Anda di halaman 1dari 92

KETEPATAN TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM

(Analisis Makna Kontekstual)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh
Humairoh
NIM : 1110024000002

PROGRAM STUDI TARJAMAH


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H./2015 M.
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudain hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa
pencabutan gelar.

Jakarta, 12 Juli 2015

Humairoh

NIM : 1110024000002

ii
ii
ii
ABSTRAK

HUMAIROH
1110024000002
Ketepatan Terjemahan dalam Kitab Al-Hikam Analisis Makna Kontekstual. Di
bawah bimbingan Drs. Ikhwan Azizi, MA dan Abdul Wadud K Anwar, Lc, MA.
Peneliti melakukan analisis tentang ketepatan terjemahan terhadap makna
kontestual pada buku terjemahan al-Hikam dari halaman 1-12, agar bisa
mengetahui bagaimana cara menerjemahkan tanpa mengurangi amanat dari
penulis. Jadi bahasa sumber harus bisa tersampaikan ke dalam bahasa
sasarantanpa mengurangi pesan. Banyak aspek dari teks di luar pesan yang dapat
ditransfer dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, penerjemah harus tetap
semaksimal mungkin berusaha mencari padanannya. Dalam bahasa sasaran, baik
dari aspek pesan, emosi penulis, bentuk-bentuk linguistik, suasan teks maupun
yang lain.
Padanan kontekstual pada teks sumber ke dalam teks sasaran semaksimal
mungkin inilah yang menjadi inti dari penuangan pesan. Karena makna
kontekstual sangatlah kompleks, yang mengharuskan penerjemahn mengetahui
situasi, keadaan, ruang dan waktu teks sumber. Penuangan tidak melulu
menuangkan ide, pikiran atau gagasan teks sumber. Bila dimungkinkan,
penuangan harus pula menyangkut aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu,
penerjemah harus benar-benar pandai atau terampil dalam memilih padanan di
dalam bahasa sasaran. Hal ini bisa direngkuh dengan membolak-balik susunan
kata dalam kalimat bahasa sasaran, memberikan tekanan, mengurangi tekanan,
mengurangi keluasan makna atau meluaskannya, serta mengupayakan
penyesuaian lainnya. Maka dalam menerjemahkan kata ke dalam analisis
kontekstual harus dengan teliti memilih makna yang terkandung pada bahasa
sumber, dalam buku terjemahan al-Hikam yang peneliti teliti dari halaman 1-12
masih masih ada saja teks terjemahan yang tidak sesuai dengan bahasa sumbernya.
Menurut hemat peneliti, semua kata-kata bahasa sumber sesungguhnya secara
makna dapat diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran, dengan satu catatan bahwa
tingkat budaya dua pemakai bahasanya tidak terlampau jauh.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam


huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam
Buku ―Pedoman Penulisan Karya Ilmiah‖ CeQDA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan Padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan


‫ا‬ tidak dilambangkan

‫ب‬ B be

‫ت‬ T te

‫ث‬ Ts te dengan es

‫ج‬ J je

‫ح‬ h ha dengan garis bawah

‫خ‬ Kh ka dengan ha

‫د‬ D de

‫ذ‬ Dz de dengan zet

‫ر‬ R er

‫ز‬ Z zet

‫س‬ S es

‫ش‬ Sy es dengan ye

‫ص‬ s es dengan garis bawah

‫ض‬ d de dengan garis bawah

‫ط‬ te dengan garis bawah

‫ظ‬ zet dengan garis bawah

‫ع‬ koma terbalik di atas hadap kanan

vi
‫غ‬ Gh ge dengan ha

‫ؼ‬ F ef

‫ؽ‬ Q ki

‫ؾ‬ K ka

‫ل‬ L el

‫ـ‬ M em

‫ف‬ N en

‫و‬ W we

‫هػ‬ H ha

‫ء‬ ` apostrof

‫ي‬ Y ye

2. Vocal

Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari
vocal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Untuk vocal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan


—฀— a
‾‾฀
‾‾ i Kasrah
—฀— u ammah

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai


berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan


‫— ي‬฀— ai a dan i
‫— و‬฀
— au a dan i

vii
3. Vocal Panjang
Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan


‫ــا‬ a dengan topi di atas
ْ‫ــي‬ i dengan topi di atas
ْ‫ــو‬ u dengan topi di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ‫ال‬, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh: - bukan - - bukan -
4.1.

Syaddah atau y yang dalam sistem tulisan Arab


dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang
diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf
yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang
diikuti oleh huruf-huruf syamasiyyah. Misalnya, kata ‫ الضَرورة‬tidak
ditulis - melainkan - demikian seterusnya.

4.2.
Berkaitan dengan alih aksara ini jika huruf ta terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga
berlaku jika tersebut diikuti oleh kata sifat ( ’ ) (lihat
contoh 2). Namun, jika huruf tersebut diikuti kata benda
(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
Contoh:

No Kata Arab Kata Aksara

1 ‫طريقة‬ ar qah

2 ‫ا امعة اإسَميّة‬ al-j mi‘ah al-isl miyyah

3 ‫وادة الوجود‬ wa dat al-wuj d

viii
5. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Ab H mid al-Gha l
bukan Ab H mid Al-Gha l , al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‗Abd al-Samad al-Palimb n ; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-D n al-R n r .

6. Cara Penulisan Kata


Setiap kata, baik kata kerja ( ’ ), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:

Kata Arab Alih Aksara


d ahaba al-ust d u
ُ‫ُستَال‬ْ ‫ب اأ‬ َ ‫َل َه‬
‫َج ُر‬
ْ ‫ت اأ‬ َ َ‫ثَب‬
tsabata al-ajru

‫ص ِريَة‬ْ ‫اََْرَكة اَلْ َع‬


al- arakah al-‗asriyyah

‫أَ ْش َه ُد أَ ْن َِ إِلَهَ إَِِ اه‬ asyhadu an l il ha ill All h

‫صالِح‬
َ ‫َم ْوَِنَا َملِك ال‬ Maul n Malik al-S li

‫يُ َؤثُِرُك ُم اه‬ yu‘atstsirukum All h

‫اهر الْ َع ْقلِيَة‬ ِ َ‫اَلْمظ‬


َ
al-ma hir al-‗aqliyyah

‫اآيَات الْ َك ْونِيَة‬ al- y t al-kauniyyah

‫الض َُرْوَرة تُبِْي ُح الْ َم ْحظُْوَرات‬ al- ar rat tub u al-mah r t

ix
KATA PENGANTAR

„ Segala puja dan puji senantiasa


selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Dia-lah yang
terus ada di setiap langkah kepenulisan skripsi ini, begitu banyak sekali
nikmat yang tercurahkan untuk Peneliti. Shalawat serta salam senantiasa
terhatur kepada teladan alam semesta, yaitu Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Semoga kita
mendapatkan curahan kebaikan sampai akhir nanti.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk para


civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Prof.
Dr. Dede Rosyada, MA,. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.
Sukron Kamil, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Dr. Moch.
Syarif Hidayatullah, M.Hum., Ketua Jurusan Tarjamah; Rizqi Handayani,
MA,. Sekretaris Jurusan Tarjamah.

Terima kasih sedalam-dalamnya kepada pembimbing skripsi Drs.


Ikhwan Azizi, MA dan Abdul Wadud K Anwar, Lc, MA yang telah
meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi, memberi referensi,
memotivasi, dan menyemangati Peneliti dalam proses penulisan skripsi.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan Bapak.

Tak lupa Peneliti ucapkan sebanyak-banyaknya terima kasih kepada


jajaran dosen yang telah menginspirasi Peneliti Dr. Akhmad Saehuddin,
M.Ag., Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag., Dr. Tb. Ade Asnawi, MA., Abdul
Rasyid, MA., semoga ilmu yang Peneliti dapatkan bermanfaat. Dan beribu
terima kasih kepada seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora yang telah banyak membantu untuk mengaskses secara mudah
dalam menemukan referensi dan pengetahuan lewat buku-buku yang
tersedia.

x
Terima kasih terhatur untuk penguji sidang munaqosyah Prof. Dr.
Achmad Satori Ismail, MA dan Karlina Helmanita, M.Ag yang telah
menguji hasil skripsi Peneliti.

Salam cinta dan hormat Peneliti haturkan kepada Kedua Orang Tua,
Ayah tersayang Jasman Muryanto dan Ibu tercinta Sabariah Nasution.
Terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, motivasi, nasehat, bimbingan
dan semangat yang telah “ y k” berikan selama ini, hingga
dapat menyelesaikan dalam penyusunan skripsi. Tak lupa teruntuk adik
tersayang Ulfa yang selalu beri semangat positif, canda tawa dan
pencerahan kepada Peneliti, hingga muncul ide-ide dalam menyusun skripsi.
Dan kepada keluarga di Medan; Uwak Jedah, Kak Puspa, Kak Mustika, Kak
Iyus, Kak Muning yang telah banyak mendukung dengan baik hingga
Peneliti semangat dalam menulis skripsi.

Peluk erat untuk sahabat-sahabat seperjuangan di Tarjamah angkatan


2010; Eva, Makhfiyyah, Halimah, Novi, Nur Asiah, Nia , Lili, Hanifah, Sri
Mustika, Ayu, Rifyal, Farhan, Kholis, Rasyid, Ahmad Syafaat, Syafaat
Maulana, Arif, Agus, Dzulfikar, Uwes, Lukman, Fahmi, Imam yang telah
memberi banyak cerita indah serta menciptakan canda tawa selama 4 tahun
lebih, mengingatkan kekurangan dan kekhilafan serta mendukung
sepenuhnya dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula para kakak dan
adik kelas serta kawan-kawan Kuliah Kerja Nyata yang memberi dukungan.
Kemudian pada teman-teman tercinta Umay, Iqoh dan Saza yang selalu
cerewet memberi semangat, terima kasih yang terdalam. Tak henti ucapan
terima kasih terlimpahkan kepada semua yang pernah andil untuk memberi
motivasi berharga, meminjamkan buku-buku referensi, menularkan
pencerahan baru yang membuat Peneliti mempunyai paradigma luas dan
pengalaman. Semoga kita semua dalam lingkaran kesederhanaan dan selalu
bersyukur.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, semoga bisa bermanfaat
dalam memperluas wawasan khususnya ilmu tentang Makna dalam

xi
Penerjemahan. Saran dan kritik konstruktif sangat Peneliti butuhkan untuk
interpretasi yang lebih baik lagi.

Jakarta, 16 Februari 2015

Peneliti

Humairoh

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vi

PRAKATA ....................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1


B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian .......................................................................... 9
2. Sumber Data ................................................................................. 9
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 10
4. Teknik Analisis Data ..................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11

BAB II. KERANGKA TEORI

A. Gambaran Umum Tentang Penerjemahan


1. Penerjemahan ................................................................................ 13
2. Peranan Makna dalam Penerjemahan ........................................... 15
3. Masalah Padanan .......................................................................... 17
4. Problematika Makna dalam Penerjemahan ................................... 21

xiii
B. Representasi Makna Kata ................................................................. 22
C. Wawasan Makna
1. Makna ........................................................................................... 25
2. Relasi Makna ................................................................................ 30
3. Makna Kontekstual ....................................................................... 38

BAB III. SEKILAS TENTANG PENULIS DAN PENERJEMAH KITAB


AL-HIKAM

A. Biografi Syeikh Ibn Atha‘illah al-Iskandari ....................................... 40


B. Biografi Penerjemah .......................................................................... 44

BAB IV. ANALISIS KETEPATAN MAKNA KONTEKSTUAL


TERHADAP TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM

Analisis Ketepatan Terjemahan terhadap Kitab Al-Hikam Dilihat Dari


Pemadanan Makna Berkonteks .............................................................. 46

1. Teks 1 ............................................................................................... 46
2. Teks 2 ............................................................................................... 48
3. Teks 3 ............................................................................................... 49
4. Teks 4 ............................................................................................... 50
5. Teks 5 ............................................................................................... 51
6. Teks 6 ............................................................................................... 52
7. Teks 7 ............................................................................................... 53
8. Teks 8 ............................................................................................... 53
9. Teks 9 ............................................................................................... 55
10. Teks 10 ............................................................................................. 56

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 59
B. Rekomendasi ..................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, ada dua istilah yang lazim digunakan dalam silabus

perguruan tinggi Islam, seperti IAIN dan khususnya Fakultas Adab dan

Humaniora Jurusan Tarjamah, yakni istilah Nadzariyah al-Tarjamah (NT) dan

Tatbiq al-Tarjamah (TT). Kedua istilah tersebut masing-masing secara kasar

dimaksudkan sebagai pengandaian dari ―Teori Terjemah‖ dan ―Praktek

Menerjemah‖. Meski pemakaian suatu istilah bukanlah segala-galanya mengingat

kekuatan suatu istilah sebenarnya terletak pada penjelasannya, namun tidak salah

pula kita memberikan perhatian secukupnya perihal peristilahan tersebut. Ini

khususnya pada istilah berbahasa Arab yang terjemahannya masih sering ―kurang

tepat‖, untuk tidak dikatakan sebagai kesalahan — sementara pemakaiannya

seperti sudah mentradisi, bahkan seolah-olah sudah menjadi semacam maxim atau

―kebenaran yang tak terbantahkan‖.1

Menerjemahkan (disiplin?) itu bukan ilmu murni dan bukan pula seni

sejati. Terjemah adalah seni praktis. Dengan kata lain, terjemah adalah

keterampilan berkesenian dengan bantuan ilmu-ilmu teoritis. Karena itu, kita

sering kesulitan menyatakan hasil terjemahan ini bagus, yang itu sedang dan yang

satu lagi buruk. Jadi menerjemahkan adalah menyalin ―kalam‖ (pesan yang

terkandung dalam teks) dan atau menjelaskannya dari bahasa tertentu ke dalam

bahasa lain. Kalam di sini berarti ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu
1
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 1.

1
bukan huruf-huruf atau kata-kata yang terpotong dari konteksnya atau

lingkungannya — siyaqnya. Ini semua mesti dilaksanakan dengan mencari

padanan praktis yang terpelihara terus-menerus sesuai dengan lingkungan

penerjemah. Dalam batasan seperti ini penerjemah tidak harus bahkan tidak boleh,

linear, glosing, setia atau harfiyah.2

Sebelum menyampaikan pesan, penerjemah terlebih dahulu harus

mengkaji leksikon, gramatika dan konteks budaya teks sumber. Pesan ini

kemudian direkonstruksi ke dalam bahasa target dengan memakai leksikon dan

gramatika yang sesuai dengan konteks budaya bahasa target. Proses ini, menurut

Nida (1975) menapaki tiga fase (1) telaah materi teks sumber melalui kajian

linguistik, (2) pengalihan isi yang terkandung dalam teks sumber dan (3)

rekonstruksi kalimat-kalimat terjemahan sampai diperoleh hasil yang sepadan

dalam bahasa target.3

Upaya menghadirkan kesepadanan sesungguhnya merupakan inti sari

dalam kegiatan penerjemahan. Kesepadanan ini idealnya mencerminkan tiga sisi

kualitas terjemahan: keakuratan, kejelasan dan kewajaran. Akurat berarti

terjemahan harus mengungkap amanat teks sumber secara utuh; jelas berarti

mudah dipahami pembaca teks terjemahan; wajar berarti alamiah, sehingga

sebuah terjemahan tak terasa sebagai terjemahan.4

2
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia:
Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif (Surabaya: Pustaka Progessif, 2007), h. 7.
3
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 4.
4
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 4.

2
Penerjemah harus menghadirkan terjemahan sebagai suatu bacaan yang

enak dibaca dan gampang dipahami. Penerjemah harus bisa menangkap pemikiran

penulis teks sumber seraya mengalihkannya ke dalam bahasa target dengan

tingkat kesepadanan teks yang paling mendekati. Kesepadanan teks hadir

manakala sebuah terjemahan dipandang sepadan dengan teks sumber.5

Terjemah pada dasarnya adalah pengalihan satuan semantik teks sumber

yang dibangun oleh kosa kata-kosa kata. Jadi, kosa kata (‫ )مفردات‬merupakan hal

yang penting dalam penerjemahan, bahkan teramat penting. Ia menjadi bahan

dasar untuk membangun sebuah teks yang akan diterjemah dan teks hasil terjemah.

Pada bagian ini, problem kosa kata yang dibahas hanya mencakup kosa kata teks

sumber atau teks yang akan diterjemah. Seperti telah dikemukakan dibidang

terdahulu, penerjemah harus mengalihkan pesan atau amanat, bukan

mengalihbahasakan kata per kata.

Namun, pada praktiknya dalam pengalihan pesan itu, sering terjemahan

suatu kata atau istilah menjadi kendala yang agak sulit diatasi, demikian pula

ungkapan. Terkadang kedua bahasa sedemikian berbeda sehingga penerjemah

dihadapkan pada ketidakmungkinan menerjemahkan suatu makna kata. Di sini

diperlukan kebijakkan, kemampuan berbahasa Indonesia dan kemampuan bahasa

target, keterampilan menemukan makna kata yang tepat serta kreativitas seorang

penerjemah agar teks terjemahannya dapat diterima.

5
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 65.

3
Penerjemahan itu terikat dengan makna. Makna di sini adalah unsur dari

sebuah kata atau lebih tepatnya sebagai gejala-dalam-ujaran (Utterance-Internal-

Phenomenon). Maka dari itu, ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan

bahwa kalau bentuk berbeda maka makna pun berbeda, meskipun barangkali

perbedaannya hanya sedikit.

Bila kita menemukan terjemahan yang menggunakan suatu bahasa yang

makna katanya tidak kita pahami sama sekali, maka kita mendapat bahwa apa

yang merangsang alat komunikasi kita itu merupakan arus pemahaman yang

diselingi perhentian pemikiran untuk memahaminya.6

Dalam penelitian makna kata kita harus membedakan bermacam-macam

segi arti. Untuk sampai kepada pembedaan itu, kita harus bertolak dari peletakan

dasar-dasar pengertian tentang makna atau arti. Dalam hidup kita melihat berbagai

macam kejadian yang berada di luar diri kita. Di antara bermacam-macam

kejadian itu adalah memberi suatu lambang berupa bunyi ujaran terhadap

lingkungan hidup ini, agar dapat dibawa dalam komunikasi.7

Makna kosakata yang dikuasai seseorang merupakan bagian utama

memori semantis yang tersimpan dalam otak kita, yaitu relasi kata dengan konsep

benda atau peristiwa yang dilambangkan dengan kata tersebut.8

Hubungan terjemahan bagi semantik dalam makna kata sangatlah erat dan

penting sekali. Penerjemah perlu sadar pula akan sistem perlambangan dalam

berkomunikasi di dunia ini. Suatu kata melambangkan gagasan dalam benak

6
Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia (Flores: Nusa Indah, 1984), h. 15.
7
Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia (Flores: Nusa Indah, 1984), h. 130.
8
Kushartanti dkk, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 115.

4
orang apa yang digayuti oleh lambang maupun gagasan atau ide itu sendiri.

Menghadapi kenyataan penerjemahan itu adalah model transformasional. Kalimat

yang rumit dalam bahasa sumber dipecah-pecah menjadi kernel sentences dan

menjadi kalimat-kalimat tunggal yang pendek.9

Makna sebuah kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi

karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna

kata baru itu menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Kalau

lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya

kata tahanan. Apa makna kata tahanan? Mungkin saja yang dimaksud dengan

kata tahanan itu adalah ‗orang yang ditahan‘, tetapi bisa juga ‗hasil perbuatan

menahan‘, atau mungkin makna yang lain lagi. Kemungkinan-kemungkinan itu

bisa saja terjadi karena kata itu lepas dari konteks kalimatnya.10

Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk

menghindari kesalahpahaman dalam bidang atau kegiatan tertentu. Pembedaan

adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam

penggunaannya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa

secara umum acapkali kata-kata itu digunakan tidak cermat sehingga maknanya

bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan

tertentu, kata-kata itu digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjadi

tepat.

Makna kontekstual adalah makna yang sesuai konteksnya, makna yang

sesuai dengan referennya dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa

9
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 28-27.
10
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 70.

5
pun. Jadi, sebenarnya makna kontekstual ini sama dengan makna referensial,

makna leksikal dan makna denotatif.

Hubungan kontekstual adalah hubungan unit gramatikal dan leksikal

dengan elemen-elemen yang berhubungan secara linguistik dalam situasi-situasi

yang mana unit-unit tersebut dioperasikan dalam teks. Elemen-elemen situasional

ini berhubungan secara kontekstual dengan unit gramatikal dan leksikal dalam

kesepadanan. Perubahan elemen situasi dan unit-unit dalam teks akan

mengakibatkan perubahan makna.11

Adapun menurut kontekstualisme psikologis, konteks-konteks tertentu

melahirkan keterkaitan antara fitur-fitur dari suatu konsep dan konsep-konsep lain

dalam suatu kategori. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa untuk

memahami struktur konseptual diperlukan pemahaman lebih dari sekedar konsep

semata. Diperlukan pengetahuan lain untuk memahami relasi antarkonsep dan

bagaimana konsep-konsep tersebut tertata sedemikian rupa. Dalam hal ini, sebagai

fitur tidak cukup merepresentasikan suatu konsep secara utuh. Fitur hanya

digunakan sebagai titik tolak untuk memahami suatu konsep dengan pengetahuan

kita secara lebih mendalam.

Jadi, ketika kita mulai menikmati sebuah terjemahan yang ―gurih‖ untuk

dibaca, tanpa kita sadari, kita sudah terbawa oleh terjemahan sebagai bacaan yang

baik. Mengapa bisa? Kita adalah pembaca, apabila selama kita membaca

terjemahan, kita tidak mampu menciptakan rasa dan gairah yang ada dalam

terjemahan itu, mungkin kita bisa dikategorikan pembaca yang ―aneh‖.

11
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 139.

6
Terjemahan tidak sekedar isi, bukan pula rangkaian kata biasa yang bisa

membuat kita terbawa oleh terjemahan tersebut. Akan tetapi, begitulah sebuah

terjemahan yang hadir dihadapan kita bisa membagi kesan hingga ke dasar hati

yang paling dalam. Sebagai pembaca, mungkin pula emoh mengkritisi bagian

terjemahan yang mengganggu, tetapi ketika kita merasakan ada yang ―nggak

nyambung‖ dari awal hingga akhir atau ditengah-tengah ada yang membuat dahi

kita berkerut-kerut. Jika hal itu terjadi, sudah saatnya kita berinisiatif membuat

terjemahan itu menjadi nikmat dan memikat.

Mengacu pada penjelasan di atas, bahwa kitab al-Hikam yang kaya dengan

pemahaman tasawuf dalam kehidupan dan penulis ingin sedikit mengupas

terjemahan terutama terhadap penelitian ilmu makna mengacu pada teori

kontekstual, maka penulis tergerak hatinya untuk menganalisa buku terjemahan

al-Hikam karya Syeikh Ibn Atha‘illah al-Iskandari dengan memberikan judul

yang sesuai dengan hati penulis yaitu “KETEPATAN TERJEMAHAN KITAB

AL-HIKAM” (Analisis Makna Kontekstual)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Setelah memaparkan latar belakang masalah, maka peneliti merasa perlu

untuk memberikan pembatasan dan perumusan masalah agar skripsi ini tidak

terlampau jauh dari pembahasan, yaitu pemahaman dalam ketepatan terjemahan

kitab al-Hikam penerbit Turos Pustaka analisis makna kontekstual karya Ibn

Atha‘illah al-Iskandari. Hal ini juga disesuaikan dengan keterbatasan dan

kemampuan penulis.

7
Sedangkan perumusannya dinyatakan dalam bentuk pernyataan sebagai

berikut:

1. Apakah terjemahan makna kata dalam kitab al-Hikam dari halaman 1-12 sesuai

dengan konteks?

2. Bagaimana cara memilih makna kata yang tepat dalam menerjemahkan kitab

al-Hikam dari halaman 1-12?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui terjemahan makna kata dalam kitab al-Hikam dari halaman

1-12 yang sesuai dengan konteks.

2. Untuk mengetahui cara memilih makna kata yang tepat dalam menerjemahkan

buku terjemahan al-Hikam dari halaman 1-12.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang mengambil studi kasus pemilihan makna kata yang

tepat dalam estetika menerjemahkan, analisis makna kontekstual sudah ada yang

membahas yaitu skripsi Sa‘adah dengan judul Analisis Semantik Kontekstual

atas Penerjemahan Kata Arab Serapan (Studi Kasus Kata Fitnah, Hikmah dan

Amanah) Dalam “al-Qur‟an dan Maknanya” Karya M. Quraish Shihab. Jadi

peneliti terinspirasi ingin mencoba meneliti pemahaman dalam ketepatan

terjemahan analisis makna kontekstual, tetapi konsepnya yang sedikit berbeda.

Yang bertujuan untuk mengembangkan lagi pemahaman peneliti dan pembaca

terhadap dunia pemilihan makna kata dari segi teori kontekstual yang sangat teliti.

8
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan teori-teori, sumber-sumber

dan lembaran-lembaran yang tersedia di perpustakaan adab, perpustakaan utama

dan perpustakaan pribadi dari berbagai buku tentang linguistik, bahasa Indonesia,

bahasa Arab, semantik, prinsip-prinsip terjemahan, ilmu Tasawuf dan buku-buku

yang berhubungan dengan pemahaman ilmu makna kontekstual.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian ini, menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamatiyang tidak menggunakan angka. 12 Penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang mengungkapkan masalah dengan cara dan keadaan yang

sebagaimana adanya. Deskriptif adalah sifat data penelitian kualitatif. Wujud

datanya berupa deskripsi objek penelitian. 13 Data yang dihasilkan dari buku

terjemahan kitab al-Hikam.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah kitab syirah al-hikam karya Ibnu

Atha‘illah al-Iskandari dan buku terjemahan The Book of Wisdom al-Hikam

karya Ibn Atha‘illah al-Iskandari dari penerbit Turos Pustaka tahun terbit 2013

yang peneliti ambil sampelnya dari halaman 1 hingga 12. Buku terjemahan al-

Hikam memang sudah banyak beredar dan sangat banyak minat pembacanya,

peneliti tertarik untuk membahas penelitian dengan kitab ini karena peneliti

ingin mengetahui bagaimana cara penerjemahnya dalam menerjemahkan buku

12
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 30.
13
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 34.

9
ini sebab menerjemahkan bukan hanya memindahkan kata tapi juga harus bisa

mempertahankan apa maksud dari bahasa sumber hingga sampailah maknanya

ke dalam bahasa sasaran tanpa mengurangi amanat dari sang penulisnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, merupakan cara-cara teknis yang dilakukan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data penelitiannya. Beberapa

tahapan yang harus ditempuh peneliti adalah:

a. Menghimpun buku-buku terjemahan hingga akhirnya peneliti menemukan

buku terjemahan al-Hikam.

b. Membaca buku terjemahan al-Hikam untuk mengetahui terjemahan apa

saja yang akan peneliti analisis sesuai dengan makna kontekstual.

c. Mengelompokkan teks terjemahan berdasarkan sistematika penelitian yang

berhubungan dengan ketepatan terjemahan dari segi makna kontekstual

terhadap kitab al-Hikam.

d. Menganalisis teks terjemahan al-Hikam sesuai dengan ketepatan makna

kontekstual.

Penulisan skripsi ini, peneliti melakukan kajian pustaka guna

melengkapi data-data yang berhubungan dengan kepenulisan berdasarkan buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang

diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

10
4. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data merupakan cara-cara teknis yang dilakukan oleh

peneliti, untuk menganalisis dan mengembangkan data-data yang telah

terkumpul, seperti beberapa tahapan yang telah peneliti lakukan, yaitu:

a. Peneliti mulai membuka kamus untuk membandingkan hasil terjemahan

penerjemah buku al-Hikam agar dapat mengembangkan analisa yang

peneliti lakukan.

b. Mengemukakan kata-kata yang peneliti pilih untuk dianalisa dengan apa

adanya, sesuai dengan sumber yang peneliti peroleh.

c. Peneliti menjelaskan secara terperinci dengan mengeksplorasi ketepatan

memilih makna kontekstual.

d. Peneliti menggunakan konsep teori dari Rochaya Machali padanan makna

berkonteks yaitu penempatan suatu informasi dalam konteks agar maknanya

jelas bagi penerima informasi..

e. Menguraikan penjelasan seadanya sesuai dengan memilih ketepatan

terjemahan dari buku al-Hikam.

F. Sistematika Penulisan

Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisikan gambaran umum kerangka teori yang terdiri dari sub-bag,

yaitu pengertian dari penerjemahan dalam ilmu bahasa, pemikiran tentang

penerjemahan berdasarkan proses menjalankan pemahaman, penimbangan,

11
penghayatan, ketepatan dan penggunaan rasa pesona pemilihan makna kata sesuai

konteks. Tingkatan estetika menerjemahkan yang mencakup pengertian seni

terjemahan, unsur-unsur semantik yang menjelaskan pemilihan makna kata yang

tepat sesuai konteks. Pengertian ilmu makna dan fungsi-fungsi terhadap karya

terjemahan untuk pemahaman pembaca dalam menerjemahkan suatu karya.

Bab III adalah tentang Biografi, karya, sejarah penulis Kitab al-Hikam

yaitu Syeikh Ibn Athaꞌillah al-Iskandari dan penerjemah.

Bab IV terdiri dari Analisis Ketepatan Terjemahan Kitab al-Hikam Makna

Kontekstual karya Syeikh Ibn Athaꞌillah al-Iskandari.

Bab V adalah penutup, yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi.

12
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Gambaran Tentang Penerjemahan

1. Penerjemahan

Banyak sekali definisi tentang terjemah yang dikemukakan oleh para

ahli. Apapun definisi yang digunakan, sebaiknya dipertimbangkan prinsip

akomodatif-operasional. Akomodatif dalam arti, mempertimbangkan definisi-

definisi tentang terjemah yang pernah dikemukakan oleh para pengkaji

pendahulu. Ini dimaksudkan sebagai sikap apresiatif (ta‘zim, menghargai)

terhadap hal-hal yang dihasilkan oleh pengkaji-pengkaji sebelumnya.

Sedangkan prinsip operasional memiliki maksud, bahwa definisi yang

digunakan sekalipun akomodatif terhadap hasil-hasil sebelumnya harus tetap

berpijak pada pertimbangan: apakah definisi tersebut dapat dioperasionalkan

pada tahap yang lebih praktis atau tidak.14

Jadi terjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks bahasa

sumber (teks sumber) dengan padanan ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran).

Definisi sederhana tersebut memuat unsur-unsur utama dalam penerjemahan

yaitu:15

a. Bahasa Sumber (‫ )اللغة المترجمة عنها‬atau (‫)لغة اأصل‬

Dalam konteks pembicaraan ini, bahasa sumber menunjuk kepada bahasa

Arab yang memiliki ragam fusha, bukan ragam dialek tertentu (lahjah).

14
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 9.
15
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 10.

13
b. Bahasa Sasaran (‫ )اللغة المترجمة اليها‬atau (‫)لغة النقل‬

Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan bahasa sasaran atau teks sasaran

adalah bahasa Indonesia. Ada aspek yang menarik dari bahasa Indonesia

sebagai bahasa sasaran penerjemahan teks Arab. Bahasa Indonesia adalah

salah satu tabi‘ yang menyerap banyak sekali kosa kata dan peristilahan

bahasa Arab.

c. Pesan (‫)فكرة‬

Terjemah diartikan sebagai ‗pengalihan teks sumber ke dalam teks sasaran

secara bebas‘. Kata ‗bebas‘ dalam pengertian tersebut menyiratkan bahwa

yang ditransfer adalah pesannya saja. Penerjemah, bisa membuat ‗semena-

mena‘, dengan mengabaikan aspek-aspek lain di luar pesan, seperti aspek

padanan morfologis, sintaksis ataupun yang lain. Kebebasan yang

diandaikan dari definisi terjemah tersebut adalah, bahwa penerjemah

memiliki keleluasaan yang sangat besar dalam mengekspresikan ‗pesan teks‘

tanpa menghiraukan padanan-padanan linguistik, struktur, pengungkapan

secara denotatif-konotatif atau hal-hal lain di luar teks.

Meskipun menerjemahkan adalah pekerjaan yang melibatkan

sekumpulan teori atau ilmu, tetapi kemampuan menerjemahkan dengan baik

adalah seni. Menerjemahkan, dengan demikian adalah keterampilan yang

melibatkan lebih banyak seni (bakat) daripada upaya dan teori.

Namun, kita tidak dibenarkan menafikan upaya, latihan dan teori-teori

tentang menerjemahkan. Sebab betapapun kuat dan baiknya bakat dan rasa

14
bahasa seseorang, jika tidak dibarengi dengan latihan, praktik yang terus

menerus berkelanjutan dan teori, maka sulit kita bayangkan dia akan menjadi

penerjemah yang baik.

2. Peranan Makna Dalam Penerjemahan

Apabila kita membicarakan konsep dasar mengenai bahasa yang akan

dikaitkan dengan penerjemahan, tidak boleh tidak kita harus membicarakan

tentang makna. Hal ini penting karena pendekatan yang kita gunakan adalah

bahwa setiap teks merupakan tindak komunikasi, bukan teks yang lahir dalam

ruang kosong (tanpa tujuan dan maksud apa pun). Sebagai tindak komunikasi,

produsen teks (lisan maupun tertulis) tentunya ingin agar maksudnya dipahami

oleh pembaca. Maksud tersebut dikemas dalam makna, sedangkan bentuknya

dapat berubah-ubah bergantung kepada tujuan (untuk apa—misalnya untuk

memaparkan, menceritakan dan mengimbau), pembaca (misal usianya,

kelompok ilmuan dan kalangan umum).16 Oleh karena itu, banyak sekali para

ahli yang sudah membicarakan makna secara panjang lebar.

Beberapa teori yang disodorkan pakar linguistik berkaitan dengan

penanganan masalah makna kata, seperti:17

a. Teori Referen, yang diusung oleh Russell. Teori ini menyebutkan bahwa

sebuah kata memiliki makna lantaran rujukan pada objek atau keadaan yang

digambarkan oleh kata tersebut.

16
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Bandung: Penerbit Kaifa, 2009), h. 46.
17
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 95-97.

15
b. Teori Ideasional, yang dikemukakan oleh John Locke. Teori ini menjelaskan

bahwa sebuah kata sesungguhnya tidak merefer pada objek tertentu, tetapi

pada ide atau konsep tentang objek tersebut.

c. Teori Fitur, yang menyatakan bahwa konsep terwujud dari sejumlah unit

yang kecil. Unit-unit yang kecil kemudian dinamakan fitur (ciri).

d. Teori berdasarkan pengetahuan, yang diusung Reeves ini mendasari

gagasannya pada esensialisme psikologis dan kontekstualisme psikologis.

Menurut esensialisme psikologis, pada umumnya manusia memiliki

pengetahuan ihwal adanya esensi dari suatu objek. Adapun kontekstualisme

psikologis, konteks-konteks tertentu melahirkan keterkaitan anatar fitur-fitur

dari suatu konsep dan konsep-konsep lain dalam suatu kategori.

Hasan menegaskan bahwa tujuan pembaca ialah memahami makna.

Ujaran atau tulisan merupakan sarana untuk meraih tujuan itu. Untuk

menjawab kesulitan yang muncul tentang makna, perlu melakukan analisis

struktur, analisis leksikal dan analisis kontekstual.18

Analisis struktur berkaitan dengan penelaahan dua hal pokok: analisis

morfologis dan analisis sintaksis. Selanjutnya analisis leksikal yang memiliki

banyak kemungkinan, tetapi makna yang dikehendaki oleh konteks kalimat

hanya satu. Untuk memperoleh makna yang dikehendaki, pembaca perlu

menelaah isyarat-isyarat linguistik. Di samping itu, perlu menelaah isyarat

kontekstual.

18
Syihabudddin, Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktek (Bandung:
Humaniora, 2005), h. 34.

16
Pembaca atau penyimak perlu memperhatikan status individu dalam

masyarakat, peran individu dalam melakukan tindak tutur dan tujuan dari

tindakannya itu.

3. Masalah Padanan

Masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan

menurut Barnstone. Sedangkan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari

proses penerjemahan yang selalu melibatkan pencarian padanan. Pencarian

padanan itu sendiri akan menggiring penerjemah ke konsep keterjemahan dan


19
ketakterjemahan Konsep keterjemahan pada umumnya tidak begitu

menimbulkan permasalah bagi penerjemah asalkan dia mempunyai

pengetahuan yang baik tentang unsur-unsur yang membentuk teks bahasa

sumber dan bahasa sasaran yang ada kaitannya dengan sosio-budaya kedua

bahasa itu.

Sebaliknya, konsep ketakterjemahan secara otomatis akan

menimbulkan keadaan yang dilematis bagi penerjemah. Mereka dituntut

mencari padanan yang tidak mungkin dia temukan dalam bahasa sasara.

Dalam tulisannya, Keenan mengajukan sebuah hipotesa terjemahan

tepat. Hipotesa tersebut berbunyi: sesuatu yang dapat diungkapkan dalam

suatu bahasa dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa lain. 20

Kebenaran hipotesa ini sulit untuk dibuktikan. Baik ditinjau dari segi bentuk,

makna maupun fungsinya. Padanan yang sempurna itu tidak ada sebagai akibat

19
Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 93.
20
Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 94.

17
dari berbedanya struktur nahasa sumber dan bahasa sasaran dan demikian pula

dengan sosio-budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa itu.

Popovic membedakan empat tipe padanan, yaitu padanan linguistik,

padanan paradigmatik, padanan stilistik dan padanan tekstual (sintagmatik).

Sedangkan Eugene Nida membedakan dua tipe padanan yaitu padanan formal

dan padanan dinamik. Padanan formal mengacu pada teks bahasa sumber baik

dalam bentuk dan isi. Bentuk mengacu pada aspek linguistik teks dan isi

mengacu pada makna, sedangkan padanan dinamis bertujuan untuk

memperoleh tingkat kewajaran dalam pengungkapan pesan dan mencoba

memperhatikan perilaku dan budaya pembaca teks sasaran agar mereka dapat

memahami teks yang diterjemahkan.21 Lain lagi dengan Baker, membedakana

lima tipe padanan, seperti:22

a. Padanan Pada Tataran Kata

Pertama-tama kita akan tertuju pada kata. Karena kata adalah sebagai unit

terkecil bahasa yang mempunyai makna, yang menjadi titik awal kajian

dalam rangka memahami keseluruhan makna suatu teks bahasa sumber.

Kedua kita melihat unsur-unsur makna dalam kata dan untuk mengkajinya

secara lebih efektif pada linguis menyodorkan istilah morfem. Morfem

hanya mempunyai satu unsur makna sedangkan kata bisa mempunyai lebih

dari satu unsur makna. Dalam konteks penerjemahan, analisis terhadap kata

baik pada struktur permukaan dengan menerapkan analisis struktural atau

analisis morfemis maupun pada struktur batin dengan menerapkan analisis

21
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 87.
22
Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 95-109.

18
komponen makna akan menuntun penerjemah dalam menentukan padanan

yang paling sesuai dari beberapa alternatif yang tersedia. Analisis ini juga

akan mengukuhkan keberadaan konsep pergeseran tataran dimana, misalnya,

suatu konsep yang diungkapkan dengan satu kata dalam bahasa sumber

diungkapkan dengan beberapa kata dalam bahasa sasaran dan demikian pula

sebaliknya.

Meskipun konsep-konsep keterjemahan, penambahan dan penghilang

informasi dan pergeseran tataran menjadi sangat penting dalam

memecahkan berbagai kesulitan dalam proses pencarian padanan dalam

kasus tertentu ketiga konsep itu tidak bisa diterapkan. Dengan kata lain,

dalam melakukan tugasnya penerjemah kadang kala dihadapkan pada

masalah ketaksepadanan. Baker membagi ketaksepadanan pada tataran kata

menjadi 10 jenis, yaitu:

1. Konsep khusus budaya

2. Konsep bahasa sumber tidak tersedia dalam bahasa sasaran

3. Konsep bahasa sumber secara semantik sangat kompleks

4. Perbedaan persepsi terhadap suatu konsep

5. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur atasan (superordinat)

6. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur bawahan atau kata khusus

(hiponim)

7. Perbedaan dalam perspektif interpersonal dan fisik

8. Perbedaan dalam hal makna ekspresif

9. Perbedaan bentuk kata

10. Perbedaan dalam hal tujuan dan tingkat penggunan bentuk tertentu

19
b. Padanan Di Atas Tataran Kata

Dalam setiap bahasa, ada kecenderungan bagi suatu kata untuk bersanding

atau berkolokasi dengan kata lain dan gabungan kata itu selanjutnya

menghasilkan suatu frasa. Proses kolokasi memungkinkan kita untuk

membentuk dua macam frasa, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.

Frasa endosentris adalah frasa yang mempunyai unsur inti dan unsur

penjelas, sedangkan frasa eksosentris menunjuk pada frasa yang tidak

mempunyai unsur inti dan unsur penjelas.

c. Padanan Gramatikal

Padanan gramatikal mirip dengan padanan linguistik (sintagmatik) karena

kedua jenis padanan ini memusatkan perhatiannya pada kesamaan konsep

antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam hal jumlah, gender, pesona,

kala dan aspek. Pembahasan tentang padanan gramatikal selalu dikaitkan

dengan tatabahasa yang dibagi ke dalam dua dimensi utama, yaitu morfologi

dan sintaksis.

d. Padanan Tekstual

e. Padanan Pragmatik

Maka mencari padanan yang paling tepat dalam terjemahan wajib

mengetahui kata, frasa dan kalimat yang semuanya harus berbentuk,

mempunyai potensi untuk mengandung beberapa makna, tergantung

lingkungan atau konteksnya sehingga teks sasaran teks sasaran benar-benar

20
mengungkapkan kembali seluruh makna yang terdapat dalam teks sumber di

dalam teks sasaran.23

4. Problematika Makna Dalam Penerjemahan

Masalah makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bidang

penerjemahan. Jika kita berbicara tentang penerjemahan, kita juga harus

berbicara tentang makna. Alasannya adalah karena tujuan penerjemahan erat

kaitannya dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam bahasa

ke dalam bahasa yang lain. Makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh

posisinya dalam kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu yang menggunakan kata

itu. Tidak jarang pula makna suatu kata sangat ditentukan oleh situasi

pemakaiannya dan budaya penutur suatu bahasa.

Dalam praktek menerjemahkan yang sesungguhnya, perhatian seorang

penerjemah terfokus tidak hanya pada pengalihan makna suatu kata.

Perhatiannya meluas ke masalah pengalihan pesan atau amanat. Seperti uraian

berikut:24

a. Makna Leksikal

Makna leksikal ini dapat disebut makna yang terdapat dalam kamus

mengingat yang ada dalam kamus yang lepas dari penggunaannya atau

konteksnya.

23
Maurits D.S Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan (Jakarta: Direktoral Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 44.
24
Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 48-51.

21
b. Makna Gramatikal

Makna gramatikal ialah hubungan anatara unsur-unsur bahasa dalam satuan

yang lebih besar, misalnya hubungan suatu kata dengan kata yang lain

dalam frasa atau klausa.

c. Makna Kontekstual atau Situasional

Makna kontekstual atau situsional adalah hubungan antara ujaran dan situasi

dimana ujaran itu dipakai. Dengan kata lain makna yang dikaitkan dengan

situasi penggunaan bahasa.

d. Makna Tekstual

Makna tekstual berkaitan dengan isi suatu teks atau wacana. Perbedaan jenis

teks dapat pula menimbulkan makna suatu kata menjadi berbeda.

e. Makna Sosio-Kultural

Makna suatu kata yang erat kaitannya dengan sosio-budaya pemakai bahasa

disebut makna sosio-kultural.

B. Representasi Makna Kata

Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa yang

mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna.

Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindera,

yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya segi isi atau makna

adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca

karena rangsangan aspek bentuk tadi.25

25
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.
25.

22
Kembali kepada unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung

konsep atau gagasan tertentu (yaitu kata), maka makna kata dapat dibatasi sebagai

hubungan antara bentuk dengan hal atau barang bawah ini:

Referensi

Rumah-------------------------------------------------Gambaran

(sebagai simbol) (referen; pengalaman non-linguistik)

Bahwa makna adalah pertalian antara bentuk dan referen. 26 Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang mengetahui sebuah referen

(barangnya) tetapi tidak tahu bagaimana mengacunya, ia tidak tahu katanya.

Tetapi kebalikannya juga benar, kalau ia mengetahui maknanya juga, yaitu tidak

mengetahui hubungan antara bentuk dan referennya. Mengetahui sebuah kata

haruslah mengetahui kedua aspeknya: bentuk (kata) dan referennya.

Selama ini perhatian utama dalam pembicaraan tentang makna diletakkan

pada kata sebagai satuan linguistik yang bermakna. Akan tetapi, kita pun tahu

makna kata itu baru tampil dalam kalimat sesuai dengan konteks pemakaiannya.

Jika dalam analisis komponen fonem kita dapat mencirikan unsur

pemproduksiannya, maka dalam analisis komponen makna kata kita pun ingin

26
Menurut Odgen dan Ricard dalam the meaning of meaning, simbol adalah unsur
linguistik (kata atau kalimat), referen adalah objek (dalam dunia pengalaman), sedangkan referensi
atau pikiran adalah konsep. Menurut teori itu tidak ada hubungan langsung antara simbol dan
referen, hubungannya harus melalui konsep.

23
menemukan kandungan makna kata atau kompisisi makna kata. Prosedur

menemukan komposisi makna kata disebut pula dekomposisi kata. Untuk

menemukan komposisi unsur-unsur kandungan makna kata, kita perlu mengikuti

prosedur sebagai berikut:27

1. Pilihlah seperangkat kata secara intuitif kita perkirakan berhubungan.

2. Temukanlah analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat itu.

3. Cirikanlah komponen semantik atau komposisi semantik atas dasar analogi-

analogi tadi.

Sebagai contoh biasanya dipilih perangkat kata yang menunjukkan atau

berhubungan dengan nasabah dan keluarga. Misalnya:

Pria Wanita Putra Putri

+Jantan +Jantan +Jantan -Jantan

+Dewasa +Dewasa -Dewasa -Dewasa

Dekomposisi semantik kata itu dapat dilanjutkan sampai dengan

penemuan komponen makna yang terkecil yang membedakan dua kata atau lebih.

Analisis komponen makna kata dapat membawa beberapa manfaat untuk analisis

semantik, baik semantik kalimat maupun semantik ujaran. Seperti uraian manfaat

berikut:28

1. Analisis komponen semanti makna kata dapat memberi jawab mengapa

beberapa kalimat benar, mengapa kalimat lain tidak benar dan mengapa

beberapa kalimat anomali. Karena komponen-komponen makna kata dalam

kalimat itu bercocokan, bertentangan dan tidak berhubungan.

27
J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 159-160.
28
J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 161-164.

24
2. Dengan analisis komponen atau komposisi makna kata, kita meramal hubungan

antara makna. Hubungan antara makna dibedakan secara umum atas lima tipe,

yakni kesinoniman, keantoniman (kontradiktoris dan kontrer), keterbalikan dan

kehiponiman. Kita katakan dua kata mempunyai kesinoniman jika dua kata itu

memiliki komponen atau komposisi senatik yang identik. Kita katakan dua kata

berantonim jika dua kata memiliki satu pertentangan dalam komposisi

komponen semantiknya yang bersifat mutlak. Keantoniman dibagi menjadi dua

tipe, yakni kontrdiksi dan kontrer. Kita katakan dua kata berantonim

keterbalikan jika perbedaan antara dua kata itu hanya terdapat pada satu

komposisi dan komposisi itu hanya merupakan alih dalam argumen. Kita

katakan dua kata berhubungan secara hiponimis jika dua kata mempunyai

semua komposisi semantik yang sama dan kata yang kedua memiliki satu

komponen ekstra atau tambahan.

3. Pakar semantik telah mendesaign satu sistem logika yang memungkinkan

komponen semantik dipakai sebagai alat uji bahwa kalimat-kalimat bersifat

analitik, bersifat kontradiksi in terminis dan bersifat anomali.

C. Wawasan Makna

1. Makna (ma‟na)

Kita katakan bahwa semantik adalah ilmu tentang makna. Akan tetapi

kita belum memberikan arti makna dan belum menyepakati ―apa itu makna‖

dalam teori semantik. Inilah ciri khas bahasa yang dapat berbicara tentang dan

digunakan untuk dirinya sendiri. Jadi, bahasa dapat dipakai untuk berbicara

tentang bahasa atau dirinya sendiri tentang semua hal di luar bahasa itu.

25
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal pula kata arti dan erti di

samping kata makna. Dalam studi semantik dan linguistik Indonesia pilihan

istilah jatuh pada kata makna dan bukan pada kata arti dan erti.29

Secara umum pemakai bahasa Indonesia lebih sering menggunakan

kata arti dari pada kata erti dan makna. Misalnya, penutur bahasa Indonesia

berkalimat:

a. Apa arti kata ―canggih‖?

b. Saya belum menangkap arti kedipan mata ibu tadi.

c. Itu berarti Anda harus datang pada hari pernikahannya.

d. Usahanya belum berarti apa-apa di masa sekarang ini.

Kata erti hanya diderivasikan dalam bentuk ―mengerti‖ dan

―pengertian‖. Kata arti dalam kalimat (a), (b) dan (c) masih dapat distribusi

dengan kata makna. Sedangkan bentuk ―berarti‖ dalam kalimat (d) tidak dapat

digantikan oleh bentuk ―bermakna‖.

Pada penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia pun lebih memilih

kata makna daripada kata arti. Perhatikan uraian tentang makna dua kata

tersebut dalam KBBI. Penulis petik pula dua entri tersebut beserta maknanya

dari KBBI edisi keempat halaman 87 untuk entri arti dan halaman 864 untuk

entri makna.

ar.ti n 1 maksud yg terkandung (dl perkataan, kalimat); makna: apa –


isyarat itu?; 2 guna ; faedah: apa—nya bagi kamu menyakiti binatang
itu;
meng.ar.ti.kan v 1 memberi arti; menafsirkan: mereka ~ isyarat itu sbg
tanda menyerah; 2 menerangkan maksud sesuatu: ia~ ―reformasi‖ sbg
perubahan radikal;
peng.ar.ti.an n proses, cara, perbuatan memberi arti;
ar.ti.an n arti; tafsiran; pengertian;
ber.ar.ti v 1 mengandung maksud: jika Ibu marah, itu tidak ~ beliau
benci kepadamu; 2 berfaedah; berguna: mungkin pertolongan saya ini

29
J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 43.

26
tak ~ bagi penderitaanmu yg begitu besar; 3 sama artinya dgn; sama
halnya dgn: mengambil milik orang tanpa permisi ~ pencuri;
ke.ber.ar.ti.an n perihal mempunyai arti: tujuan hidupnya sbg seniman
bukanlah harta, melainkan untuk meningkatkan ~ bagi dirinya dan bagi
masyarakat;
se.ar.ti n sama artinya: carilah kata-kata yg ~

mak.na n arti: ia memperhatikan – setiap kata yg terdapat dl tulisan kuno


itu; 2 maksud pembicara atau penulis; pengertian yg diberikan kpd suatu
bentuk kebahasaan; -- afektif Ling makna emotif; -- denotasi Ling
makna kata atau kelompok kata yg didasarkan atas hubungan lugas
antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, spt orang, benda, tempat,
sifat, proses, kegiatan; -- denotatif Ling makna yg bersifat denotasi; --
ekstensi Ling makna yg mencakupi semua objek yg dapat dirujuk dgn
kata itu; -- emotif Ling makna kata atau frasa yg ditautkan dgn perasaan
(ditentukan oleh perasaan); -- gramatikal Ling makna yg didasarkan
atas hubungan antara unsur-unsur bahasa dl satuan yg lebih besar, msl
hubungan antara kata dan kata lain dl frasa atau klausa; -- intensi Ling
makna yg mencakupi semua ciri yg diperlukan untuk keterterapan suatu
kata (istilah); -- khusus Ling makna kata atau istilah yg pemakaiannya
terbatas pd bidang tertentu; -- kiasan Ling makna kata atau kelompok
kata yg bukan mengacu ke makna yg sebenarnya, melainkan
mengiaskan sesuatu, msl mahkota wanita berarti ‗rambut wanita‘; --
kognitif Ling aspek-aspek makna satuan bahasa yg berhubungan dgn
ciri-ciri dl alam luar bahasa atau penalaran; -- konotasi Ling makna
(nilai rasa) yg tibul krn adanya tautan pikiran antara denotasi dan
pengalaman pribadi; -- konotatif Ling makna yg bersifat konotasi; --
kontekstual Ling makna yg didasarkan atas hubungan antara ujaran dan
situasi pemakaian ujaran itu; -- leksikal Ling makna unsur bahasa sbg
lambang benda, peristiwa, dsb; -- lokusi Ling makna yg dimaksudkan
penutur dl perbuatan berbahasa; -- luas Ling makna ujaran yg lebih luas
daripada pusatnya, msl sekolah dl kalimat ia bersekolah lagi di Seskoal
(Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut) yg lebih luas daripada
makna ‗gedung tempat belajar‘; -- pusat Ling makna kata yg umumnya
dapat dimengerti walaupun kata itu diberikan tanpa konteks; --
referensial Ling makna unsur bahasa yg sangat dekat hubungannya dgn
dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan dapat dijelaskan oleh
analisis komponen; makna denotasi; -- sempit Ling makna ujaran yg
lebih sempit daripada makna pusatnya; -- suratan Ling makna denotasi;
-- takberciri Ling makna pusat; -- tautan Ling konotasi; -- umum Ling
kata atau istilah yg pemakaiannya menjadi unsur bahasa umum;
me.mak.na.i v memberi makna: mereka gagal ~ rumusan sosial di
wilayah itu;
me.mak.na.kan v menerangkan arti (maksud) suatu kata dsb;
ber.mak.na v berarti; mempunyai (mengandung) arti penting (dalam):
kalimat itu ~ rangkap;
~ berbilang mempunyai (mengandung) beberapa arti;
mem.ber.mak.na.kan v menjadi bermakna: terampilnya siswa
berbahasa Indonesia berarti keberhasilan dl ~ pengajaran bahasa
Indonesia
mak.na.wi a 1 mengenai makna; berkenaan dgn makna; menurut
artinya; 2 asasi; penting

27
The ideational theory af meaning disebutkan teori terdahulu ihwal

makna semula dikembangkan oleh John Locke. Berikut adalah beberapa

konsep dasar dari teori ini:30

a. Makna itu ditempelkan saja kepada kata (terpisah dari kata). Makna datang

dari tempat lain yaitu dari minda (mind) dalam bentuk ide atau gagasan.

b. Yang mendasari teori the ideational of meaning adalah asumsi bahwa

bahasa adalah instrumen untuk melaporkan pikiran yang terdiri atas antrian

gagasan yang disadari. Gagasan ini bersifat personal, maka diperlukan

sistem bunyi yang membangun pemahaman intersubjektivitas.

c. Bahasa yang bersifat personal itu memiliki makna setelah dihubungkan

dengan sensasi personal, maka dari itu disebut private language. Jadi,

makna bahasa menjadi sangat pribadi sehingga tidak dapat diajarkan pada

orang lain.

Sampai akhir abad 19 teori yang berkembang adalah teori yang

disebut primitive reference, mengikuti pemikiran Russell bahwa kata bermakna

karena rujukannya kepada objek atau keadaan yang digambarkan oleh kata itu.

Berikut adalah perbincangan teori itu:31

a. Kata-kata memiliki makna karena mereka sebagai simbol bagi sesuatu di

luar dirinya. Makna adalah objek dari simbolisasi itu, kata-kata adalah

sebuah label yang dihinggapi sesuatu dan sesuatu adalah makna dari kata itu.

30
A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 60-61.
31
A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 62-63.

28
b. Nama-nama dan deskripsinya akan berwujud objek, sementara itu verba,

adjektiva, adverbia dan preposisi menunjukkan sifat-sifat (properties) dari

dan hubungan-hubungan antara objek itu.

c. Sebuah nama (kata, tanda, kombinasi tanda dan ekspresi) menyatakan sense

tersendiri dan merujuk pada rujukannya (referent). Sense atau makna sebuah

kalimat adalah pikiran yang diungkapkan kalimat. Reference dari sebuah

kalimat adalah nilai kebenaran dari kalimat dan tergantung pada reference

dari bagian-bagian kalimat.

Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan

kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna

mempunyai tiga tingkat keberadaannya, yakni: 32

a. Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.

b. Makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.

c. Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi

tertentu.

Pada tingkat pertama dan kedua dilihat dari segi hubungannya dengan

penutur, sedangkan pada tingkat ketiga makna lebih ditekankan pada makna

dalam komunikasi. Memperlajari makna pada hakikatnya mempelajari

bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling

mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti, pemakai bahasa

dituntut untuk menaati kaidah gramatikal atau tunduk kepada kaidah pilihan

kata menurut sistem leksikal yang berlaku di dalam sautu bahasa.

32
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), h. 7-8.

29
Makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal

dan leksikal saja, tetapi berjantung kepada kaidah wacana. Makna sebuah

kalimat yang baik pilihan kata (diksi) dan susunan gramatikalnya, sering tidak

dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam

sebuah wacana.

Filosofi dan linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan

dengan makna, seperti:33

a. Makna kata secara alamiah (inheren < inherent – bahasa inggris).

b. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah (termasuk makna

kategorial).

c. Menjelaskan proses komunikasi.

Sesungguhnya persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet

karena, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan

keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat.34

2. Relasi Makna (al-„al t al-dil liyyah)

Hubungan atau relasi makna (Cruse) adalah hubungan yang tidak

kontroversi atau tidak berlawanan, tetapi mengacu pada hubungan apa yang
35
akan terjadi antara unit-unit mereka. Dengan kata lain relasi makna

merupakan satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain. Satuan

bahasa di sini dapat berupa kata, frase maupun kalimat; dan relasi semantik itu

33
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), h. 9.
34
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2009), h. 27.
35
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna Paradigma-Sintagmatig-
Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 111.

30
dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna,

kegandaan makna atau juga kelebihan makna. 36 Relasi ini merupakan akibat

dari kandungan komponen makna yang kompleks dalam berbagai bentuk. 37

Berikut ini akan dibicarakan masalah relasi makna satu per satu, yakni:

a. Sinonim (al-tar duf)

Secara semantik Verhaar mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan (bisa

berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan

makna ungkapan lain. 38 Umpamanya kata pandai dan cerdas adalah dua

kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua kata yang bersinonim

bersifat dua arah. Cruse membagi sinonim atas tiga perangkat: absolut,

proposisional dan near-sinonim. Sinonim terjadi bila kata dalam konteks

dapat disubtitusikan dengan kata kain dan makna konteks tidak berubah

(Ullmann, Lyons, Palmer). 39 Selanjutnya Lyons mengemukakan bahwa

sinonim dapat ditentukan dengan cara:

1. Subtitusi (penyulihan)

2. Pertentangan

3. Penentuan konotasi

36
Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 297.
37
Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab: Klasik Modern
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 122.
38
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2009), h. 83.
39
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna Paradigma-Sintagmatig-
Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 125.

31
Cruse membagi sinonim menjadi:40

1. Sinonim Absolut (mutlak), yang mengacu pada identitas makna

merupakan spesifikasi makna. Pendekatan kontekstual digunakan dalam

berdasarkan makna adalah sesuatu yang mempengaruhi teks normal dari

unsur leksikal di dalam konteks kalimat apik.

2. Sinonim Proposisional, terjadi bila dua unsur leksikal di dalam suatu

ekspresi dapat disulih dengan unsur benar secara kondisional tanpa ada

dampak terhadap wujud secara keseluruhan.

3. Sinonim Berdekatan, batas antara sinonim proposisional dengan sinonim

berdekatan dapat dijelaskan secara prinsip. Dalam hal ini pengguna

bahasa benar-benar memiliki intuisi untuk perangkat pasangan kata yang

bersinonim atau yang tidak, secara sederhana ada skala jarak semantis

dan kata-kata yang bersinonim adalah kata-kata yang maknanya relatif

dekat (memiliki batas lebih rendah dari sinonim dekat).

b. Antonimi (al-adhdha:d)

Antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang

maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras antara satu

dengan yang lain. 41 Misalnya kata guru berantonim dengan kata murid.

Antonimi dapat berupa:42

40
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna Paradigma-Sintagmatig-
Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 126.
41
Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 299.
42
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna Paradigma-Sintagmatig-
Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 135-137.

32
1. Antonimi Berlawanan (Polar Antonyms)

Ciri-cirinya sebagai berikut:

(i) Kedua unsur sepenuhnya dapat diukur.

(ii) Terjadi secara normal dalam komparatif dan superlatif.

(iii) Antonimi berlawanan menunjukkan derajat dari beberapa

unidimensional objektif dalam wujud fisik, secara prototipikal

salah satunya yang dapat diukur dalam unit konvensional.

(iv) Antonimi berlawanan merupakan ketidaksesuaian tetapi bukan

kejangkapan.

(v) Bentuk komparatif bertahan dalam hubungan kebalikan.

(vi) Pertanyaan yang menunjukkan relevansi unsur-unsur yang

mengacu pada pertanyaan keseimbangan.

2. Antonimi Keselarasan (Equivollent Antonyms)

Antonim keselarasan atau keseimbangan dapat ditentukan dengan

keseimbangan atau keterlibatan komparatif.

3. Overlapping Antonyms (Antonim Tumpang Tindih)

Antonim tumpang tindih menghasilkan keseimbangan komparatif.

c. Oposisi

Oposisi merupakan relasi yang terjadi sehari-hari dalam pengenalan leksikal.

Oposisi kemungkinan satu-satunya relasi untuk memperoleh pengenalan

leksikal secara langsung, cara inilah yang dahulu digunakan secara kognitif.

Cruse menjelaskan unsur oposisi yang relevan yaitu oposisi biner, unsur

33
inheren dan unsur paten.43 Lebih jauh, berdasarkan sifatnya oposisi dapat

dibedakan menjadi:44

1. Oposisi mutlak, jadi ada pertentangan mutlak.

2. Oposisi kutub, bersifat gradasi.

3. Oposisi hubungan, bersifat melengkapi.

4. Oposisi hierarkial, menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan.

5. Oposisi majemuk, yang beroposisi lebih dari sebuah kata.

d. Hiponimi

Hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang berwujud atas bawah, atau

dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada

kelas kata atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil dan ada

sejumlah kelas kata bawah yang merupakan komponen-komponen yang

tercakup dalam kelas atas, maka kata yang berkedudukan sebagai kelas kata

disebut superordinat dan kelas bawah yang disebut hiponim.45 Contohnya

kata bunga merupakan suatu superordinat yang membawahi sejumlah

hiponim antara lain: mawar, melati, sedap malam, flamboyan, dan gladiol.

Tiap hiponim pada gilirannya dapat menjadi superordinat bagi sejumlah

hiponim yang bernaungan di bawahnya, misalnya ada mawar merah, mawar

putih, mawar orange dan sebagainya. Dalam keterbatasan istilah dapat juga

terjadi bahwa istilah yang sama dapat dipakai lebih dari satu kali bagi

hirarki yang berbeda.

43
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna Paradigma-Sintagmatig-
Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 133-134.
44
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2009), h. 90-93.
45
Istilaah superordinat dan hiponim adalah istilah dalam semantik. Ilmu biologi
mempergunakan istilah genus dan species, ilmu-ilmu sosial mempergunakan istilah kategori dan
sub-kategori. Semuanya mengacu pada hal yang sama yaitu tingkat atas dan tingkat bawah.

34
e. Homonimi

Hominimi adalah relasi antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan sama,

tetapi maknanya berbeda. Misalkan, kata bisa ‗mampu‘ dan kata bisa

‗racun‘. Dalam bahasa Indonesia homonimi masih dapat dibedakan lagi atas

homograf dan homofon, karena kesamaan bentuk dapat dilihat dari sudut

ejaan atau ucapan. Homograf adalah dua bentuk bahasa yang sama ejaannya,

tetapi berlainan lafalnya. Contoh kata tahu ‗makanan‘ dan kata tahu

‗paham‘. Sedangkan homofon adalah dua ujaran dalam bentuk kata yang

samPa lafalnya, namun berlainan tulisannya. Misalnya, kata masa ‗waktu‘

dan massa ‗kelompok orang dalam jumlah besar yang menjadi satu

kesatuan‘.

f. Polisemi

Satu kata mempunyai lebih dari satu arti atau lebih tepat kita katakan satu

leksem mempunyai beberapa makna, relasi ini disebut polisemi.46 Di dalam

penyusunan kamus, seperti kata-kata yang berhomonim muncul sebagai

lema (entri) yang terpisahkan, sedangkan kata yang berpolisemi muncul

sebagai satu lema namun dengan beberapa penjelasan. Misalkan saja, kata

sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat pada halaman

1353 muncul sebagai satu lema, namun dengan beberapa penjelasan seperti:

Sum.ber n 1 tempat keluar (air atau zat cair); mata air: ia


mengambilkan air di --; di laut sekitar pulau itu ditemukan –
minyak; 2 asal (dl berbagai arti): ia berusaha mendekati dan
menemukan – bunyi yang memesonanya; kabar itu didapatnya
dari – yang boleh dipercaya;

Perbedaan antara polisemi dan homonim dapat dilihat dari analisis

komponen. Pada hakikatnya bertumpu pada derajat kesamaan. Ada

46
A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar (Bandung: Penerbit Angkasa,1993), h. 164.

35
perangkat bentuk yang sama sekali tidak mengandung kesamaan salah satu

makna pun, dan ada perangkat bentuk yang mengandung sebagian

komponen makna yang sama. Perbedaan makna pada bentuk polisemi

menurut Nida (1974) umunya meliputi perbedaan komponen makna proses,

objek, hasil atau keadaan.47

Para ahli bahasa mempunyai pendapat yang sejalan bahwa polisemi ini

adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Karena makna ganda

itulah maka pendengar atau pembaca ragu akan makna kata (kalimat).

g. Taksonimi

Taksonimi mengacu pada relasi semantik antara beberapa kata yang

serumpun. 48 mengenai taksonimi, Lahrer menggunakan cara para ahli

etnigrafi yang secara umum bertanya pada informan yang ditemuinya untuk

mengklasifikasikan ranah kumpulan leksem yang dilanjutkan dengan

menentukan hierarki yang ada pada struktur leksikalnya. Lehrer (1974)

berpendapat bahwa masalah yang umum dihadapi pada taksonimi adalah

adanya sejumlah prinsip yang dilibatkan dalam klasifikasi hierarkis. 49

Wienriech (1980) menyebutkan ada dua kriteria dalam membuat hierarkisasi:

(1) pengisolasian konotasi dan pengisolasian tujuan untuk pengkajian secara

linguistik, meskipun terjadi pemindahan pengacuan dan denotasi pada

medan yang lain.; (2) direpresentasikan sebagai taksonimi.

47
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), h. 67.
48
A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar (Bandung: Penerbit Angkasa,1993),
h. 165.
49
Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab: Klasik Modern
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 127.

36
h. Ambiguitas atau Ketaksaan

Ketaksaan (ambiguitas) dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau

tuturan. Sehubungan dengan ketaksaan ini Kempson (1977) yang dikutip

oleh Ullman (1976) menyebutkan tiga bentuk utama ketaksaan, seperti:50

1. Ketaksaan Fonetik

Ketaksaan pada tataran fonologi (fonetik) muncul akibat berbaurnya

bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat

bila dilafalkan terlalu cepat, dapat mengakibatkan keragu-raguan akan

maknanya.

2. Ketaksaan Gramatikal

Ketaksaan gramatikal muncul pada tataran morfologi dan sintaksis.

Dengan demikian, ketaksaan pada tataran ini dapat dilihat dua alternatif.

Alternatif pertama adalah ketaksaan yang disebabkan oleh peristiwa

pembentukkan kata secara gramatikal. Alternatif kedua adalah ketaksaan

pada frase yang mirip. Tipa kata membentuk frase sebenarnya jelas,

tetapi kombinasinya mengakibatkan maknanya dapat diartikan lebih dari

satu pengertian.

3. Ketaksaan Leksikal

Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu pada benda

yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakaiannnya.

i. Redundansi

Istilah redundasi sering diartikan sebagai ‗berlebih-lebihan pemakaian unsur

segmental dam suatu bentuk ujaran‘. Secara semantik masalah redundansi

50
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), h. 98-100.

37
sebetulnya tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar semantik adalah bila

bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda.51

4. Makna Kontekstual

Makna kontekstual termasuk dalam jenis-jenis makna, yang di maksud

dengan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada

dalam satu konteks. Makna kontekstual dapat juga berarti dengan situasi, yakni

tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Oleh karena itu, banyak

pakar mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata

apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimat. Adalah teori semantik

yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu sama lain di

antara unit-unitnya dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan.

Karena itu dalam menentukan makna, diperlukan adanya penentuan berbagai

konteks yang melingkupinya. Teori yang dikembangkan oleh Wittgenstein ini

menegaskan bahwa makna suatu kata dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu:52

(a) konteks kondisi adalah kondisi atau situasi eksternal yang membuat suatu

kata berubah maknanya karena perubahan situasi.

(b) konteks emosional dapat menentukan makna bentuk kata dan strukturnya

dari segi kuat dan lemahnya muatan emosional.

(c) konteks kebahasaan adalah berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat

yang dapat menentukan makna yang berbeda.

(d) konteks sosio-kultural adalah nilai-nilai sosial yang mengitari kata yang

menjadikannya mempunyai makna yang berbeda dari makna leksikalnya.

51
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2009), h. 105.
52
Moh. Matsna HS, Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari: Kajian Makna Ayat-Ayat
Kalam (Jakarta: Anglo Media, 2006), h. 21-22.

38
Menurut J.R. Firth, teori kontekstual sejalan dengan teori relativitisme

dalam pendekatan semantik bandingkan antara bahasa. Makna sebuah kata

terikat oleh lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

Mengacu pada persoalan berkonteks yang memiliki perbedaan

mendasar pada persoalan kosakata. Persoalan kosakata atau semacamnya

relatif jelas sosok persoalanya dan relatif mudah untuk ditemukan langkah-

langkah konkrit pemecahannya, serta merinci modal kemampuan yang

diperlukan untuk mengoperasikannya.

Konteks secara sederhana dapat dimengerti sebagai sesuatu yang

menyertai teks, sesuai dengan pemaknaan literer kata-kata yang merajut kata

tersebut. Sebab, teks sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Setiap

bagian mendukung bagian lainnya untuk menyampaikan sesuatu yang tunggal.

Satuan morfem akan saling mendukung pemaknaan suatu kalimat. Satuan

kalimat akan saling mendukung untuk menyampaikan pesan suatu alinea dan

begitupun seterusnya. Dengan kata lain, setiap bagian dari kebahasaan saling

membantu menyampaikan pesan utuh dari sebuah teks.

Memang tidak mudah menerjemahkan yang dipandangan dari sisi

pemadanan berkontek ke dalam langkah-langkah konkrit, mudah dicerna dan

diterapkan. Namun, secara kasar dapat dikatakan bahwa penerjemah idealnya

memiliki kesadaran konteks. Artinya, pada setiap langkahnya dalam

menyelami teks sumber dan senantiasa melakukan cross check suatu satuan

makna dengan satuan makna lainnya.

39
BAB III

SEKILAS TENTANG PENULIS DAN PENERJEMAH KITAB AL-HIKAM

A. Biografi Syeikh Ibn Atha’illah al-Iskandari

Syeikh Ibn Atha‘illah al-Iskandari (w.1309 M) hidup di Mesir pada masa

kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu

pindah ke Kairo. Di kota inilah ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fiqh

mazhab Imam Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid al-Azhar.

Di waktu yang sama dia juga dikenal luas di bidang tasawuf sebagai seorang

―master‖ (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.

Ibn Atha‘illah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya

yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu,

dan ushul fiqh. Kitab ini sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh

Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar-Rundi, Syeikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad

ibn Ajiba.

Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir,

‗Unwan at-Taufiq fi‘dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil

Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam

Ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup

dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang

berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang

tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibn Atha‘illah dan para pengikutnya

melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam

urusan syari‘at.

40
Ibn Atha‘illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi

panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi

orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.

Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat

Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu

Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn Atha‘illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-

ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat

syadziliah tetap terpelihara.

Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan

pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku Ibn

Atha‘illah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas

mazhab dan tarikat, terutama kitab al-Hikam yang melegenda ini.

Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah

Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atha‘illah

al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab. Nenek

moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung

pada Bani Ya‘rib bin Qohton, yang terkenal dengan Arab al-Aa‘ribah. Kota

Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini. Suatu tempat di mana

keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun namanya hingga kini

demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang

tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR.Taftazani bisa menengarai bahwa ia

dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679 H.

41
Ayahnya termasuk semasa dengan Syeikh Abu al-Hasan al-Syadili -

pendiri Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibn Atha‘illah dalam

kitabnya ―Lathaiful Minan‖ : ―Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku

menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau

mengatakan: ―Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah

yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada

pena, tikar dan dinding‖.

Keluarga Ibn Atha‘illah adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan

agama, kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqh pada masanya.

Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-

Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibn

Atha‘illah memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena

Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqh, hadits, ushul,

dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawuf

dan para Auliya‘ Sholihin.

Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibn Atha‘illah tumbuh sebagai

seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus

berlanjut sampai pada tingkatan tasawuf. Hal ini membuat kakeknya secara

terang-terangan tidak menyukainya.

Ibn Atha‘illah menceritakan dalam kitabnya ―Lathaiful minan‖: ―Bahwa

kakeknya adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawuf, tapi mereka sabar

akan serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibn Atha‘illah yaitu Abul Abbas al-

Mursy mengatakan: ―Kalau anak dari seorang alim fiqh Iskandariah (Ibn

42
Atha‘illah) datang ke sini, tolong beritahu aku‖, dan ketika aku datang, al-Mursi

mengatakan: ―Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat

penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga

gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ―Wahai Muhammad... kalau

engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka‖. Dengan bijak

Nabi mengatakan: ―Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang

yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka‖. Begitu juga, kita harus sabar akan

sikap kakek yang alim fiqh (kakek Ibn Atha‘illah) demi orang yang alim fiqh ini‖.

Pada akhirnya Ibn Atha‘illah memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar.

Sebagai seorang sufi yang alim Ibn Atha‘illah meninggalkan banyak

karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq,

falsafah sampai khitobah.

Kitabnya yang paling masyhur sehingga telah menjadi terkenal di seluruh

dunia Islam ialah kitabnya yang bernama Hikam, yang telah diberikan komentar

oleh beberapa orang ulama di kemudian hari dan yang juga telah diterjemahkan ke

dalam beberapa bahasa asing lain, termasuklah bahasa Melayu dan bahasa

Indonesia.

Kitab ini dikenali juga dengan nama al-Hikam al-atha‘illah untuk

membedakannya daripada kitab-kitab lain yang juga berjudul Hikam.

Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah

satu murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn Atha‘illah

sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di

Mas‘aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah

43
sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung terperanjat ketiak mendengar

teman-temannya menjawab ―Tidak‖. Kurang puas dengan jawaban mereka, dia

menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya: ―Siapa saja

yang kamu temui?‖ lalu si murid menjawab: ―Tuanku… saya melihat tuanku di

sana‖. Dengan tersenyum al-arif billah ini menerangkan: ―Orang besar itu bisa

memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti

menjawabnya‖.

Tahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun

tersebut wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke

alam barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah al-

Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah dengan

sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring kekasih Allah ini

untuk dimakamkan di pemakaman al-Qarrafah al-Kubra.53

B. Biografi Penerjemah

Iman Firdaus, Lc. Dipl., lahir di Pandeglang pada tanggal 18 Desember

1977. Ia menamatkan studi mulai tingkat SDN Kupahandap II Pandeglang Banten

lalu berlajut ke tingkat SMP dan SMA di Pondok Pesantren Modern Darussalam

Gontor Ponorogo Jawa Timur kemudian ia menyelesaikan jenjang Perguruan

Tinggi di Al-Azhar University Cairo Mesir dan Intitute of Islamic Studies

Zamalek Cairo Mesir. Kini kesibukannya adalah mengajar di MAN Mauk

Kabupaten Tangerang.

53
http://ruangfana.blogspot.com/2013/05/syeikh-ibnu-athaillah-as-sakandari.html#ixzz2wU3j7jUi

44
Karya-karya terjemahan yang pernah dihasilkan dan terbit mencapai

puluhan tak terhitung, yang sempat booming berupa buku:

1. Biografi Aisyah ra; ―Aisyah, The Greatest Women in Islam‖, penerbit

Qisthi Press tahun 2008.

2. Biografi Rasulullah; ―Muhammad Our Beloved Prophet‖, penerbit Qisthi

Press tahun 2008.

3. Biografi Imam Malik, penerbit Zaman (Serambi) tahun 2009.

4. Biografi Imam Syafi‘i, penerbit Zaman yahun 2009.

5. Biografi Imam Ahmad ibn Hambal, penerbit Zaman tahun 2009.

6. Buku Pintar Alam Ghaib, penerbit Zaman (Serambi Press) tahun 2010.

7. Ensiklopedi Mukjizat al-Qur‘an (terjemahan bersama), penerbit Zaman

tahun 2011.

8. Al-Hikam, penerbit Turos Pustaka tahun 2013.

9. Ensiklopedi Yahudi, penerbit Pustaka Imam Syafi‘i (PIS) tahun 2015.

Pengalaman dibidang terjemah awalnya menerjemahkan ia sempat merasa ragu

dengan kemampuan terjemahannya. Pertamanya ia mendapatkan project terjemah

dari penerbit di Malaysia, bukunya tentang poligami yang bahasanya sangat sulit,

lalu saat itu ia belum punya komputer sendiri. Akhirnya ia menerjemahkan satu

buku tersebut dengan tulisan tangan baru kemudian diketik ulang. Dan dari hasil

terjemahan tersebut ia membeli komputer.

45
BAB IV

ANALISIS KETEPATAN MAKNA DILIHAT DARI PADANAN

KONTEKSTUAL TERHADAP TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM

Pemberian konteks atau contextual conditioning adalah penempatan suatu

informasi dalam konteks agar makna jelas bagi penerima informasi atau berita.

Dalam penerjemahan, penting juga diperhatikan prinsip komunikasi bahwa

semakin kaya konteks suatu berita (yang terwujud dalam kalimat), semakin kecil

kemungkinan salah informasi. Contoh yang penulis ambil dalam terjemahan kitab

al-Hikam dapat menunjukan bahwa kegiatan menerjemahkan perlu

memperhatikan konteks.

TEKS 1

‫صا ُن الَر َج ِاء ِعْ َد ُو ُج ْوِد الزلَ ِل‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫م ْن َع ََ َمة اِْ ْعت َماد َعلَى اْ َلع َم ِل نُ ْق‬

Di antara tanda sikap mengandalkan amal ialah berkurangnya harap kepada Allah tatkala khilaf.54

Menurut Syaikh Ibn Atha‘illah teks ini menjelaskan tentang tanda orang

yang membanggakan perbuatannya di hadapan Allah dan tidak mengharapkan

pengampunan lagi kepada Allah tatkala ia khilaf atau berbuat salah. Ini sesuai

dengan sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh eman imam hadits yaitu

―berlakuperilakulah kalian setepatnya dan secermatnya, sebab ketahuilah bahwa

amal perbuatan dari kalian tidak akan masuk surga. Mereka bertanya: lalu

bagaimana dengan anda Ya Rasulullah? Beliau menjawab: aku juga, hanya saja

Allah meliputi aku dengan ampunan dan kasih sayang-Nya‖. Kata mengandalkan

amal yang diartikan oleh penerjemah menurut peneliti mesti diganti dengan kata

54
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.1.

46
yang lebih tepat dan mudah dimengerti yaitu membanggakan amal perbuatan,

karena pada terjemahan ini tidak jelas amal apa yang dimaksud. Kata

mengandalkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Edisi Keempat halaman 61 adalah

menaruh kepercayaan kepada sesuatu, menjamin kesanggupan-kekuatan-

kemampuan. Karena ada pengertian tentang kekuatan dalam kemampuan pada

definisi kata mengandalkan maka peneliti mengganti kata mengandalkan menjadi

kata membanggakan. Kata membanggakan tepat sekali untuk diterjemahkan,

sebab sesuai dengan apa yang dimaksud oleh bahasa sumber dari teks terjemahan

di atas. Kata membanggakan adalah sifat menjamin kekuatan dalam kemampuan

terhadap sesuatu. Sedangkan kata ‫الَر َجاء‬ yang di artikan oleh penerjermah kurang

bisa dipahami. Kata raja‘ dalam Ensiklopedi Tasawuf Jilid II yang di susun oleh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta halaman 1018 yaitu harapan untuk mendapatkan

ampunan Allah Swt, jadi sangat jelas maknanya.

Terjemahan peneliti ―tanda seseorang yang senantiasa membanggakan

amal perbuatannya ialah kurangnya harapan pengampunan terhadap rahmat

Allah tatkala terjadi khilaf pada dirinya‖.

47
TEKS 2

ِ ِ‫اب ِمن الشَهوة‬


ِ ‫َسب‬
‫اب‬ َ ُ‫اْلَفيَ ِة َوإَِر َادت‬
َ ْ ‫ك اْأ‬ َْ َ
ِ ‫َسب‬ َ َ‫َج ِريْ َد َم َع إِقَ َام ِة اهِ إِي‬
َ ْ ‫اك ِِ اْأ‬ َ ُ‫إَِر َادت‬
ْ ‫ك الت‬

ٌ ‫َج ِريْ ِد اِ ِْْطَا‬


‫ط َع ِن اْهِ َم ِة اْ َلعالِيَ ِة‬ َ َ‫َم َعِإقَ َام ِة اهِ إِي‬
ْ ‫اك ِِ الت‬

Keinginanmu untuk lepas dari urusan duniawi, padahal Allah telah menempatkanmu di sana,

termasuk syahwat yang samar. Dan keinginanmu untuk masuk ke dalam kesibukan urusan duniawi,

padahal Allah telah melepaskanmu dari itu, sama saja dengan mundur dari tekad luhur.55

Kata tajr d dalam konteks ini menurut Kamus Al-Munawwir adalah

meninggalkan urusan yang bersifat duniawi termasuk mencari rezeki. Kata asb b

dalam makna kontekstual pada contoh di atas adalah usaha. Kata ‫َه َوةِ اْلَِفيَة‬
ْ ‫الش‬

dalam konteks ini berarti keinginan yang tersembunyi. Kata ‫اِ ِْْطَاط‬ menurut

konteks disini adalah menurunnya. Sedangkan kata ‫اْهِ َم ِة اْ َلعالِيَة‬ dalam makna

kontekstual di sini berarti semangat yang tinggi. Dalam teks ini Syaikh Ibn

Atha‘illah mengingatkan pada kita bahwa sudah menjadi takdir Allah di dunia ini

terdapat dua macam kedudukan manusia yakni asb b dan tajr d. asb b adalah

manusia harus bergerak dalam bidang usaha untuk memenuhi kebutuhan dunianya,

sedangkan tajr d adalah manusia hanya semata-mata mengabdi kepada Allah

tanpa memperhatikan kepentingan dunia, karena mereka sudah merasa cukup puas

dengan bekal kehidupan di dunia yang telah dimilikinya.56

55
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013),
h.2.
Ibnu Atha‘illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam Petuah-Petuah Agung Sang Guru
56

(Jakarta: Khatulistiwa Press, 2013), h.3.

48
Terjemahan peneliti ―keinginanmu untuk meninggalkan urusan dunia

padahal Allah menempatkanmu pada golongan orang-orang yang berusaha itu

termasuk dalam pengaruh keinginan yang tersembunyi. Sebaliknya , keinginanmu

untuk melakukan usaha padahal Allah menempatkanmu pada golongan orang-

orang yang meninggalkan urusan dunia itu suatu penurunan dari semangat yang

tinggi‖.

TEKS 3

ِ
ْ ‫َس َوابِ ُق اْه َم ِم َِ ََْ ِر ُق أ‬
‫َس َو َار اْأَقْ َدا ِر‬

Tekad yang kuat tak akan mampu menembus dinding takdir.57

Menurut Syaikh Ibn Atha‘illah teks ini menjelaskan tidak ada yang mampu

mengubah ketentuan Allah. Bahagia dan celaka adalah dua macam nasib manusia

yang sudah ditentukan oleh Allah sejak manusia masih berada dalam kandungan.

Dan ketentuan tersebut tidak bisa diubah oleh manusia. Walaupun dengan

kekuatan dan semangat yang menyala-nyala sekalipun. Allah berfirman dalam

surat at-Takwir ayat 29:‖dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan

itu), kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Rabb dari seluruh alam‖.58

Untuk menerjemahkan kata himmah pada teks di atas penerjemah

menggunakan kata tekad yang kuat, ini sudah benar. Dalam ilmu tasawuf kata

himmah bisa di artikan azam-ikhtiar-kesungguhan hati 59


Kata ‫ََْ ِرق‬ yang

diterjemahkan oleh penerjemah adalah menembus sudah tepat. Sedangkan kata

57
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013),
h.3.
58
Ibnu Atha‘illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam Petuah-Petuah Agung Sang Guru
(Jakarta: Khatulistiwa Press, 2013), h.5.
59
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf Jilid I (Bandung: Penerbit
Angkasa, 2008), h.259.

49
‫َس َوار‬
ْ‫أ‬ yang diterjemahkan oleh penerjemah adalah dinding, menurut peneliti perlu

diganti menjadi kepastian. Sebab kata ‫َس َوار‬


ْ‫أ‬ yang dimaksud oleh Ibn Atha‘illah

adalah tentang kepastian Allah yang telah ditentukan atau koteksnya yaitu

ketetapan. Bila diperhatikan koteks kata ‫َس َوار‬


ْ‫أ‬ yang didampingi kata sesudahnya

‫اْأَقْ َدار‬.

Terjemahan dari peneliti : ―tekad yang kuat tak akan bisa menembus

kepastian yang telah ditetapkan oleh Allah swt‖.

TEKS 4

ِ
َ ‫ك َِ تَ ُق ْم بِِه لَ ْف ِس‬
‫ك‬ َ ْ‫ك ِم َن التَ ْدبِِْْ فَ َما قَ َام بِِه َغْي ُرَك َع‬
َ ‫أَر ِْح نَ ْف َس‬

Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu

kau sibuk ikut campur.60

Syaikh Ibn Atha‘illah menceritakan teks ini tentang pengaturan Allah

terhadap segala sesuatu yang menjadi urusan duniawi, maksudnya adalah agar

manusia dimuka bumi ini tidak lagi sibuk mengurusi sesuatu yang menjadi

kepentingan dunia. Contohnya kita harus mengenal kewajiban yang diperintah

Allah saja biarkan yang menjadi hak adalah kewenangan Allah semata ‗Sang

Maha Pemberi‘. Kita manusia tak perlu lagi risau tentang apa yang menjadi

keputusannya bertawakkal saja dan tunjukkan kekuatan iman yang terus mengalir

dalam raga dikehambaannya.

60
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book Of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.4.

50
Untuk menerjemahkan kata ‫نَ ْفسك‬
َ ‫ أَر ِْح‬peneliti menerjemahkan dengan kata

tenangkanlah jiwamu. Sedangkan penerjemah mengartikan dengan kata

istirahatkanlah dirimu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat

Departemen Pendidikan Nasional halaman 552 kata istirahat berarti mengaso

sebentar dari suatu kegiatan (untuk melepas lelah) atau rehat.

Terjemahan dari peneliti ―tenangkanlah jiwamu dari mengatur urusan

dunia, karena segala sesuatu yang telah diurus untukmu sudah diatur oleh Allah

swt tidak perlu engkau ikut campur‖.

TEKS 5

َ ْ‫صْي َرةِ ِم‬


ِ ‫اس اْلب‬ ِِ ِ ْ‫صرَك فِيما طُلِب ِم‬
ِ َ َ‫ض ِمن ل‬ ِ ‫اِجتِه‬
‫ك‬ َ ِ ‫ك َدلْي ُل َعلَى انْط َم‬
َ ُ َ ْ ُ ‫ك َوتَ ْق‬ َ ُ ‫اد َك فْي َما‬
َُْ

Kegigihanmu dalam mencari apa yang telah dijamin untukmu dan kekuranganmu dalam

melaksanakan apa yang diminta darimu menjadi bukti butanya mata hatimu. 61

Kata ِ ‫تَ ْق‬


‫ص ُرك‬ menurut makna kontekstual pada kata tersebut yang lebih

tepatnya berarti kelalaian terdapat dalam Kamus al-Munawwir halaman 1125.

Kata ‫طُلِب‬ makna kontekstualnya berarti diperintahkan. Terjemahan dari peneliti

―kegigihanmu untuk mencari apa yang telah dijamin oleh Allah dan kelalaianmu

dalam melaksanakan apa yang diperintahkan darimu menjadi tanda bukti

butanya hatimu‖.

61
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.5.

51
TEKS 6

َ‫ك ا ِإ َجابَة‬
َ َ‫ض َم َن ل‬ ِ ‫اح ِِ الدع ِاء موِجبا لِي‬
ِ َْْ ‫َِيَ ُك ْن تَأَخ ُر أ ََم ِد اْ َلعطَ ِاء َم َع ا ِإ‬
َ ‫ك فَ ُه َو‬
َ ‫أس‬َ ً ُْ َ

‫ت الَ ِذي تُِريْ ُد‬


ِ ْ‫ت الَ ِذي ي ِري ُد َِ ِِ اْلوق‬
َ ُْ
ِ ْ‫ك وِِ اْلوق‬ ِ ِ ِ
َ َ َ ‫ك َِ فْي َما ََْتَ ُار لَ ْفس‬
ِ
َ َ‫فْي َما ََْتَ ُارُ ل‬

Jangan sampai tertundanya karunia Tuhan kepadamu, setelah kau mengulang-ulang do‘amu,

membuatmu putus asa. Karena Dia menjamin pengabulan do‘a sesuai pilihan-Nya, bukan pada

waktu yang diinginkan .62

Terjemahan teks di atas sudah tepat makna kontekstualnya, hanya saja

dalam penempatan tatabahasa yang susah untuk dimengerti. Kata diinginkan

menjadi rancu karena tidak dapat dipahami. Siapa yang diinginkan? Jadi kurang

efektif dalam membacanya, peneliti tambahkan kata kamu karena Bsu-nya ‫تُ ِريْد‬.

Terjemahan peneliti ―jangan sampai karena tertundanya karunia Allah

kepadamu dimana engkau telah bersungguh-sungguh berdoa lalu membuatmu

putus asa. Karena Dia telah menjamin pengabulan doa sesuai dengan pilihan-

Nya, bukan pada waktu yang engkau inginkan‖.

62
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.6.

52
TEKS 7

ِ ِ ِ ِ
ِِ ‫ك قَ ْد ًاا‬ َ َ ‫َك ِِ اْ َلو ْعد َع َد ُم ُوقُ ْوِع اْلَْوعُ ْود َوإِ ْن تَ َع‬
َ ‫َ َمَمُهُ للَ ََ يَ ُك ْو َن َلل‬ َ ‫َِ يُ َش ِك َك‬

ِ
َ ِ‫ك َوإِ َْْ ًادا لُ ِر َس ِريْ َرت‬
‫ك‬ َ ِ‫صْي َرت‬
ِ‫ب‬
َ

Janji yang tak dipenuhi Tuhanmu pada waktunya jangan sampai membuatmu ragu. Agar keraguan

itu tidak menjadi perusak pandanganmu dan pemadam cahaya kalbumu. 63

Terjemahan dari teks di atas sudah tepat makna kontekstualnya, sesuai

dengan bahasa sumber. Sedikit penempatan tatabahasanya saja yang sedikit

diubah agar lebih mudah dipahami maksud dan tujuan bahasa sumber dari penulis

kitab.

Terjemahan peneliti ―jangan sampai kamu menjadi ragu akan janji Allah

yang tidak terpenuhi pada waktunya. Supaya keraguan itu tidak merusak mata

batinmu dan memadamkan cahaya hatimu‖.

TEKS 8

ِ ِ ِ
ْ ‫اس اْأَ ْع َمال لتَ َ وِع َوا ِرَدات اْأ‬
‫َا َوال‬ ُ َ‫َج‬
ْ‫تأ‬ْ ‫تََ َو َع‬

Jenis amal itu bermacam-macam karena asupan hati juga beragam.64

Pada teks ini peneliti temukan kata asupan, jika dilihat dari Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Keempat halaman 96:

asup.an n masukan (biasanya tt makanan, gizi); tambahan: rendahnya ~


kalsium dan vitamin D menjadi penyebab lain munculnya osteoporosis

63
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.7.
64
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h. 10.

53
Kata asupan yang biasanya tentang makanan atau gizi, disini konteksnya

kurang tepat jika terjemahan memakai kata asupan. Untuk menerjemahkan kata

‫ َوا ِر َدات‬kita tidak bisa hanya mengandalkan kamus. Karena jika hanya melihat

makna yang terdapat pada kamus Arab-Indonesia, akar kata dari ‫ َوا ِر َدات‬adalah

warada-yaridu-w ridun. Dalam Kamus Arab-Indonesia Muhammad Yunus

halaman 599 kata ‫ َوا ِر َدات‬berarti ‗yang datang, yang membawa, yang berani‘,

dalam Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar halaman 1047 artinya ‗importir,

pemberani, jalan, setiap yang panjang‘, dalam Kamus Al-Munawwir halaman

1553 berarti ‗jalan, barang-barang impor‘, dan dalam Ensiklopedia Tasawuf

Imam Al-Ghazali halaman 571 kata ‫ َوا ِر َدات‬bermakna cahaya ketuhanan yang

dipancarkan Allah swt ke dalam hati seorang hamba yang dicintai-Nya. Karena

maksud dari kata ‫ َوا ِر َدات‬adalah tentang makrifat Tuhan dan rahasia rohani yang

ada di dalam relung hati. Jadi apa yang ada di hati akan mendorong munculnya

sifat-sifat ahw l (keadaan) terpuji. Ada yang mendorong kelembutan, ada yang

membuahkan karisma dan ada yang memupuk kedermawanan. Dalam Ensiklopedi

Tasawuf disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jilid III halaman 1475 w rid

secara kebahasaan berasal dari kata wur d yang berarti datang. Dalam tasawuf,

w rid diartikan dengan sesuatu yang datang ke dalam hati yang berupa bisikan-

bisikan kesenangan, kesedihan, ketakutan, kecemasan, kelapangan dan sebagainya.

Kehadiran w rid tersebut bukan karena disengaja, tetapi betul-betul datang begitu

saja, baik dari Allah maupun dari keutamaan ilmu. Jadi, ditarik kesimpulan bahwa

kata yang tepat dalam konteks ini adalah pancaran atau keadaan. Sebab, kata

54
‫ َوا ِر َدات‬berdampingan dengan kata ‫َح َوال‬
ْ ‫ اْأ‬maka makna yang tepat sesuai padanan

kontekstual adalah kata pancaran hati atau keadaan hati.

Terjemahan dari peneliti adalah ―Jenis amal itu bermacam-macam karena

keadaan hati juga beragam‖.

TEKS 9

‫ص فِْي َها‬ ِ
َ ََ ‫اا َها ُو ُج ْوُد سِر اْ ِإ ْخ‬
ِ
ُ ‫ص َوٌر قَائ َمةٌ َوأ َْرَو‬
ُ ‫ال‬
ُ ‫اأ َْع َم‬

Amal itu seumpama jasad sedangkan keikhlasan adalah ruhnya.65

Pada teks ini Syaikh Ibn Atha‘illah menceritakan tentang ketulusan atau

niat hati adalah pokok dari segala perbuatan semata karena Allah, maksudnya

adalah setiap perbutan harus didahulukan dengan niat, tanpa niat yang timbul dari

hati tak akan mungkin seseorang melakukan suatu perbuatan. Penerjemah

menerjemahkan dengan menggunakan metode gaya bahasa atau memakai

ْ ‫ اْ ِإ‬tetap diterjemahkan menggunakan kata serapan menjadi


peribahasa. Kata ‫خ ََص‬

ikhlas, disini peneliti memaknai kata ‫اْ ِإ ْخ ََص‬ menjadi niat atau ketulusan, bila

dilihat dari Kamus Al-Munawwir halaman 361 banyak sekali makna dari kata

‫اْ ِإ ْخ ََص‬ maka peneliti mengambil koteks dari kata tersebut menjadi niat atau

ketulusan.

65
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h.11.

55
Terjemahan dari peneliti ―perbuatan adalah seumpama jasad (kerangka

yang tetap tak bergerak) dan niat adalah seumpama ruhnya.

TEKS 10

ِ ِ ِ ‫الموِل فَما ن ب‬ ِ ‫ود َك ِ ِْ أ َْر‬ ِِ


ُ َ‫ت َِا ََْ يُ ْدفَ ْن َِ يَتم نت‬
ُ‫اجه‬ َ ََ َ ْ ُ ُْ ‫ض‬ َ ‫ا ْدف ْن ُو ُج‬

Kuburlah dirimu di tanah kerendahan karena sesuatu yang tumbuh tanpa dikubur (ditanam)

hasilnya kurang sempurna.66

Kalimat kuburlah dirimu di tanah kerendahan terkesan ekstrem, bahwa

kita diperintahkan mengubur diri hidup-hidup. Kenapa peneliti bisa mengartikan

seperti itu? Karena kata kubur yang berasumsi di masyarakat luas bahwa kata

kubur memasukkan diri ke dalam tanah. Dan bagusnya lagi disandingkan kata

tanah, maka jelas nantinya para pemakai bahasa yang beranggapan bahwa

mengubur diri itu perbuatan baik. Padahal bahasa sumbernya tidak

memerintahkan seperti yang demikian. Mari kita lihat penjelasan kata kubur

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat halaman 748.

ku.bur n 1 lubang dl tanah tempat menyimpan mayat; liang lahat; 2 tempat


pemakaman jenazah; makam: ia berziarah ke – ayahnya;

Jelas betul apa yang diuraikan oleh KBBI, bahwa kata kubur pasti

berhubungan dengan tempat mayat disemayamkan, pemakaman jenazah, tanah

yang dilubangi atau dicangkul sehingga menjadi liang lahat dan pastinya kata

kubur dikaitkan dengan pengertian angker atau menyeramkan. Maka terjemahan

teks di atas kurang melihat sisi penerapan pilihan kata dalam menerjemahkan.

66
Ibnu Atha‘illah Al-Iskandari, The Book of Wisdom Al-Hikam (Jakarta: Turos, 2013), h. 12.

56
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian

bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir tentang sesuatu hal

dan makna sebuah kata pada dasarnya diperoleh karena persetujuan informan

antara sekelompok orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melalui

rangkaian bunyi tertentu. Atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau

konvensi umum tentang interrelasi antara sebuah kata dengan referensinya

(barang atau hal yang diwakilinya).

Jadi, harus diperhatikan dalam memilah ketepatan kata dalam

penerjemahan. Penerjemah perlu mengetahui beberapa syarat mencapai ketepatan

pilihan kata seperti membedakan secara cermat denotasi dari konotasi,

membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim, membedakan

kata-kata yang mirip dengan ejaan, hindari kata-kata ciptaan sendiri, membedakan

kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata-kata indiria yang menunjukkan

persepsi yang khusus, memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-

kata yang sudah dikenal dan memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Dalam Kamus Al-Munir Arab-Indonesia halaman 190 kata ‫‗ اِ ْدفِن‬menanam

dan tertanam‘. Kata ‫َرض‬


ْ ‫أ‬, peneliti mengartikan ‗dengan hati‘. Sedangkan kata

‫ الْ ُخ ُم ْول‬, penulis mengambil makna ‗kerendahan‘.

Pada hakikatnya Ibn Atha‘illah menulis teks di atas menceritakan

keinginan hawa nafsu atau popularitas yang tinggi dalam jabatan atau kekuasaan.

Seperti contoh ada yang menawarkan kita untuk sebuah jabatan yang membuat

terkenal. Seandainya kita terpaksa terkenal, kita harus merendah hati dan jangan

57
mencari kedudukan tertentu. Jangan memandang jabatan yang sedang kita

sandang sebagai hal yang besar. Yakinlah bahwa kebaikan akan kita dapatkan saat

kita meninggalkan itu semua. Namun, jangan kita tinggalkan semua itu, kecuali

kita dibimbing oleh guru atas izin Tuhan.

Peneliti berkesimpulan bahwa terjemahan teks di atas harus di perbaiki

agar pesannya tidak rancu ketika sampai kepada pembaca atau pemakai bahasa

dan amanat sesuai dengan yang empunya bahasa sumber. Sesungguhnya

terjemahan yang baik adalah penerjemah komunikatif yang memperhatikan

prinsip-prinsip komunikatif pembaca. Maka terjemah versi peneliti adalah

―Tanamkanlah pada dirimu kerendahan hati, karena sesuatu yang tumbuh dari

benih tanpa ditanam hasilnya tidak sempurna ‖.

58
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan dari beberapa terjemahan dari kitab al-Hikam dari halaman 1

hingga 12, maka peneliti hanya menemukan beberapa teks atau kata yang tidak

tepat makna kontekstualnya. Jadi penerjemah menerjemahkan kata dengan gaya

harfiyah, tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh bahasa sumber dari penulis.

Konteks adalah unsur-unsur di luar teks yang berhubungan dengan teks dan

mempunyai relevansi kebahasaan. Konteks dapat sangat membantu dalam

mendapatkan pemahaman terhadap teks. Bila si penerjemah berdasarkan

wawasan yang dimilikinya.

Berdasarkan ketepatan makna kata pada terjemahan, maka terjemahan

kitab al-Hikam dari halaman 1 hingga 12 ditemukan beberapa makna yang rancu,

tidak efektif, ketidaktepatan dalam penempatan tata bahasa dan tidak dimengerti

maksud dari bahasa sumbernya. Jadi cara memilih makna kata yang tepat

mengandung dua aspek yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna.

Bentuk adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindera, yaitu dengan

mendengar atau melihat. Sebaliknya dari aspek isi atau makna adalah segi yang

menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan

aspek bentuk. 67

2. Rekomendasi

Penelitian yang saat ini peneliti lakukan masih perlu dilanjutkan oleh

teman-teman mahasiswa/i jurusan Tarjamah yang memang berminat membahas

67
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 25.

59
terkait ketepatan terjemahan analisis makna kontektual yang mengambil objek

sasarannya kitab al-Hikam.

Peneliti menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya jika ada

saran yang masuk untuk peneliti. Karena peneliti menyadari banyaknya

keterbatasan ilmu yang dimiliki peneliti dalam menganalisis penelitian ini. Maka

peneliti berharap nantinya penelitian ini bisa di kaji lagi dalam penelitian-

penelitian selanjutnya.

60
DAFTAR PUSTAKA

A, Alex dan H.P, Achmad. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana, 2010.

Abdullah. Nahwu dan Sintaksis Fungsional : Merekam Pemikiran Ibn Madla


Dalam Wacana Nahwu. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.

Al Farisi, M Zaka. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2011.

Almujahid, A. Thoha Husein dan Alkhalil, A. Atho‘illah Fathoni. Kaba : Kamus


Akbar Bahaa Arab (Indonesia-Arab). Depok: Gema Insani, 2013.

Alwasilah, A. Chaedar. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Penerbit Angkasa


Bandung, 1993.

____________________. Filasafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2008.

Ambary, Abdullah. Intisari Tatabahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.

Askar, S. Kamus Arab-Indonesia Al-Azhar. Jakarta: Senayan Publishing, 2010.

Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah : Metode dan Wawasan Menerjemah Teks


Arab. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana Yogya, 2004.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

___________. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,


2009.

___________. Kajian Bahasa : Struktur Internal Pemakaian dan Pemelajaran.


Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

___________. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,


2007.

61
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 1 : Makna Leksikal dan Gramatikal.


Bandung: PT Refika Aditama, 2009.

______________________. Semantik 2 : Relasi Makna Paradigmatik-


Sintagmatik-Derivasional. Bandung: PT Refika Aditama, 2013.

Hidayat, Asep Ahmad. Filsafat Bahasa : Mengungkap Hakikat Bahasa Makna


dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Hidayatullah, Moch Syarif dan Abdullah. Pengantar Linguistik Bahasa Arab


(Klasik Modern), Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Hidayatullah, Moch Syarif. Tarjim Al-an : Cara Mudah Menerjemahkan Arab-


Indonesia. Tangerang: Penerbit Dikara, 2010.

Hidayatullah, Moch Syarif. Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia


Kontemporer. Jakarta: Alkitabah, 2014.

Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan Dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya,


2006.

H.S, Moh Matsna. Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari. Jakarta: Anglo Media,


2006.

H.S, Widjono. Bahasa Indonesia : Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2012.

Imamuddi, Basuni dan Ishaq Nashiroh. Kamus Kontekstual Arab-Indonesia.


Jakarta: Gema Insani, 2012.

Ismail, Achmad Satori. Problematika Terjemah. Jakarta: Adabia Press Fakultas


Adab dan Humaniora UIN Jakarta, 2011.

62
Jumantoro, Totok dan Amin, samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf. Penerbit
Amzah, 2005.

Keraf, Gorys. Tatabahasa Indonesia. Endes-Flores: Nusa Indah, 1984.

__________. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:


PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Larson, Mildred L. Penerjemahan Berdasar Makna : Pedoman Untuk Pemadanan


Antarbahasa. Jakarta: Penerbit Arcan, 1989.

Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah : Panduan Lengkap Bagi Anda


Yang Ingin Menjadi Penerjemah Profesional. Bandung: Kaifa, 2009.

Mansyur, Moh dan Kustiwan. Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia


Indonesia-Arab. Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002.

Mufid, Nur dan Rahman, AS Kaserun. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia :


Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif. Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.

_________________________________. Kamus Modern Arab-Indonesia Al-


Kamal (Aplikatif – Linguistikal – Mutakhir – Idiomatik – Fraseologis –
Ilustratif - Kontekstual). Surabaya: Pustaka Progressif, 2010.

Mujieb, M. Abdul dan M, Ahmad Ismail. Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali.


Jakarta: Penerbit Hikmah, 2009.

Mu‘minin, Imam Saiful. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf. Jakarta: Amzah, 2013.

Munawwir, Achmad Warson dan Fairuz, Muhammad. Al-Munawwir Edisi


Indonesia-Arab. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 2007.

Munawwir, Achmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:


Penerbit Pustaka Progressif, 1997.

Munip, Abdul. Transmisi Pengetahuan Timur Tengah Ke Indonesia : Studi


Tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004.

63
Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur
Keagamaan, 2010.

Nababan, Rudolf. Teori Penerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2003.

Parera, J.D. Teori Semantik : Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.

Pateda, Mansoer. Linguistik Terapan. Nusa Tenggara Timur: Penerbit Nusa Indah,
1991.

Puryadi, Dedi. dkk. Pemeringkatan Makna Kata Dalam Bahasa Indonesia.


Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 1997.

Rahardi, R Kunjana. Dimensi-Dimensi Kebahasaan : Aneka Masalah Bahasa


Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.

Sayogie, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia.


Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

Simatupang, Maurits D.S. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000.

Sugono, Dendy. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Syihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia : Teori dan Praktek. Bandung:


Humaniora Berkhidmat Untuk Ilmu, 2005.

Taufiqurrohman, R. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press, 2008.

Tim Kashiko. Kamus Lengkap Arab-Indonesia. Surabaya: Penerbit Kashiko, 2000.

Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Tasawuf Jilid I. Bandung:


Penerbit Angkasa, 2008.

Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Tasawuf Jilid II. Bandung:
Penerbit Angkasa, 2008.

64
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Tasawuf Jilid III. Bandung:
Penerbit Angkasa, 2008.

Verhaar, John W.M. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press, 2010.

Wahab, Abdul Muhbib. Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.


Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

WB, Iyan. Anatomi Buku. Bandung: Kolbu, 2007.

Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989.

______________. Seni Menggayakan Kalimat : Bagaimana Mengembangkan


Mengefektifkan dan Mencitarasakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Yunus, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Arab. Jakarta: Insan Multi Media,
2013.

65
l:: :::]::,':.ixii::.'a
.,rrr'r .l:r:i:.:: i i:i

. jl:':;r:l:

:. l: ]'':i,:]

l,|e
\J
JXdsVl ilYs,
/.//r'/ i
'2 c c -'1 , , o9

JJl ,;*i -d. rL;|l it^€;


/

Di antarz, tanda sfkcp mengandalkan amal


c islah b erkur ang nA a' k ar *gt keyt od a AIIah fs fkc lsr khil sf .
a

Oire ,:f th* si,-;ng , il '*,1,,';tt,. ,-"ill i]t-);': , ll,\i fl ,,^l"r*ii;


iS tl..e lrrgS ;f ii1':-,,', .,iri,i" n d*wi'ifa! l,;'; --,;ir.

.t :r :,':.i:
.
: ::r -: :a

- i, !:! :1{
.r :'.r.i.:.:-.:trt::r:rti?

:
. :.:::::ji-,:.itl::
a..
.r!.1 r -. -r4::4.q14
r.sf-::*T*lT- Kswffi
Effi',
m,
ffi,
W, ?r
F 'ig
/Fg{=, "*
€"i rf

e
g
?

I F.]ariri.grru{?ru}??ec unfui: Jr;-r;:i i*;.?' lii'ri.j:,i;,? ,-ii,:;lir,:u;, r;la#u;fu*i


Adfeirr f*ic/a n?f,rrlefr?qlcfkerr;i;'air dt
$ b'{:ip?.{,i, f.,,r.r}ir;silfo sr;*ftr,re{
fens*i:rasn. I}*r; #Eiru,;fr;s-rri??E:.i rrrfr;i- p-::esss;$. $;*
f
[ -T;:n;:#:::1,,,,,',';::::,;,:'::,l:"fl;,,i':.:':-;j:,:,:T;,:;::-
*?!e{r'!}

$ :, j, ,, :,)
I

[
bG
E.
;*lTffi{{{;'i'#Hl:;,**1=;*
r,n'itil', i,:tl,
,S0ifi'.rJr:rSAC0tl^f,ii
{.;

, .-;ir,,,

$.
r'' t'
. c: :
f-F.
l; Li '' +?
.1 l*\!
I ! 8"4*/ ,$ I t 1 g*,*'I &*/or

?"ek{} d V {} r? # fu ae *I f c: fo ii:* r? rmii i??Se { }??#".q #.i?? {l i: ::


denrfratry **l':dfr.
F

\aI
:i

d+

a * !u"
i *ll "l
ftja,"4J I ,
" *tt0
t,:
"*rl
{'J

?? ,/ ?!

-JY *G iy; yfts'*


3- / r' /7
^ ^

Istirahatkan dirimu dart kesibukan mengurusi duniamu.


liruss* !]Gnt] tekslt di*tur Att,'h tak pertru
leetig s:&ell, lfuruf *{ir?rf}rur"

ii*lt irilt-i;'=i:ji{ filr'-, -,J jr*i;iir:ir,


=*!f
f*r uth;:i **m**fi* *ir:e na:-; ilei l*.J r:ut *ri y*ur l,:ei:*i{
-y-CU
tELrsi it{ii i:*xr**if unelcrtake tO cJc it
._- I
.j...l.+i: :::r,i:::::j :.;j?,
;al ::::l,iiil.i:t:l::: :ii

: :ir.ii:.:!ii

'.'lSr, *.
.3:t+*l
//

Kegigitzfinmil dslcrn meftc&l"i ap{t A*ftg tet*.h dgarnrn


untukmu dan kekurangaftmu dalam mefaksana"kan apa
A#ftg dimintu" dsrirnu mer$sdi bukt'i
a & ru frr n y a tnutrt hs"ti"fttu.

Y,rui" *ii-ivi*g f rr;li*t lias alr*n*V ***n ,JLii:{ ailtr:*d t* 'i'ilu,


*t
r?itri 5;1;y1 1$r'i!i*:+l:*:,;= in 'rvi'":*i :li t1*t*qr:ijgtJ *t ;+*i.t
ai* *ign* *f th* *i*rring *f your int*Jl*ci,

,l:: t tl'=l';.:::l : i' ! r:;i,. :::-i:}!e


r : i..r: ti j:
. : : '1 -: 1!-.!
. :: '' ti,-:,:..lt::::j::;1j*
irt-

.,,',n"+;*i,r;..,,i.:i'j:#,r,
4
:j

,{*ng*-n s#ru?Fcf rerfrsrid#ru#cr F"r:runier ?"&&rsru lcepcrd ey;ztt,


sefe/cfo kaas ffi-engutang -uf&ft$ d**mzr, membuatwru
prufus r,Is{J" ffitr"*iru# ilfn rrlr:r;frurx'#n p*n*ru&ruI* n dgr- sesp-d{xa
p;f;'4';rra*,5r.ry*, I;u,{;*;a :ssi:;l:iri ;,;rfif;rirriffiJ; ,-frc:; #lr#s"r e"s.,.{#rs;
tj#f?i-; .'iilrti;rr;&c'i;;*.'uu,rijs,i. i*tgl,;_r.tr*;.:,*ill=t-i et,u::&f gg
iiitrli"' i, . ; .1,;,iii lrr:t,"

tt.
it ti Si;iie .;! lt,],r:i'r:v SUL-ri.,iii.rliu.ti" thgr-e iS ,Je!C\, ;rt tlre tf mtnil
!

,-{
i il lh* *ift, i*i iiiul ri*i ** ii:* ceu*e ?*r yirur #*spairrng.
-l
i--
t ll ft* h*s eii*r*nt**rJ:j*iJ e resp*t"ls* in wh*i !"{* Cft**ses
l

f*l y*i;, n*t.]*,wh€t y*u eh**€,€ f*r y*urself,


,
:1.-.
&;.
i+:,:t:.1 ',
ii'
.'
: *nd at the tirne'H* cesrre* n*t *h'e ti,file you J*uirs"
lar

i..:::.:.,,
4::+-'":a:ii:
_
::t.,,1:r1,,:,11,;ffi

! : :: ..r:::,:J

:: :!i tt:r::;d
r: ::iri::ii
r'' , ::::l
:: ]:': ]'

^tt
o2oir ,lt $/,, , o a lf
g
I tj
) JJcA J.l -I9 o-il
a +r

ftt'; r"te '-'t$


-, i" 'l
55on o'a., ;
4kie-r ifr
.J
ln' I l' ,n .tt" +*tPl
a,
d"tJJ r\,r*e-) ts
J* LF,J3 r#ii d +hr Jr+
'/ .1

; -+. E '/a
r1
4l*.' t g-1 " l"
dJJ J*J ) g*J llt-Fi
sJ ""** J-J G-v9
/;

Janji Urtng tak diperu$hr Iu/t*inrnu pada w{tktun7a


jungar? sfiffip si membuatmu rogu" Agar kera"gufin fru
ridaft meniadi perus*.k pundarcganmu dsn
a
{l{{Tt ff d {}T:."F **ie{?L;{i k* J&umu.

yvi;,?t ,#f;s ili,,,'rii:la, I i:,'ies It]i ui;rli,tfl


ii
11\"-,r, ,lr'r,:,-"1
L/J+l llt';'q-,*' f ht tiil:{; ;C,: ;li I li_jl.tf,t_rCC had be Br-i t; tt,::,

ihen thai rfiLrsi ilot rnake yoLi ij,fubt the prontisu


Ctherwise Vnur intellect ruiii be obscured
and the light ef VcL;r innernrtrst heart extingujshed.
i
'!
:1,.
T-
j.
l

t:
t

r
r::i
:
I
r*

'1

i
.,
:i
il
I
ii
t1

Jika Tuhan membukaknn tmfrri.rnli fiit


tt
trir:lrr rpryft ,i{n:!, ft

/irr?#{?i? k&u pe't{ulgakarzsr:ie:fmu g*rry


sscJrftir . Krsrenn
ili* tid'.k aksn wzembuks.kan pintu iakrifat,
' kecuaii
', ker€fte ingin mewperken*lkJ,
#jr,uy .'t ri.';;;u"
rakukah krxt
j\ri/ei urufur,krn
b*tuis,";i;;;;;r* ku* anuserah*
u, sec*rzgkan ams"rnzt, *.drrrah persembahan
u ru f u*-i{"ry n. T entu, p etrs emb aho u n, *. ro r kan s eh *nd i:i,rg
deng ntr r'nug er*h- Ny a.
!'lf !He
!u nncne c door
!-'iJ-u,,,' 3 rJ^nr fci .-
{^ - ycLJ, !,
thereby rnakiilg r"Jimserf knov,;n,
pay il* necd if y*ur" deeris
dc n*t *ou*i,ru ,-,p ;_ ;;l;.'
Fct' in tr"uth, F{c i:as
n*l ur*n*c ii r,;r }"i*r} fi;;{ *iit
;i rJ*:sir* ir_: ;::gk* t*{;;-:_isr:lf ;..i:*irvi; *f
t,* V*i;,
ilt' :rr:i; n*t k**!r,i iilat r--r* i;i ii:+
rli.r* ,r,,it* Fr-*=*i:t**
l*c ki:*wi*dg* *f l-lirrrs*ff i*
trrs1;, wij*i"**n *l *iJ rn* un*
t**i ru nr*sented Him rr,rith
deeds? wn-t a differerrr p iretv/een
whsr Fje nrings tc you and
what um pr***rr tc Hi*f
s..
t',i.\ ""; o
t^t 8t
tr- \ir LJIJ
o
* t- .r'/
F ii *
a ".
\[ .g l"l
l.*
#IJ} JI t
rl g f ay,N U ifj" J ,f
JJ
iP.
t

U
I
I
\.'*J>* l f,-*Y {J
,/

,y'erurs fr-m#I aru &En i'{t&ciltn*n1&ciwt7


ktffena ssupan hati iuta ber*.gcln.

A*i;i:ns iiiff*r
l-.recaurt' ili,. nlsuil'rii',i,.: *i iii; +tftl*s t'1 !-:errlg riiffer

6*-,-l
*ir: i.; i:
,
l.r..,l l

-.: ::.:r :. :. : .,

F.*ii=.;:,,..,
:.,-i.,
i:',f e6.
t
/i*: .ir...;9*.*t i t..i
r -ri i]
-i {: ._..1

i ,lt ' , : -. 'r .,..,r


i
:'
Y "I i i I ,
itrrlf-F{.,i li l] .*"r:f ii t![;i.={;ii lirlii"}ii"f i? F''{_i,fL,".t;il€,j
r

;
$
i:
:;
.i*
ryi4:.5"ffi-3wp"s*.:T$Wffiffi : -:jj:'-'-:,:€5:!-igr; -
ffitrE

*{uKix!ny* : fuLtrtW

(;r ) rJl /
kes
lq*''Wt -J4
'

s^ {
t o J .t E . e; * ? . g _? o I
j.i
d4.+$"1
-' J .r" r- y,* """-
-6*rl -:.*e"&rl

Kuburls.& cjrrlr,"aru dl f*rtu& foe*erud*&*n


*-
kurerta sesucfu y{rn(} ia:ffi&#Fg ir.fii?}rJ r/l&ufrur=
{.rfjf r"rrursl*_i
'fo#"qrlru:;r-l
j':r:,I=:i:;:; .; ,:j . ii,;j.

I l-.i1 -,r:.,:

f r r, ir_.r;
|-. .:l I if: i ;
:::;aiY,ir]l::i::l
i:,itij,ti:j:r:, ',i':. : :

t
J
*
*
!;,
ri)

o . , g ,,, , - o t
, ^j t o se

,3i 1
-r5 q'F
""
y r "ry i
X, JriJ fr*fu
L
Tiada alng tebih berguna bagi hati selsin'uzlsh.
Deng an'uzlah, hcti memasuki lapang an tafakur.

Nothirig L*riefiis the heart nifir* than a spiritual rsir"**r


',*iier*in it *r:i*r: th* #*mairi *f r"n*ditaii*n
trneydan fikrai

*
f
*
:
.:
::*
:l :'x

i
/. t
i

l
:1
' i
;lA
,:*
-s .4

t - :r4
r{
''!
.€l
.....'..
1
:. ilr -Glg*

Anda mungkin juga menyukai