Anda di halaman 1dari 25

Tinjauan Khusus Tentang Hipotermi

1. Pengertian hipotermi

Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stress) yaitu
suhu antara 36-36,5ºC, hipotermi sedang yaitu suhu antara 3236ºC, dan hipotermi berat yaitu
suhu tubuh <32ºC. (Ari, 2014:89).

Hipotermi adalah suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5ºC
(suhu ketiak). Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5ºC (suhu ketiak) (Rukiyah & Yulianti,
2013:283).

Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,5-

37,5ºC (Sudarti & Fauziah, 2013:117).

Hipotermi didefinisikan sebagai keadaan termal yang tidak normal dimana suhu tubuh bayi turun
dibawah 36,5ºC. Penurunan suhu tubuh secara progresif menyebabkan efek yang dapat
merugikan mulai dari gangguan metabolik hingga kematian (Khalifa, 2015:6).

2. Penyebab

Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : jaringan lemak subkutan tipis, perbandingan
luas permukaan tubuh dengan berat badan besar, cadangan glikogen dan brown fat sedikit, BBL
(Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan,
kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko tinggi mengalami
hipotermi. (Rukiyah & Yulianti.

2013, hal.283).

Luas permukaan neonatus relatif lebih luas dari orang dewasa sehingga metabolisme basal per
kg BB lebih besar. Oleh karena itulah, bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dengan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi dapat diperoleh dari metabolisme
karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam pertama kehidupan, energi didapatkan dari karbohidrat.
Dari hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu, sekitar dihari
keenam energi diperoleh dari lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60 % dan 40
% (Dewi, 2013:14).
Pada saat lahir, suhu tubuh bayi kira-kira sama dengan suhu tubuh ibunya. Namun demikian
sedikit insulasi lemak. Faktor yang meningkatkan kehilangan panas pada bayi baru lahir, antara
lain :

a) Rasio permukaan tubuh dengan berat badan lebih besar.

b) Kehilangan cairan transdermal.

c) Insulasi buruk akibat kulit tipis dan pembuluh darah yang dipermukaan.

d) Keterbatasan merubah posisi tubuh.

Hipotermia juga dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan dingin (suhu
lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak
berpakaian (Yunanto, 2014:89).

Luas permukaan tubuh yang besar dan sirkulasi yang relatif buruk serta dapat berkeringat atau
menggigil sehingga kemampuan bayi untuk mengatur suhu tubuhnya masih buruk. Disamping
itu, dingin yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan kerja jantung.

Selain itu beberapa Faktor-faktor yang menyebabkan hipotermi menurut a.

b.

c. BBLR.

d.

e.

f.

a.

b. Tanda-tanda hipotermi berat (cidera dingin) Sama dengan hipotermi sedang ditambah
dengan bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung
lambat dan selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik. Hipotermia juga
bisa menyebabkan hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah), asidosis metabolik (keasaman
darah yang tinggi) dan kematian. Tubuh dengan cepat menggunakan energi agar tetap hangat,
sehingga pada saat kedinginan bayi memerlukan lebih banyak cadangan oksigen. Karena itu,
hipotermi bisa menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke jaringan.

c. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi yaitu muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah
terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras merah dan timbul oedema terutama pada
punggung, kaki dan tangan (sklerema) (Rukiyah &

Yulianti, 2013:289)

a.

b.

produksi panas dari dalam tubuh.

c. Vasokontriksi perifer.

Mekanisme ini juga diistimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan
memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini
efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang
tidak berguna.

Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupaka usaha
utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan
suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat yang terdapat di seluruh
tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh. Untuk membakar lemak coklat, seorang
bayi menggunakan glukosa untuk mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi
panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahirdan cadangan lemak coklat
ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Jika seorang bayi kedinginan,
dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh karena itu, upaya
pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban untuk
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal pada neonatus adalah
36,5-37,5ºC melalui pengukuran aksilla dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5ºC maka
bayi mengalami hipotermi.
Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi dari lemak
coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat)
adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas
paparan dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat
menimbulkan komplikasi serta gangguan-gangguan metabolik yang berat (Yunanto, 2014:92).

Tekanan dingin yang lama dapat mengalihkan kalori untuk menghasilkan panas, yang
mengganggu pertumbuhan. Neonatus merespons pendinginan oleh hepar sarah simpatis
norepinephrine pada lemak coklat dan dengan liposis diikuti oleh oksidasi atau reesterifikasi
asam lemak yang dilepaskan. Reaksi ini menghasilkan panas secara lokal, dan suplai darah yang
kaya lemak coklat membantu memindahkan panas ini kebagian tubuh neonatus lainnya. Reaksi
ini meningkatkan metabolisme dan komsumsi oksigen 2 sampai 3 kali lipat. Dengan demikian,
pada neonatus dengan stress dingin juga dapat menyebabkan hipoksia jaringan dan kerusakan
neurologis. Selain itu, hipotermia dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolik, dan
kematian (Khalifa, 2015:6).

5. Komplikasi

Akibat yang ditimbulkan hipotermi apabila tidak segera ditangani yaitu Hipoglikemia-Asidosis
Metabolik karena vasokontriksi perifer dengan metabolisme anaerob, kebutuhan oksigen yang
meningkat, metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu, gangguan pembekuan
sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat, syok, apnea dan
perdarahan Intra Ventricular (Rukiyah & Yulianti, 2013:284).

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/L) Hipoglikemia
adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat
hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf
pusat bahkan sampai kematian. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan
hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa,
misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, dan gangguan pernafasan (Yongki,
a) Evaporasi

panas terjadi karena menguapnya cairan pada permukaan tubuh bayi. Kehilangan panas tubuh
melalui penguapan dari kulit tubuh yabg basah ke udara, karen bayi baru lahir diselimuti oleh
air/cairan ketuban/amnion. Proses ini terjadi apabila BBL tidak segera dikeringkan setelah lahir.

b) Konduksi

Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dan benda atau
permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Misalnya, bayi ditempatkan langsung pada meja,
perlak, timbangan, atau bahkan di tempat dengan permukaan yang terbuat dari logam.

c) Konveksi

Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat tubuh bayi terpapar udara atau
lingkungan bertemperatur dingin. Kehilangan panas badan bayi melalui aliran udara sekitar bayi
yang lebih dingin. Misalnya, bayi dilahirkan di kamar yang pintu dan jendela terbuka, ada
kipas/AC yang dihidupkan.

d) Radiasi

Radiasi adalah pelepasan panas akibat adanya benda yang lebih dingin di dekat tubuh bayi.
Kehilangan panas badan bayi melalui pemancaran/radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar
bayi yang lebih dingin. Misalnya, suhu kamar bayi/kamar bersalin di bawah 25ºC, terutama jika
dinding kamarnya lebih dingin karena bahannya dari keramik/marmer.

8. Asuhan pada bayi hipotermi

Asuhan yang diberikan pada bayi hipotermi berdasarkan bayi aterm, bayi preterm dan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu :

1. Bayi aterm.

Jika pada bayi aterm : letakkan BBL pada Radiant Warmer, keringkan untuk menghilangkan
panas melalui evaporasi, tutup kepala, bungkus tubuh segera, bila stabil dapat segera rawat
gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan. a)
b)

c)

d)

e) Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan pengawasan, bayi tidak usah dirujuk.

f) Nasehati ibu cara merawat bayi lekat/metode kanguru dirumah.

9. Penanganan Dan Pencegahan

a. Penanganan

Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakannya yang harus
dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam incubator atau melalui penyinaran lampu.
Dimana inkubator bayi adalah sebuah wadah tertutup yang kehangatan lingkungannya dapat
diatur dengan cara memanaskan udara dengan suhu tertentu yang berfungsi untuk
menghangatkan bayi (Setyaningsih & Wahyunggoro, 2015:1).

Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah menghangatkan
bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu
dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada di dalam satu
pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metode Kanguru. Sebaiknya ibu
menggunakan pakaian longgar berkancing depan (Rukiyah & Yulianti, 2013:290).

Metode kanguru (Kangoroo Mother Care) pada umumnya bayi digendong oleh ibu atau
bapaknya sendiri dengan prinsip terjadinya kontak kulit ke kulit antara kulit bayi dengan orang
dewasa. KMC pertama kali dilaksanakan di Bogota, Colombia pada tahun 1978, yaitu dengan
penempelan kulit kekulit dalam posisi tegak lurus pada dada ibunya. Metode KMC
memungkinkan untuk memberika ASI secara eksklusif dan dapat meninggalkan rumah sakit
lebih awal, namun tetap dalam pengawasan yang baik. KMC dapat dilaksanakan secara
intermiten (beberapa jam seharinya) atau kontinyu selama lebih dari 20 jam sehari. Caranya
adalah bayi tanpa pakaian atau baju sampai ke popoknya dan ditempelkan pada ibu/ayahnya,
kemudian bayi diselimuti agar hangat. KMC dalam perawatan bayi :

1) KMC dapat menjalin bounding antara bayi dan ibu.

2) KMC memberikan kenyamanan bayi seperti masih di dalam rahim dan bayi bisa
merasakan denyut jantung ibu.

3) KMC menunjukkan pernafasan yang stabil dan bisa tidur nyenyak.

4) Berat badan lebih cepat naik serta suhu tubuhnya lebih stabil.

5) KMC dapat mencegah hipotermia.

6) Mengurangi stress ibu yang menggendongnya dan produksi ASI lebih banyak.

7) KMC dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas (Ranuh, 2013:8283).

Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu,
yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi
hangat. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-
sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80
ml/kg per hari (Rukiyah & Yulianti, 2013:290).

Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tubuh bayi baru lahir agar tidak terjadi
hipotermi adalah pemantauan suhu tubuh bayi secara cepat dan teliti, mengusahakan agar suhu
kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, inkubator, metode kanguru
dan skin to skin yaitu salah satunya dengan meletakkan bayi telungkup di dada ibu maka akan
terjadi kontak kulit langsung

suhu.

(c) Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.

(1) Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
(2) Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan napas, kejang, tidak
sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.

(3) Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani

(1) Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila
mungkin. Gunakan inkubator atau ruangatn hangat, bila

perlu.

(2)Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimut
dengan selimut hangat.

(3)Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.

(4)Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih 60 atau kurang 30 x/menit, tarikan
dinding dada , merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen gangguan nafas.

(5)Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap terpasang
dibawah pemancar panas, untukmehangatkan cairan.

(6)Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.

(7)Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jamdan nilai juga kemampuan minumsetiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas
normal.

(8)Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan
kemungkinan besar sepsis.

(9)Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap : bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatoif cara pemberian minum. Bila bayi tidak dapat
menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begitu suhu tubuh bayi mencapai
35ºC.
(10) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti supaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.

(11) Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menhangatkan dan suhu ruangan setiap jam.

(12) Setelah suhu tubuh bayi normal :

Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi dan pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur
suhunya setiap 3 jam.

(13) Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan rumah sakit, bayi dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi
tetap hangat selama dirumah.

10. Standar Kompetensi Bidan.

Bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh
seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Ginecologist Obstetrition (FIGO) tersebut adalah : Bidan adalah seseorang yang mengikuti
program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan
nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas.

Memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru
lahir, dan bayi. Asuhan ini mecangkup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.

Standar kompetensi bidan menurut Kepmenkes No.369/MENKES/SK/III/2007 yang berkaitan


dengan asuhan bayi baru lahir terdapat pada kompetensi ke 6 yaitu :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai
dengan 1 bulan. (Kepmenkes RI, 2007).
a) Pengetahuan dasar

1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.

2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir : kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat,
kehangatan, nutrisi, “bonding dan attachment”.

3) Indikator pengkajian bayi baru lahir , misalnya dari APGAR.

4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.

5) Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1 bulan.

6) Memberikan imunisasi pada bayi.

7) Masalah yang lazim terjadi pad bayi baru lahir normal, seperti caput, molding, mongolian
spot, hemangioma.

8) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti : hipoglikemia,
hipotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.

9) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.

10) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi.

11) Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature.

12) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur clavicula,
kematian mendadak, hematoma.

b) Keterampilan dasar

1) Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan, dan merawat tali
pusat.

2) Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.

3) Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.

4) Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.


5) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir dan screening untuk
menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang tidak memungkinkan
untuk hidup.

6) Mengatur posisi bayi pada waktu menyusu.

7) Memberikan imunisasi pada bayi.

8) Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan harus membawa bayi
untuk minta pertolongan medik.

9) Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir seperti :


asfiksia/kesulitan bernafas, hipotermi dan hipoglikemia.

10) Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas kegawatdaruratan apabila
dimungkinkan.

11) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.

c) Keterampilan tambahan

1) Melakukan penilaian masa gestasi.

2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal
dan asuhannya.

3) Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang

tersedia di masyarakat.

4) Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi
dengan cacat bawaan, keguguran atau kematian bayi.

5) Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan
diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawatdaruratan

6) Memberikan dukungan kepada orang tua dengan kelahiran ganda.

11. Standar Operasional Prosedur

Standar operasional prosedur tentang penanganan hipotermi pada bayi di


Rumah Sakit “Aulia” Lodoyo Blitar dengan (No. Dokumen : 7/KPW.E/II/2014).

Pengertian hipotermi adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh dibawah normal (kurang dari
36,5ºC). Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir,
terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 kg. Tujuan penanganan hipotermi dilakukan untuk
mencegah morbiditas mortalitas bayi. Kebijakan pada protap ini dilakukan dalam rangka
mencegah terjadinya hipotermi pada bayi, terutama pada bayi baru lahir.

Prosedur pelaksanaan :

(a) Persiapan

1. Siapkan baju bayi bersih dan kering

2. Siapkan infuset, abocat, dan cairan infus (dekstrose 10 %)

(b) Pelaksanaan

1. Menyiapkan tempat persalinan yang bersih, kering dan cukup penyinaran

2. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus
dilakukan adalah segera menghangatkan bayi didalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.

3. Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala,
diletakkan pada dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.
Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.

4. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-
sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, beri infus glukosa/dekstrose 10 % sebanyak
60-80 ml/kg per hari.

5. Menunda memandikan bayi baru lahir 6 jam setelah lahir.

6. Sesegera mungkin memberikan ASI untuk mencegah hipotermi.

Unit yang terkait : Kamar bersalin dan Ruang perinatologi.

b. Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan tubuh bayi menurut
(Indrayani & Djami, 2013:318-320).

1) Keringkan bayi secara seksama.

Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas secara
evaporasi.selain untuk menjaga kehangatan tubuh bayi, mengeringkan dengan menyeka tubuh
bayi juga merupakan ransangan taktil yang dapat meransang pernafasan bayi.

2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.

Bayi yang diselimuti kain yang sudah basah dapat terjadi kehilangan panas secara konduksi.
Untuk itu setelah mengeringkan tubuh bayi, ganti kain tersebut dengan selimut atau kain yang
bersih, kering dan hangat.

3) Tutup bagian kepala.

Bagian kepala bayi merupakan permukaan yang relatif luas dan cepat kehilangan panas. Untuk
itu tutupi bagian kepala bayi agar bayi tidak kehilangan panas.

4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.

Selain untuk memperkuat jalinan kasih sayang ibu dan bayi, kontak kulit antara ibu dan bayi
akan menjaga kehangatan tubuh bayi. Untuk itu anjurkan ibu untuk memeluk bayinya. Selain itu
juga dapat membuat bayi lebih tenang.

5) Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera memandikan bayi baru

lahir.

Menimbang bayi tampa alas timbangan dapat menyebabkan bayi mengalami kehilangan panas
secara konduksi. Jangan biarkan bayi di timbang telanjang. Gunakan selimut atau kain berat
badan bayi dapat dihitung dari selisih berat bayi dengan berat kain yang di gunakan. Bayi baru
lahir rentan mengalami hipotermi untuk itu tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah lahir.

6) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.

Jangan tempatkan bayidi ruangan ber AC. Tempatkan bayi bersama ibu

(rooming in). Jika menggunakan AC, jaga suhu ruangan agar tetap hangat.
7) Jangan segera memandikan bayi baru lahir.

Bayi baru lahir akan cepat dan mudah kehilangan panas karena sistem pengaturan panas didalam
tubuhnya belum sempurna. Bayi sebaiknya dimandikan minimal 6 jam setelah lahir.
Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia
yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru

lahir.

Praktek memandikan bayi yang dianjurkan :

a) Tunggu minimal 6 jam setelah lahir (lebih lama lagi apabila bayi mengalami asfiksia atau
hipotermi).

b) Sebelum memandikan bayi, pastikan suhu tubuh bayi dalam keadaan stabil (suhu aksilla
36,5ºC-37,5ºC). Apabila suhu tubuh bayi berada di bawah 36,5ºC, selimuti kembali tubuh bayi
secara longgar, tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau
penerapan metode kanguru. Tunda memandikan bayi hingga suhu tubuhnya menjadi stabil dalam
waktu minimal 1 jam.

c) Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah pernafasan.

d) Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan kamar mandi dalam keadaan hangat dan
tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan tubuh bayi dan
beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah
dimandikan.

e) Mandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat.

f) Segera keringkan bayi dengan mengguakan handuk bersih dan kering.

g) Gantikan handuk yang basah dengan selimut yang bersih dan kering, kemudian selimuti
tubuh bayi secara longgar, pastikan bagian kepala bayi di selimuti dengan baik.

h) Bayi dapat di letakkan bersentuhan dengan kulit ibu atau dengan penerapan metode
kanguru.

i) Ibu dan bayi dalam satu ruangan/rawat gabung dan anjurkan ibu untuk menyusukan
bayinya.
Mandi harus ditunda setelah 24 jam kelahiran. Hal ini tidak memungkinkan karena budaya
alasannya, mandi harus ditunda setidaknya 6 jam. Memakaikan pakaian yang tepat untuk bayi,
mengatur suhu lingkungan yang dianjurkan, menggunakan topi pada bayi, bayinya tidak boleh
berpisah harus tetap tinggal bersama ibunya dalam ruangan yang sama 24 jam (WHO, 2012:4).

c. 10 langkah proteksi termal

Saat mempertimbangkan hipotermi pada neonatus pencegahannya dapat berdasarkan “rantai


hangat”. Rantai hangat adalah seperangkat sepuluh prosedur saling terkait yang dilakukan saat
lahir dan selama masa bayi baru lahir. Indeks rantai hangat termasuk ruang persalinan yang
hangat, pengeringan langsung, skin to skin kontak, menyusui, mandi dan timbang di tunda,
pakaian dan tempat tidur yang sesuai, ibu dan bayi diruang yan sama, transportasi hangat,
resusitasi hangat, dan pelatihan/keadaran pemeliharaan (Sindhu, 2015:3).

Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan hilangnya
panas dalam rangka menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal, kemampuan ini sangatlah
terbatas pada BBL (Yunanto, 2014:89).

Sepuluh langkah proteksi termal / warm chain, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada
BBL, dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermi maupun hipertermi, serta
menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara 36,5-37,5ºC (Yunanto,
2014:98).

1) Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat.

Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan suhu ruangan
antara 25ºC-28ºC serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas
angin. Selain itu saran resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan BBL sudah
disiapkan, serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi BBL sebagai
penanggung jawab pada perawatan BBL.

2) Langkah ke 2 : Pengeringan segera.

Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti kain yang
basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudiaan diletakkan di permukaan yang hangat
seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan
yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan
tindakan pompa jantung pada waktu resusitasi, sehingga melupakan kontrol terhadap paparan
dingin yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.

3) Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit.

Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya panas pada
BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu, merupakan tempat yang
sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Apabila oleh karena
sesuatu hal melekat pada BBL ke dada atau ke perut ibunya tidak dimungkinkan, maka bayi yang
telah dibungkus dengan kain hangat, dapat diletakkan dalam dekapan lengan ibunya.

Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact / kangoroo mother / KMC
/perawtan bayi lekat ) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk
bayi-bayi kecil, oleh karena dari beberapa penelitian dilaporkan adanya penurunan secara
bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi-bayi kecil.

4) Langkah ke 4 : Pemberian ASI.

Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama kehidupan BBL.
Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan
nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada

BBL.

5) Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi.

Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam) yaitu
setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memandikan bayi segera setelah lahir, akan
menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi.

Mekonium, darah, atau sebagian verniks, dapat dibersihkan pada aktu tindakan mengeringkan
bayi. Sisa verniks yang masih menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang, selain tindakan
tersebut akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagai
pelindung panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari-hari pertama kehidupan bayi.
Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan tindakan
menimbang sangat dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu tubuh bayi. Sangan dianjurkan
pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.

6) Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi yang adekut.

Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut lebih banyak daripada orang
dewasa. Pakaian, dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagian besar (kurang lebih 25 %)
kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi. Pakaian dan selimut seyogyanya cukup
longgar, sehingga memungkinkan adanya lapisan udara diantara permukaannya sebagai
penyangga panas tubuh yang cukup efektif. Bedong (swadlling) yang biasanya sangat erat
sebaiknya dihindarkan, selain menghilangkan lapisan udara sebagai penyangga panas, juga
menaikkan resiko terjadinya pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya, karena tidak
memungkinkan paru bayi mengembang sempurna pada waktu bernafas.

7) Langkah ke 7 : Rawat gabung.

Bayi-bayi yang dilahirkan dirumah ataupun yang dilahirkan di rumah sakit, seyogyanya
dijadikan satu, dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam
ruangan yang cukup hangat (minimal 25ºC). Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI on
demand, serta mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di
rumah sakit.

8) Langkah ke 8 : Transportasi hangat.

Apabila bayi perlu segera dirujuk kerumah sakit, atau kebagian lain di linkungan rumah sakit
eperti di ruang rawat bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah merujuk
bayi bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat, oleh karena hal ini merupakan cara
yang sederhana dan aman.

9) Langka ke 9 : Resusitasi hangat.

Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangat
penting, oleh karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan
panas yang cukup efesien sehingga mempunyai resiko tinggi menderita hipotermia. Pada waktu
melakukan resusitasi dirumah sakit, memberikan lingkungan yang hangat dan kering, dengan
meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas, merupaka salah satu dari rangkain prosedur
standar resusitasi

BBL.

10) Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat.

Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi

(dokter, bidan, perawat, dukun bayi dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman
tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat. Keluarga dan anggota
masyarakat yang mempunyai bayi dirumah, perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang
pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat.

C. Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah dengan metode pengaturan pemikiran dan
tindakan dalam suatu urutan logis baik pasien maupun petugas kesehatan. Proses itu
digambarkan dalam arti kata perilaku yang diharapkan dari klinis tersebut. Hal ini digambarkan
dengan jelas bahwa proses berpikir dan bertindak yang terlibat, tetapi juga tingkat perilaku dalam
setiap langkah yang akan dicapai dalam rangka memberikan asuhan/pelayanan yang aman dan
menyeluruh.

Proses asuhan kebidanan ada tujuh langkah yang secara periodik disaring ulang, itu mulai
dengan pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah terdiri dari kerangka
yang menyeluruh dan dapat diterapkan dalam setiap situasi. Setiap langkah bagaimanapun dapat
diuraikan dalam tugas yang terbatas dan ini bervariasi sesuai dengan kondisi pasien.

a. Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan

1) Langkah I : Identifikasi Data Dasar

Pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk evaluasi pasien. Data dasar ini termasuk
riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik apabila perlu, tinjau catatan saat ini atau catatan lama
dari rumah sakit. Tinjauan singkat dari data laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya,
semua informasi pasien dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien. Bidan
kumpulan data awal yang menyeluruh walaupun pasien itu ada komplikasi yang akan diajukan
kepada dokter konsulen. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penungjang bila perlu.

Anamnesa, meliputi tanya jawab untuk memperoleh meliputi riwayat

kesehatan ibu, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, riwayat KB, riwayat
pemenuhan kebutuhan dasar, data, social, ekonomi dan psikologi serta meliputi HPHT, HTP,
pergerakan janin, umur kehamilan, sakit perut tembus kebelakang sejak kapan dan ada pelepasan
lendir dan darah.

Pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan tanda-tanda vital bayi, keadaan umum klien, dan
pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi meliputi : tubuh dan kaki bayi teraba dingin, tampak
lesu, konjungtiva pucat serta aktifitas berkurang.

Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stress) yaitu
suhu antara 36-36,5ºC, hipotermi sedang yaitu suhu antara 3236ºC, dan hipotermi berat yaitu
suhu tubuh <32ºC (suhu ketiak).

Bayi tidak mau minum atau menetek, bayi tampak lesu atau mengantuk saja, tubuh bayi teraba
dingin, dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras
(sklerema).

Tanda-tanda hipotermi sedang (stress dingin) yaitu : aktifitas berkurang, letargis, tangisan lemah,
kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata), kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba
dingin. Tanda-tanda hipotermi berat (cidera dingin) sama dengan hipotermi sedang, bibir dan
kuku kebiruan, pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat dan selanjutnya
mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi
yaitu muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit
mengeras merah dan timbul oedema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema).

2) Langkah Ke II : Identifikasi Diangnosa/Masalah Aktual

Dikembangkan dari data dasar : interpretasi dari data ke masalah atau diagnosa khusus yang
teridentifikasi. Kedua kata masalah maupun diagnosa dipakai, karena beberapa masalah tidak
dapat didefenisikan sebagai diagnosa tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat wacana
yang menyeluruh untuk pasien.

Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stress) yaitu
suhu antara 36-36,5ºC, hipotermi sedang yaitu suhu antara 32-36ºC dan hipotermi berat yaitu
suhu tubuh <32ºC. Bayi tidak mau minum atau menetek, bayi tampak lesu atau mengantuk saja,
tubuh bayi dalam keadaan dingin, dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit
tubuh bayi mengeras

(sklerema).

Hipotermi dapat terjadi pada bayi baru lahir (neonatus), yaitu pada bayi dengan asfiksia, bayi
BBLR, bayi dengan sepsis, distress pernafasan, pada bayi prematur atau bayi kecil yang
memiliki cadangan glukosa yang sedikit (Rukiyah dan

Yulianti, 2013:287)

3) Langkah III : Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lainnya berdasarkan masalah yang sudah ada
adalah suatu bentuk antisipasi, pencegahan apabila perlu menunggu dengan waspada dan
persiapan untuk suatu pengakhiran apapun. Pada langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, sangat diharapkan oleh bidan
jika masalah potensial benarbenar terjadi dilakukan asuhan yang aman.

Pada kasus hipotermi biasanya dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia


adalah masalah serius pada bayi baru lahir karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat
terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada
susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting
untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stres
yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi dan gangguan pernafasan.

Akibat yang ditimbulkan hipotermi yaitu Hipoglikemia-Asidosis Metabolik, karena


vasokontriksi perifer dengan metabolisme anaerob, kebutuhan oksigen yang meningkat,
metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu, gangguan pembekuan sehingga
mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat, syok, apnea dan
perdarahan Intra Ventricular (Rukiyah & Yulianti, 2013:284).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan tubuh bayi menurut

(Indrayani & Djami, 2013:318-320).

Mengeringkan bayi secara seksama dengan memastikan tubuh bayi

dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas secara evaporasi, selimuti
bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat karena bayi yang diselimuti kain yang
sudah basah dapat terjadi kehilangan panas secara konduksi, tutup bagian kepala dimana bagian
kepala bayi merupakan permukaan yang relatif luas dan cepat kehilangan panas, anjurkan ibu
untuk memeluk dan menyusui bayinya, tempatkan bayi di lingkungan yang hangat, jangan segera
memandikan bayi baru

lahir.

4. Langkah IV : Tindakan Segera/Kolaborasi

Merefleksikan proses manajemen yang sifatnya terus menerus tidak hanya pada asuhan primer
yang periodik selama kunjungan antenatal tetapi juga selama bidan terus bersama wanita itu
misalnya selama waktu bersalin. Data baru terus dikumpulkan dan dievaluasi. Jika terjadi kasus
hipotermi berat (cidera dingin) sama dengan hipotermi sedang, bibir dan kuku kebiruan,
pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat dan selanjutnya mungkin
timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik. Harus dilakukan tindakan segera seperti
menempatkan bayi pada incubator, menyelimuti bayi dengan kain hangat dan melakukan metode
kanguru agar bayi tetap hangat didekap ibunya.

5. Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan

Membuat suatu rencana asuhan yang komprehensif, ditentukan oleh langkah sebelumnya, adalah
suatu perkembangan dari masalah atau diagnosa yang sedang terjadi atau terantisipasi dan juga
termasuk mengumpulkan informasi tambahan atau tertinggal untuk data dasar.
Suatu rencana asuhan yang komprehensif tidak saja mengcakup apa yang ditentukan oleh kondisi
pasien dan masalah yang terkait, tetapi juga menggaris bawahi bimbingan yang terantisipasi
(anticipatory guinde) untuk seperti apa yang diharapkan terjadi berikutnya.

Berdasarkan kasus hipotermi terkhusus hipotermi ringan maupun sedang ini bisa ditolong di
puskesmas dengan cara menghangatkan bayi didalam inkubator atau dibawah penyinaran lampu,
melakukan metode kanguru untuk menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu, memeriksa
suhu tubuh bayi setiap jam, mengganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang
hangat, memakai topi dan selimut hangat. Hindari paparan panas dan posisi bayi sering diubah.

Jika pada bayi aterm : letakkan BBL pada Radiant Warmer, keringkan untuk menghilangkan
panas melalui evaporasi, tutup kepala, bungkus tubuh segera, bila stabil dapat segera rawat
gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan.

Jika pada bayi preterm : seperti prosedur diatas masukkan ke inkubator dengan servo control atau
radiant warmer dengan servo controle. Jika pada bayi dengan BBLR menurut (Maryunani,
2013:278-279) yaitu :

Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat dan kering, memakai topi dan
selimut, periksa ulang suhu bayi 1 jam kemudian, bila suhu naik pada batas normal (36,5-
37,5ºC), berarti usaha menghangatkan berhasil, anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering, bila
suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain
yang memerlukan pengawasan, bayi tidak usah dirujuk, dan nasehati ibu cara merawat bayi
lekat/metode kanguru dirumah.

6. Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan

Melaksanakan perencanaan asuhan menyeluruh, perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul
tanggungjawab untuk mengarahkan

pelaksanannya (yaitu : memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam


situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan
bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
manajemen asuhan klien agar penanganan kasus dengan hipotermi dapat berhasil dan
memuaskan.

7. Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan apakah rencana asuhan
tersebut, yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana telah diidentifikasi di
dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanannya dan dianggap tidak efektif jika memang tidak efektif. Ada kemungkinan
bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian tidak.

Sekali lagi, dengan mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum,
maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses
manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan
penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Sudarti & Fauziah, 2013:177-182).

Beberapa hal yang di evaluasi : apakah ibu sudah mengerti dengan penjelasan yang diberikan,
apakah ibu sudah melakukan apa yang telah di anjurkan dan telah diajarkan, bagaimana keadaan
umum bayi, mengukur tanda-tanda vital bayi untuk memantau keadaan bayi, apa kecemasan
pada ibu teratasi, apakah kasus neonatus dengan hipotermi dapat teratasi.

b. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus
dikerjakan oleh perawat dan bidan setelah memberi asuhan kepada pasien.

Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan kesehatan pasien,
kebutuhan pasien, kegiatan asuhan kebidanan serta respons pasien terhadap asuhan yang
diterimanya. Dengan demikian dokumentasi kebidanan mempunyai porsi yang besar dari catatan
klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Disampingkan itu catatan juga

dapat aktual untuk

1) Subjektif.
Subjektif menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa
sebagai langkah 1 varney. Subjektif (S) ini merupakan informasi yang diperoleh langsung dari
klien. Informasi tersebut dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan
dengan diagnosa.

Catatan ini berhubungan masalah dengan sudut pandang pasien :

a) Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat sehingga kutipan


langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa (data primer).

b) Pada bayi atau anak kecil data subjektif ini dapat diperoleh dari orang tuanya

(data sekunder).

c) Data subjektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.

d) Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga
(identitas umum, keluhan, riwayat menachre, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan,
riwayat psikososial, pola hidup).

e) Pada orang yang bisu, dibagian data belakang “S” diberi tanda “0” atau “X” ini
menandakan porang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.

2) Objektif

Objektif menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium


dan tes diagnosa lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment sebagai
langkah 1 varney. Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu
pemeriksaan termasuk juga hasil pemeriksaan laboratorium, USG, dan lain-lain. Apa yang dapat
diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.

a) Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosa.

b) Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (tanda KU, Vitalsign, Fisik,
Khusus, kebidanan, pemeriksaan dalam, laboratoriumdan pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan
dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
c) Data yang digolongkan dalam kategori ini, antara lain : Data psikologik, Hail observasi
yang jujur, Informasi kajian teknologi (hasil pemeriksaan laboratorium,

RO, CTG, USG, dan lain-lain).

d) Anda yang dapat memuaskan laporan dari keluarga yang masuk kategori ini.

e) Apa yang dapat diobservasikan oleh bidan atau perawat akan menjadi komponen yang
penting dari diagnosa yang ditegakkan.

3) Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektiuf
dalam suatu identifikasi : 1. Diagnosa atau masalah (Diagnosa adalah rumusan dari hasil
pengkajian mengenai kondisi klien : hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil
analisa data yang didapat. Masalah segala sesuatu yang menyimpang sehingga kebutuhan klien
terganggu, kemungkinan mengganggu kehamilan atau kesehatan tetapi tidak masuk dalam
diagnosa. 2.

Antisipasi diagnosa atau masalah potensia. Perlunya tindakan segera oleh Bidan atau Dokter,
konsultasi atau kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney.

a) Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun
data atau informasi subjektif maupunobjektif yang dikumpulkan dan disimpulkan.

c) Tindakan yang diambil harus membantu pasien memcapai kemajuan dalam kesejahteraannya
yang pasalnya dan harus mendukung rencana Dokter bila itu dalam manajemen kolaborasi atau
rujukan.

Anda mungkin juga menyukai