Anda di halaman 1dari 18

HALAMAN JUDUL

MAKALAH

LEPTOSPIROSIS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Surveinlans Kesehatan Masyrakat

DISUSUN OLEH
KELAS K3
KELOMPOK 3 :
1. ANALIA J1A117011
2. FEBI TRI OKTAVANI J1A117040
3. NUR RISKA ANWAR J1A117097
4. TRY SAPUTRA HABIBIE J1A117142
5. WINANDELA B. V. L J1A117161
6. AHMAD ALFAJRI J1A117175
7. ASNA HARIANI J1A117298
8. ENY SUARNI J1A117310

KONSENTRASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala karunia, rahmat, maupun hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang “Leptospirosis”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah bersangkutan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
mata kuliah, karena dengan tugas ini wawasan serta pengetahuan dapat
bertambah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Akhir kata, penulis mengharapkan
perbaikan dan penyempurnaan agar tugas ini dapat berguna bagi pembaca lain.

Kendari, 17 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Definisi Leptospirosis............................................................................... 3
2.2 Penyebab dan Faktor Resiko Leptospirosis ............................................. 3
2.3 Gejala Leptospirosis ................................................................................. 6
2.4 Pengobatan Leptospirosi ......................................................................... 8
2.5 Penecegahan Leptospirosis....................................................................... 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Development as dialectical process of interactionError! Bookmark


not defined.

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh


dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negarayang
beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yanglebih
panjang dalam lingkungan yang hangat dan kondisi lembab. Kebanyakan
negara-negara tropis merupakan negara berkembang, dimana terdapat
kesempatan lebih besar pada manusia untuk terpapar denganhewan yang
terinfeksi. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah yang beriklim sedang
masa puncak insidens dijumpai pada musim panas danmusim gugur karena
temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira,
sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan
(Depkes, 2008).

Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Weil pada tahun 1886, tetapi
pada tahun 1915 Inada menemukan penyebabnya yaitu spirochaeta dari genus
leptospira.1,2 Di antara genus leptospira, hanya spesies interogans yang
patogen untuk binatang dan manusia. Sekurangkurangnya terdapat 180
serotipe dan 18 serogrup. Satu jenis serotipe dapat menimbulkan gambaran
klinis yang berbeda, sebaliknya, suatu gambaran klinis, misalnya meningitis
aseptik, dapat disebabkan oleh berbagai serotipe.2 Leptospirosis memiliki
manifestasi klinis yang luas dan bervariasi. Pada leptospirosis ringan dapat
terjadi gejala seperti influenza dengan nueri kepala dan mialgia. Leptospirosis
berat ditandai oleh ikterus, gangguan ginjal, dan perdarahan, dikenal sebagai
sindrom Weil(Terpstra et al., 2003).

Menurut International Leptospirosis Society (ILS) Indonesia merupakan


negara peringkat 3 insiden leptospirosis di dunia untuk mortalitas, dengan
mortalitas mencapai 2,5%-16,45 %.1 Pada usia lebih dari 50 tahun kematian
mencapai 56%. Penderita leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna
kuning (kerusakan jaringan hati), risiko kematian akan lebih tinggi. Di

1
2

beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung


dari sistem organ yang terinfeksi. Daerah persebaran di Indonesia yaitu di
daerah dataran rendah dan perkotaan seperti Pulau Jawa, Sumatra,
Kalimantan dan Sulawesi.

Pada tahun 2010 kasus Leptospirosis di Indonesia dilaporkan sebanyak


409 kasus dengan 43 kasus kematian (CFR 10,51%). Kasus-kasus ini
ditemukan di delapan (8) Provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.
Pada bulan Maret 2011 telah terjadi wabah Leptospirosis di Yogyakarta,
dilaporkan sebanyak 39 kasus dengan 7 kasus kematian (CFR 17,95%) dan
Pemerintah Kabupaten Bantul menyatakan KLB Leptospirosis setelah
dilaporkan sebanyak 154 orang telah terinfeksi oleh Leptospira dan 12 orang
di antaranya meninggal (CFR 7,79%). Pada tahun 2012 terjadi 29 kasus
kematian yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah dilaporkan 20 kematian,
Provinsi D.I. Yogyakarta dilaporkan 7 kematian dan Provinsi Jawa Timur
dilaporkan 2 kematian (PP & PL, 2012).Berdasarkan masalah diatas maka
kelompok tertarik untuk membahas lebih dalam lagi mengenai penyakit
penyakit leptospirosis ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan Leptospirosis?


2. Apa penyebab dari leptospirosis?
3. Apa saja gejala dari leptospirosis?
4. Bagaiamana pengobatan dari leptospirosis?
5. Bagaiamana pencegahan dari leprospirosis?

1.3 Tujuan Penelitan

1. Untuk mengetahui definisi darileptospirosis.


2. Untuk mengetahui penyebab dari leptospirosis.
3. Untuk mengetahui gejala dari leptospirosis.
4. Untuk mengetahui pengobatan dari leptospirosis.
3

5. Untuk mengetahui pencegahan dari leptospirosis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit bersumber dari binatang (zoonosis) yang


bersifat akut. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira dengan
spektrum penyakit yang luas dan dapat menyebabkan kematian ( Kemenkes,
2015).

Leptospirosis adalah suatu penyakitzoonosisyang disebabkan


olehmikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang
dinamakanLeptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama sepertiMud
fever,Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever,
Infectiousjaundice, Field fever, Cane cutterdan lain-lain. (WHO, 2003).

Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada


manusia,tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan
olehspirochaetaleptospira icterohaemorrhagiaeyang hidup pada ginjal dan
urine tikus(Swastiko, 2009).

Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh


semua leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis
dengan infeksi oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa
suatu serotipe leptospira bertanggung jawab terhadap berbagai macam
gambaran klinis, sebaliknya suatu gejala seperti meningitis aseptik dapat
disebabkan oleh berbagai serotipe. Oleh karena itu lebih disukai untuk
menggunakkan istilah umum leptospirosis dibanding Weil’s Disease dan
demam kanikola (Isselbacher, 2002).

2.2 Penyebab dan Faktor Resiko Leptospirosis

A. Penyebab Leptospirosis

3
4

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari


famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales. Pewarnaan untuk kuman ini
ialah impregnasi perak (Gambar 1). Leptospira tumbuh baik pada
kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C.6 Genus Leptospira terdiri dari dua
spesies yaitu L. interrogans (bersifat patogen) dan L. biflexa (bersifat

saprofit/non-patogen). Leptospira patogen terpelihara dalam tubulus


ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan basah
atau lembab mulai dari air permukaan, tanah lembab, serta air
keran(Rampengan, 2016).

Gambar 1. Leptospira melalui mikroskop lapangan gelap

Spesies L. interrogans dibagi dalam beberapa serogrup yang terbagi


lagi menjadi lebih 250 serovar berdasarkan komposisi antigennya.
Beberapa serovar L. interrogans yang patogen pada manusia antara lain
L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. grippothyphosa, L.
javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. bataviae, dan L.
hardjo.Berbagai spesies hewan, terutama mamalia, dapat bertindak
sebagai sumber infeksi manusia, diantaranya ialah:

1) Spesies mamalia kecil, seperti tikus liar (termasuk mencit), bajing,


landak
2) Hewan domestik (sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, kerbau)
3) Hewan penghasil bulu (rubah perak) di penangkaran.
5

4) Reptil dan amfibi mungkin juga membawa leptospira (Rampengan,


2016).
B. Faktor Resiko Leptospirosis
Orang yang berisiko ialah orang yang sering menyentuh binatang atau
air, dicemari air kencing binatang yang terkontaminasi leptospirosis.
Beberapa pekerjaan yang berisiko seperti petani sawah, pekerja pejagalan,
peternak, pekerja tambang, industri perikanan, serta petani tebu dan
pisang. Dokter hewan maupun staf laboratorium yang kontak dengan
kultur leptospirosis juga memiliki risiko terpapar leptospirosisBeberapa
kegemaran yang bersentuhan dengan air atau tanah yang tercemar juga
bisa menularkan leptospirosis, seperti berkemah, berkebun, berkelana di
hutan, berakit di air berjeram, dan olahraga air lainnya (Gambar
2)(Rampengan, 2016).

Gambar 2. Faktor Risiko Penyebaran Leptospira


Meskipun leptospirosis sering dianggap sebagai penyakit pedesaan,
orang yang tinggal di kota juga dapat terkena, tergantung pada kondisi
hidup dan tingkat kebersihan baik di rumah maupun lingkungan
terdekatnya. Wabah leptospirosis telah dilaporkan mengikuti terjadinya
bencana alam seperti banjir dan badai(Rampengan, 2016).
6

Berdasarkan Kemntrian Kesehatan Republik Indonesia (2015) pada


Leptospirosis: Kenali dan Waspadai, faktor resiko dari leptospirosis antara
lain:
1) Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urine
tikus saat terjadi banjir.
2) Kontak dengan sungai atau danau dalam aktifitas mandi, mencuci atau
bekerja di tempat tersebut.
3) Kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan
pekerjaan) yang tidak menggunakan alas kaki
4) Kontak erat dengan binatang, seperti babi, sapi, kambing, anjing yang
dinyatakan terinfeksi Leptospira
5) Terpapar atau bersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius
hewan seperti cairan kemih, placenta, cairan amnion, dan lain-lain
6) Memegang atau menangani spesimen hewan/manusia yang diduga
terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya
7) Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontak dengan
sumber infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat
atau SAR, tentara, pemburu, dan para pekerja di rumah potong hewan,
toko hewan peliharaan, perkebunan, pertanian, tambang, serta pendaki
gunung, dan lain-lain.

2.3 Gejala Leptospirosis

Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2015) dalam


Leptospirosis: Kenali dan Waspadai terdapat tiga kriteria yang ditetapkan
dalam mendefinisikan kasus Leptospirosis berdasarkan gejalanya, yaitu:

1) Kasus Suspek

Dinyatakan kasus suspek apabila terdapat gejala yaitu demam akut


dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah (malaise),
conjungtival suffision, dan ada riwayat terpapar dengan lingkungan yang
7

terkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko Leptospirosis


dalam kurun waktu 2 minggu.

2) Kasus Probable

Dinyatakan probable merupakan saat di mana kasus suspect memiliki


dua gejala klinis di antara tanda-tanda berikut:

a) Nyeri betis
b) Ikterus atau jaundice merupakan kondisi medis yang ditandai dengan
menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata)
c) Manifestasi pendarahan
d) Sesak nafas
e) Oliguria atau anuria, yakni ketidakmampuan untuk buang air kecil
f) Aritmia jantung;
g) Batuk dengan atau tanpa hemoptisis
h) Ruam kulit.

Selain itu, memiliki gambaran laboratorium:

a) Trombositopenia < 100.000 sel/mm


b) Leukositosis dengan neutropilia > 80%
c) Kenaikan jumlah bilirubin total > 2 gr% atau peningkatan SGPT,
amilase, lipase, dan creatin phosphokinase (CPK)
d) penggunaan rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi
imunoglobulin M (IgM) anti leptospira.
3) Kasus Konfirmasi
Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertai
salah satu dari gejala berikut:
a) Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik
b) Hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) positif
c) Sero konversi microscopic agglutination test (MAT) dari negatif
menjadi positif.
8

Leptospirosis pada anjing disebabkan oleh infeksi satu atau lebih


serovar dari Leptospira interrogans. Serovar yang telah diketahui dapat
menyerang anjing yaitu L. australis, L.autumnalis, L.ballum,
L.batislava, L.canicola, L.grippotyphosa, L.hardjo, L.
ichterohemorarhagica, L.pomona, dan L.tarassovi. Pada anjing, telah
tersedia vaksin terhadap Leptospira yang mengandung biakan serovar
L.canicola dan L. icterohemorrhagica yang telah dimatikan (Widarso
dkk, 2005)

Serovar yang dapat menyerang sapi yaitu L. pamona dan


L.gryptosa . Serovar yang diketahui terdapat pada kucing adalah L.
bratislava, L.canicola, L.gryppothyphosa, dan L.pomona. Babi dapat
terserang L. pamona dan L.interogans, sedangkan tikus dapat terserang
L. ballum dan L. ichterohaemorhagicae (Yuliarti, 2007).
Bila terkena bahan kimia atau dimakan oleh fagosit, bakteri
dapat kolaps menjadi bola berbentuk kubah dan tipis. Pada kondisi ini,
leptospira tidak memiliki aktifitas patogenik Leptospira dapat hidup
dalam waktu lama di air, tanah yang lembab, tanaman dan Lumpur
(Mari Okatini dkk, 2007).

2.4 Pengobatan Leptospirosi

Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik daksisiklin,


ampisilin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat yang dapat
diobati dengan penisililin G, ampisillin, amoksillin dan eritomisin persen,
sedangkan angka kesakitannya (morbiditas) mencapai lebih dari 75
persen.(Zulkoni, 2011).

Infeksi leptospirosis dapat diobati dengan antibiotik untuk membasmi


bakteri dan mengembalikan fungsi tubuh yang terganggu akibat kondisi ini.
Obat antibiotik yang umumnya digunakan untuk leptospirosis adalah penisilin
dan doksisiklin. Untuk kasus yang ringan, pasien dapat diberikan obat
antibiotik tablet. Antibiotik biasanya diberikan selama 1 minggu dan harus
dikonsumsi hingga obat habis untuk memastikan infeksi sudah bersih. Dalam
9

waktu beberapa hari setelah pengobatan, kondisi penderita biasanya sudah


pulih.
Selain antibiotik, obat pereda nyeri, seperti paracetamol juga dapat
diberikan untuk mengatasi gejala awal leptospirosis, seperti demam, sakit
kepala, atau nyeri otot.
Jika penyakit leptirospirosis berkembang lebih parah atau sering
disebut penyakit Weil, maka pasien perlu mendapatkan perawatan di rumah
sakit. Pada kondisi ini, antibiotik akan disuntikkan ke dalam pembuluh darah
vena dalam tubuh. Saat infeksi telah menyerang organ tubuh, maka beberapa
penanganan tambahan diperlukan untuk menjaga sekaligus mengembalikan
fungsi tubuh, seperti:Infus cairan, untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada
penderita yang tidak bisa minum banyak air.Pemantauan terhadap kerja
jantung.Pemakaian alat bantu pernapasan jika terjadi gangguan pernapasan
pada penderita
Dialisis atau cuci darah, untuk membantu fungsi ginjal.
Kemungkinan sembuh penyakit Weil tergantung dari organ mana
yang ikut terserang infeksi dan tingkat keparahannya. Kematian pada pasien
leptospirosis parah yang terjadi biasanya disebabkan oleh komplikasi
gangguan paru, ganguan ginjal, atau perdarahan dalam tubuh.

2.5 Penecegahan Leptospirosis

Upaya pencegahan menurut James Chin (2000) yaitu :

1) Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan penyakit


ini. Jangan berenang atau menyeberangi sungai yang airnya diduga
tercemar oleh leptospira, dan gunakan alat-alat pelindung yang
diperlukan apabila harus bekerja pada perariran yang tercemar.
2) Lindungi para pekerja yang bekerja di daerah yang tercemar dengan
perlindungan secukupnya dengan menyediakan sepatu boot, sarung
tangan dan apron.
10

3) Kenali tanah dan air yang berpotensi terkontaminasi dan keringkan air
tersebut jika memungkinkan.
4) Berantas hewan-hewan pengerat dari lingkungan pemukiman terutama di
pedesaan dan tempat-tempat rekreasi. Bakar lading tebu sebelum panen.
5) Pisahkanhewan peliharaan yang terinfeksi; cegah kontaminasi pada
lingkungan manusia, tempat kerja dan tempat rekreasioleh urin hewan
yang terinfeksi.
6) Pemberian imunisasi kepada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat
mencegah timbulnya penyakit, tetapi tidak emncegah terjadinya infeksi
leptospiruria. Vaksin harus mengandung strain domain dari leptospira di
daerah itu.
7) Imunisasi diberikan kepada orang yang karena pekerjaannya terpajan
denganleptospira jenis serovarian tertentu, hal ini dilakukan di Jepang,
Cina, Itali, Spanyol, Perancis dan Israel.
8) Doxycycline telah terbukti efektif untuk mencegah leptospirosis pada
anggota militer dengan memberikan dosis oral 200 mg seminggu sekali
selama masa penularan di Panama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

a. Leptospirosis adalah penyakit bersumber dari binatang (zoonosis) yang


bersifat akut. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira dengan
spektrum penyakit yang luas dan dapat menyebabkan kematian.
b. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari famili
Leptospiraceae, ordo Spirochaetales.Orang yang berisiko ialah orang yang
sering menyentuh binatang atau air, dicemari air kencing binatang yang
terkontaminasi leptospirosis.
c. Leptospirosis, dapat diobati dengan antibiotik untuk membasmi bakteri
dan mengembalikan fungsi tubuh yang terganggu akibat kondisi ini. Obat
antibiotik yang umumnya digunakan untuk leptospirosis adalah penisilin
dan doksisiklin
d. Leptospirosis, Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara
penularan penyakit ini.

3.2 SARAN
1. Pada orang berisiko tinggi terutama yang berpergian kedaerah berawa-
rawa dianjurkan untuk menggunakan profilaksis dengan doxycycline
2. Masyarakat terutama didaerah persawahan,atau pada saat banjir
mungkin ada baiknya diberi dixycycline untuk pencegahan.
3. Para klinis diharapkan memberikan perhatian pada leptosirosis ini
terutama didaerah-daerah yang sering mengalami banjir.

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Chin, J. (2000). Manual Pemeberantasan Penyakit Menular. (I. N. Kandun, Ed.).

Rampengan, N. H. (2016). Leptospirosis. Jurnal Biomedik (JBM), 8(2), 143–150.

Terpstra, W., Adler, B., Ananyina, B., AndreFontaine, G., Ansdell, V., &
Ashford, D. (2003). Human leptospirosis: guidance for diagnosis,
surveillance and control. Geneva : World Health Organization/ International
Leptospirosis, 21(3), 1–9.

Zulkoni, A. (2011). Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

13

Anda mungkin juga menyukai