Lampiran 2. Lembar Informed Consent
Lampiran 3. Lembar Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 4. Lembar Konsultasi
Lampiran 5. Tabulasi Hasil Penelitian
Lampiran 6. Lembar Konsultasi Pembimbing

vi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kecemasan

2.1.1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara

subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah

kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang

tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya

(Suliswati, 2005).

Kecemasan adalah kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat emosional,

dan sangat terasa kekuatannya, disertai sebuah sensasi fisik yang memperingatkan

seseorang terhadap bahaya yang sedang mendekat atauakan terjadi (Muis,

Saludin, 2009).

2.1.2. Penyebab Kecemasan

Suliwati (2005), juga mengemukakan bahwa berbagai teori telah

dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan:

1. Menurut teori psikoanalitik, menurut Freud kecemasan dapat timbul secara

otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan

sehingga melampaui kemampuan individu untuk menanganinya.

2. Menurut teori interpersonal, Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan

timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan

sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu

mempunyai kepekaan lingkungan.

6
7

3. Menurut teori perilaku, kecemasan merupakan hasil frustasi akibat

berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang

diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan

dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang

pernah dialami. Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua

pilihan yang saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu.

4. Menurut teori keluarga, studi pada keluarga dan epidemiologi

memperlihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga

dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.

5. Menurut teori biologi, otak memiliki reseptor khusus terhadap

benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan.

Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma

amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron dibagian

otak yang bertanggungjawab menghasilkan kecemasan.

2.1.3. Stresssor Pencetus

Suliwati (2005), stresssor pencetus kecemasan dikelompokkan menjadi dua

bagian:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas

fisik yang meliputi:

a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,

regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis. hamil).

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan gizi, tidak adekuatnya

tempat tinggal.
8

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a. Sumber internal: Kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah

dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman

terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal: Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan

status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

2.1.4. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau dalam Suliswati (2005), ada empat tingkat kecemasan yang

dialami oleh individu yaitu:

1. Kecemasan ringan, dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-

hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan

indra. Dapat memotovasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan

masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2. Kecemasan sedang, individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi, masih dapat melakukan

sesuatu dengan arahan orang lain.

3. Kecemasan berat, lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat

perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang

hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan

dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.

4. Panik, individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan

perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya


9

pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai

dengan disorganisasi kepribadian.

Sedangkan menurut HARS dalam penggolongan tingkat kecemasan dari 14

komponen HARS. Masing-masing kelompok gejala diberi peilaian angka (score)

antara 0-4, Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai pada setiap

item diatas berdasarkan gejala yang dialami respoden dengan kategori:

0 : tidak ada gejala sama sekali

1 : satu gejala dari pilihan yang ada

2 : separuh dari gejala yang ada

3 : lebih dari separuh gejala yang ada

4 : semua gejala ada

Penggolongan tingkat kecemasan berdasarkan HRS-A :

Score <6 = tidak ada kecemasan

Score 6-14 = kecemasan ringan

Score 15-27 = kecemasan sedang

Score >27 = kecemasan berat

2.1.5. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Keliat, Budi Anna et al. (2011) mengemukakan bahwa beberapa

tanda dan gejala kecemasan adalah:

1. Fisik, berupa sefalgia, jantung berdebar keras dan insomnia minimal satu

bulan, pusing, berkeringat, denyut jantung cepat atau keras, mulut kering,

nyeri perut, agitasi, tidak bias santai, tremor.

2. Mental, berupa ketegangan mental (cemas/bingung, rasa tegang atau gugup,

konsentrasi buruk).
10

Menurut Ibrahim, Ayub Sani (2007) gejala dan tanda yang menyertai

kecemasan didasarkan pada sistem saraf simpatis, terdiri dari:

1. Delatasi pupil

2. Ekspresi wajah tegang

3. Mulut kering

4. Tremor

5. Berkeringat

6. Muka pucat

7. Degup jantung yang cepat

8. Anoreksia, gangguan lambung

9. Perasaan sesak dada, perasaan menyempit didalam tenggorok

10. Sering kencing

11. Insomnia

12. Tekanan darah tinggi

13. Hiperlipidemia

2.1.6. Skala Kecemasan HARS

Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang dikutip

Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1. Perasaan: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2. Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan

takut pada binatang besar.

4. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.


11

5. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7. Gejala somatik: nyeri path otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil

dan kedutan otot.

8. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

10. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di

perut.

12. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

13. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

14. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat.
12

2.2. Konsep Keluarga

2.2.1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui

pertalian darah adopsi atau perkawinan (WHO, 1969 dalam Wiyono, J. 2013)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam Setiadi,

2008).

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan perannya masing-

masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvicion G Bailon dan

Aracelis Maglaya, 1989 dalam Setiadi, 2008).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan secara umum

bahwa keluarga itu terjadi jikalau ada:

1. Ikatan atau persekutuan (perkawinan/kesepakatan)

2. Hubungan (darah / adopsi / kesepakatan)

3. Tinggal bersama dalam satu atap (serumah)

4. Ada peran masing-masing anggota keluarga

5. Ikatan emosional.

2.2.2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, yang didasarkan jalur

hubungan darah diantaranya adalah:


13

1. Patrileneal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ayah.

2. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

4. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

5. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2008).

Menurut MC Donald, (1980) dalam Friedman, (1998) dalam Wiyono, J.

(2013), kekuasaan didefinisikan dengan kemampuan, baik kemampuan potensial

maupun aktual dari seorang individu untuk mengontrol, mempengaruhi dan

merubah tingkah laku seseorang. Dasar-dasar kekuasaan keluarga meliputi:

1. Legitimate power (kekuasaan/wewenang yang sah)

Kekuasaan yang sah kadang disebut juga wewenang primer di mana satu

orang mempunyai hak untuk mengontrol tingkah laku dari satu anggota

keluarga lain. Legitimate power merupakan wewenang yang berdasar atas

tradisi, contoh: suami sebagai kepala keluarga mengontrol seluruh anggota

keluarga.
14

2. Referent power (kekuasaan referen)

Kekuasaan yang dimulai oleh orang-orang tertentu terhadap orang lain, karena

identitas positif dari seorang anak terhadap orang tua, serta biasanya orang tua

yang menjadi model peran. Contoh: seorang anak merokok jika berada diluar

rumah tetapi jika didalam rumah tidak berani merokok.

3. Reward power (kekuasaan penghargaan)

Adalah sikap patuh yang dicapai berdasarkan kepatuhan atau imbalan agar

dipandang orang lain berharga. Contoh: saat seorang anak berhasil mendapat

juara kelas, sesuai permintaan orang tua membelikan mainan yang sudah

dijanjikan.

4. Coervive power (kekuasaan dominasi atau paksaan yang mampu untuk

menghukum bila tidak taat)

Contoh: orang tua menambah beban pekerjaan anaknya karena anak tersebut

tidak melaksanakan tugas yang diperintahkan.

5. Affective power (kekuasaan afektif)

Pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih atau segan

untuk tidak melakukan suatu tindakan.

Contoh: anak tidak merokok jika ada orang tuanya.

2.2.3. Ciri-ciri Keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam Setiadi (2008)

diungkapkan bahwa ciri keluarga adalah:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.


15

3. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk

perhitungan garis keturunan.

4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya

berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan

anak.

5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

Ciri keluarga Indonesia menurut Setiadi (2008) adalah:

1. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong-

royong.

2. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.

3. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara

musyawarah.

2.2.4. Tipe Keluarga

Pembagian tipe ini tergantung kepada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokkan:

1. Secara Tradisional

a. Kelurga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu

dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah misalnya kakek,

nenek, paman, bibi.


16

2. Secara Modern

a. Tradisional Nuclear, yaitu keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam

satu rumah ditetapkan dalam suatu ikatan perkawinan.

b. Reconstituted Nuclear, yaitu pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah

dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun

hasil dari perkawinan baru.

c. Niddle Age / Aging Couple, yaitu suami sebagai pencari uang, istri di

rumah atau kedua-duanya bekerja di runah.

d. Dyadic Nuclear, yaitu suami istri yang sudah berumur dan tidak

mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

e. Single Parent, yaitu satu orang tua akibat perceraian atau kematian

pasangannya dan anaknya tinggal di rumah atau diluar rumah.

f. Dual Carrier, yaitu suami istri atau keduanya orang karierdan tanpa anak.

g. Commuter Married, yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan

tinggal terpisah pada jarak tertentu.

h. Single Adult, yaitu wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan

tidak adanya keinginan untuk kawin.

i. Three Generation, yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

j. Institusional, yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam

suatu panti-panti.

k. Communal, yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang

monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan

fasilitas.
17

l. Group Marriage, yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan

keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah

kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.

m. Unmaried Parent and Child, yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak

dikehendaki, anaknya diadopsi.

n. Cohibing Coiple, yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama

tanpa kawin.

o. Gay and Lesbian Family, yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan

yang berjenis kelamin sama (Setiadi, 2008).

2.2.5. Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut WHO dalam Wiyono, J., 2013

1. Fungsi biologis

Keluarga menjamin kelangsungan generasinya dengan melahirkan seorang

anak.

Pemeliharaan dan yang terkait dengan masalah kesehatan dengan

mempertahankan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan rekreasi keluarga.

2. Fungsi ekonomi

Keluarga memiliki sumber penghasilan yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan anggotanya dan menjamin keamanan finansial bagi kelangsungan

keluarga.

3. Fungsi psikologis

Penyediaan lingkungan untuk perkembangan kepribadian, perlindungan

psikologis, dan keamanan baik ancaman fisik maupun psikologis.

4. Fungsi edukasi
18

Keluarga mengajarkan pengetahuan, sikap dan perilaku sesuai potensi yang

dimiliki anggota keluarga dan pengalaman yang didapatkan.

5. Fungsi sosiokultural

Keluarga memberikan ruang untuk membentuk suatu perilaku sesuai dengan

norma dan aturan yang dikembangkan keluarga, mengajarkan bahasa dan

menjaga tradisi dari garis keturunannya. Keluarga juga mengembangkan

sosialisasi anggota keluarga dengan interaksi sosial dan belajar berperan

dalam lingkungan.

2.2.6. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Freeman (1981) dalam Setiadi (2008) membagi tugas keluarga dalam

bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) (Setiadi, 2008).

2.3. Konsep Keperawatan Keluarga

2.3.1. Definisi

Keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan

melalui praktek keperawatan dengan sasaran keluarga dengan tujuan


19

menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan keluarga (Setiadi, 2008).

2.3.2. Keluarga sebagai Unit Pelayanan Keperawatan

Alasan utama meninjau keluarga sebagai unit pelayanan perawatan

menurut Ruth B. Freemen, (1981) dalam setiadi (2008) adalah sebagai berikut:

1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat.

2. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam

kelompoknya.

3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dana apabila

salah Satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh

terhadap anggota keluarga lainnya.

4. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien),

keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara

kesehatan para anggotanya.

5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai usaha-

usaha kesehatan masyarakat.

2.3.3. Pengambilan Keputusan dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Menurut Setiadi (2008), dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi

pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap

kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan. Hal ini didasarkan

pemikiran sebagai berikut:

1. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.


20

2. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota

keluarga.

3. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap

keluarga/anggota keluarga yang bermasalah.

2.4. Konsep Stroke

2.4.1. Definisi Stroke

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan

peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak

sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian

(Fransisca B. Batticaca, 2008).

Menurut Hudak (1996) dalam Fransisca B. Batticaca (2008), stroke adalah

defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam

sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD).

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi

cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic (Mansjoer, Arif et al. 2009).

2.4.2. Etiologi

Menurut Fransisca B. Batticaca (2008), yang menyebabkan stroke secara

keseluruhan adalah:

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.

2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.

3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

Penyebab stroke menurut Mansjoer, Arif et al. 2009 adalah:


21

1. Infark otak (80%)

a. Emboli

1) Emboli kardiogenik

a) Fibrilasi atrium atau aritmia lain

b) Trombus mural ventrikel kiri

c) Penyakit katup mitral atau aorta

d) Endokarditis (infeksi atau non –infeksi)

2) Emboli paradoksal (foramen ovale paten)

3) Emboli arkus aorta

b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)

1) Penyakit ekstrakranial

a) Arteri karotis interna

b) Arteri vertebralis

2) Penyakit intrakranial

a) Arteri karotis interna

b) Arteri serebri media

c) Arteri basilaris

d) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2. Pendarahan intra serebral (15 %)

a) Hipertensi

b) Malformasi arteri – vena

c) Angiopati amiloid

3. Pendarahan subaraknoid (5 %)

4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau pendarahan)


22

a) Trombosis sinus dura

b) Diseksi arteri karotis atau vertebralis

c) Vaskulitis system saraf pusat

d) Penyakit moya-moya(oklusi arteri besar intracranial yang

progresif)

e) Migren

f) Kondisi hiperkoagulasi

g) Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)

h) Kelainan hematologi(anemia sel sabit,polisitemia,atau leukemia)

i) Miksoma atrium

2.4.3. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi yang diuraikan menurut Fransisca B. Batticaca (2008)

adalah sebagai berikut:

1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada

usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.

a. Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of cerebral vessels).

b. Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels).

2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20 - 60

tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis

(mental).

a. Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemorrhage)

Gejalanya:

1) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.


23

2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau

marah.

3) Mual atau muntah pada permulaan serangan.

4) Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.

5) Kesadaran menurun dengan cepat dan terjadi koma (65% terjadi

kurang dari ½ jam – 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).

b. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage)

Gejalanya:

1) Nyeri kepala hebat dan mendadak.

2) Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.

3) Ada gejala atau tanda meningeal.

4) Papil edema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

2.4.4. Gejala Klinis

Menurut Fransisca B. Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul

tergantung dari jenis stroke

1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:

a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada

saat istirahat atau bangun pagi.

b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.

c. Terjadi terutama pada usia > 50 tahun.

d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya.

2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:


24

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik).

c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor,

atau koma).

d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara).

e. Disartria (bicara pelo atau cadel).

f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran.

g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

2.4.5. Faktor Resiko

Menurut Fransisca B. Batticaca, 2008 faktor resiko srtoke meliputi:

1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi.

2. Hipotensi atau tekanan darah rendah.

3. Obesitas atau kegemukan.

4. Kolesterol darah tinggi.

5. Riwayat penyakit jantung.

6. Riwayat penyakit diabetes mellitus.

7. Merokok.

8. Stress, dan lainnya.

Menurut Mansjoer, Arif et al. 2009 faktor resiko stroke adalah:

1. Yang tidak dapat diubah

yaitu: usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke,

penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot

untuk homosistinuria.
25

2. Yang dapat diubah

yaitu: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan

obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,

hiperurisemia dan dislipidemia.

2.4.6. Komplikasi

Komplikasi stroke menurut Fransisca B. Batticaca (2008) adalah:

1. Gangguan otak yang berat.

2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernapasan atau kardiovaskular.

2.4.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan macam-macam stroke menurut beberapa ahli adalah

sebagai berikut:

1. Penatalaksanaan stroke hemoragik

a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan

b. Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah

saraf

c. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah

1) Antifibrinolitik

2) Natrii Etamsylate

3) Kalsium mengandung obat ascorbicum

4) Profilaksis vasospame

d. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

e. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya (Fransisca B. Batticaca,

2008).
26

2. Penatalaksanaan stroke iskemik

a. Terapi anti trombosit.

b. Terapi heparin (Goldszmidt, AJ., Caplan, LR., 2011).

3. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut

a. Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18 – 20ºC.

b. Pemantauan keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2, PO2, PCO2).

f. Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam (Fransisca B. Batticaca, 2008).

2.4.8. Peraturan Pembatasan Kunjungan

Perawatan pasien stroke di ruang stroke unit memiliki peraturan tersendiri,

yakni terbatasnya kesempatan kunjungan keluarga pasien untuk menemani setiap

saat. Hal ini mengacu pada hak dan kewajiban keluarga pasien yakni keluarga

pasien berhak untuk mengetahui perkembangan keluarganya (pasien) selama

dirawat, dan kewajiban keluarga pasien yaitu mematuhi peraturan yang berlaku di

ruang stroke unit.

Adapun peraturan yang berlaku di stroke unit adalah keluarga diizinkan

masuk 1 kali/hari, diprioritaskan untuk keluarga inti yang menunggu di rumah

sakit (anak, ibu, ayah, istri, dan suami), dengan syarat ketika tidak ada tindakan

pada pasien yang dilakukan oleh perawat maupun tim medis lainya.

Peraturan diberlakukan dengan tujuan untuk kebaikan pasien, yaitu

mengendalikan tekanan darah pasien, terutama pada pasien stroke ICH dimana

nilai tekanan darah sistoliknya tidak boleh melebihi angka 180 mmHg, atau pada

pasien stroke infark nilai tekanan sistolik tidak boleh melebihi 220 mmHg. Selain

itu, pembatasan kunjungan dimaksudkan untuk mengurangi dan mencegah risiko

terjadinya infeksi nosokomial (INOS) baik dari pasien ke keluarga maupun


27

sebaliknya. Pembatasan kunjungan juga bertujuan untuk memudahkan perawat

dalam melakukan tindakan terutama pada pasien stroke akut yang memerlukan

pemantauan secara ketat.

Pada kondisi pasien fase terminal atau dalam kondisi yang sangat buruk

prognosisnya, keluarga pasien diperbolehkan untuk berada disamping pasien

dengan tujuan untuk pembimbingan rohani atau tujuan khusus mendekatkan

keluarga dalam waktu-waktu akhir pasien.


BAB III

METODE STUDI KASUS

Penelitian ini adalah penelitian studi kasus yang merupakan studi untuk

menggali suatu fenomena secara mendalam, meliputi berbagai aspek yang cukup

luas serta penggunaan berbagai teknik secara integrative (Notoatmodjo, S. 2010).

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain studi kasus ini menggunakan metode deskriptif observatif.

Deskriptif observatif adalah penelitian yang menjelaskan peristiwa yang meliputi

kegiatan pemusatan perhatian terhadap sutau obyek dengan menggunakan seluruh

alat indera dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, perabaan,

pendengaran dan pengecap (Arikunto, 2006).

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran kecemasan

keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang

stroke unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

3.2 Responden Penelitian

Responden penelitian dalam studi kasus ini adalah keluarga yang memiliki

anggota keluarga/pasien serangan stroke akut yang menjalani rawat inap di ruang

Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebanyak 4 orang dengan perincian

2 responden adalah pasien stroke ICH dan 2 responden lain adalah pasien stroke

infark.

Responden dalam penelitian ini terdapat beberapa kriteria inklusi yang

harus dipenuhi, pasien dari keluarga responden memiliki kriteria sebagai berikut:

28
29

1. Minimal tiga hari dirawat.

2. Jenis stroke perdarahan dan non perdarahan

3. GCS kurang dari 10.

Sedangkan kriteria dari keluarga pasien yang dirawat:

1. Keluarga inti (suami, istri, anak).

2. Tinggal satu rumah.

3. Penanggungjawab.

3.3 Fokus Studi

Fokus studi adalah ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan

oleh suatu peneliti tentang konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Fokus

studi atau variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan keluarga terhadap

peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di ruang Stroke Unit RSUD

Dr. Saiful Anwar Malang.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2003).

Dalam studi kasus ini kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan

kunjungan pasien yang dirawat di ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara Respondentif
30

dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal, meliputi aspek penyebab

timbulnya kecemasan (komplikasi stroke, kemungkinan kematian, hospitalisasi

yang lama, biaya perawatan), tingkat kecemasan (menggunakan skala HARS),

dan akibat kecemasan yang dialami (emosional, tersinggung, gelisah, tegang,

terkejut, menangis).

3.5 Tempat dan Waktu

Waktu = 14—28 Januari 2014

Tempat = Ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

3.6 Tahapan Penelitian

Tahapan kegiatan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Peneliti meminta surat ijin penelitian kepada Ketua Program Studi

Keperawatan Malang yang selanjutnya diserahkan kepada pihak RS dr.

Saiful Anwar Malang

2. Menentukan Responden penelitian, yaitu keluarga pasien stroke yang

dirawat di ruang stroke yang memenuhi kriteria sejumlah empat

responden, dua responden pasien stroke dengan ICH, dan dua responden

lain adalah pasien stroke dengan Infark.

3. Melakukan wawancara terpimpin dengan pedoman wawancara dari

pengembangan komponen HARS dan melakukan observasi sesuai

pedoman observasi dalam instrument penelitian

4. Data yang terkumpul kemudian diolah, data hasil wawancara diolah secara

non-statistik dengan membuat ringkasan hasil wawancara berdasarkan

topik atau tema wawancara sehingga diperoleh gambaran yang utuh.


31

Sedangkan data hasil observasi dengan skala HARS dilakukan klasifikasi

tingkat kecemasanya menggunakan rumus yang telah ditetapkan

5. Data hasil pengolahan disajikan dalam bentuk narasi dan dibuat laporan

untuk diujikan dalam sidang akhir karya tulis ilmiah.

3.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kegiatan studi kasus bertujuan mengungkapkan

gambaran nyata mengenai responden penelitian, agar penelitian lebih akurat

diperlukan alat untuk mengungkapkan data atau instrumen yang tepat. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan

observasi.

3.7.1 Teknik wawancara.

Teknik wawancara adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut.

Wawancara dilakukan untuk menggali tentang penyebab timbulnya kecemasan,

tingkat kecemasan, akibat kecemasan. Wawancara terpimpin artinya interview

yang dilakukan berdasarkan pedoman wawancara (Notoatmodjo, 2010). Pedoman

waancara berisi pertanyaan dari pengembangan komponen kecemasan HARS dan

beberapa pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pedoman dalam

melakukan wawancara.

3.7.2 Teknik observasi.

Teknik observasi adalah pengamatan suatu prosedur berencana antara lain

meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Pada studi kasus ini teknik observasi
32

yang digunakan adalah observasi secara langsung yang dilakukan sekali yang

didasarkan aspek perilaku kecemasannya.

3.8 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul melalui wawancara dan observasi, maka langkah

selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul.

1. Untuk penyebab kecemasan dideskripsikan secara narasi yang didapatkan dari

hasil wawancara terpimpin.

2. Untuk akibat kecemasan dideskripsikan secara narasi yang didapatkan dari

hasil wawancara terpimpin.

3. Hasil observasi dideskripsikan secara narasi berdasarkan hasil pengamatan

pengisian lembar instrument observasi

3.9 Penyajian Data

Setelah data terkumpul, data hasil wawancara dan observasi disajikan

dalam bentuk narasi.

3.10 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2008) secara umum prinsip etika dalam

penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip

manfaat, prinsip menghargai hak-hak Responden, dan prinsip keadilan.

a. Prinsip manfaat (beneficience)

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan pada

Responden, khususnya jika menggunakan tindakan khusus. Partisipasi

Responden dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak


33

menguntungkan. Responden harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam

penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan dalam hal-hal

yang dapat merugikan responden dalam bentuk apapun. Peneliti juga harus

berhati-hati dalam mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang berakibat

kepada responden pada setiap tindakan.

b. Prinsip menghargai hakasasi manusia (respect human dignity)

Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination), hak

untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full

disclosure), serta hak untuk mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau

menolak menjadi responden (informed consent).

c. Prinsip keadilan (right to justice)

Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) dan

hak dijaga kerahasiannya (right to privacy).Responden mempunyai hak untuk

meminta agar data yang diberikan harus dirahasiakan.


56

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Penelitian studi kasus tentang gambaran kecemasan keluarga terhadap

peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di Ruang Stroke Unit RS.

Saiful Anwar Malang ini dilaksanakan pada tanggal 14 – 28 Januari 2014 dengan

mengambil responden penelitian sebanyak 4 orang. Dalam bab ini akan disajikan

hasil studi kasus yang mencakup gambaran umum, gambaran khusus responden

studi, pembahasan studi kasus, dan keterbatasan penelitian.

4.1 Gambaran Umum Studi Kasus

Responden studi kasus ini berjumlah 4 orang yaitu responden I Tn. H (45

tahun), responden II Ny. J (58 tahun), responden III Ny. R (37 tahun), dan

responden IV Ny.M (39 tahun), berikut penjelasan umum masing-masing

responden:

1) Gambaran Umum Responden 1

Responden merupakan seorang laki-laki berusia 45 tahun beralamat di

Bojonegoro dengan riwayat pendidikan yaitu tamat pendidikan pasca sarjana (S2)

dan sekarang bekerja sebagai guru. Memiliki hubungan dengan pasien sebagai

anak, responden dilakukan wawancara dan observasi kecemasan pada hari ketiga

setelah MRS pasien.

2) Gambaran Umum Responden 2

Responden merupakan seorang perempuan berusia 58 tahun beralamat di

lumbangsari dengan riwayat pendidikan yaitu tamat sekolah dasar (SD) dan

34
57

sekarang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Memiliki hubungan dengan pasien

sebagai istri, responden dilakukan wawancara dan observasi kecemasan pada hari

ketigas setelah MRS pasien.

3) Gambaran Umum Responden 3

Responden merupakan seorang perempuan berusia 37 tahun beralamat di

jalan pulosari kota malang dengan riwayat pendidikan terakhir yaitu tamat sekolah

dasar (SD) dan sekarang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Memiliki hubungan

dengan pasien sebagai anak kandung, responden dilakukan wawancara dan

observasi kecemasan pada hari ketigas setelah MRS pasien.

4) Gambaran Umum Responden 4

Responden merupakan seorang perempuan berusia 39 tahun beralamat di

karang rejo dengan riwayat pendidikan terakhir yaitu tamat sekolah dasar (SD)

dan sekarang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Memiliki hubungan dengan

pasien sebagai menantu, responden dilakukan wawancara dan observasi

kecemasan pada hari kedua setelah MRS pasien.

4.2. Pemaparan Fokus Studi Kasus

Di bawah ini diuraikan data mengenai gambaran kecemasan keluarga

terhadap peraturan pembatasan kunjungan pasien yang dirawat di Ruang Stroke

Unit RS. Saiful Anwar Malang. Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dan

observasi selama 5 hari pada 3 responden, sedangkan pada salah satu responden

hanya dalam waktu 2 hari.


58

4.2.1 Gambaran Kecemasan Responden I

1) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-1

Hasil pengisian kuesioner menunjukan bahwa responden merasa cemas karena

tidak bisa melihat langsung keluarganya yang dirawat walaupun sekedar lewat

kaca, responden menginginkan supaya keluarganya cepet sembuh, tidak merasa

cemas dengan biaya perawatan karena sudah ada asuransi dari ASKES, namun

demikian responden merasa tenang setelah dihubungi oleh petugas kesehatan

mengenai kondisi keluarganya yang dirawat. Responden juga tidak terlalu

mencemaskan tentang kondisi keluarganya yang sakit terutama tentang kebutuhan

perawatan sehari-hari dikarenakan responden percaya kepada perawat dan dokter

pasti menjalankan tugas secara professional yang berada disamping pasien.

Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS 2 1 3 respon

mata dapat membuka mata dengan respon nyeri, verbal tidak berespon, dan

respon motorik ektensi ketika mendapatkan respon nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi pertama memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

sejumlah 18. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan cemasnya

yaitu berupa firasat buruk dan takut akan pikiran sendiri. Selain itu, tanda lain

yang dominan adalah sulitnya responden dalam mengatur jadwal tidurnya, pada

malam hari responden merasa sukar dalam memulai tidur, terbangun pada malam

hari, dan merasa tidak pulas. Responden mengatakan gangguan tidur ini

melatihnya untuk bersabar karena masalah yang dihadapinya.


59

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur saja,

responden tidak mengalami gangguan pada kesehatanya dan juga tidak

terbengkalai tugas dirumah karena sudah ada yang menggantikan.

Hasil observasi pada responden didapatkan bahwa muka tampak pucat,

tekanan darah tinggi, tampak sering berjalan mondar-mandir, banyak bertanya,

sering mengintip ruang perawatan dari kaca, dan tampak gelisah.

2) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-2

Hasil pengisian kuesioner kedua menunjukan bahwa responden merasa cemas

karena merasa sedih dan khawatir akan kondisi keluarganya yang sakit, responden

berharap supaya lekas sembuh dengan mengikuti prosedur dari Rumah Sakit,

responden juga merasa cemas karenan peraturan pembatasan yang ada, mereka

merasa takut jika kondisi keluarganya tiba-tiba memburuk tanpa menemani

disampingnya. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS

1 1 1 mata tidak berespon, verbal tidak berespon, dan motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kedua memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

meningkat menjadi 22. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

cemasnya yaitu berupa firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah

tersinggung. Selain itu, tanda lain yang dominan adalah ketegangan pada

responden berupa merasa mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan nyenyak

mudah menangis, gemetar, dan gelisah. Observasi kedua responden tetap

mengeluhkan sulitnya mengatur jadwal tidur, pada malam hari responden merasa

sukar dalam memulai tidur, terbangun pada malam hari, dan merasa tidak pulas.
60

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur, responden

juga mengalami gangguan pada kesehatanya dan merasa saat ini terbengkalai

tugas dirumah karena sudah ada masalah dengan orang yang menggantikan.

Hasil observasi pada responden didapatkan bahwa ekspresi wajah tegang,

nafsu makan menurun, tampak modar-mandir, banyak bertanya, tidak bisa santai,

gelisah susah tidur. Pada observasi mental responden tampak mudah emosi, gugup,

bingung, dan konsentrasi menurun.

3) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-3

Hasil pengisian kuesioner ketiga menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena orang kesayanganya sedang sakit berat. Responden tidak

mencemaskan masalah biaya karena itu bukanlah masalah utama, penyebab

kecemasan yang lain adalah pembatasan kunjungan karena sebetulnya responden

ingin selalu dengan dengan pasien, meski begitu mereka tetap taat terhadap aturan

dan mempercayakan kepada petugas kesehatan. Tingkat kesadaran pasien dalam

kategori coma dengan skor GCS 1 1 1 mata tidak berespon, verbal tidak berespon,

dan motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi ketiga memiliki kecemasan dalam kategori ringan dengan total skor

menurun menjadi 11. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

cemasnya yaitu berupa firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah

tersinggung. Selain itu, tanda lain yang dominan adalah ketegangan pada

responden berupa merasa mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan nyenyak

mudah menangis, gemetar, dan gelisah. Observasi ketiga responden tetap


61

mengeluhkan sulitnya mengatur jadwal tidur, pada malam hari responden merasa

sukar dalam memulai tidur, terbangun pada malam hari, dan merasa tidak pulas.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur,

responden juga mengalami gangguan pada kesehatanya yaitu berupa Flu.

Hasil observasi pada responden didapatkan tampak sering mondar-mandir,

banyak bertanya, sering mengintip lewat kaca jendela, tidak bisa santai, gelisah

dan susah tidur, sedangkan pada observasi mental didapatkan responden tampak

gugup, bingung dan konsentrasi memburuk.

4) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-4

Hasil pengisian kuesioner keempat menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena kemarin keluarga yang sedang dirawatnya sempat mengalami kritis.

penyebab kecemasan yang utama adalah pembatasan kunjungan karena

sebetulnya responden ingin selalu dengan dengan pasien, karena mereka takut jika

sewaktu-waktu pada saat kritis akan terjadi drop mendadak dan keluarga tidak

tahu. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS 2 1 1 mata

berespon ketika mendapatkan rangsangan nyeri, verbal tidak berespon, dan

motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi keempat memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

menurun menjadi 16. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada ketegangan

yaitu merasa tegang, mudah terkejut, gemetar dan gelisah. Observasi ketiga
62

responden mengatakan mengalami gangguan kecerdasan berupa sering bingung,

dan perasaan depresi berupa bangun pada dini hari.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur saja, dan

tidak mengalami dampak gangguan pada kesehatanya dan peran atau tugasnya

dirumah.

Hasil observasi keempat pada responden didapatkan tampak ekspresi wajah

tegang, tekanan darah tinggi, modar-mandir, sering mengintip lewat kaca, tidak

bisa santai, gelisah, susah tidur, Pada status mental tampak responden gugup,

bingung, konsentrasi buruk.

5) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-5

Hasil pengisian kuesioner kelima menunjukan bahwa responden merasa cemas

karena ada anggota keluarganya yang sakit keras dan masih belum kunjung ada

perbaikan. penyebab kecemasan yang utama adalah pembatasan kunjungan karena

sebetulnya responden ingin selalu dengan dengan pasien, karena mereka takut jika

sewaktu-waktu pada saat kritis akan terjadi drop mendadak dan keluarga tidak

tahu. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS 4 1 1 mata

terbuka secara spontan, verbal tidak berespon, dan motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kelima memiliki kecemasan dalam kategori ringan dengan total skor

menurun menjadi 14. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada ketegangan

yaitu merasa tegang, mudah terkejut, gemetar dan gelisah. Observasi ketiga
63

responden mengatakan mengalami gangguan kecerdasan berupa sering bingung,

dan perasaan depresi berupa bangun pada dini hari.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur saja, dan

tidak mengalami dampak gangguan pada kesehatanya dan peran atau tugasnya

dirumah. Hasil observasi kelima pada responden didapatkan tampak ekspresi

wajah tegang, tekanan darah tinggi, modar-mandir, sering mengintip lewat kaca,

tidak bisa santai, gelisah, susah tidur, Pada status mental tampak responden gugup,

bingung, konsentrasi buruk.

4.2.2 Gambaran Kecemasan Responden II

1) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-1

Hasil pengisian kuesioner pertama menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena ada anggota keluarganya yang sakit secara mendadak serta kondisi

yang masih gawat sehingga memerlukan perawatan yang lama. penyebab

kecemasan yang lain adalah pembatasan kunjungan yang menyebabkan responden

tidak bisa secara langsung melihat secara bergantian dengan anggota keluarganya

yang lain untuk mengetahui kondisinya. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori

sopora coma dengan skor GCS 4 1 5 mata terbuka secara spontan, verbal tidak

berespon, dan motorik berespon berupa melokalisir nyeri

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi pertama memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

sejumlah 29. Tanda kecemasan yang paling buruk ada pada gangguan kecerdasan

yaitu berupa daya ingat yang buruk, sulit berkonsentrasi, dan sering bingung.
64

Selain itu, tanda yang lain berupa gangguan tidur, tanda terjadi ketegangan, dan

perasaan cemas. Selain itu tampak terjadinya tanda gejala somatik berupa nyeri

otot, kaku, dan suara yang tidak stabil.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

kondisi pikiranya yang kacau, responden mengalami gangguan kesehatan karena

terfosir untuk menunggu keluarga sendirian, juga tugas dan pekerjaan rumah

terbengkalai karena tidak ada yang menggantikan akibat terbatasnya kegiatan di

rumah sakit.

Hasil observasi pertama pada responden didapatkan ekspresi wajah tegang,

muka pucat, berkeringat, nafsu makan menurun, mondar-mandir, sering bertanya

pada petugas, tidak bisa santai, gelisah dan susah untuk tidur. Pada observasi

keadaan mental berupa gugup, bingung, dan konsentrasi buruk.

2) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-2

Hasil pengisian kuesioner kedua menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena tidak bisa mendampingi keluarga yang sakit sewaktu-waktu.

penyebab kecemasan yang lain adalah pembatasan kunjungan yang menyebabkan

responden tidak bisa secara langsung melihat secara bergantian dengan anggota

keluarganya yang lain untuk mengetahui kondisinya. Tingkat kesadaran pasien

dalam kategori sopora coma dengan skor GCS 4 1 5 mata terbuka secara spontan,

verbal tidak berespon, dan motorik berespon berupa melokalisir nyeri

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kedua memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor
65

meningkat sejumlah 30. Tanda kecemasan yang paling tampak tetap pada

gangguan kecerdasan yaitu berupa daya ingat yang buruk, sulit berkonsentrasi,

dan sering bingung. Selain itu, tanda yang lain berupa gangguan vegetative

otonom yang berupa mudah berkeringat, pusing atau sakit kepala, dan bulu roma

berdiri. Tampak juga tanda kecemasan berupa gangguan tidur dengan sukar

memulai tidur, terbangun pada malam hari, dan tidak pulas.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

kondisi pikiranya yang kacau, responden mengalami gangguan kesehatan karena

terfosir untuk menunggu keluarga sendirian, juga tugas dan pekerjaan rumah

terbengkalai karena tidak ada yang menggantikan akibat terbatasnya kegiatan di

rumah sakit.

Hasil observasi kedua pada responden didapatkan sama seprti hari

sebelumnya yaitu ekspresi wajah tegang, muka pucat, berkeringat, nafsu makan

menurun, mondar-mandir, sering bertanya pada petugas, tidak bisa santai, gelisah

dan susah untuk tidur. Pada observasi keadaan mental berupa gugup, bingung, dan

konsentrasi buruk.

3) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-3

Hasil pengisian kuesioner ketiga menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena tidak bisa mendampingi keluarga yang sakit sewaktu-waktu.

penyebab kecemasan yang lain adalah kondisi keluarga yang semakin gawat,

biaya yang ditanggung juga masih belum ada jalan keluar, ditambah lagi

pembatasan kunjungan yang menyebabkan responden tidak bisa secara langsung

melihat kondisinya. Tingkat kesadaran dalam kategori sopora coma dengan skor
66

adalah 4 1 5 mata terbuka secara spontan, verbal tidak berespon, dan motorik

motorik berespon berupa melokalisir nyeri

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi ketiga memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

meningkat sejumlah 33. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada gangguan

sensorik berupa teling berdengung, penglihatan kabur, muka merah dan pucat,

serta perasaan lemah. Selain itu, tanda yang lain berupa gangguan kecerdasan

berupa daya ingat yang buruk, sulit untuk berkonsentrasi, dan sering mengalami

kebingungan. Tampak juga gejala kardiovaskuler berupa denyut nadi cepat,

berdebar-debar.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

kondisi pikiranya yang kacau, responden sudah membaik kesehatannya selain itu

dirumah sudah ada yang membantunya untuk menggantikan tugas.

Hasil observasi ketiga pada responden didapatkan ekspresi wajah tegang,

tremor, mulut kering, mondar-mandir, banyak bertanya, sering mengintip ruang

perawatan dari balik kaca, dan gelisah. Observasi status mental didapatkan

responden gugup, bingung, dan konsentrasi buruk.

4) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-4

Hasil pengisian kuesioner keempat menunjukan bahwa responden merasa

cemas karena tidak bisa mendampingi keluarga yang sakit sewaktu-waktu dan

kondisinya yang semakin mengkhawatirkan. penyebab kecemasan yang lain

adalah biaya yang ditanggung juga masih belum ada jalan keluar, ditambah lagi
67

pembatasan kunjungan yang menyebabkan responden tidak bisa secara langsung

melihat kondisinya. Meskipun begitu, setidaknya responden memberikan

kepercayaan kepada petugas kesehatan untuk memberikan perawatan dan proses

pengobatan yang tebaik. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori sopora coma

dengan skor GCS adalah 4 1 5 mata terbuka secara spontan, verbal tidak

berespon, dan motorik motorik berespon berupa melokalisir nyeri

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi keempat memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

menurun sejumlah 22. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

cemasnya yaitu firasat buruk dan takut akan pikiran sendiri, selain itu tampak

gangguan sensorik berupa teling berdengung, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat, serta perasaan lemah. Gejala gastrointenstinal pada observasi keempat

timbul perut yang melilit, nyeri lambung, dan perut terasa penuh atau kembung.

Responden merasakan juga adanya perasaan tidak tenang, napas pendek dan cepat,

serta muka memerah.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan terjadi gangguan kembali

dikarenakan terfokus pada pasien dan tugas dirumah terbengkalai karena harus

menunggu penuh di rumah sakit.

Hasil observasi keempat pada responden didapatkan muka pucat,

berkeringat, tampak mulut kering, mondar-mandir, banyak bertanya kepada

petugas, sering mengintip ruang perawatan dari kaca, tidak bisa santai, gelisah

serta susah tidur. Pada observasi mental tidak ditemukan tanda adanya gangguan.
68

5) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-5

Hasil pengisian kuesioner kelima didapatkan bahwa responden merasa

cemas karena kondisi keluarga yang semakin mengkhawatirkan. penyebab

kecemasan yang lain adalah biaya yang ditanggung ternyata sangat mahal diluar

jangkauan dari Jamkesmas, ditambah lagi pembatasan kunjungan yang

menyebabkan responden tidak bisa secara langsung melihat kondisinya.

Responden memaklumi dengan peraturan itu dengan tujuan agar keluarganya

yang sakit dapat beristirahat lebih banyak. Tingkat kesadaran pasien dalam

kategori sopora coma dengan skor GCS adalah 4 1 5 mata terbuka secara spontan,

verbal tidak berespon, dan motorik berespon berupa melokalisir nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kelima memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

menurun menjadi 21. Tanda kecemasan yang paling tampak ada berupa gangguan

tidur berupa sukar memulai tidur, tidak pulas dikarenakan cemas memikirkan

bapak, terdapat gangguan kecerdasan berupa sering bingung dan sulit

berkonsentrasi. Pada perasaan depresi juga menunjukan adanya kehilangan minat,

sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah setiap hari. Selain itu

responden merasakan adanya perasaan gelisah, tidak tenang, napas pendek dan

cepat, serta muka merah hal ini dikarenakan responden terpaku memikirkan

pasien.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan terjadi gangguan kembali
69

dikarenakan terfokus pada pasien dan tugas dirumah terbengkalai karena harus

menunggu penuh di rumah sakit tidak ada yang menggantikan posisinya.

Hasil observasi kelima pada responden didapatkan ekspresi wajah tegang,

berkeringat, mulut kering, mondar-mandir, dan banyak bertanya. Responden juga

tampak sering mengintip ruang perawatan dari balik kaca, tidak bisa santai dan

susah tidur. Tampak juga pada status mental responden terjadi perasaan bingung,

dan konsentrasi yang buruk.

4.2.3 Gambaran Kecemasan Responden III

1) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-1

Hasil pengisian kuesioner pertama didapatkan bahwa responden merasa

cemas karena posisi responden sebagai anak dari bapak yang sedang sakit berat.

penyebab kecemasan yang lain adalah biaya yang cukup banyak mengingat dokter

sudah mengatakan bahwa penyakit yang diderita berat, pada peraturan

pembatasan kunjungan responden tidak mengatakan cemas karena dengan melihat

kondisi pasien sebentar saja responden sudah lega dan merasa cukup tenang.

Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS 1 1 4 mata tidak

berespon, verbal tidak berespon, dan motorik berespon menjauhi rangsangan nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi pertama memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

sejumlah 25. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan cemas

berupa firasat buruk dan takut akan pikiran sendiri, juga ketegangan pada

responden berupa merasa tegang, mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan
70

nyenyak, gemetar, dan gelisah. Responden juga mengatakan adanya gejala

pernafasan berupa perasaan napas pendek dan sesak yang dikarenakan faktor

fikirannya.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi pertama pada responden didapatkan ekspresi wajah tegang,

tremor, anoreksia, mondar-mandir, banyak bertanya, tidak bisa santai, dan gelisah.

Tampak pada status mental responden terjadi perasaan mudah emosi, gugup,

perasaan bingung, dan konsentrasi yang buruk.

2) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-2

Hasil pengisian kuesioner kedua didapatkan bahwa responden merasa

cemas karena dokter mengatakan bahwa kondisi pasien sudah terus memburuk.

Selain itu, penyebab kecemasan yang lain adalah biaya yang cukup banyak yang

harus dikeluarkan. Responden juga mencemaskan karena masih juga tidak bisa

menemani pasien disisinya setiap saat. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori

coma dengan skor GCS adalah 2 1 4 mata membuka terhadap nyeri, verbal tidak

berespon, dan motorik berespon menarik terhadap rangsangan nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kedua memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

meningkat sejumlah 28. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

depresi berupa kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesukaan
71

pada hobi, perasaan berubah-ubah setiap hari. Responden juga mengatakan

adanya gejala gangguan pernafasan berupa rasa tertekan pada dada, merasa napas

pendek dan sesak, dan juga sering menarik nafas panjang. Responden mengatakan

hal ini sering terjadi karena perasaan selalu memikirkan kondisi pasien.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi kedua pada responden didapatkan responden mondar-

mandir, banyak bertanya, tidak bisa santai, gelisah, dan susah untuk tidur.

3) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-3

Hasil pengisian kuesioner ketiga didapatkan bahwa responden merasa

cemas meningkat karena terus mengkhawatirkan kondisi dari pasien. Responden

juga mencemaskan karena masih juga tidak bisa menemani pasien disisinya setiap

saat. Tingkat kesadaran pasien dalam kategori coma dengan skor GCS adalah 2 1

5 mata membuka terhadap nyeri, verbal tidak berespon, dan motorik berespon

melokalisir terhadap rangsangan nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi ketiga memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

meningkat sejumlah 41. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

depresi berupa kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesukaan

pada hobi, perasaan berubah-ubah setiap hari. Responden juga mengatakan

adanya gejala gangguan pernafasan berupa rasa tertekan pada dada, merasa napas
72

pendek dan sesak, dan juga sering menarik nafas panjang. Responden mengatakan

hal ini sering terjadi karena perasaan selalu memikirkan kondisi pasien. Tampak

juga gangguan kecerdasan berupa daya ingat yang buruk, sulit berkonsentrasi, dan

sering bingung. Terjadi pula gejala somatik berupa nyeri otot, kaku, keduta otot,

dan suara tak stabil.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi ketiga pada responden didapatkan responden tampak muka

pucat, berkeringat, nafsu makan menurun, mondar-mandir, banyak bertanya

kepada petugas kesehatan, sering mengintip ruang perawatan dari kaca, tidak bisa

santai dan susah untuk tidur, selain itu dari pengamatan mental responden tampak

bahwa responden gugup, bingung, dan konsentrasi yang buruk.

4) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-4

Hasil pengisian kuesioner keempat didapatkan bahwa responden merasa

cemas berkurang karena dokter sudah mengatakan kondisi pasien sudah semakin

membaik. Responden juga mencemaskan karena penyakit yang diderita oleh

pasien tergolong parah sedangkan tidak berada disisi responden, meskipun begitu

responden mengatakan sudah merasa sedikit lega karena diberikan saat untuk

bertemu dengan pasien walaupun hanya sebentar. Tingkat kesadaran pasien dalam

kategori coma dengan skor GCS adalah 3 1 5 mata membuka terhadap panggilan

suara, verbal tidak berespon, dan motorik berespon melokalisir terhadap

rangsangan nyeri.
73

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi keempat memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

menurun menjadi 23. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada perasaan

depresi berupa kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesukaan

pada hobi, perasaan berubah-ubah setiap hari. Responden juga mengatakan masih

ada gejala gangguan pernafasan berupa rasa tertekan pada dada, merasa napas

pendek dan sesak, dan juga sering menarik nafas panjang. Responden mengatakan

hal ini sering terjadi karena perasaan selalu memikirkan kondisi pasien. Terjadi

juga ketegangan berupa perasaan tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat

istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar dan merasa gelisah.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi keempat pada responden didapatkan responden tampak

muka pucat, berkeringat, nafsu makan menurun, banyak bertanya kepada petugas

kesehatan, sering mengintip ruang perawatan dari kaca, tidak bisa santai dan

susah untuk tidur, selain itu dari pengamatan mental responden tampak bahwa

responden gugup, bingung, dan konsentrasi yang buruk.

5) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-5

Hasil pengisian kuesioner kelima didapatkan bahwa responden merasa

cemas karena kondisi anggota keluarga yang belum juga membaik. Responden

juga mencemaskan karena penyakit yang diderita oleh pasien tergolong parah

sedangkan tidak berada disisi responden, responden pada observasi kelima


74

merasakan cemas dikarenakan kurang percaya kepada petugas kesehatan jika

sewaktu-waktu pasien membutuhkan bantuan perawat atau dokter tidak ada

ditempat. Tingkat kesadaran pasien adalah 4 1 5 mata membuka secara spontan,

verbal tidak berespon, dan motorik berespon melokalisir terhadap rangsangan

nyeri.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kelima memiliki kecemasan dalam kategori sedang dengan total skor

menurun menjadi 18. Tanda kecemasan yang paling tampak ada pada tanda

ketegangan yaitu berupa merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat istirahat

dengan nyenyak mudah menangis, gemetaran, dan gelisah. Responden juga masih

merasakan adanya gangguan tidur berupa sukar untuk memulai tidur, terbangun

pada malam hari, tidur tidak pulas.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi kelima pada responden didapatkan responden tampak

muka pucat, berkeringat, mulut kering, nafsu makan menurun, sering mengintip

ruang perawatan dari balik kaca. Pada observasi status mental didapatkan

responden mudah emosi dan merasa gugup.


75

4.2.4 Gambaran Kecemasan Responden IV

1) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-1

Hasil pengisian kuesioner peratama didapatkan bahwa responden merasa

sangat cemas karena kuatir dengan kondisi pasien yang sangat kritis. Responden

tidak mencemaskan dengan kebutuhan biaya rumah sakti dikarenakan telah

ditanggung oleh Jamkesmas, Akan tetapi, responden mencemaskan karena tidak

berada disisi responden, tidak bisa mengikuti perkembangan pasien, dan khawatir

jika sewaktu-waktu pasien memerlukan bantuan responden tidak dapat

mengetahui dan membantu. Tingkat kesadaran pasien adalah 1 1 1 mata tidak

berespon, verbal tidak berespon, dan motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kelima memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

sejumalah 46. Tanda kecemasan sangat tampak pada semua komponen.

Diantranya tanda kecemasan pada perasaan cemas, ketegangan, ketakutan,

gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik pada otot-

otot, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan, gejala urogenital, gejala vegetative

dan perasaan gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi muka tegang, tonis atau

ketegangan otot meningkat, napas pendek dan cepat, serta muka memerah. Hal ini

semuanya terjadi karena rasa cemas dan khawatir yang sangat atas kondisi pasien.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.


76

Hasil observasi pertama pada responden menunjukan seluruh kolom

observasi dialami oleh responden, diantaranya ekspresi wajah tegang, muka pucat,

berkeringat, tremor, mulut kering, tidak nafsu makan, tekanan darah tinggi,

mondar-mandir, banyak bertanya, sering mengintip dari kaca, gelisah, tidak bisa

santai, dan susah untuk tidur. Hasil observasi mental didapatkan bahwa responden

tampak mudah emosi, perasaan gugup, bingung, dan konsetrasi buruk.

2) Hasil Observasi dan Wawancara Terpimpin Hari Ke-2

Hasil pengisian kuesioner kedua didapatkan bahwa responden merasa

sangat cemas karena kuatir dengan kondisi pasien yang sangat kritis dan terus

memburuk, dokter mengatkan pasien sudah dalam kondisi akhir. Responden tidak

mencemaskan dengan kebutuhan biaya rumah sakti dikarenakan telah ditanggung

oleh Jamkesmas, Akan tetapi, responden mencemaskan karena tidak berada disisi

responden, tidak bisa mengikuti perkembangan pasien, dan khawatir jika sewaktu-

waktu pasien kritis atau meninggal keluarga tidak mengetahuinya. Meskipun

begitu, responden mempercayakan kepada perawatan dan dokter dapat bekerja

dengan baik demi kesembuhan pasien. Tingkat kesadaran pasien adalah 1 1 1

mata tidak berespon, verbal tidak berespon, dan motorik tidak berespon.

Hasil pengisian kuesioner HARS menunjukan bahwa responden pada

observasi kedua memiliki kecemasan dalam kategori berat dengan total skor

meningkat menjadi sejumalah 50. Tanda kecemasan sangat tampak pada semua

komponen. Diantranya tanda kecemasan pada perasaan cemas, ketegangan,

ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik

pada otot-otot, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan, gejala urogenital, gejala


77

vegetative dan perasaan gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi muka tegang,

tonis atau ketegangan otot meningkat, napas pendek dan cepat, serta muka

memerah. Hal ini semuanya terjadi karena rasa cemas dan khawatir yang sangat

atas kondisi pasien yang semakin memburuk.

Dampak dari kecemasan yang dihadapi berupa masalah pada tidur karena

terus memikirkan kondisi dari pasien, kondisi kesehatan juga terjadi gangguan

dan terbengkalainya tugas dirumah karena di rumah sakit terus.

Hasil observasi pertama pada responden menunjukan responden tampak

tidak bisa santai, gelisah, susah tidur. Selain itu pada observasi mental responden

mudah emosi, gugup, bingung, dan konsentrasi yang buruk.

4.3 Pembahasan Penelitian

Hasil penelitian studi kasus didapatkan bahwa penyebab kecemasan yang

utama pada seluruh responden terjadi karena mengkhawatirkan kondisi pasien

yang kritis. Hal ini dapat terjadi karena fungsi fisiologis naluri dari manusia atas

rasa saling memiliki dan kasih sayang timbul saat ada seseorang yang dikasihinya

dalam kondisi yang membahayakan kehidupanya dan keluarganya. Pendapat ini

sesuai dengan Wiyono (2013) yang menyatakan bahwa keluarga adalah anggota

rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah adopsi atau

perkawinan, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan, keluarga adalah dua atau lebih

dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan

atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu
78

sama lain, dan perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan.

Seluruh responden mencemaskan pembatasan kunjungan, sehingga tidak

bisa mengikuti perkembangan, dan jika pasien membutuhkan sesuatu sewaktu-

waktu responden tidak dapat membantunya. Hal ini terjadi karena dengan

pembatasan kunjungan menjadikan responden tidak mengetahui secara pasti apa

yang terjadi. Hal ini didukung oleh pendapat Susilawati (2005) bahwa kecemasan

adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan,

kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas

dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Selain itu

Budi Anna (2011) menyatakan bahwa pasien stroke pada fase akut dapat

memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya yang mungkin

berbeda dari keadaan sebelumnya. Emosinya masih labil, misalnya pasien

menangis namun tiba-tiba pada saat berikutnya tertawa tanpa sebab yang jelas.

Toleransi terhadap stress mungkin menurun, stress kecil pada waktu sebelum

stroke mungkin dirasakan sebagai hal yang biasa tapi ketika selama mengalami

stroke masalah itu terasa besar dan sangat terbebani. Keluarga mungkin tidak

memahami perilaku tersebut. Pasien kadang menggunakan kata-kata kasar pada

petugas perawatan atau pada keluarga mereka, namun keluarga tidak bisa

memahami kondisi tersebut.

Responden I dan III memiliki kecenderungan dengan tingkat kecemasan

sedang, hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan usia responden.

Pada responden I memiliki tingkat pendidikan akhir pasca sarjana, sehingga


79

pengetahuan dan pola berfikirnya lebih maju dan terstruktur, pendidikan yang

lebih tinggi ini juga membekali untuk berfikir lebih logis dan koping individu

yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati (2005) bahwa

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada

umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola

pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup keluarga pasien akan

lebih mudah dalam mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri maupun dari luar

dirinya. Tingkat pendidikan juga memengaruhi kesadaran dan pemahaman

terhadap stimulus, keluarga pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

akan mudah memahami dan mengendalikan stessor dalam dirinya, sehingga

kemungkinan timbul kecemasan yang berat lebih jarang terjadi.

Sedangkan pada responden III, memiliki kecenderungan umum tingat

kecemasan sedang karena usia yang masih cukup muda yaitu 37 tahun, pada usia

ini responden mampu menghadapi masalah dengan baik karena kedewasaanya,

selain itu dalam usia ini tubuh masih dalam kondisi baik dan bugar sehingga

memungkinkan untuk mengatasi masalah dengan baik. Menurut Budi Anna

(2011) gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia

dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan pada keluarga

pasien terjadi pada umur 21-45 tahun, hal ini dikarenakan banyaknya tugas dan

peran kehidupan pada usia produktif ini. Akan tetapi dukungan kesehatan yang

bugar dan fungsi kognitif yang optimal menjadikan rentangan usia ini

memungkinkan seluruh individu beradaptasi dengan baik terhadap masalah.

Tingkat kecemasan berat pada responden II dan IV dapat dikaitkan dengan

tingkat pendidikan, dimana pada kedua responden memiliki riwayat pendidikan


80

terakhir dibangku sekolah dasar (SD). Selain itu tingakt kepadaran penyakit

responden berpengaruh utama pada kecemasan responden semakin berat. Pada

responden IV dokter memberikan vonis bahwa keluarganya yang sakit ada pada

kondisi akhir, sehingga keluarga terus memfikirkan akan kondisi pasien terus

menerus. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiyono (2013) bahwa terjadinya gejala

kecemasan pada keluarga pasien yang berhubungan dengan kondisi medis pasien

sering ditemukan, jenis gangguan yang dialami bervariasi untuk masing-masing

kondisi medis, misalnya: pada keluarga yang diinformasikan bahwa anggota

keluarganya mendapatkan diagnosis HIV/AIDS yang merupakan penyakit

mematikan dan sangat buruk pronosisnya, tentunya akan menyebabkan keluarga

pasien lebih cemas jika dibandingkan keluarga pasien dengan anggota

keluarganya didiagnosis gangguan reproduksi ringan seperti keputihan yang lebih

baik prognosisnya. Selain itu, akses informasi adalah pemberitahuan tentang

sesuatu agar orang membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang

diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien dan

keluarga pasien sebelum pelaksanaan tindakan medis, terdiri dari tujuan dari

tindakan, proses tindakan, risiko dan komplikasi serta alternative tindakan yang

tersedia. Akses informasi memiliki peranan penting dalam menguraikan sumber

kecemasan keluarga pasien, kecemasan yang disebabkan oleh asumsi subyektif

keluarga pasien dapat didiskusikan dengan adanya akses informasi. Akses

informasi yang baik dapat mengurangi kecemasan keluarga pasien.

Hampir seluruh responden menyatakan bahwa dampak kecemasan paling

banyak adalah gangguan tidur, kesehatan yang tidak terjaga, dan tugas ruamh

terbengkalai. Hal ini dapat terjadi karena pikiran responden terfokus pada kondisi
81

pasien yang tidak dapat diketahui secara pasti dan pembatasan kunjungan. Tidak

adanya pengganti yang menemani menjadikan responden tidak dapat mengerjakan

tugas dirumah. Hasil observasi menunjukan bahwa responden tampak ekspresi

wajah tegang, nafsu makan menurun, banyak bertanya kepada petugas, sering

mengintip ruang perawatan dari kaca, susah tidur. Hal ini menunjukan bahwa

responden dalam kondisi kecemasan akibat peraturan pembatasan kunjungan dan

mengkhawatirkan kondisi pasien. Menurut Keliat, Budi Anna et al. (2011)

mengemukakan bahwa beberapa tanda dan gejala kecemasan adalah fisik, berupa

sefalgia, jantung berdebar keras dan insomnia minimal satu bulan, pusing,

berkeringat, denyut jantung cepat atau keras, mulut kering, nyeri perut, agitasi,

tidak bias santai, tremor. Mental, berupa ketegangan mental (cemas/bingung, rasa

tegang atau gugup, konsentrasi buruk).Menurut Ibrahim, Ayub Sani (2007) gejala

dan tanda yang menyertai kecemasan didasarkan pada sistem saraf simpatis,

terdiri dari, delatasi pupil, ekspresi wajah tegang, mulut kering, tremor,

berkeringat, muka pucat, degup jantung yang cepat, anoreksia, gangguan lambung,

perasaan sesak dada, perasaan menyempit didalam tenggorok, sering kencing,

insomnia, tekanan darah tinggi, hiperlipidemia.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu rasa cemas dan pertanyaan

instrument yang terlalu panjang menyebabkan responden kurang berminat dalam

mengisi sehingga dalam proses pengisian responden tidak menjelaskan pada

lembar isian secara mendetail. Pada responden keempat hanya dapat diobservasi

pada observasi pertama dan kedua saja karena pasien telah meninggal dunia.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada 4 responden di Ruang Stroke Unit RS.

Saiful Anwar didapatkan kesimpulan:

1. Secara umum penyebab kecemasan responden adalah mencemaskan

kondisi anggota keluarga yang sedang dirawat, serta peraturan

pembatasan kunjungan kepada keluarga untuk berada disamping

pasien

2. Tingkat kesemasan pada responden I secara umum dalam kategori

sedang, responden II dalam kategori berat, responden III dalam

kategori sedang, dan responden IV dalam kategori berat.

3. Dampak kecemasan pada responden secara umum adalah gangguan

tidur, gangguan pada kesehatan, dan terganggunya tugas rumah tangga

responden. Observasi tampak gelisah dan konsentrasi buruk.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Keluarga

Disarankan bagi keluarga untuk dapat mengontrol kecemasannya dengan

memaklumi adanya peraturan pembatasan kunjungan, mengetahui fungsi dan

manfaat dari peraturan tersebut. Keluarga juga disarkankan untuk dapat secara

aktif menggali informasi kepada petugas tentang kondisi keluarganya yang sakit

agar lebih tenang.

61
62

5.2.2 Bagi Intansi Rumah Sakit

Disarankan bagi Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu kualitas

perawatan kepada pasien serta memberikan kebijakan pembatasan kunjungan

yang diimbangi dengan fasilitas monitoring berupa TV LCD yang menampilkan

kondisi pasien, serta petugas kesehatan memberikan KIE secara berkala tentang

perkembangan pasien sehingga keluarga dapat mengikuti perkembangan kondisi

pasien. Disarankan juga membuat SOP tentang pelaksanaan pembatasan

kunjungan keluarga pasien untuk memberikan kejelasan tindakan baik bagi

perawat maupun keluarga pasien.

5.2.3 Bagi Perawat

Disarankan bagi perawat untuk memahami kondisi kecemasan keluarga

dan bersikap aktif untuk memberikan informasi tentang kondisi pasien secara

berkala kepada keluarga.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk penelitian selanjutnya untuk dapat menggunakan

instrument yang lebih dipersingkat dan memberikan imbalan dapat berupa materi

ataupun non-materi kepada responden.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: PT.
Renika Cipta

Fransisca B. Batticaca, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Goldszmidt, AJ., Caplan, LR., 2011. Esensial Stroke, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC

Gordon, Neil F., 2002. Stroke: Panduan Latihan Lengkap, Edisi 1, Cetakan Kedua, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada

Nursalam. 2003. Buku Pedoman Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: PT. Salemba
Medika

Hidayat, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.

Ibrahim, Ayub Sani, 2007. Depresi Aku Ingin Mati (sepi sendiri di tempat yang ramai),
Jakarta: Penerbit Dua As-As

Keliat, Budi Anna et al. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate
Course), Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Mansjoer, Arif et al. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Cetakan kedelapan,
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius

Muis, Saludin, 2009. Kenali Kepribadian Anda dan Permasalahannya: Dari Sudut Pandang
Teori Psikoanalisa, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu

Rekam Medik. 2012. Prevalensi Kejadian Stroke di Rumah Sakit Saiful Anwar Tahun 2012.
Malang: RS. Saiful Anwar

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Cetakan Keempat,
Jakarta: PT Rineka Cipta

Setiadi, 2008. Konsep & Proses Keperawatan Keluarga, Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha
Ilmu

Suliswati, et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Wiyono, J., 2013. Keperawatan Tumbuh Kembang Keluarga, Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang

33
Lampiran 1
Plan Of Action (September 2013-Januari 2014)

September Oktober November Desember Januari


No. Kegiatan Penelitian
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I Tahap Persiapan
a. Penentuan Judul
b. Penyusunan proposal
c. Konsultasi proposal
d. Perbaikan proposal
e. Penyusunan Instrumen
f. Konsultasi
g. Perbaikan
h. Ujian sidang Proposal dan revisi
i. Studi Pendahuluan
j. Pengurusan ijin
II Tahap pelaksanaan
a. Pengambilan data
b. Pengolahan data
c. Analisa dan pengolahan data
d. Konsultasi hasil
III Tahap Evaluasi
a. Perbaikan hasil
b. Pencatatan dan pelaporan hasil
c. Ujian sidang KTI
d. Perbaikan hasil
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
(Surat Persetujuan Setelah Penjelasan)

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Setelah mendapat penjelasan serta menyadari manfaat dari penelitian
dengan judul “Kecemasan keluarga terhadap peraturan pembatasan kunjungan
pasien yang dirawat di ruang Stroke Unit RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”,
menyatakan

BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA*)

Ikut serta sebagai responden, dengan catatan bila suatu waktu merasa
dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini. Saya
percaya apa yang saya informasikan dijamin kerahasiaanya.
*)coret yang tidak perlu

Malang, Desember 2013

Peneliti Responden

Sri Rahayu ..........................................


NIM. 1101100140
LEMBAR WAWANCARA terpimpin

KECEMASAN KELUARGA TERHADAP PERATURAN PEMBATASAN


KUNJUNGAN PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG STROKE UNIT RSUD
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PETUNJUK PENGISIAN

1. Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat anda sendiri

2. Jawaban bisa lebih dari satu

IDENTITAS RESPONDEN

Nama/Inisial :............................................

Umur :............................................

Jenis kelamin :............................................

Pendidikan :............................................

Pekerjaan :............................................

Hubungan dengan pasien :……………………………

Hari keberapa menunggu :……………………………

PERTANYAAN : beri tanda √ jawaban yang anda pilih

A. Penyebab cemas

1. Apakah Kondisi keluarga anda membuat anda cemas?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________
2. Apakah keluarga anda perlu di rawat dalam waktu yang lama ?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

3. Apakah Keluarga anda memerlukan biaya perawatan yang cukup banyak ?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

4. Apakah peraturan pembatasan kunjungan membuat anda merasa cemas?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

5. Apakah anda merasa cemas karena takut kondisi pasien memburuk tanpa

sepengetahuan anda?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

6. Apakah anda merasa cemas dengan terbatasnya kesempatan untuk berada

disamping pasien setiap saat?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

7. Apakah anda merasa cemas dengan kemungkinan pasien memerlukan

bantuan anda sedangkan anda tidak berada disampingnya untuk siap

membantu?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________
B. Tingkat kecemasan. Beri tanda √ pada kotak yang tersedia ,jawaban bisa

lebih dari satu

1. Perasaan cemas

Firasat buruk

Takut akan pikiran sendiri

Mudah tersinggung

Jelaskan _______________________________________

2. Ketegangan

Merasa tegang

Lesu

Mudah terkejut

Tidak dapat istirahat dengan nyenyak

Mudah menangis

Gemetar

Gelisah

Jelaskan _______________________________________

3. Ketakutan

Pada gelap

Ditinggal sendiri

Pada orang asing

Pada binatang besar

Pada keramaian lalulintas


Pada kerumunan banyak orang

Jelaskan _______________________________________

4. Gangguan tidur

Sukar memulai tidur

Terbangun malam hari

Tidak pulas

Mimpi buruk

Mimpi yang menakutkan

Jelaskan _______________________________________

5. Gangguan kecerdasan

Daya ingat buruk

Sulit berkosentrasi

Sering bingung

Jelaskan _______________________________________

6. Perasaan depresi

Kehilangan minat

Sedih

Bangun dini hari

Berkurangnya kesukaan pada hobi

Perasaan berubah-ubah setiap hari

Jelaskan _______________________________________

7. Gejala Somatik ( otot-otot )

Nyeri otot
Kaku

Kedutan otot

Gigi gemeretak

Suara tak stabil

Jelaskan _______________________________________

8. Gejala sensorik

Telinga berdengung

Penglihatan kabur

Muka merah dan pucat

Merasa lemah

Perasaan ditusuk-tusuk

Jelaskan _______________________________________

9. Gejala cardiovaskuler

Denyut nadi cepat

Berdebar-debar

Nyeri dada

Denyut nadi mengeras

Rasa lemah seperti mau pingsan

Detak jantung hilang sekejap

Jelaskan _______________________________________

10. Gejala pernafasan

Rasa tertekan di dada

Perasaan tercekik
Merasa napas pendek/sesak

Sering menarik napas panjang

Jelaskan _______________________________________

11. Gejala gastrointestinal

Sulit menelan

Mual muntah

Berat badan menurun

Konstipasi/sulit buang air besar

Perut melilit

Gangguan pencernaan

Nyeri lambung sebelum/sesudah makan

Rasa panas di perut

Perut terasa penuh/kembung

Jelaskan _______________________________________

12. Gejala urogenetalia

Sering kencing

Tidak dapat menahan kencing

Amernorrhoe/menstruasi yang tidak teratur

Frigiditas

Jelaskan _______________________________________

13. Gejala vegetatif/otonom

Mulut kering

Muka kering
Mudah berkeringat

Pusing/sakit kepala

Bulu roma berdiri

Jelaskan _______________________________________

14. Apakah ibu merasakan

Gelisah

Tidak terang

Mengerutkan dahi muka tegang

Tonus/ketegangan otot meningkat

Napas pendek dan cepat

Muka merah

Jelaskan _______________________________________

C. Dampak kecemasan. Beri tanda √ pada salah satu jawaban anda.

Pada responden

1. Apakah selama anda mengalami kecemasan, masalah tidur anda menjadi

terganggu ?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________

2. Apakah selama anda mengalami kecemasan, di rumah sakit anda

kurang memperhatikan kondisi kesehatan anda sendiri ?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________
Pada keluarga responden

1. Apakah selama anda mengalami kecemasan, pekerjaan rumah anda

terbengkelai ?

Ya Tidak

Jelaskan _______________________________________
LEMBAR OBSERVASI
KECEMASAN KELUARGA TERHADAP PERATURAN PEMBATASAN
KUNJUNGAN PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG STROKE UNIT RSUD
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Identitas responden:

Nama Inisial :............................................

Umur :............................................

Jenis kelamin :............................................

Pendidikan :............................................

Pekerjaan :............................................

Hubungan dengan pasien :……………………………

Berapa hari menunggu :……………………………

ADA
NO PERTANYAAN KET
YA TIDAK
A Fisik
1. Ekspresi wajah tegang
2. Muka pucat
3. Berkeringat
4. Tremor
5. Mulut kering
6. Anoreksia
7. Tekanan darah tinggi
8. Mondar-mandir
9. Banyak bertanya
10. Sering mengintip ruang perawatan dari
balik kaca
11. Tidak bisa santai
12. Gelisah
13. Susah tidur
B Mental
1. Mudah emosi
2. Gugup
3. Bingung
4. Konsentrasi buruk
Skor total
55
1

Lampiran 6
il Penelitian

Aspek Gambaran Kecemasan (Hari-Ke)


Res
Kecemasan 1 2 3 4 5
1 - Penyebab - Pembatasan - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien - Kondisi pasien
(45 th Kecemasan kunjungan pembatasan pembatasan dan pembatasan dan pembatasan
– kunjungan kunjungan kunjungan kunjungan
anak) - Tingkat - 18 (sedang) 22 (sedang) 22 (sedang) 16 (sedang) 14 (ringan)
Kecemasan
- Dampak - Pola tidur - Pola tidur, kesehatan, - Pola tidur, kesehatan, - Pola tidur Pola tidur
Kecemasan dan tugas rumah dan tugas rumah
tangga tangga

2 - Penyebab - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien, biaya - Kondisi pasien - Kondisi pasien
(58 th Kecemasan pembatasan pembatasan perawatan dan dan pembatasan dan pembatasan
– istri) kunjungan kunjungan pembatasan kunjungan kunjungan
kunjungan
- Tingkat - 29 (berat) - 30 (berat) - 33 (berat) - 22 (sedang) - 21 (sedang)
Kecemasan
- Dampak - Pola tidur, - Pola tidur, kesehatan, - Pola tidur - Pola tidur, - Pola tidur,
Kecemasan kesehatan, dan dan tugas rumah kesehatan, dan kesehatan, dan
tugas rumah tangga tangga tugas rumah tugas rumah
tangga tangga

3 - Penyebab - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien, biaya - Kondisi pasien dan - Kondisi pasien - Kondisi pasien
(37 th Kecemasan pembatasan perawatan dan pembatasan dan pembatasan dan pembatasan
– kunjungan pembatasan kunjungan kunjungan kunjungan
anak) kunjungan
- Tingkat - 25 (sedang) - 28 (berat) - 41 (berat) - 23 (sedang) - 18 (sedang)
Kecemasan
2

- Dampak - Pola tidur, - Pola tidur, kesehatan, - Pola tidur, kesehatan, - Pola tidur, - Pola tidur,
Kecemasan kesehatan, dan dan tugas rumah dan tugas rumah kesehatan, dan kesehatan, dan
tugas rumah tangga tangga tangga tugas rumah tugas rumah
tangga tangga
4 - Penyebab - Kondisi pasien - Kondisi pasien kritis
(39 th Kecemasan kritis dan dan pembatasan
meninggal meninggal Meninggal
– pembatasan kunjungan
mena kunjungan
ntu) - Tingkat - 46 (berat) - 50 (berat)
meninggal meninggal meninggal
Kecemasan
- Dampak - Pola tidur, - Pola tidur, kesehatan,
Kecemasan kesehatan, dan dan tugas rumah meninggal meninggal Meninggal
tugas rumah tangga tangga

Anda mungkin juga menyukai