Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI

1. Pengertian

Apendiksitis adalah inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddarth.
2001. Keperawatan Medikal Bedah vol.2. hal. 1097. Jakarta: EGC).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Hal.307. Jakarta: Media Aesculapius).
Kesimpulan :
Apendiksitis merupakan suatu keadaan dimana terjadi peradangan pada
apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut dan pembedahan abdomen
darurat.

2. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang Massa appendiks yang
pendekc. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiksd. Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

3. Patofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh
fekalit, benda asing dan infeksi bakterial yang dapat menyebabkan obstruksi.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga dapat menekan dinding
17
appendik. Tekanan mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan
demam, appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan perut kuadran kanan
bawah (titik Mc. Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda rovsing dan
tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran
kanan bawah. Apabila kumam telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus
sehingga terjadi peningkatan produk sekretonik termasuk mucus, iritasi mikroba
juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan
menyebabkan konstipasi. Apabila kuman menyebar ke umbilikus dan dan
menimbulkan ransangan nyeri hebat sehingga dapat meransang pusat muntah,
anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang meradang harus segara dilakukan
prosedur pembedahan agar infeksi tidak menyebar. Apabila appendik yang
meradang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan komplikasi yaitu appendik
supuratif akut dimana sekresi mukus berlanjut, tekanan terus meningkat,
obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri dapat menembus dinding. Apabila
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang diikuti dengan
ganggren dan dikatakan pada stadium appendiksitis ganggrenosa. Dan bila
dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendiksitis perforasi sampai
akhirnya terjadi peritonitis.

4. Manifestasi Klinis
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.

3. Nyeri tekan lepas dijumpai.

4. Terdapat konstipasi atau diare.

5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

18
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.

11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

(Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol.2. hal.


1098. Jakarta: EGC)

5. Komplikasi
1. Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses apendiks
2. Tromboflebitis supuratif
Tromboflebitis supuratif (septik) adalah infeksi pada vena yang bertrombosi,
dan biasanya dihubungkan dengan kateter intra-vena.Dapat menyebabkan
sepsis yang menetap pada penderita infeksi pevis anerobik.Kejadian
tromboflebitis septik pada vena subklavia dan vena-vena besar, meningkat,
sejak adanya hiper-alimentasi intra-vena.
3. Obstruksi usus
adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves,
2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat
pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional
(Tucker, 1998).

4. Abses subfrenikus

Merupakan pengumpulan cairan antara diafrgama dan hati atau limpa. Ini
merupakan komplikasi dari pembedahan abdomen bagian atas namun juga
19
dapat disebabkan oleh perforasi saluran gastrointestinal. Abses lebih sering
terjadi pada sisi kanan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi perut.
b) Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila
tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada
perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji
psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.
psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
d) Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada
apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit
diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka
kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
e) Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test
protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan
jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan

20
neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis :
a) Antibiotika
Jenis antibiotika yang digunakan pasien apendisitis akut adalah
sefalosporin generasi III (sefotaksim dan seftriakson), sefalosporin
generasi IV (sefpirom), metronidazol, aminoglikosida (gentamisin),
penisilin (ampisilin), dan karbapenem (meropenem). Pada saat KRS
antibiotika yang paling banyak digunakan adalah siprofloksasin.
b) Analgetika
Jenis analgetika yang digunakan adalah ketorolak trometamin,
metamizol Na, dan tramadol HCl. Dosis obat yang digunakan semuanya
sesuai dengan pustaka dengan rute pemberian iv dan per oral pada saat
KRS.
c) Appendiktomy
Pembedahan appendiktomy untuk mengangkat appendiks yang
dilakukan segara mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila
sudah terjadi perforasi pada appendiks sebelumnya pasien diberi
antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman sampai tidak terdapat
pus dan apabila keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan
appendikyomy.
b. Penatalaksanaan Keperawatan

a) Berikan tehnik distraksi, relaksasi nafas dalam

b) Berikan posisi yang nyaman pada pasien.

7. Pencegahan

21
a. Banyak mengkonsumsi makanan yang berserat seperti sayur-
sayuran, buah-buahan dan minum air putih. Untuk mencegah
terjadinya pengerasan feses dan konstipasi.

b. Hindari makanan yang berbiji (hilangkan bijinya)

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada klien
dengan Hordeulum dapat dilakukan dengan metode observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik dan dokumentasi (rekam medis).
a. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai nyeri yang
dirasakan, susah buang air besar, mual hingga muntah.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pesien pernah masuk ke Rumah Sakit karena penyakit ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami
yaitu apendiksitis.
b. Pola Kebiaaan
1. Makanan
Pasien mengatakan jarang makan makanan berserat seperti sayuran dan buah-
buahan
2. Eliminasi
Pasien mengatakan dalam beberapa hari tidak buang air besar, pasien
mengatakan tidak dapat mengeluarkan feses.
3. Rasa Aman

22
Pasien mengeluh khawatir mengenai kondisi kesehatannya, pasien tampak
gelisah.
4. Rasa Nyaman
Pasien mengatakan nyeri pada area kuadran kanan bawah abdomen, pasien
mengatakan tidak nyaman dengan nyeri yang dirasakan.
 Nyeri
Kaji PQRST ;
Provoking : inflamasi appendiks
Quality : seperti melilit
Regio : daerah kuadran kanan bawah abdomen
Scale : 0-10 skala nyeri yang diberikan
Time : Saat bergerak

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tetap dilakukan dengan tehnik head to toe, tetapi lebih
difokuskan pada :
1) Gejala Kardinal
Terjadi perubahan pada nadi, respirasi dan tekanan darah.

2) Abdomen
a) Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi)
b) Auskultasi: bising usus 4x/menit
c) Palpasi: nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, masa abdomen
d) Perkusi: pekak

d. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

23
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

POST OP
1. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
Tujuan: nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil:

1. Persepsi subyektif tentang nyeri menurun

2. Tampak rileks

3. Pasien dapat istirahat dengan cukup

Intervensi:

a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri


b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c. Dorong untuk ambulasi dini
d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat
untuk membantu melepaskan otot yang tegang
e. Hindari tekanan area popliteal
f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria:

1. Penyembuhan luka berjalan baik


2. Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
3. Tekanan darah >90/60 mmHg
4. Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
5. Abdomen lunak, tidak ada distensi
6. Bising usus 5-34 x/menit
24
Intervensi:

a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang
menjadi hebat

b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya
pernapasan cepat dan dangkal

c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus


Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic

d. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain,


eriitema

e. Kolaborasi: antibiotic

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek


anastesi pasca pembedahan
Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara mendiri.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan yang dapat diukur
dengan toleransi aktivitas.
Intervensi
(1) Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas.
Rasional: diharapkan dapat mengetahui seberapa besar
kemampuan pasien dalam beraktivitas.
(2) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara mandiri.
Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk
beraktivitas secara mandiri sampai tingkat normal.
(3) Dekatkan alat-alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai.
Rasional: dengan mendekatkan alat-alat memudahkan pasien
untuk menjangkau dan melatih pasien untuk memenuhi
kebutuhannya secara mandiri.
(4) Bantu pasien dalam pemenuhan aktivitasnya.

25
Rasional: diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhannya.

4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua
tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Aziz Alimul, 2009, page
111).

5. EVALUASI

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Sumber: Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC.

DAFTAR PUSTAKA

Artawijaya, Agung.2010.Teknik Pemeriksaan Radiologi Pada Kasus Apendisitis.

Corwin,Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC

26
Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification (NIC).Missouri :
Mosby

De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby

Mansjoer, A., Suprohaita, W.I. Wardani, W. Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nining.2008.Asuhan Keperawatan Apendisitis.

Prince, A Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R., W. D. Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Smeltzrt, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner
dan Suddart Volume 2 edisi 8. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai