Anda di halaman 1dari 6

N. Christnindita D.

17/408712/EK/21284
Rangkuman Bab 4

Pendapatan pemerintah dalam APBN dibagi menjadi 2 yaitu penerimaan dalam negeri dan hibah.
Penerimaan dalam negeri dikelompokkan menjadi dua yaitu penerimaan perpajakan dan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Penerimaan perpajakan terdiri dari :
a. Pajak dalam negeri seperti PPh, PPN, PBB, BPHTB, cukai, dan pajak lainnya.
b. Pajak perdagangan internasional seperti bea masuk dan bea keluar (pajak ekspor).
Penerimaan negara bukan pajak terdiri dari penerimaan sumber daya alam (migas dan
nonmigas), bagian laba BUMN, PNBP lainnya, dan Pendapatan BLU.
Peningkatan penerimaan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ekstensifikasi dan
intensifikasi. ​Ekstensifikasi ​adalah upaya meningkatkan jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar.
Intensifikasi adalah upaya yang dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan dari Wajib
Pajak yang telah terdaftar (memiliki NPWP).
3 hal penting dalam pelaksanaan intensifikasi :
a. Profiling (pembuatan profil) : masing-masing WP dibuatkan profil untuk memantau
kepatuhan dalam membayar pajak.
b. Benchmarking (pembandingan) : pembayaran oleh WP dibandingkan dengan
pembayaran oleh WP lain yang memiliki profil yang sama.
c. Mapping (pemetaan) : mengelompokkan WP berdasarkan wilayah, sektor, subjek, jenis
sesuai dengan kebutuhan atau keunggulan yang terdapat di wilayah kerja untuk
mendapatkan gambaran umum mengenai potensi pajak dan keunggulan fiskal suatu
daerah.
Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan dilakukan dengan perubahan
peraturan perundang-undangan tentang perpajakan, program penghapusan sanksi pajak (​sunset
policy)​ , dan pelaksanaan sensus pajak nasional.
PINTAR (​Project for Indonesian Tax Administration Reform​) merupakan penyempurnaan sistem
administrasi perpajakan untuk mendukung reformasi administrasi yang dilakukan DJP yang
terdiri dari empat komponen yaitu penyempurnaan sistem dan proses bisnis utama, manajemen
sumber daya manusia, kepatuhan perpajakan, dan manajemen perubahan.
Perubahan peraturan perundang-undangan berguna untuk mengakomodasi perkembangan
perekonomian dan agar tujuan pengenaan pajak dapat tercapai.
Poin penting dalam perubahan UU PPh yaitu penurunan tarif PPh, pembebasan biaya fiskal ke
luar negeri, peningkatan PTKP, dan penerapan tarif PPh lebih tinggi pada WP yang tidak
memiliki NPWP.
Tujuan penurunan tarif PPh :
1. Menyesuaikan dengan tarif yang ada di negara tetangga untuk meningkatkan daya saing.
2. Meningkatkan kepatuhan WP dan pendapatan setelah pajak WP. Karena WP cenderung
tidak patuh jika tarif pajak tinggi dan peningkatan kepatuhan ini diharapkan dapat
menaikkan penerimaan pajak dalam jangka panjang.
3. Mendorong kegiatan produksi dan investasi.
Sunset policy merupakan fasilitas penghapusan sanksi PPh orang pribadi atau badan berupa
bunga atau kekurangan pembayaran pajak yang dapat dinikmati oleh masyarakat baik yang
sudah memiliki NPWP maupun yang belum memiliki.
Tujuan ​sunset policy ​adalah untuk mendorong WP agar lebih jujur dalam memenuhi
kewajibannya, meningkatkan kepatuhan WP secara sukarela, dan menambah jumlah WP.
Sensus pajak nasional merupakan kegiatan dalam rangka menyempurnakan data atau basis
perpajakan yang lebih baik. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat menjadi masukan
bagi DJP akan adanya kebijakan untuk dapat meningkatkan kepatuhan WP.

Referensi
Halim, A., 2016, ​Manajemen Keuangan Sektor Publik​, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
N. Christnindita D.
17/408712/EK/21284
Rangkuman Bab 5

Pengelolaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang
tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP menurut UU. Nomor 20 Tahun 1997
dikelompokkan menjadi :
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
2. Penerimaan dari pemanfaatan SDA.
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi.
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Dari daftar di atas, kecuali nomor 3, merupakan PNBP yang berasal dari hasil pungutan
Kementerian/Lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsi
mereka atau yang disebut PNBP Fungsional.
PNBP Umum merupakan PNBP yang berlaku umum di semua departemen dan lembaga
nondepartemen. Jenis-jenisnya adalah penerimaan kembali anggaran, penerimaan hasil penjualan
barang/kekayaan negara, hasil penyewaan barang/kekayaan negara, hasil penyimpanan uang
negara, ganti rugi atas kerugian negara, denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah
dan penerimaan hasil penjualan dokumen lelang.
Fungsi PNBP :
a. Fungsi budgeter, yaitu sumber penerimaan negara yang diperoleh setelah memberikan
pelayanan jasa atau menjual barang milik negara oleh kementerian/lembaga negara
kepada masyarakat.
b. Fungsi regulasi, yaitu sarana untuk mengatur kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek
dalam rangka menggerakkan roda pembangunan.
PNBP yang terutang adalah PNBP yang harus dibayar pada waktu tertentu atau dalam suatu
periode tertentu. Pada PNBP yang terutang akan dilakukan pemeriksaan oleh instansi berwenang
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan pemeriksaan PNBP adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
PNBP, menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang PNBP, dan melaksanakan peraturan perundangan yang berkaitan
dengan PNBP.
Potensi PNBP y​ ang belum tergali seperti pemberian jasa atau kerja sama dengan pihak ketiga
belum mempertimbangkan bagian PNBP karena belum ada aturan tarifnya dan jenisnya, tarif
terlalu rendah dan belum pernah direvisi, pemanfaatan aset dan fasilitas penunjang belum
maksimal, wajib bayar belum sepenuhnya terdata, peraturan terkait tarif belum direvisi, dan
kementerian/lembaga belum menginventariskan dan melaporkan potensi PNBP yang dapat
digali.
Cara pengoptimalan potensi PNBP misalnya membenahi tertib keuangan negara berdasarkan UU
tentang PNBP, melakukan identifikasi dan inventarisasi potensi penerimaan negara yang belum
tergali, melakukan evaluasi dan penyempurnaan sistem dan prosedur serta peraturan di bidang
penerimaan negara,dan meningkatkan koordinasi antar-instansi terkait terhadap kelancaran
pengoptimalan penerimaan negara.

Permasalahan PNBP dan Solusinya


Tahapan Permasalahan Solusi

Perencanaan K?L menyampaikan target PNBP yang Membangung database PNBP agar
kurang realistis. lebih akuntabel.

Penyusunan target PNBP melalui proses Mengembangkan penyusunan


pembahasan yang membutuhkan biaya dan target PNBP secara online.
waktu yang cukup besar.

Penetapan jenis Proses penetapan dalam PP membutuhkan Melakukan kajian untuk penetapan
dan tarif waktu yang lama sehingga beberapa K/L jenis tertentu dalam peraturan yang
melakukan pemungutan tanpa dasar hukum. lebih rendah.
Mendelegasikan persetujuan
perubahan tarif kepada pimpinan
instansi.

Penyetoran Beberapa K/L terlambat melakukan Penyetoran PNBP secara berkala


penyetoran ke kas negara untuk jenis tertentu dan
memudahkan sistem penyetoran.

Pelaporan Terdapat beberapa K/L yang tidak tertib Membangun Sistem Modul dan
dalam menyampaikan laporan realisasi Pelaporan Penerimaan Negara
PNBP triwulanan. untuk PNBP.

Penggunaan PNBP hanya dapat digunakan oleh Satuan Memperluas konsep ​earnmaking
Kerja (Satker) penghasil PNBP. dengan memasukkan Satker
penunjang.

Penggunaan langsung tanpa melalui Mempercepat mekanisme


mekanisme APBN pencairan dana yang berasal dari
penerimaan PNBP melalui APBN.
Referensi
Halim, A., 2016, ​Manajemen Keuangan Sektor Publik​, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
N. Christnindita D.
17/408712/EK/21284
Rangkuman Bab 6

Utang Luar Negeri ​menurut Pasal 1 PP No. 10 Tahun 2011 adalah setiap pembiayaan melalui
utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu
perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali
dengan persyaratan tertentu.
Prinsip pengelolaan utang luar negeri yaitu transparan, akuntabel, efisien dan efektif,
kehati-hatian, tidak disertai ikatan politik, dan tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu
stabilitas keamanan negara.
Penggunaan utang luar negeri adalah untuk membiayai defisit APBN, membiayai kegiatan
prioritas K/L, mengelola portofolio utang, diteruspinjamkan kepada Pemerintahan
Daerah/BUMN, dan/atau dihibahkan kepada Pemerintahan Daerah.
Bentuk utang luar negeri adalah pinjaman program atau tunai dan pinjaman proyek atau
kegiatan.
Sumber ​utang luar negeri yaitu lembaga penjamin kredit ekspor, kreditur multilateral, bilateral,
dan swasta asing.
Pinjaman program adalah pinjaman yang terkait dengan program yang telah dan akan
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Tujuannya adalah untuk ​budget support dan pencairannya
dikaitkan dengan pemenuhan matriks kebijakan di bidang kegiatan untuk mencapai ​Millenium
Development Goals yang meliputi pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi,
pemberdayaan masyarakat, kebijakan terkait dengan perubahan iklim, dan infrastruktur.
Kebijakan pemerintah tentang ​manajemen utang luar negeri​ adalah :
a. Mempertimbangkan kemampuan pemerintah untuk membayar kembali pinjaman tersebut
di masa datang.
b. Mempertimbangkan kemampuan K/L, pemerintahan daerah, maupun BUMN dalam
penyerapan dana pinjaman.
c. Mencapai kemandirian dalam pendanaan pembangunan yaitu dengan cara menurunkan
porsi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan APBN.
d. Pendanaan luar negeri sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan,
perlu dimanfaatkan secara optimal.
Perencanaan pinjaman program melibatkan 3 perah pemerintah yaitu Kementerian Keuangan
selaku pemegang otoritas pengelola keuangan negara, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional selaku koordinator dari para pengguna dana pinjaman program dan sebagai partner
Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga atau pemerintah daerah selaku calon
pengguna dana pinjaman program.
Kreditur pinjaman program selama ini adalah World Bank, Asian Development Bank, Japan
International Cooperation Agency, dan L’Agence Francaise de Development.
Permasalahan Pinjaman Program
1. Permasalahan biaya pinjaman. Hal ini disebabkan kurangnya ​bargaining power sehingga
pihak kreditur dapat memaksakan berbagai macam biaya tambahan seperti ​commitment
fee karena dana pinjaman tidak segera dicairkan; ​tied loan yang mensyaratkan
menggunakan barang dan jasa dari negara kreditur; biaya bunga; dan biaya di muka.
2. Risiko depresiasi, yang dikarenakan tingkat depresiasi rupiah yang sangat bergantung
pada jenis valuta yang dijadikan denominasi.
3. Penyerapan pinjaman yang belum optimal, yang dapat memberatkan pemerintah dalam
membayar ​commitment fee​. Dapat disebabkan karena adanya perbedaan ketentuan antara
satu pemberi pinjaman dengan yang lain; kurangnya persiapan pengelola proyek;
keterlambatan atau bahkan belum ada alokasi dana pendamping dalam proses
penyusunan awal APBN; pilihan kreditur yang tidak banyak; pengawasan dan koordinasi
pelaksanaan kegiatan belum optimal.
Solusi pinjaman program :
a. Mengupayakan kesamaan ketentuan mekanisme pelaksanaan proyek antara para kreditur.
b. Mengupayakan kesamaan ketentuan antara kreditur, peminjam, dan pelaksana kegiatan.
c. Menuntut kepada kreditur agar menurunkan berbagai macam biaya pinjaman.
d. Mengupayakan kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan penyediaan dana pendamping.
e. Mengoptimalkan sistem pengawasan internal (SPI) pelaksanaan kegiatan dan
meningkatkan koordinasi di antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, dan pelaksana pinjaman program.

Referensi
Halim, A., 2016, ​Manajemen Keuangan Sektor Publik,​ Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai