Anda di halaman 1dari 18

Fasilitas Perpajakan

Dosen pengampu :

Herlina Helmy,SE.,M.Ak

Kelompok 3 :

Arif

Fatimah Sya’diah

Gian

Mellynia Tri Anita Rahim

Reska Novia

Zira Atika Putri

Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Padang

2020
A. Konsep Fasilitas Perpajakan
Dalam meningkatkan penerimaan Negara saat ini tidak cukup
hanya mengharapkan dari sumber-sumber yang ada, paling tidak
diperlukan suatu terobosan baru yang dapat mencapai hal tersebut.
Salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
kegiatan investasi langsung.
Kegiatan investasi langsung baik itu melalui penanaman modal
asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu
faktor penting yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi, pemerataan pembangunan, sampai pada percepatan
pembangunan untuk bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah
tertentu. Terlebih dengan dikeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor
77 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan dari Pasal 12 ayat 4 dan Pasal
13 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha
yang tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal. Dengan dikeluarkannya Peraturan ini
semakin membuka kesempatan bagi investor terlebih dalam
melaksanakan investasi khusus di bidang- bidang usaha yang
terbuka.
Dalam mendorong kegiatan investasi langsung ini Direktorat
Jenderal Pajak memberikan kemudahan-kemudahan (fasilitas) di
bidang perpajakan baik melalui penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala
nasional, khususnya dalam menunjang peningkatan ekspor.
Kemudahan ini diberikan untuk mendorong pembangunan daerah
terpencil, seperti yang banyak terdapat di kawasan timur Indonesia
dalam rangka pemerataan pembangunan dan menunjang peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
Pemberian kemudahan ini merupakan bentuk peningkatan
pelayanan kepada para wajib pajak, dengan tetap mengacu pada
kaidah yang berlaku sehingga penerapannya tidak menyimpang dari
maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut.
Secara garis besar Kemudahan (Fasilitas) Perpajakan diberikan
dengan tujuan:
1. Mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Kawasan
Berikat dan Entreport untuk Tujuan Ekspor (EPTE), atau untuk
pengembangan wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk
khusus untuk maksud ekspor.
2. Menampung kemungkinan atau aplikasi dari pelaksanaan perjanjian
dengan negara-negara lain (Treaty Partner) dalam bidang
perdagangan dan investasi.
3. Mempercepat pemulihan kondisi perekonomian dan sosial masyarakat
pasca bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami.
4. Menjamin tersedianya perumahan yang terjangkau oleh masyarakat lapisan
bawah yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun
sederhana.
5. Mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang-
barang yang bersifat strategis.
6. Meningkatkan pendidikan guna kecerdasan bangsa dan pembangunan
tempat ibadah.
7. Mendorong peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Menjamin tersedianya peralatan TNI/Polri.
9. Mendorong pembangunan armada nasional di bidang angkutan darat, air
dan udara.

Selain itu, dengan pemberian fasilitas pajak yang mengundang penanaman


modal, diharapkan dapat menghadirkan manfaat baik lainnya, seperti transfer
ilmu baru ke masyarakat sekitar, terciptanya lapangan kerja baru seiring
munculnya industri baru, meningkatnya kualitas sumber daya manusia,
diversifikasi ekonomi, terbukanya akses pasar luar negeri, serta mempercepat
pertumbuhan wilayah yang menjadi target pemberian fasilitas pajak tersebut.

B. Bentuk Fasilitas Perpajakan


1. Fasilitas PPh

a. Fasilitas PPh Badan


1. Fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan dan pemanfaatan

Kepada Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal


baru yang merupakan Industri Pionir dapat diberikan fasilitas
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Penanaman Modal dan
Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang


luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi,
memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi
perekonomian nasional.

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diberikan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari kegiatan utama usaha yang merupakan Industri
Pionir.
Kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah kegiatan utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin
prinsip dan/atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan
permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk
perubahan dan perluasannya sepanjang termasuk dalam kriteria
Industri Pionir.Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 diberikan paling banyak 100% (seratus
persen) dan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pajak
Penghasilan badan yang terutang.

Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2 dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15
(lima belas) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak,
terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi secara
komersial.Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan persentase
yang sama setiap tahun selama jangka waktu Sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).

Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya


saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha
tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas
pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu
melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjadi paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak


Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah
Wajib Pajak badan yang memenuhi kriteria:

1. merupakan Wajib Pajak baru;


2. merupakan Industri Pionir;
3. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah
mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, paling
sedikit sebesar Rp l.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
4. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang
dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak
Penghasilan;
5. menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan
dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh
persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada huruf c, dan dana tersebut tidak ditarik sebelum
saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
6. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang
pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus
2011.

Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri dan/atau Wajib
Pajak luar negeri berupa bentuk usaha tetap, selain memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam
negeri dan/atau Wajib Pajak luar negeri berupa bentuk usaha tetap
tersebut harus memiliki surat keterangan fiskal yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku


dalam hal Wajib Pajak badan:

1. dimiliki langsung oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;


2. kepemilikannya terdiri atas saham-saham yang terdaftar pada bursa
efek di Indonesia.

Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


mencakup:

1. Industri logam hulu;


2. Industri pengilangan minyak bumi atau industri dan infrastruktur
pengilangan minyak bumi, termasuk yang menggunakan skema
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU);
3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan
gas alam;
4. Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;
5. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan
perikanan;
6. Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;
7. Industri transportasi kelautan; dan/atau
8. Infrastruktur ekonomi yang menggunakan skema selain Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi
persyaratan:

1. telah berproduksi secara komersial;


2. pada saat mulai berproduksi secara komersial, Wajib Pajak telah
merealisasikan nilai penanaman modal paling sedikit sebesar
rencana penanaman modalnya; dan
3. bidang usaha penanaman modal sesuai dengan rencana bidang
usaha penanaman modal dan termasuk dalam cakupan Industri
Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

2. Batasan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak


yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berlaku ketentuan sebagai
berikut:

1. harus diselenggarakan pembukuan secara terpisah dari


pembukuan atas penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
2. tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama
periode pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan
badan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) atau Pasal 3 ayat (4).

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari


luar kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan


Pajak Penghasilan badan adalah:

1. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (capital


gain) selain dari produk yang dihasilkan Wajib Pajak dari kegiatan
utama usaha sebagaimana tercantum dalam izin prinsip dan/atau
izin usaha Wajib Pajak;
2. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
3. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
4. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi;
5. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
6. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
7. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
8. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
9. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
10. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
3. Pencabutan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 dicabut, dalam hal Wajib Pajak:

1. pada saat mulai berproduksi secara komersial, nilai realisasi


penanaman modal kurang dari rencana penanaman modal;
2. tidak menempatkan dana di perbankan di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b dan/atau
dana tersebut ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan
realisasi penanaman modal;
3. tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ketentuan mengenai
pemenuhan permintaan Direktur Jenderal Pajak untuk
memberikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(3);
4. melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9;
5. tidak mengajukan permohonan Advance Pricing Agreement
untuk Wajib Pajak yang berorientasi ekspor yang melakukan
transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembentukan dan
pelaksanaan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing
Agreement); dan/atau
6. berdasarkan hasil pemeriksaan, menyalahgunakan fasilitas
pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam rangka
penghindaran atau pengelakan pajak, antara lain melakukan
praktik transfer pricing yang tidak sesuai dengan norma
kewajaran.

b. Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu


dan/atau Di Daerrah-Daerah tertentu.

1. Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-


Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu dan
Kriteria Pemanfaatan

Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan


Penanaman Modal, baik Penanaman Modal baru maupun perluasan
dari usaha yang telah ada, dapat diberikan fasilitas Pajak
Penghasilan pada:

1. Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana tercantum dalam


Lampiran I Peraturan Pemerintah ini; dan/atau
2. Bidang-bidang Usaha Tertentu dan Daerah-daerah Tertentu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Pemerintah ini.

Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa:

1. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari


jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk
tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan
selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen)
pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara
komersial;
2. penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi
yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam
rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan
masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan
sebagai berikut:

untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud:

Tarif Penyusutan
Masa
Kelompok Harta Berwujud
Manfaat Garis Saldo
Lurus Menurun

I. Bukan bangunan

Kelompok 1 2 tahun 50% 100%

Kelompok 2 4 tahun 25% 50%

Kelompok 3 8 tahun 12.5% 25%

Kelompok 4 10 tahun 10% 20%

II. Bangunan

Permanen 10 tahun 10%

Tidak Permanen 5 tahun 20%


untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:

Tarif Penyusutan Sebagaimana


Kelompok Harta Tak
Masa Manfaat
Berwujud
Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1 2 tahun 50% 100%

Kelompok 2 4 tahun 25% 50%

Kelompok 3 8 tahun 12,5% 25%

Kelompok 4 10 tahun 10% 20%

3. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan


kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah
menurut perjanjian penghindaran pajakberganda yang berlaku; dan

4. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi


tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan-ketentuan
khusus.

2. Batasan Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di


Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu
dan Kriteria Pemanfaatan

Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diberikan fasilitas Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sepanjang
memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;

2. memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau

3. memiliki kandungan lokal yang tinggi.

Terhadap aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak


Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a
dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau
dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap dimaksud kecuali diganti
dengan aktiva tetap baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang
lebih lama antara:

1. jangka waktu 6 (enam) tahun sejak saat mulai berproduksi secara


komersial; atau
2. masa manfaat aktiva sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1.

Terhadap aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak


Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b
dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau
dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud dimaksud kecuali
diganti dengan aktiva tak berwujud baru, sebelum berakhirnya masa
manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2.

3. Pencabutan Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal


Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah
Tertentu dan Kriteria Pemanfaatan

Terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas Pajak


Penghasilan tetapi tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 4:

1. fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini


dicabut;

2. dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan


Perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

3. tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan Peraturan


Pemerintah ini.

c. Contoh Bentuk Fasilitas Pajak PPh :

1. Tax holiday

Istilah tax holiday mungkin terkesan unik bahkan lucu didengar.


Namun, tax holiday bukanlah pajak tentang hari libur atau liburan.
Pada dasarnya, undang-undang perpajakan di Indonesia tidak
mengenal istilah tax holiday. Adapun lahirnya tax holiday dilatari oleh
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (UU Penanaman Modal).

Tax holiday adalah salah satu bentuk insentif pajak yang paling
sering diberikan dalam upaya menarik investasi asing. Tax
holiday sendiri berbentuk pembebasan beban PPh badan atau dapat
pula berupa pengurangan tarif PPh badan bagi perusahaan yang
menanamkan modal baru ke dalam negeri selama jangka waktu
tertentu. Insentif ini ditujukan guna merangsang investasi asing.

Modifikasi lainnya dapat pula berupa kombinasi keduanya, yaitu


mendapat pembebasan PPh badan dan dilanjutkan dengan pemberian
pengurangan dalam periode tertentu. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika tax holiday dianggap sebagai insentif pajak yang
paling ‘murah hati’.

Tax holiday seringkali ditempatkan dalam industri tertentu untuk


mendorong pertumbuhan. Tetapi, tidak semua industri bisa
menikmati Tax holiday. Sang investor harus memenuhi syarat industri
pionir, menciptakan banyak lapangan kerja, membawa teknologi baru,
masuk kedaerah kecil dan terbelakang, dan memberikan nilai tambah
bagi industri.

Fasilitas yang Diberikan

KEPADA wajib pajak (WP) yang melakukan penanaman modal di


bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang
mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas
perpajakan .

Pemberian fasilitas tersebut diatur dalam Pasal 31A Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 (UU PPh). Fasilitas diberikan dalam bentuk:

1. pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah


penanaman yang dilakukan;

2. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

3. kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10


tahun; dan

4. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10%, kecuali apabila tarif
menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih
rendah.

Sementara itu tax holiday juga diberikan kepada perusahaan


industri pionir yang melakukan penanaman modal baru di
Indonesia yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31A UU PPh. Ketentuan tersebut telah diatur dalam
Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Ketentuan mengenai pemberian fasilitas tax holiday bagi


penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Pemerintah 18 tahun 2015.

Bagi WP yang telah memperoleh fasilitas tax holiday harus


menyampaikan laporan secara berkala kepada Ditjen Pajak dan
komite verifikasi mengenai:
1. laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di
Indonesia; dan

2. laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.

3. ketentuan mengenai tata cara pelaporan ini diatur dengan


Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Siapa yang Berhak Memperolehnya?

Di dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keungan Nomor


159/PMK.010/2015, disebutkan bahwa WP yang dapat menerima
fasilitas tax holiday harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. merupakan Wajib Pajak baru;

2. merupakan Industri Pionir;

3. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah


mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, paling
sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00;

4. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan


modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya
perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk
keperluan penghitungan Pajak Penghasilan;

5. menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk


menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit
10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal
sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan dana tersebut tidak
ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi
penanaman modal; dan

6. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang


pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15
Agustus 2011.

Industri pionir yang dimkasud mencakup 9 sektor sebagai berikut:

1. Industri logam hulu;

2. Industri pengilangan minyak bumi;

3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi


dan gas alam;

4. Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;

5. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan


perikanan;

6. Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;

7. Industri transportasi kelautan;

8. Industri pengolahan yang merupakan industri utama di


Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/atau

9. Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema


Kerjasama Pemerintah dan Badan.

2. Tax Allowance

tax allowance berarti fasilitas pajak yang diberikan dalam bentuk


pengurangan penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan
jumlah investasi yang ditanamkan di bidang-bidang usaha
daerah.Sementara ittu, David Holland and Richard J. Vann (1998)
mendefinisikan tax allowance atau investment allowance sebagai
bentuk keringanan pajak yang didasarkan pada nilai pengeluaran atas
investasi yang memenuhi kualifikasi.

Di Indonesia, dasar hukum tax allowance atau pengurangan pajak


ini diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).

Adapun landasan hukum teknis pemberian tax allowance diatur


dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Kegiatan Penanaman Modal di Sektor Usaha
Tertentu dan Wilayah Tertentu (PP 9/2016)

Lebih lanjut, pemberian tax allowance juga diatur dalam Peraturan


Menteri Keuangan No.89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu serta Pengalihan
Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang
Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.

Secara singkat, dalam aturan tersebut, fasilitas tax allowance terkait


pajak penghasilan (PPh) yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah


investasi yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing
sebesar 5% per tahun);

2. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh 26


atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri
sebesar 10%;

3. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak


lebih dari 10 tahun;

4. pengenaan PPh atau dividen sebesar 10% atau tarif menurut


perjanjian perpajakan yang berlaku.

Adapun detail mengenai kriteria dan jenis industri apa saja yang
mendapatkan keringan pajak atau tax allowance dapat dilihat
dalam PP No. 18/2015 sebagaimana telah diubah dengan PP No.
9/2016.

Perbedaan :

keterangan Tax Holiday Tax Allowance


1. Undang-Undang yang mengatur adalah
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
tentang penanaman modal. 1. Undang-Undang yang mengatur adalah Pasal
31A Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008
2. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan.
adalah PP Nomor 97 tahun 2010 tentang
penghitungan penghasilan kena pajak dan 2. Peraturan Pemerintah yang mengatur adalah
pelunasan pajak pada tahun berjalan. PP Nomor 18 tahun 2015 tentang perubahan
kedua dari PP Nomor 1 tahun 2017.
3. Peraturan Menteri Keuangan
Dasar
192/PMK.011/2014 tentang perubahan 3. Dasar hukum lainnya adalah PER-41/PJ 2014
Hukum
atas PMK 130/PMK.011/2011 tentang tentang tata cara pemberian fasilitas pajak
pemberian fasilitas pembebasan atau penghasilan, penetapan realisasi penanaman
pengurangan pajak penghasilan badan. modal, penyampaian kewajiban pelaporan, dan
pencabutan keputusan persetujuan pemberian
4. Peraturan lainnya adalah PER- fasilitas pajak penghasilan untuk wajib pajak
44/PJ/2011 tentang tata cara pelaporan yang melakukan penanaman modal di bidang-
penggunaan dana realisasi penanaman bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah
modal bagi wajib pajak badan yang tertentu.
mendapat fasilitas pembebasan atau
pengurangan pajak penghasilan.
Jenis usaha yang bisa mendapatkan
fasilitas tax holiday adalah industri
pelopor yang bergerak di bidang:

1. industri logam dasar; Jenis usaha yang bisa mendapatkan fasilitas tax
Jenis allowance pada dasarnya adalah semua bidang
Usaha 2. industri pengilangan minyak bumi usaha dengan ketentuan dan syarat yang
dan/atau kimia dasar organik yang berlaku.
bersumber dari minyak bumi;

3. indutrsi permesinan;
keterangan Tax Holiday Tax Allowance
4. industri di bidang sumber daya
terbarukan; dan/atau

5. industri peralatan komunikasi.


1. Perusahaan akan mendapatkan potongan
1. Perusahaan akan dibebaskan dari pajak
pajak maksimal 30% (tiga puluh persen)
penghasilan badan (PPh Badan) selama
dihitung dari besar investasi yang ditanamkan.
minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun
sejak dimulainya produksi komersial.
2. Kompensasi kerugian lebih lama, tapi tidak
lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Bentuk 2. Perusahaan akan mendapatkan
Fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan
3. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 26
(PPh Badan) sebesar 50% (lima puluh
sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila
persen) dari Pajak Penghasilan terutang
tarif menurut perjanjian perpajakan yang
selama 2 (dua) tahun pajak terhitung
berlaku menetapkan lebih rendah.
setelah berakhirnya fasilitas pembebasan
pajak. 4. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.
1. Fasilitas pengurangan pajak tax
allowance akan diberikan pada perusahaan yang
Fasilitas pengurangan pajak tax
memiliki nilai investasi yang tinggi atau nilai
holiday akan diberikan pada perusahaan
ekspor yang tinggi.
Ketentuan yang memiliki rencana penanaman modal
baru paling sedikit senilai 1 triliun
2. Perusahaan tersebut menyerap tenaga kerja
Rupiah.
yang besar atau memanfaatkan sumber daya
lokal dengan baik.

2. Fasilitas PPN

a. Definisi Fasilitas PPN


Fasilitas PPN merupakan bentuk-bentuk perlakuan khusus terkait pungutan
Pajak Pertambangan Nilai (PPN) atas barang atau kegiatan tertentu. Pemberian
fasilitas PPN diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Memacu beberapa sektor ekonomi potensial
2. Mendorong perkembangan usaha
3. Meningkatkan daya saing produk dalam negeri
4. Mendukung pertahanan nasional
5. Mendukung kelancaran pembangunan nasional
b. Jenis-Jenis Fasilitas PPN
Atas tujuan-tujuan yang sudah disebutkan tersebut, pemerintah memberikan
fasilitas sebagai berikut:
1. Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif 0%
2. Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN
3. Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN
4. Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN

Empat fasilitas PPN ini diterapkan dengan mekanisme pelaksanaan yang


masing-masing berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda pula.

c. Fasilitas PPN Pengenaan Tarif 0%


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN,
pemberian fasilitas PPN berupa pengenaan tarif 0% ini diberikan kepada
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud
2. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud
3. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)
Terhadap tiga kegiatan di atas, pemerintah memberikan fasilitas berupa
pengenaan tarif PPN 0%. Artinya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memang
berorientasi ekspor akan mendapatkan fasilitas PPN tarif 0% ini. Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan daya saing ekspor dari industri dalam
negeri.

d. Fasilitas PPN Dalam Bentuk Tidak Dikenakan Pungutan PPN


Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN diberikan pada
barang dan jasa yang penggunaannya menyangkut hajat hidup orang banyak.
Hal ini dimungkinkan, meski sejatinya barang dan jasa yang beredar di
masyarakat merupakan BKP/JKP dan untuk itu ada pungutan PPN.
Pasalnya, ada beberapa jenis barang dan jasa yang keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh khalayak umum. Oleh karena itu, kegiatan penyerahan dan
perolehan barang dan jasa yang dimaksud tidak dikenakan pungutan PPN.
Jenis-jenis barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas PPN dalam bentuk
tidak dikenakan pungutan PPN tertuang dalam UU PPN Pasal 4A, dengan
perincian sebagai berikut:
1. Jenis barang tidak dikenakan pungutan PPN
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya.
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga
2. Jasa yang tidak dikenakan pungutan PPN
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
b. Jasa pelayanan social
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko
d. Jasa keuangan
e. Jasa asuransi
f. Jasa keagamaan
g. Jasa pendidikan
h. Jasa kesenian dan hiburan
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri
k. Jasa tenaga kerja
l. Jasa perhotelan
m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
n. Jasa penyediaan tempat parker
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
q. Jasa boga atau katering

e. Fasilitas PPN Berupa Pembebasan PPN

Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN merupakan pembebasan kewajiban


memungut PPN kepada orang pribadi atau badah usaha yang melakukan
kegiatan penyerahan:

1. BKP bersifat strategis, yang merupakan barang masuk kategori BKP


namun memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan pemerintah.
Sehingga atas BKP strategis ini diberikan fasilitas PPN dibebaskan.
2. BKP tertentu, yang meliputi yang diperlukan untuk kepentingan umum
atau untuk kepentingan nasional yang dikelola oleh unit-unit pemerintah.
3. JKP tertentu, yang terdiri atas jasa yang diserahkan kontraktor untuk
pemborong bangunan, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan
serta jasa yang diterima oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara
Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional.
4. Penyerahan BKP/JKP kepada perwakilan negara asing dan badan
internasional serta pejabatnya dengan asas timbal balik.
5. Jasa kebandarudaraan tertentu, yang meliputi pelayanan jasa penerbangan;
pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara,
pelayanan jasa konter, pelayanan jasa garbarata (aviobridge), pelayanan
jasa bongkar muat penumpang, kargo, pos.

Terhadap transaksi-transaksi yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan


ini, tetap ada kewajiban menerbitkan faktur pajak bagi PKP yang
menyerahkan. Sebab, sejatinya transaksi-transaksi yang mendapat fasilitas
PPN dibebaskan ini merupakan transaksi terutang PPN. Jadi, yang dibebaskan
adalah kewajiban pemungutan PPN bukan kewajiban membuat faktur pajak.

Faktur pajak untuk transaksi yang mendapat fasilitas PPNB dibebaskan ini
adalah menggunakan kode faktur kode 08 dan tetap mencantumkan besaran
nilai PPN yang dibebaskan. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan
BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, tidak dapat
dikreditkan.

f. Fasilitas PPN Dalam Bentuk Tidak Dipungut PPN

Pemberian fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN diberikan


kepada transaksi-transaksi sebagai berikut:

1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean.


2. Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu.
3. Impor BKP tertentu.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN diberikan kepada transaksi-
transaksi seperti yang disebutkan di atas, yang dilakukan di/ke kawasan bebas
dan kawasan berikat. Selain itu, transaksi tidak dipungut PPN apabila yang
melakukan kegiatan merupakan PKP yang menjalankan pengolahan pada
kawasan berikat

Anda mungkin juga menyukai