Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Imunohematologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari system ilmu pada darah.
Penyakit pada system imun yang sering kita kenal antara lain: hipersensitivitas, autoimun,
hiv/aids, dll. Autoimun, seperti dengan namanya adalah keadaan abnormal dimana sistem
imun tubuh menyerang bagian tubuh itu sendiri seperti jaringan atau organ dalam karena
dianggap oleh system imun sebagai benda asing. Salah satu penyakit autoimun adalah
systemic lupus erythematosus atau yang sering dikenal sebagai penyakit lupus. Penyakit
lupus berasal dari bahasa latin yang berarti “anjing hutan,” atau “serigala,” memiliki ciri yaitu
munculnya bercak atau kelainan pada kulit, dimana di sekitar pipi dan hidung akan terlihat
kemerah-merahan seperti kupu-kupu. Lupus juga menyerang organ dalam lainnya seperti
ginjal, jantung, dan paru-paru.oleh karena itu penyakit ini dinamakan “sistemik,” karena
mengenai hampir seluruh bagian tubuh kita. Jika lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan
organ lain tidak terkena, maka disebut lupus kulit (lupus kutaneus) yang tidak
terlalu berbahaya di bandingkan lupus yang sistemik (sistemik lupus /sle) . Berbeda dengan
hiv/aids.
Sle adalah suatu penyakit yang di tandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh
sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang
masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi,
sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda
antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya
akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah
trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004). Perkembangan penyakit lupus meningkat
tajam di indonesia. Menurut hasil penelitian lembaga konsumen jakarta (LKJ), pada tahun
2009 saja, di RS Hasan Sadikin bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena sle
( systemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering
terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat penurunan
kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita sle. Masalah lain
yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita sle dan keluarganya tentang
informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan sle. Manifestasi klinis dari sle
bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardio
pulmonal, ginjal,saluran cerna, mata, trombosis, dan kematian janin (Hahn, 2005).

1
B. Rumusan
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memiliki kasus dan memunculkan beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari SLE
2. Apa etiologi dari SLE
3. Apa saja tanda dan gejala pada klien dengan SLE
4. Bagaimana pathway/patofisiologi SLE
5. Apa saja macam/jenis SLE
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada klien dengan SLE
7. Apa saja penata laksanaan medis pada klien SLE
8. Apa saja komplikasi pada klien SLE
9. Bagaimana pengkajian pada klien SLE
10. Apa saja diagnosa keperawatan pada klien SLE
11. Apa saja intervensi keperawatan pada klien SLE

C. Tujuan
Dari rumusan diatas maka diharapkan pembaca dapat mengetahui beberapa hal tentang SLE
sebagai berikut :
1) Pengertian SLE
2) Etiologic SLE
3) Tandan dan gejala klien SLE
4) Patofisiologi SLE
5) Macam atau jenis SLE
6) Pemeriksaan penunjang klien SLE
7) Penatalaksanaan medis klien SLE
8) Komplikasi SLE
9) Pengkajian SLE
10) Diagnosa keperawatan klien SLE
11) Intervensi keperawatan SLE
D. Manfaat
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sle dengan jelas.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Medis
A. Defenisi System Lupus Erythematosus
System lupus erythematosus (sle) atau yang biasa disebut dengan penyakit lupus
adalah penyakit autoimmune inflamasi kronik yang dapat menyerang banyak organ sistem
kulit, sendi sendi dan organ dalam. Penyakit ini dapat di golongkan dalam skala ringan,berat,
bahkan mengancam jiwa. (Adam Medical Education,2015)
Penyakit autoimun sendiri adalah suatu keadaan dimana tubuh dalam keadaan normal
menghasilkan antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan antigen atau benda asing yang
ada di tubuh, tetapi dalam keadaan ini, antibodi tersebut malah merusak sel, jaringan, atau
organ tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung,
paru, otak, dan sistem pembuluh darah.pada sistem pembuluh darah lupus dapat
menyebabkan inflamasi yang disebut vasculitis karena itu para dokter memperkirakan pasien
lupus mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit arteri koroner. Lupus juga
dapat menyerang darah dengan menurunkan jumlah sel darah putih dan jumlah platelet.
Beberapa pasien lupus juga mengidap anemia,suatu kondisi dimana sel-sel darah merah
jumlahnya sangat rendah sehingga oksigen yang seharusnya dibawa dan disebarkan
keseluruh jaringan tubuh menjadi sangat berkurang .
System lupus erythematosus (sle) merupakan penyakit rematik autoimun yang di
tandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap orang atau sistem dalam
tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyoaru,dkk 2009).

B. Etiologi

Penyebab dari sle belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks
dan multifaktorial antara berfariasi genetic dan faktor lingkungan:
1. Faktor genetic
Kejadian sle yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) di bandingkan dengan
kembar dizigotik (3%),peningkatan frekuensi sle pada keluarga penderita di bandingkan

3
dengan control sehat dan peningkatan revalensi sle pada kelompok etnik tertentu,menguatkan
dugaan bahwa faktor genetic berperan dalam patogenetik sle.
2. Faktor hormonal
Sle merupakan penyakit yg lebih banyak menyerang perempuan.serangan pertama kali jarang
terjadi pada usia pre pubertas dan setelah menopause
3. Auto antibody
Auto antibody ini di tunjukan kepada sel molekul yang terdapat pada nucleus, sitoplasma,
permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti igg dan faktor koagulasi
4. Faktor lingkungan
A. Faktor fisik atau kimia
- hydrazine
- aminaromatic
- obat-obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin, fenisilamin
B. Faktor makanan
- konsumsi lemak jenuh yang berlebihan
- l-canafanine (kuncup dari elfalfa)
C. Agen infeksi
- retrifirus
- dna bakteri
D. Hormone dan estrogen lingkungan
- terapi sulih (hrt) pil kontrasepsi oral
- paparan estrogen prenatal

4
C. Tanda dan gejala

Penyakit lupus sulit untuk dikenali karena gejalanya yang beragam. Setiap anak dapat
memiliki gejala yang berbeda dengan anak lainnya. Berikut adalah beberapa gejala yang
dapat muncul dan membantu orang tua dalam mengenali penyakit lupus, antara lain:

1. Demam lama tanpa penyebab yang jelas

Seringkali pasien lupus datang ke rumah sakit karena keluhan demam ringan, hilang timbul,
yang lama (berminggu-minggu atau berbulan-bulan) tanpa diketahui penyebabnya.

2. Anak tampak pucat dan memiliki riwayat transfusi darah berulang

Bila anak tampak pucat, mudah lelah, dan lesu, ada riwayat transfusi darah berulang, salah
satu penyakit yang harus dipikirkan adalah lupus. Anak dengan anemia hemolitik autoimun
pada perjalanan penyakit selanjutnya banyak yang menjadi lupus.

5
3. Mudah letih

Anak yang biasanya aktif kemudian menjadi tidak aktif, malas beraktivitas, harus waspada
akan penyakit lupus.

4. Ruam pada kulit.

Ruam dapat muncul di wajah berbentuk seperti sayap kupu-kupu atau yang disebut
dengan butterfly rash (bercak malar). Ruam lainnya yang berbentuk bulat-bulat, dapat
muncul di bagian tubuh lain selain di wajah, seperti leher, batang tubuh, lengan dan tungkai
yang disebut bercak diskoid.

a. Bercak Malar . b. Bercak discoid

6
5. Nyeri dan bengkak pada sendi.

Anak sering mengeluh nyeri dan bengkak pada persendian, umumnya di sendi-sendi besar
seperti siku dan lutut.

6. Bengkak pada kelopak mata dan tungkai bawah

Salah satu gejala yang dapat timbul adalah bengkak pada kelopak mata dan tungkai bawah,
disertai buang air kecil yang lebih sedikit dari biasanya. Bila ditemukan keluhan ini harus
waspada adanya kelainan ginjal akibat lupus.

7. Rambut rontok

Bila rambut anak rontok lebih dari 100 helai per hari, maka harus waspada kemungkinan
adanya penyakit lupus.

8. Kulit sensitif terhadap sinar matahari

Kulit penderita lupus mudah mengalami bercak kemerahan yang menetap bila terkena sinar
matahari.

7
9. Sesak napas dan nyeri dada

Penyakit lupus dapat menyerang organ paru-paru dan jantung, sehingga anak mungkin
mengeluhkan adanya nyeri di daerah dada dan sesak napas.

D. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau beberapa faktor
pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan
tenaga pendorong abnormal terhadap sel tcd 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel t
terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel t autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi
sel b, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu
ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks,
sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama
terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi dna, protein histon dan non histon
kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan
atau kompleks protein rna yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas
autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral
semua jenis sel.antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (Anti-Nuclear Antibody).
Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam
sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan kompleks
imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen

8
pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan
substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan
timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi,
pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini
ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas
patologis pada individu yang resisten.

E. Macam dan jenis


Penyakit ini dikelompokkan dalam tiga jenis (kelompok), yaitu :
1. Penyakit lupus diskoid
Cutaneus lupus atau sering disebut dengan discoid, adalah penyakit lupus yang terbatas pada
kulit. Klien dengan lupus diskoid memiliki versi penyakit yang terbatas pada kulit, ditandai
dengan ruam yang muncul pada wajah, leher,dan kulit kepala, tetapi tidak memengaruhi
organ internal. Penyakit ini biasanya lebih ringan biasanya sekitar 10%-15% yang
berkembang menjadi lupus sistemik.
2. Penyakit lupus sistemik
Pada sekitar 10% pasien lupus diskoid, penyakitnya berevolusi dan berkembang menjadi
lupus sistemik yang memengaruhi organ internal tubuh seperti sendi, paru-paru, ginjal, darah,
dan jantung. Lupus jenis ini sering ditandai dengan periode suar (ketika penyakit ini aktif)
dan periode remisi(ketika penyakit ini tidak aktif). Tidak ada cara untuk memperkirakan
berapalama suar akan berlangsung. Setelah suar awal, beberapa pasien lupus sembuh dan
tidak pernah mengalami suar lain, tetapi pada beberapa pasien lain suar datang dan pergi
berulang kali selama bertahun-tahun.
3. Drug Induced Lupus (DIL)
DIL atau dikenal dengan nama lupus karena pengaruh obat. Jenis lupus ini disebabkan oleh
reaksi terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala sangat mirip lupus sistemik. Obat
yang paling sering menimbulkan reaksi lupus adalah obat hipertensi hydralazine dan obat
aritmia jantung procainamide, obat tbc isoniazid, obat jerawat minocycline dan sekitar 400-an
obat lain. Gejala penyakit lupus mereda setelah pasien berhenti mengkonsumsi obat
pemicunya.
4. Neonatal Lupus Erythemathosus
Kondisi ini terjadi pada bayi yang belum lahir dan bayi baru lahir dapat memiliki ruam kulit
dan komplikasi lain pada hati dan darahnya karena serangan antibodi dari ibunya. Ruam yang
muncul akan memudar dalam enam bulan pertama kehidupan anak.penyakit lupus ini

9
bermacam-macam. Jika menyerang kulit, kulit kepala akan ngelotok sehingga rambut pun
akan rontok. Jika menyerang tulang, seluruhnya sakit, berbaring posisi apa pun sakit.
Biasanya untuk menghilangkan sakit menggunakan morfin, tapi jika menggunakan morfin
efeknya tidak baik, jadi sering kali penderita berteriak kesakitan. Jika menyerang darah,
darahnya akan mengental dan tidak mencapai otak, stroke dan koma. Lupus itu mirip aids
bahkan mungkin lebih parah, daya tahan tubuh penderita menurun drastis, sehingga penyakit-
penyakit mudah menyerang tubuh penderita. Penyakit lupus ini dapat menyerang siapa saja
dan para peneliti masih menindak lanjuti penyebab penyakit ini. Penyakit lupus justru
kebanyakan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun sekalipun ada juga pria yang
mengalaminya. Menurut perkiraan para ilmuwan bahwa hormon wanita (hormone estrogen)
mungkin ada hubungannya dengan penyebab penyakit lupus karena dari fakta yang ada
diketahui bahwa 9 dari 10 orang penderita penyakit lupus adalah wanita. Yang memicu
penyakit lupus adalah lingkungan, stress, obat-obatan tertentu, infeksi, dan paparan sinar
matahari. Pada kehamilan dari perempuan yang menderita penyakit lupus, sering diduga
berkaitan dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau
pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan
memperburuk gejala penyakit lupus. Sering dijumpai gejala penyakit lupus muncul sewaktu
hamil atau setelah melahirkan. Kebanyakan kasus memiliki latar belakang dari riwayat
keluarga yang pernah terkena sebelumnya, namun dalam beberapa kasus tidak ada penyebab
yang jelas untuk penyakit ini. Penyakit lupus telah banyak diteliti dan telah dikaitkan dengan
gangguan lain, tetapi hanya dalam teori, tidak ada yang jelas dinyatakan sebagai fakta.
Sampai saat ini, lupus masih merupakan penyakit misterius di kalangan medis. Kecuali lupus
yang disebabkan reaksi obat, penyebab pasti penyakit ini tidak diketahui. Perdebatan bahkan
masih berlangsung mengenai apakah lupus adalah satu penyakit atau kombinasi dari beberapa
penyakit yang berhubungan. Sekitar 90% penderita lupus adalah perempuan, yang
mengindikasikan bahwa penyakit ini mungkin terkait hormon-hormon perempuan.
Menstruasi, menopause dan melahirkan dapat memicu timbulnya lupus. Sekitar 80% pasien
lupus menderita penyakit ini di usia antara 15 sampai dengan 45 tahun atau 50 tahun.
Biasanya odipus (orang hidup dengan lupus) akan menghindari hal-hal yang dapat membuat
penyakitnya kambuh dengan :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari.
3. Mengurangi beban kerja yang berlebihan.
4. Menghindari pemakaian obat tertentu.

10
F. Pemeriksaan penunjang
Pada tahun 1982 american college of rheumatology atau American rheumatism
association (ARA) menetapkan “sebelas kriteria lupus” untuk membantu dokter
mendiagnosis lupus dan yang diperbaharui tahun 1997. Kriteria SLE ini mempunyai
selektivitas 96%.
Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau lebih
kriteria dari 11 kriteria yaitu :
1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasanyeri, bengkak, atau
efusi dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan.
2. Tes ANA (Antibodi Anti-Nuklear) diatas titer normal = jumlah ana yang abnormal
ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupajika diketahui tidak
ada pemberian obat yang dapat memicu ana sebelumnya.
3. Bercak malar / malar rash (butterfly rash) = adanya eritema berbatas tegas,datar, atau
berelevasi pada wilayah pipi sekitarhidung (wilayah malar).
4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar uv /matahari,menyebabkan
pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit.
5. Bercak diskoid = ruam pada kulit.
6. Salah satu kelainan darah :
A. Anemia hemolitik,
B. Leukosit < 4000/mm³,
C. Limfosit <1500/mm³, dan
D. Trombosit <100.000/mm³
7. Salah satu kelainan ginjal :
A. Proteinuria > 0,5 g / 24 jam,
B. Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasaldari sel darah
merah/putih maupun sel tubulus ginjal
8. Salah satu serositis :
A. Pleuritis,
B. Perikarditisa
C. Salah satu kelainan neurologis antara lain konvulsi / kejang dan psikosis.
9. Ulser mulut, termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan.
10. Salah satu kelainan imunologi :.
A. Sel le+
B. Anti ds dna diatas titer normalc.

11
C. Anti sm (smith) diatas titer normald.
D. Tes serologi sifilis positif palsu
11. kelainan Neorologi
Kelainan psikosis, kejang-kejang (tanpa sebab yang jelas)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sle harus mencakup obat, diet, aktivitas yang ,melibatkan banyak
ahli ,alat pemantauan pengobatan pasien sle adalah evaluasi klinis dan laboratories yang
sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta menangani aktivitas penyakit lupus
adalah penyakit seumur hidup, karena pemantauan harus dilakukan selamanya. tujuan
pengobatan sle adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga pasien dapat memiliki
kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius
yang dapat menyebabkan kematian.
Adapun obat-obatan yang di butuhkan antara lain :
1. Antinflamasi non-steroid. Untuk pengobatan simpomatik artalagia nyeri sendi.
2. Antimalaria , diberikan untuk lupus discoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan evaluasi
retina setiap 6 bulan.
3. Kortikosteroid dosis rendah untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, efusi
pleura. Diberikan selama 4 mingu minimal sebelum dilakukan penyepihan. Dosis tinggi
untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, ssp, dan anemia hemolitik
4. Obat imunosupresan/sitostatika. Imunosupresan diberikan pada sle dengan keterlibatan ssp,
nefritis dipus dan memberantosa anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap
pemberian kortikosteroid
5. Obat anti hipertensi . Atasi hipertensi pada nefritislupus denagn agresif
6. Diet. Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortiosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adlah yang mengandung cukup kalsium,
rendah lemak, dan rendah garam. Pasien di sarankan berhati-hati dengan suplemen makanan
dan obat tradisional
7. Aktivitas. Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal, olahraga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tiddak boleh berlebihan
karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim
pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam

12
8. Kalsium . Semua pasien sle yang mengalami arteritis seperti mendapat terapi prednisone
beresiko untuk mengalami osteopalmia, karena memerlukan suplementasi kalsium.
9. Penatalaksanaan infeksi . Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi bakteri. Setiap
klainan urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis.

H. Komplikasi
1. Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein didalam sel-sel
tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap)
pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu mengalami dialysis
atau pencangkokan ginjal.
2. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang paling sering
ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bias terjadi
pada bagaian manapun dari otak, korda spinalis, maupun sistem saraf. Kejang,
pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bias terjadi.
3. Penggumpalan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk bekuan darah
didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah
thrombosis berkurang dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor
pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
timbul nyeri dada dan sesak napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jaringan
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan
bahu sering merupakan penyebab dari nyeri didaerah tersebut.

13
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal hidung.
Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.

2. Pengkajian Keperawatan

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria, namun
penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan pria 8:1
b. Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan filiphina
c. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra dari pasien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita penyakit ginjal
atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malar-
fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan :
artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis, bengkak
pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakityang sama
atau penyakit autoimun yang lain

14
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
a. B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot nafas
tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat inspirasi, produksi
sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi systolic
click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction rup pericardium
yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura
yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari
tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan dibawah atau sisi lateral
tangan.
c. B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale secara
kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi
pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga serangan kejang-kejang.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai filtrasi
glomelorus)
e. B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan, turgor
kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit imun

15
C. InterIvensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreiteria Hasil Intervensi Keperawatan


(NOC) (NIC)
1. Nyeri kronis NOC : Comfort level, Pain NIC : Pain management
berhubungan dengan control and Pain level
inflamasi dan Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi :
kerusakan jaringan tindakan keperawatan 1. Monitor kepuasan
diharapkan nyeri berkurang / pasien terhadap
hilang dengan criteria hasil : manajemen nyeri
Tidak ada eritema pada kulit 2. Tingkat istirahat
1. Tidak ada gangguan dan tidur yang
tidur adekuat
2. Tidak ada gangguan 3. Kelola antianalgesik
konsetrasi 4. Jelaskan pada
3. Tidak ada gangguan pasien penyebab
hubungan nyeri
intrerpersonal 5. Lakukan tehnik
4. Tidak ada ekspresi nonfarmakologis
menahan nyeri dan (relaksasi masase
ungkapan secara verbal punggung)
5. Tidak ada tegangan otot

2. Pola nafas tidak efektif NOC : Respiratory status : NIC : Oxygen therapy
berhubungan dengan Ventilation Intervensi :
Dispnea. Tujuan : Setelah dilakukan 1. Bersihkan mulut dan
tindakan keperawatan hidung dan secret
diharapkan pola nafas efektif trachea
dengan criteria hasil 2. Pertahankan jalan
1. RR dengan batas normal nafas yang paten
2. Irama nafas normal 3. Atur peralatan
3. Tidak ada dispnea oksigenasi
4. Suara perkusi normal 4. Monitor aliran
5. Tidak ada traktil fremitus oksigen

16
6. Kapasitas vital normal 5. Pertahankan posisi
pasien

3. Kerusakan integritas Noc : Tissue Integrity : Skin & NIC : Skin Surveilance
kulit berhubungan Mucous Membranes
dengan kerusakan Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi :
lapisan kulit tindakan keperawatan 1. Monitoring warna dan
diharapkan kerusakan kulit suhu kulit
Berkurang / hilang dengan 2. Monitoring kulit dan
criteria hasil : membrane mukosa
1. Tidak ada eritema pada pada area yang memar
kulit atau mengalami
2. Tekstur dan ketebalan kerusakan
jaringan normal 3. Monitoring ruam dan
3. Perfusi jaringan normal abrasi pada kulit
4. Tidak ada tanda atau 4. Monitoring terjadinya
gejala infeksi infeksi khususnya pada
5. Tidak ada lesi area edema
6. Tidak terjadi nekrosis 5. Dokumentasikan
perubahan membran
mukosa dan kulit

17
Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien sle adalah :

1. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit imun

B. Saran
1. Perawat atau tenaga medis lain yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
sle yang di derita pasien setiap petugas medis di harapkan saling berkolaborasi.

2. Rumah sakit di harapkan memiliki dan memberikan fasilitas yang memadai untuk menangani
klien dengan keluhan tersebut.

18
Daftar pustaka

Gibson j.m, md. 1996.mikrologi dan patologi modern untuk perawat . Buku kedokteran.
Lumenta,nico a. Dkk. 2006.manajemen hidup sehat : kenali jenis penyakitdan cara
penyembuhannya. Jakarta : pt. Elex media komputindo
Robins. Kumar. 1995.buku ajar patologi (edisi 4). Buku kedokteran
Robins., dkk. 1996.buku saku robins : dasar patologi penyakit (edisi 5). Buku kedokteran
Smeltzer, Suzanne c. 2007.buku ajar keperawatan medikal bedah brunner dansuddart edisi 8
volume 3. Jakarta : egc
Amin huda nurarif , Hardhi kusuma. 2015.asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis.
Yogyakarta: medication jogja.
https:/www.academia.edu/38153956/ASKEP_SLE_.doc

https:/www.academia.edu/34042189/ASKEP_LUPUS_ERITEMATOSUS-SISTEMIK-LES.

19

Anda mungkin juga menyukai