Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KANKER KOLOREKTAL

1. Pengertian Kanker Kolorektal

Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal /

neoplasma yang muncul dari jaringan epitel kolon ( Haryono, 2012).

Kanker kolorektal ditunjukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon

dan rectum (Tim, 2010) . Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar

pada system pencernaan yang disebut traktus gastrointestinal.. Kanker

usus besar disebut juga dengan kanker kolorektal atau kanker kolon. Sama

halnya dengan kanker lainnya, awalnya kanker kolorektal bukan jaringan

kanker yang membahayakan. Diperlukan sebuah proses untuk menjadi

jaringan kanker yang membahayakan. Proses terjadinya kanker tersebut

adalah sebagai berikut (Alteri et al, 2011):

a. Kanker kolorektal dimulai dari jaringan yang kecil dan tentunya non

kanker.

b. Jaringan tersebut berbentuk gumpalan sel yang disebut dengan polip

adenomatosa.

c. Semakin berkembangnya waktu, polip tersebut berkembang menjadi

kankerkolorektal.

d. Polip mungkin tidak bergejala. Alasan tersebut yang membuat dokter

harus melakukan tes skrining secara rutin untuk mengetahui seberapa

10
11

besar polip di usus besar dan berapa besar potensinya untuk menjadi

kanker kolorektal.

e. Orang yang menderita polip namun tidak melakukan skrining tidak akan

tahu jika polipnya sudah berkembang menjadi kanker.

2. Faktor Risiko Kanker Kolorektal

Penyebab dari kanker kolon ini belum diketahui dengan pasti.

Penyebab yang paling umum terjadi akibat penyakit sporadik, yang artinya

penyakit yang tidak berhubungan dengan inheritad gene. Setiap orang

mempunyai risiko terkena kanker kolorektal. Banyak yang berkata jika

buang air besar bisa menyehatkan usus, anggapan tersebut ada benarnya.

Tinja yang sering ditahan bisa menyebabkan toksin yang berbahaya bagi

usus besar. Berikut ini ada beberapa orang yang rentan terkena kanker

kolorektal.

a. Mutasi genetik

Keturunan bisa menyebabkan kanker. Hal tersebut dikarenakan

kanker bisa melakukan mutasi genetik. Misalnya gen dari ibu memiliki

gen kanker. Gen kanker tersebut melakukan mutasi dan bisa berada

pada gen keturunan dari sang ibu. Penyakit kanker kolorektal banyak

menyerang gen orang Amerika, Afrika, dan juga Eropa Timur. Tidak

heran jika kanker kolorektal dinobatkan sebagai pembunuh paling

banyak di negara-negara tersebut. Angka kematian usus besar menjadi

pembunuh nomor satu di Negara Amerika, Afrika, dan Eropa Timur

(Alteri et al, 2011).


12

b. Berumur lebih dari 50 tahun

Wanita maupun pria bisa terkena penyakit ini. Orang dengan usia

lebih dari 50 tahun dapat dengan rentan terkena penyakit kanker

kolorektal (Wilkins, 2011) . Hal tersebut dikarenakan pencernaan

seseorang dengan usia lebih dari 50 tahun sudah berkurang fungsinya.

Begitu pula dengan usus besar. Saat memakan makanan yang

mengandung banyak lemak serta kolesterol tinggi, organ pencernaan

tidak menguraikannya akibatnya adalah usus besar tidak dapat

menyerap sari-sari makanan dan tinja tidak dapat dibusukkan. Hal

itulah yang menyebabkan orang dengan usia lebih dari 50 tahun rentan

terkena diare (Gontar Alamsyah, 2007:11).

c. Pola makan yang tidak sehat

Pola makan yang tidak sehat berasal dari pola makan yang tidak

teratur dan kaya lemak. Contoh makanan yang dapat menyebabkan

kanker usus besar adalah makanan yang tinggi lemak, makanan cepat

saji, makanan kaya minyak (gorengan), makanan mengandung bahan

pengawet, makanan yang diolah kemudian diawetkan (sarden, kornet,

dan nugget), daging olahan, dan daging merah kaya lemak (Alteri et al,

2011).

d. Pola hidup tidak sehat

Secara tidak sadar pola hidup seseorang bisa menyebabkan terkena

kanker kolorektal. Namun banyak masyarakat yang tahu namun pura-

pura tidak tahu serta ada masyarakat yang benar-benar tidak tahu.

Kurangnya informasi hidup sehat yang diperoleh membuat masyarakat


13

tidak tahu bagaimana cara melakukan pola hidup sehat. Pola hidup yang

tidak sehat seperti merokok dan alkohol. Merokok merupakan penyebab

dari berbagai penyakit kronis. Selama ini bahaya tentang merokok terus

digalakkan, namun banyak masyarakat yang tidak mengindahkannya.

Asap rokok yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat diuraikan oleh usus

akibatnya asap tersebut menjadi toksin yang menempel erat di dinding-

dinding usus. Sedangkan alkohol memiliki kandungan zat yang sangat

berbahaya. Jika alkohol dibarengi dengan merokok akan menciptakan

efek sinergis. Sehingga faktor risiko terkena kanker kolorektal semakin

besar (Alteri et al, 2011).

e. Riwayat keluarga polip kolorektal

Riwayat warisan berupa polip kolorektal bisa menyebabkan

seseorang terkena penyakit kanker kolorektal. Jika ada keluarga yang

pernah mengalaminya, maka anggota keluarga yang lain juga memiliki

risiko besar untuk terkena polip tersebut. Jika sudah terkena polip

diharapkan untuk selalu melakukan tes skrining (Bostean et al,

2013:1494).

f. Obesitas atau Kegemukan

Kelebihan berat badan atau obesitas dikaitkan dengan risiko yang

lebih tinggi dari kanker kolorektal. Namun faktor risiko untuk pria lebih

besar daripada wanita. Aktifitas fisik yang kurang karena kegemukan

mengakibatkan sel kanker berkembang lebih cepat.


14

g. Buang air besar tidak teratur

Meskipun terdengar sepele, orang dengan buang air besar yang

tidak teratur berisiko terkena kanker usus. Hal itu dikarenakan banyak

tinja yang menumpuk di usus besar sehingga menimbulkan racun untuk

usus besar.

3. Gejala Kanker Kolorektal

Pada tahap awal, kanker kolorektal tidak menimbulkan gejala. Tetapi

Gejala yang paling menonjol adalah terjadinya perubahan defekasi.

Perubahan defekasi dapat berupa konstipasi ataupun diare (Billiau,2013).

Kanker kolorektal memang merupakan kanker yang penyebarannya susah

dihentikan. Adapun gejala-gejala kanker kolorektal adalah sebagai berikut

(Tatsuo et al, 2006:325):

a. Kebiasaan buang air besar berubah

Saat kanker berada di dalam usus besar, kebiasaan buang air besar

seseorang pun akan berubah. Hal ini dikarenakan tumor telah

menghalangi usus besar seseorang. Frekuensi buang air besar seseorang

pun akan semakin sedikit. Saat tumor menghalangi usus besar, orang

akan susah buang air besar.

b. Sembelit

Sembelit merupakan ciri-ciri kanker kolorektal juga penyakit

lainnya. Orang yang terkena sembelit percernaannya akan terganggu.

Untuk kasus usus besar, penyebab sembelit adalah karena tumor yang

berada pada usus besar sehingga menahan tinja yang akan dikeluarkan.

Sembelit akan muncul pada saat tumor sudah membesar.


15

c. Perut terasa penuh

Sembelit akan membuat perut terasa penuh, namun tidak bias

dikeluarkan.

d. Keluar darah saat buang air besar

Saat seseorang buang air besar disertai dengan adanya darah,

seseorag itu patut khawatir dan curiga. Tinja yang disertai darah bisa

menjadi indikasi kanker kolorektal. Namun perlu tes yang lebih spesifik

untuk mengetahui apakah darah yang dikeluarkan akibat kanker

kolorektal, wasir, atau penyakit yang lainnya.

e. Diare

Pencernaan manusia ketika terkena kanker kolorektal akan menjadi

bermasalah. Salah satunya adalah terkena diare secara terus menerus.

f. Berat badan menurun

Penderita kanker kolorektal akan mengalami penurunan berat

badan secara tiba-tiba. Perut yang terasa penuh dan sembelit membuat

nafsu makan mejadi menurun. Diare yang terus menerus juga yang

mengakibatkan berat badan menurun drastis. Dari sekian banyak uraian

di atas, ciri-ciri kanker kolorektal yang paling perlu di waspadai adalah

berupa tinja yang disertai dengan keluarnya darah dari anus, selain itu

diare terus menerus tanpa jeda dan sembelit yang mengakibatkan

turunnya berat badan secara drastis dan signifikan.


16

4. Klasifikasi Kanker Kolorektal

Stadium kanker kolorektal dimulai dari stadium 0 sampai dengan

stadium IV. Stadium 0 disebut juga dengan stadium awal atau dini

sedangkan stadium IV merupakan stadium akut (Yulianti Soleha, 2015).

Ciri dan gejala setiap stadium kanker kolorektal berbeda-beda. (Gontar

Alamsyah, 2007:14).

a. Kanker kolorektal stadium 0

Stadium kanker kolorektal dimulai dari angka 0, berbeda dengan

kanker lainnya yang dimulai dengan tahap I. Dalam tahap 0 dikenal

juga dengan karsinoma. Penyakit kanker kolorektal dalam stadium 0 sel

kanker hanya berada di dalam lapisan usus besar atau di rektum saja.

Gejala dan ciri kanker kolorektal di stadium 0 adalah seperti penyakit

lambung biasa, rasa mual dan muntah, diare berlebihan, dan sembelit.

b. Kanker kolorektal stadium 1

Gejala yang dirasakan pun sama dengan stadium 0 namun yang

berbeda adalah penderita mengalami penurunan berat badan yang

sangat drastis dan diare akut.

c. Kanker kolorektal stadium 2

Dalam tahap ini penderita akan merasakan sembelit, diare, mual,

dan muntah secara berkepanjangan. Tidak hanya itu saja, mulai dari

tahap ini tinja atau feses akan bercampur dengan darah karena jaringan

tumor sudah mempengaruhi tinja.


17

d. Kanker kolorektal stadium 3

Gejala yang akan dialami oleh pasien adalah perasaan mual dan

muntah, berat badan berkurang drastis, sembelit dan juga tinja yang

bercampur dengan darah. Tidak hanya itu saja penderita mengalami

perut kembung dan nyeri.

e. Kanker kolorektal stadium 4

Jika sudah memasuki stadium IV, penyakit kanker kolorektal sudah

memasuki tahapan akut. Penyebarannya sudah sampai ke organ-organ vital

di dalam tubuh misalnya hati, paru-paru, dan juga ovarium atau indung

telur.

5. Penatalaksanaan Kanker Kolorektal

a. Pembedahan

Salah satu penatalaksanaan surgery pada pasien kanker kolon

adalah operasi kolostomi (pembuatan stoma) (Grace, 2007) Kolostomi

adalah suatu prosedur pembedahan pengalihan feses dari usus besar

dengan menarik bagian usus melalui sayatan perut lalu menjahitnya di

kullit yang sering disebut stoma.

b. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan kanker secara farmakologi

menggunakan obat yang bersifat toksik yang dimasukkan melalui

pembuluh darah. Obat kemoterapi ini masuk ke dalam tubuh bersifat

sistemik, mengalir melalui pembuluh darah menuju sel kanker dan

organ tubuh yang sehat. Pemberian obat kemoterapi ini berdasarkan


18

stadium kanker kolon yang diderita serta kondisi klien dalam pemberian

obat kemoterapi (Daniels,2012)

c. Radoterapi

Radioterapi bertujuan membunuh sel kanker dengan menggunakan

ionizing irradiation (Billiau,2013) Radioterapi mempunyai peran yang

tidak begitu besar dalam pengobatan kanker kolon, karena berpotensi

melukai pembuluh darah abdominal (Daniels,2012). Raditerapi

diberikan sesuai dengan stadium kanker kolon dan kondisi klien

(Nuraeni, 2016). Radioterapi dapat diberikan dengan terapi tunggal atau

dikombinasikan dengnan pemberian kemoterapi.

6. Dampak Kanker Kolorektal

Dampak kanker kolorektal menurut Tim Cancer Helps (2010) dan Wardani

(2014), yaitu:

a. Fisik

- Diare

- BB menurun
- BAB berubah
- Perut terasa penuh
- Pemasangan stoma
- BAB berubah
- BB menurun

b. Psikologis
- Labil dan emosional
- Stres
- Harga diri rendah
- Kesedihan
- Depresi
19

- Sulit tidur
- Menarik diri
- Cemas

B. DEPRESI

1. Pengertian Depresi

Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih,

merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda

retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat

gangguan fisiologis seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan, 2010). Depresi

adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan

dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya

kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas

(Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak

mengalami keretan kepribadian (Splitting of personality), perilaku dapat

terganggu tetapi dalam batas-batas normal ( Hawari, 2013)

Depresi merupakan respon terhadap stres kehidupan. Diantara situasi

yang paling sering mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah atau

pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai dan menyadari bahwa penyakit

atau penuaan sedang menghabiskan kekuatan seseorang. Depresi dianggap

abnormal hanya jika dalam kurun waktu yang lama (Atkinson,1993).

Di dalam skala klinis dan validitas pada Minnesota Multiphasic

Personality Inventory (MMPI-2), menyatakan depresi merupakan penolakan

terhadap kebahagiaan dan perasaan berharga, keterlambatan psikomotor dan

penarikan diri, kehilangan minat terhadap lingkungan sekitar, keluhan


20

somatis, khawatir atau tegang, penolakan terhadap kemarahan, kesulitan

mengendalikan proses berpikir (Halgin & Whitbourne, 2010).

Berdasarkan uraian yang dipaparkan sebelumnya maka disimpulkan

bahwa depresi yang merupakan gangguan suasana hati ditandai dengan

kehilangan minat atau tidak percaya diri dalam menjalani aktifitas sehari-

hari yang disertai perasaan sedih, putus asa, menyalahkan diri sendiri,

menyendiri, dan memandang rendah diri sendiri, serta melihat lingkungan

secara negative.

2. Penyebab Depresi

Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:

a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada

amin biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA

(Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di

dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.

Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin

dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan,

2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal

tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin

seperti respirin dan penyakit dengan konsentrasi dopamin menurun

seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut disertai gejala depresi. Obat

yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine,

dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).


21

Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan

pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang

mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi

ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi

akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.

Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-

Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin

biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu

adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan

aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004). Hipersekresi

Cortisol Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA

yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi

diduga akibat adanya defek pada system umpan balik kortisol di sistem

limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan

neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH

dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah

berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan

organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem

limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan

peningkatan sekresi CRH (Landefeld,2004).

b. Faktor genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko

di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita

depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan


22

dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar

dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Kaplan,2010).

c. Faktor psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi

adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial

yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stresor

lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori

kognitif, dan dukungan social (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang

menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan

mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa

peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi

lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan

terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang paling

berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan

pasangan (Kaplan, 2010).

Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang

yang dicintai, atau stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang

berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan

dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto, 1999). Dari faktor

kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada

individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga

mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan

kepribadian antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang rendah

(Kaplan, 2010).
23

3. Gambaran Klinis Depresi

Menurut Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi:

a) Gangguan tidur atau insomnia.

b) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (pusing), rasa nyeri,

pandangan kabur, gangguan saluran cerna, gangguan nafsu makan

(meningkat atau menurun), konstipasi, dan perubahan berat badan

(menurun atau bertambah).

c) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau

hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun,

tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah

(mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati.

d) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,

letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,

frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan

sosial, kehilangan kenikmatan dan perhatian terhadap kegiatan yang

biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian dan bunuh diri, perasaan

negatif terhadap diri sendiri, persahabatan, serta hubungan sosial.

Gangguan depresi dibedakan dalam depesi berat, sedang, dan ringan

sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi

kehidupan seseorang (maslim, 2000).

Gejala utama

 Perasaan depresi

 Hilangnya minat dan semangat

 Mudah lelah dan tenaga hilang


24

Gejala lain

 Konsentrasi dan perhatian berkurang.

 Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.

 Harga diri dan kepercayaan berkurang.

 Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

 Tidur terganggu

 Nafsu makan berkurang.

4. Tingkatan Depresi

Tingkatan depresi menurut PPDGJ-III ada 3, yaitu:

a. Depresi ringan, karakteristiknya yaitu:

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti

tersebut diatas

- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lain

- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

- Lamanya seluruh periode berlangsung sekurangnya sekitar 2 minggu

- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang

biasa dilakukan

b. Depresi sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti

tersebut diatas

- Ditambah sekurang-kurangnya 3-4 dari gejala lain

- Lamanya seluruh periode berlangsung sekitar 2 minggu


25

- Adanya kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan

dan urusan rumah tangga

c. Depresi berat

- Semua gejala utama harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lain dan beberapa

diataranya harus berintensitas berat

- Bila ada gejala ( misalnya agitasi / retardasi psikomotorik) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau /tidak mampu untuk

melaporkan gejala secara rinci. Dalm hal ini, penilaian secara

menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

- Episode depresi biasanya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu ,

akan tetapi apabila gejala amat berat dan berlangsung sangat cepat,

maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun

waktu kurang dari 2 minggu.

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan

social, pekerjaan atau urursan rumah tangga kecualai pada taraf yang

sangat terbatas

5. Alat Ukur Depresi dan Tingkat Depresi

Beck Depression Inventory (BDI) merupakan instrumen untuk

mengukur derajat depresi dari Dr. Aaron T. Beck. Skala BDI telah

dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan

pengukuran depresi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran depresi

dengan menggunakan skala BDI akan diperleh hasil yang valid dan reliable.

BDI Mengandung skala depresi yang terdiri dari 21 item pertanyaan. Setiap
26

gejala dirangking dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan

untuk memberi total nilai dari 0-63, nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat

depresi yang lebih berat. 21 item tersebut menggambarkan kesedihan,

pesimistik, perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, perasaan akan

hukuman, kekecewaan terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri,

keinginan bunuh diri, menangis, iritabilitas, hubungan sosial, pengambilan

keputusan, ketidakberhargaan diri, kehilangan tenaga, insomnia, perasaan

marah, anoreksia, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, dan penurunan libido

(Beck, 1985).

Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dimana skor:

1) Skor 0-9 menunjukkan tidak ada gejala depresi adalah normal

2) Skor 10-15 menunjukkan adanya depresi ringan

3) Skor 16-23 menunjukkan adanya depresi sedang

4) Skor 24-63 menunjukkan adanya depresi berat.

C. Kuliatas hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah ukuran subjektif yang menggambarkan

kebahagiaan, dan kebebasan bagi individu dan seberapa baik buruknya

seseorang (Merriam, 2017). Kualitas hidup merupakan pengukuran hidup

terhadap pasien penyakit kronis, sejauh mana dia dapat beraktifitas secara

normal meskipun dia dalam pengobatan penyakit. Seberapa banyak


27

penyakit yang diderita dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari

meliputi apa pasien dapat mandi, makan, berpakaian, mobilisasi dengan

sendirinya tanpa bantuan, dan bagaimana dengan pekerjaannya dan

aktivitas rekreasi pasien (Taylor, 2015).

Pengukuran kualitas hidup penting dilakukan oleh tenaga

kesehatan untuk membantu dalam berkomunikasi untuk mencari masalah

yang muncul dalam hidup pasien sehingga dapat membuat suatu intervensi

untuk proses penyembuhan pasien, misalkan depresi adalah suatu masalah

besar pada pasien kanker umumnya (SJ, 2009). WHO telah

mengembangkan tentang pengukuran kualitas hidup secara umum

(WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF). WHO mendenifinisikan sebagai

persepsi individu terhadap kehidupan mereka dalam kontek budaya dan

nilai kehidupan (WHO, 1999).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kulaitas Hidup

Factor-faktor berikut ini yang akan mempengaruhi kualitas hidup

manusia menurut (Pradono, Hapsari, & Sari, 2017):

1. Usia

Usia yang bertambah pada seseorang secara psikologis akan

meningkatnyakualitas hidup.

2. Jenis kelamin

Perempuan lebih cenderung memiliki kualitas hidup yang baik

dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan dapat mengontrol emosi

dan dapat menghadapi masalah disbanding dengan laki-laki.


28

3. Pendidikan

Factor Pendidikan akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang

jika semakin tinggi Pendidikan seseorang maka pola pikir yang dimiliki

mampu mengantispasi terhadap penurunan kualitas hidup.

4. Pekerjaan dan status ekonomi

Seseorang yang memiliki pekerjaan akan lebih baik hidupnya,

dibanding dengan yang tidak bekerja. Seseorang dengan status ekonomi

yang tinggi bias memenuhi kehidupannya.

5. Perilaku beresiko

Seseorang yang memiliki kebiasaan seperti merokok, minum

alcohol, aktivitas fisik yang kurang, pola makan dan tidur yang tidak baik,

akan mempengaruhi pada emosi dalam diri sehingga hal tersebut akan

menurunkan kualitas hidup.

6. Penyakit kronis

Penyakit kronis dapat termasuk pada perawatan paliatif, dimana

seseorang yang mempunyai penyakit kronis seperti kanker stadium lanjut

akan menimbulkan kecemasan hingga depresi, maka hal tersebut

berpengaruh pada kualitas hidup.

7. Gangguan mental

Seseorang dengan kecemasan dan depresi berat akan

mempengaruhi kualitas hidupnya.

3. Alat Ukur Kualitas Hidup

Pada kualitas hidup menggunakan instrument yang telah

dikembangkan oleh World Health Organitation Quality Of Life


29

(WHOQOL-BREF). Dalam instrument ini terdapat 26 pernyataan, 3

pertanyaan negatif dan 23 pertanyaan positif. Pertanyaan positif dengan

jawaban alternative sangat baik/sepenuhnya dengan skor (5),

baik/sering/memuaskan skor (4), biasa-biasa saja/sedang/cukup sering skor

(3), tidak memuaskan/buruk/sedikit skor (2), sangat buruk skor (1) dan

jawaban alternative pertanyaan negatif, tidak sama sekali/tidak pernah skor

(5), sedikit/jarang skor (4), sedang/cukup sering skor (3), sangat sering

skor (2), tak terhingga/selalu skor (1). Pengukuran kualitas hidup

dilakukan dengan mempetimbangkan 4 domain yang terdapat dalam

kehidupan, domain fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

Dari nilai skor akhir tersebut didapatkan nilai dari rentang 0-100.

Nilai 0 untuk kualitas terburuk dan nilai 100 untuk kualitas hidup terbaik.

Kualitas hidup pasien kanker kolorektal kemudian dibagi menjadi 2

kategori berdasarkan nilai median yang diperoleh yaitu kualitas hidup baik

jika nilai skor total ≥ mean / median dan kualitas hidup pasien buruk

bila skor total < mean/ median. ( Nur et al, 2012).

Anda mungkin juga menyukai