RUANG ANGGREK
ASUHAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
CASE CONFRENCE
Anggota :
Topik : Kasus pasien prilaku kekerasan dengan riwayat psikotik post partum
1. Identitas Pasien
Nama Klien : Frastika Geovani
Usia : 24th
Alamat : Jl. Punggai No 342 RT 02 RW 019
Tgl Masuk RS : 14-07-2019
Tgl Masuk Anggrek : 16-07-2019
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Rawatan : Umum
Diagnosis Medis : Skizoefektif tipe campuran
2. Alasan Masuk
Ny. F masuk RSJ HB Saanin Padang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Juli 2019 pukul
13.50 WIB, acc dari dr Sri dalam keadaan bingung dan gelisah. Klien sakit sejak 3 bulan yang lalu,
sudah dibawa berobat oleh keluarga ked r. Linda Yaunin dan teratur minum obat selmaa 2 bulan ini.
Sejak 1 minggu sebelu m masuk RSJ, klien putus obat. Sehingga membuat klien bertambah gelisah,
mengamuk, marah-marah tanpa sebab, banyak bicara isi bicara ngawur dan kotor. Bicara dan tertawa
sendiri. Merasa paling hebat dan bawaannya selalu curiga kepada orang lain, serta menangis tanpa
sebab. Tidur malam kurang, klien kurang memperhatikan kebersihan diri.
3. Data yang ditemukan
Pada tanggal 16 Juli 2019 pukul 13.00 WIB, klien masuk ke Ruangan Anggrek pindahan dari
UPIP II diantar oleh petugas dengan berjalan kaki. Klien tampak mulai tenang. Kontak dan
pengertian ada, klien menurut saat diarahkan masuk ke kamar. Pada saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 17 Juli 2019 klien tampk mulai tenang, emosi kadang masih labil, cenderung mengikuti dan
memaksakan kemauan sendiri,klien mengatakan jangan terlalu bnyak ditanya, klien juga mengatakan
kesal karena keinginannya tidak terpenuhi, banyak bicara, biacar-bicara sendiri seperti ada lawan
bicara. Klien mengatakan ada melihat bayangan-bayangan yang tidak jelas dan mendengar suara-
suara bisikan terutama saat klien sedang sendiri. Kadang tatapan mata klien kosong. Klien sering
mengatakan ingin mati saja karena tidak ada yang memperdulikan dan menghargainya. Tampak tidak
bersemangat, banyak tidur, rambut dan pakaian kurang rapi. Pasien mengatakan merasa sedih dan
kecewa dengan keadaan ayah ibunya yang mau bercerai dikarenakan sering berengkar.
4. Faktor Predisposisi
Klien mengalami sakit sakit sejak 3 bulan yang lalu, persisnya bulan April 2019 (Psikosa Post
Partum). Klien mempunyai bayi perempuan yang berumur 7 bulan. Klien merupakan pegawai
perusahaan swasta di Jakarta.Sakit yang diderita klien bertambah parah disebabkan berbagai factor:
konflik rumah tangga; sosok suami yang sibuk bekerja dan kasar, kekecewaan terhadap ayah ibu
yang ingin bercerai, tekanan dan tuntutan pekerjaan serta beban dalam mengasuh anak.
5. Faktor Presipitasi
Menurut keluarga, klien adalah tipe anak yang pintar dan aktif dalam berorganisasi. Sebelum
menikah klien jarang melakukan kegiatan rumah tangga, klien hanya disibukan dengan kegiatan
sekolah/perkuliahan. Setelah menikah klien harus menjalankan semua kegiatan rumah tangga
sendiri tanpa dibantu oleh suaminya; termasuk mengasuh anak, kesibukan dikantor dan tuntutan dari
atasan. Kemungkinan semua faktor tersebut yang menyebabkan klien seperti saat ini.
6. Keadaan Umum
Tanda-tanda vital :
TD : 120/90 mmHg
Suhu : 36.5®c
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
7. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium pada tanggal 14-07-2019
Hb : 13,40 g/dl (N: 12,00-16,00g/dl)
Leukosit : 9.5000mm3
Hematocrit : 34,00% (N: 37,00-43,00%)
Trombosit : 391.000/mm3 (N: 150.000-400.000/mm3)
SGOT : 31 U/I (N: <32 U/I)
SGPT : 64 U/I (N: < 31 U/I)
Ureum : 16,00 mg/dL (N: 10,00-50,00mg/dL)
Kreatinin : 0,60mg/dL (N: 0,60-1,20 md/dL)
Gula darah sewaktu : 179mg/dL (N: <200mg/dL)
8. Status Gizi
Tinggi Badan : 170cm
Berat Badan : 90kg
IMT : 31.14 kg/m2
Status Gizi : gizi cukup
Diet : MB RKTS
9. Data Fokus
No Analisa Data Diagnosa Keperawatan
1 Data Subjektif: Perilaku Kekerasan
Klien mengatakan jangan terlalu bnyak ditanya
Klien mengatakan kesal karena keinginannya tidak
terpenuhi.
Data Objektif :
Emosi labil
Cenderung memaksakan keinginan sendiri
Banyak bicara, isi bicara ngawur dan kata-kata kotor
Tampak marah jika keinginannya tidak terpenuhi
3 Data Subjektif:
Klien sering mengatakan ingin mati saja karena Resiko Bunuh Diri
tidak ada yang memperdulikannnya
Klien mengatakan sedih dan kecewa terhadap orang
tuanya yang ingin bercerai
Data Objektif:
Tampak banyak tidur
Tampak tidak bersemangat
Tatapan mata klien kosong
Kadang-kadang terlihat menangis tanpa sebab
10. Penatalaksanaan
a. Tindakan Keperawatan
2 Dx Kep 2 : Halusinasi
Sp1 tgl Tujuan tercapai klien Klien terkadang
Identifikasi halusinasi : frekuensi, bisa mengulang cenderung malas
waktu terjadi, situasi pencetus, kembali latihan menjawab pertanyaan,
perasaan, respon menghardik halusinasi dan kurang termotivasi
Jelaskan cara mengontrol untuk melakukan
halusinasi: menghardik, minum kontrol emosi sesuai
obat, bercakap-cakap, melakukan dengan cara yang telah
kegiatan diajarkan
Latih cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik
Masukan pada jadwal kegiatan
Sp 2 tgl Tujuan tercapai Klien masih dibantu
Evaluasi kegiatan menghardik, sebagian ditandai dan diarahkan sewaktu
beri pujian dengan bisa dan mengulang kembali
latih cara mengontrol halusinasi mengulang kembali tentang obat
dengan minum obat teratur (5 tentang 6 benar obat
benar minum obat) dan memahami bahwa
Masukan pada jadwal kegiatan obat dapat mengontrol
halusinasinya.
3 Dx Kep 3 : Resiko Bunuh Diri
Sp 1 tgl 17-07-2019 s/d 20-07-2019 Tujuan tercapai Masih ada keluarga
Identifikasi benda-benda yang ditandai dengan yang membawakan
dapat membahayakan pasien mampu barang yang dapat
Amankan benda-benda yang dapat mengidentifikasi membahayakan klien
membahayakan pasien dengan benda-benda yang seperti kain panjang
tindakan: dapat membahayakan
Menjauhkan semua benda yang dan mengendalikan
berbahaya (pisau, silet, gelas, tali dorongan bunuh diri
pinggang)
Sp 2 tgl 21-07-2109 Tujuan tercapai Mood klien sering
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1). ditandai dengan tidak stabil, apa yang
Beri Pujian. Kaji ulang resiko mampu sudah disampaikan
bunuh diri mengidentifikasi aspek terkadang tidak
Latih cara mengendalikan diri dari positif dan berpikir dipatuhi oleh klien
dorongan bunuh diri: buat daftar positif terhadap diri
aspek positif keluarga dan serta mampu
lingkungan, latih afirmasi/berpikir menghargai diri
aspek positif keluarga dan sebagai individu yang
lingkungan berharga
Masukkan pada jadwal latihan
berpikir positif tentang diri,
keluarga dan lingkungan
b. Tindakan Medis
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku Kekerasan dapat dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku Kekerasan
merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat
menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2007).
Dalam melakukan pengkajian terdiri atas pengkajian riwayat kesehatan (data subjektif)
dan pemeriksaan fisik (data objektif), sedangkan pengumpulan data menggunakan metode
auto anamneses terhadap klien langsung dan melihat terhadap penampilan dan perilaku
klien (Nanda, 2012). Data yang diperoleh setelah melakukan pengkajian pada klien Sdr. F
ditemukan data subjektif antara lain klien mengatakan akan menyakiti dirinya sendiri, klien
jengkel pada keluarganya karena tidak mendapat perhatian dan akan bunuh diri, sementara
dari data objektif klien tampak bingung, mengamuk, menendang pintu, emosi, bicara dan
tertawa sendiri, mondar mandir, bicara terdengar keras (membentak), pandangan tajam.
Menurut Direja (2011), pencetus seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Dalam kasus ini, klien
merupakan tipe anak yang pintar dan aktif dalam berorganisasi, sehingga jarang melakukan
kegiatan rumah tangga, klien hanya disibukan dengan kegiatan sekolah/perkuliahan. Setelah
menikah klien harus menjalankan semua kegiatan rumah tangga sendiri tanpa dibantu oleh
suaminya, termasuk mengasuh anak, kesibukan dikantor dan tuntutan dari atasan. Hal ini,
memungkinkan menjadi factor pencetus klien seperti saat ini.
Faktor Predisposisi adalah berbagai faktor yang menunjang terjadinya perubahan dalam
konsep diri seseorang (Stuart, 2006). Beberapa faktor yang mendukung adalah masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan, sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh
tindakan agresif, lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat). Klien dirawat pertama
kalinya di RSJ HB Saanin Padang, namun klien sudah pernah mendapatkan pengobatan
sebelumnya tapi tidak berhasil karena tidak mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Patuh
minum merupakan faktor penting didalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa, dalam
hali ini klien kurang mendapatkan dukungan dari keluarga untuk minum obat, keluarga
belum bisa menemani ketika pasien sakit, sehingga klien merasa tidak ada perhatian dari
keluarga. Selain itu ditempat bekerja klien selalu mendapatkan tugas-tugas diluar tupoksinya
dan dituntut untuk selalu sempurna dalam penyelesaian tugas, sementara itu, klien memiliki
tanggungjawab terhadap anak dan suaminya, hal ini menjadi tekanan bagi klien.
Penanganan yang telah dilakukan pada klien yaitu pemberiaan terapi medis dan terapi
keperawatan, terapi keperawatan yang telah diberikan adalah mengajarkan cara mengatasi
prilaku kekerasan seperti tarik napas dalam, patuh minum obat, mengungkapkan secara
verbal dengan baik, dan mengajarkan cara spiritual dalam mengatasi prilaku kekerasan.
Dalam kasus ini klien juga mengalami halusinasi klien mengatakan ada mendengar
suara-suara bisikan dan melihat bayangan yang tidak jelas, klien mengatakan suara dan
bayangan muncul pada saat sendiri. Klien tampak bicara sendiri seperti ada lawan bicara, isi
bicara ngawur dan kata-kata kotor, tatapan mata tampak kosong, banyak tidur dan tidak
bersemangat. Klien tampak bicara-bicara sendiri seperti ada lawan bicara isi bicara ngawur
dan kata-kata kotor tatapan mata tampak kosong banyak tidur dan tidak bersemangat.
Menurut Videbeck dalam Yosep Iyus (2009) tanda pasien mengalami halusinasi
pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah
sendiri, menutup telinga karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.
Halusinasi terjadi karena adanya reaksi emosi berlebihan atau kurang, dan perilaku aneh
Damaiyanti (2012). Bahaya secara umum yang dapat terjadi pada pasien dengan halusinasi
adalah gangguan psikotik berat dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya, terjadi
disorientasi waktu, dan ruang ( Iyus Yosep, 2009). Lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia
mengalami halusinasi, dan halusinasi yang sering terjadi adalah halusinasi pendengaran,
halusinasi penglihatan, halusiansi penciuman dan halusinasi pengecapan.
Penanganan yang telah dilakukan pada klien yaitu pemberiaan terapi medis dan terapi
keperawatan, terapi keperawatan yang telah diberikan adalah mengajarkan klien untuk
menghardik halusinasi, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengalihkan halusinasi dan melakukan kegiatan terjadwal yang dimulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, klien juga dilakukan terapi aktifitas kelompok dan senam pagi.
Menurut Kusumawati dan Hartono (dalam Direja, 2011), pohon masalah pada perilaku
kekerasan (core problem) dapat mengakibatkan seseorang beresiko melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
penyebab yaitu gangguan persepsi sensori, gangguan pemeliharaan kesehatan,
ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.
Data yang diperoleh dari klien F yaitu perilaku kekerasan yang disebabkan oleh
halusinasinya yang didukung oleh data subyektif, klien mendengarkan bisikian bisikan untuk
menyakiti dirinya sendiri serta melakukan bunuh diri, selain itu minimnya dukungan keluarga
menjadi faktor pencetus klien untuk mencedari diri sendiri.
12. Kendala Dalam Perawatan
Sejak klien dirawat diruang Anggrek tanggal 16-07-19 sampai hari ini tanggal 24-07-19,
klien masih tampak bingung, emosi labil, bicara keras, mood tidak stabil, mudah tersinggung dan
menangis, malas mengikuti kegiatan, sehingga terapi obat dan asuhan keperawatan yang
diberikan belum terlihat perubahan yang signifikan sehingga petugas terkendala dalam
menerapkan asuhan keperawatan seanjutnya.
13. Rencana Tindak Lanjut
1. Berkoordinasi dengan psikolog untuk mempertemukan antara klien dan kedua orang tuanya
untuk menggali permasalahan klien
2. Kolaborasi dengan dokter spesialis kejiwaan untuk dilakukan penanganan lebih lanjut
3. Menggali informasi lebih dalam dan akurat pada pasien dan keluarga untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut
Daftar Pustaka
Budi Ana Keliat. (1992). Peran serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta:
EGC
Budi Ana Keliat, dkk (1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Dermawan, Deden . (2013). Keperawatan jiwa, konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan.
Yogyakarta Goyen Publishing.
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Budi Ana Keliat. (1992). Peran serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta:
EGC
Budi Ana Keliat, dkk (1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Dermawan, Deden . (2013). Keperawatan jiwa, konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan.
Yogyakarta Goyen Publishing.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbitan Buku Kedokteran: EGC
Nanda. 2012. Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 1, Edisi 4. EGC: Jakarta
Direja, Surya A.H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Penerbit Buku Nuha Medika