Pemerintah merupakan suatu bentuk organisasi publik yang dijalankan oleh pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah sebagai pelaksana dari pemerintahan tersebut. Tujuan pemerintah yaitu
menjalankan tujuan negara sehingga tujuan pemerintah dapat diartikan juga sebagai tujuan negara.
Pemerintah NKRI merupakan organisasi nirlaba yang dapat dibuktikan melalui tujuan negara yang
ingin dicapai. Tujuan tersebut salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum yang jelas
tercantum dalam Pembukaan UUD RI 1945.
Pasal 18 UUD RI 1945 telah mengatur bahwa pemerintahan Indonesia terdiri dari pemerintah
pusat yang memiliki sub-organisasi yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah dibagi menjadi
pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten. Semua pemerintah baik tingkat pusat maupun
daerah memiliki tujuan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai tujuan
negara.
Semua jenis organisasi baik publik dan privat akan mengalami masalh dasar manajemen
keuangan yaitu mengenai bagaimana mendapatkan dan menggunakan dana. Pada organisasi publik
khususnya pemerintah, pendapatan didapatkan diantaranya pajak yang dipungut dari masyarakat.
Belanja pemerintah akan diarahkan tentunya untuk pelayanan kepada masyarakat seperti
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Masalah tersebut apabila ditinjau dari aspek manajemen
keuangan publik (mikro) adalah masalah pendapatan/penerimaan dana dan masalah manajemen
belanja/pengeluaran dana. Secara makro, masalah tersebut dikenal sebagai menajemen fiskal negara
dan/atau manajemen belanja negara (government expenditure). Semua masalah tersebut dapat
tercermin dalam APBN atau APBD. Selain itu, terdapat masalah pembiayaan yaitu masalah kelebihan
pendapatan di atas belanja (surplus) atau masalah kelebihan belanja di atas pendapatan (defisit).
Penanganan pengelolaan masalah tersebut terlihat dalam anggaran murni/awal, perubahan atas
rencana awal, hingga dalam bentuk laporan realisasinya. Contohnya pada APBN dikenal adanya APBN,
APBN-P, dan Laporan Realisasi APBN (LKPP).
Aspek pendapatan memiliki masalah optimalisasi baik pada APBN maupun APBD. Optimalnya
pendapatan negara akan mendukung terlaksananya program dan kegiatan pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Selain itu, aspek belanja juga memiliki masalah yaitu pada komposisi
belanja dalam rangka mencapai tujuan bernegara sesuai UUD RI 1945. Dalam hal ini, akan muncul
problematika proporsi untuk berbagai belanja seperti pada proporsi pendidikan dan kesehatan. Aspek
pembiayaan juga memiliki problematika yaitu mencari dana untuk menutupi defisit seperti
penanganan pinjaman atau utang negara/daerah. Namun, terdapat problematika yang paling sering
terjadi di negara berkembang yaitu subsidi. Pengalokasian subsidi pada berbagai kebutuhan belanja
negara untuk mencapai pemerataan pelayanan kepada masyarakat.
Yustina Chrisya Septiana
Tugas Manajemen Keuangan 17/408724/EK/21296
Keuangan negara memiliki peran penting terhadap jalannya pemerintahan. Oleh sebab itu,
aparat pemerintah harus memahami aspek-aspek keuangan negara teruma hukum, peraturan, dan
perundang-undangan. Di bidang keuangan, saat ini Indonesia memiiki paket undang-undang yang
menjadi dasar dalam pengelolaan keuangan negara. Paket UU tersebut terdiri dari Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Sebelum ada paket UU tersebut, Indonesia menggunakan aturan peninggalan zaman kolonial
Hindia-Belanda dalam mengelola keuangan negara. Pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara
menggunakan Indische Comptabiliteits Wet (ICW) dan Reglement voor het Admiistratief Beheer (RAB).
ICW mengatur tentang tata pembukuan yang harus dilakukan oleh para pejabat pengurus keuangan.
Sedangkan RAB mengatur sebagian kewenangan pengelolaan keuangan terutama pengelolaan
administratif. Selain itu, terdapat Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer
(IAR) sebagai pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan negara. Badan ini merupakan cikal bakal
terbentuknya Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Upaya menyusun UU yang mengatur pengelolaan keuangan negara sudah dilakukan sejak
Indonesia berdiri. Hingga akhir, sudah terdapat 14 tim yang dibentuk untuk menyusun RUU
Keuangan Negara/Perbendaharaan Negara. Tim ke-14 yaitu Komite Penyempurnaan Manajemen
Keuangan yang menghasilkan RUU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan RUU No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hasil tersebut kemudian disahkan oleh DPR pada
2003 dan 2004 yang kini menjadi paket UU Keuangan negara.
Yustina Chrisya Septiana
Tugas Manajemen Keuangan 17/408724/EK/21296
Perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberlakukannya paket UU tentang Keuangan
Negara:
Manajemen adalah serangkaian aktivitas yang diarahkan terhadap sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Manajer melakukan
berbagai proses manajemen seperti planning, organizing, leading, dan controlling. Dalam hal ini,
planning memiliki peran sangat vital dan paling awal dilakukan untuk menentukan kelanjutan
rangkaian aktivitas manajemn yang lainnya. Secara sederhana, planning meliputi menetapkan tujuan
dan menyusun strategi/rencana untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga yang dilakukan
pemerintah dalam mencapai tujuan meliputi serangkaian strategi, program, dan kegiatan yang disebut
pembangunan.
Proses prencanaan dan penganggaran diberikan garis berbeda dengan diatur oleh UU yang
berbeda pula. UU No. 25 Tahun 2004 mengatur tentang proses perencanaan pembangunan dan UU
No. 17 Tahun 2003 mengatur proses penganggaran. Proses perencanaan pembangunan nasional
tersebut mencakup tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan
dalam jangka panjang, menengah, dan tahunan sehingga dokumen yang dihasilkan juga terdapat visi,
misi, tujuan, dan arah kebijakan jangka panjang, menengah, dan tahunan.
Masalah non-teknis:
Masalah teknis:
1. Lemahnya konsistensi antara visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan.
2. Tidak jelasnya indikator sasaran untuk setiap program dan kegiatan.
1. Legal structure
a) Tata cara pelaksanannya belum menjadi satu kesatuan sistemik serta diatur oleh
peraturan yang berbeda.
b) Tidak ada sanksi bagi pelanggar yang tidak mengikuti sistem perencanaan
pembangunan nasional maupun RPJP dan RPJM.
c) Tidak ada peraturan yang lebih tinggi di atas undang-undang.
d) Kelembagaannya masih terpisah.
2. Legal substance
a) Substansi yang ada belum mengarah pada tujuan pembangunan.
b) Program dalam RPJMD dapat berbeda dengan RPJMN.
c) Pelaporan dan evaluasi masih parsial dan belum menjadi bahan penyusunan rencana.
d) Muncul dokumen perencanaan yang dianggap sebagai dokumen tandingan.
e) Perencanaan pembangunan, terutama jangka panjang, tidak mengakomodasi
perubahan.
f) Periodesasi pemelihan kepala daerah berbeda di setiap daerah sehingga periodesasi
RPJMD antar daerah juga berbeda. Oleh karena itu, terjadi perbedaan substansi
RPJMD dengan RPJMN.
3. Legal culture
a) Adanya ego kelembagaan dan koordinasi internal lembaga pemerintah masih lemah.
b) Adanya kepentingan politik DPR/DPRD.
c) Rendahnya kualitas SDM perencana baik pusat maupun daerah.