2. KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Marilah kita panjatkan puji syukur kehadiraj
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah kita diberikan
nikmat kesehatan hingga sampai sekarang ini. Dan tak lupa pula shalawat serta salam kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Serta para sahabat-sahabat-
Nya, pengikut-pegikutnya hingga akhir zaman. Dimana yang telah mengajarkan iman dan
islam kepada kita, sehingga kita dapat menikmati indahnya keimanan dan Islam. Dengan
penuh rasa syukur kami ucapkan karena dapat menyelesaikan tugas KMB I ini, yang
diberikan oleh dosen Ns.Musriani,S.Kep.M.Kes, kepada kami sebagai tugas dalam mengikuti
proses pembelajaran mata kuliah KMB I. Dalam penulisan dan penyusuan kata-kata pada
tugas ini masih banyak kesalahan penulisan, untuk itu kami selaku penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pambaca demi kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata semoga Makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Raha,18 November 2012
Penulis,
5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kejang demam merupakan kejang yang terjadi
pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat.
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa
saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa
waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah
kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit,
tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Berdasarkan hal tersebut
kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat
mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak. B. Tujuan
Tujuan penuliksan makalah ini adalah agar kami dapat menjelaskan : 1. definisi penyakit
kejang demam pada anak. 2. etiologi penyakit kejang demam pada anak. 3. manifestasi klinik
penyakit kejang demam pada anak . 4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak. 5.
komplikasi penyakit kejang demam pada anak. 6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang
demam pada anak . 7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak. 8. asuhan
keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam. C. Batasan Masalah
Batasan masalah yang dapat kami ajukan, yaitu kami hanya menjelaskan mengenai Asuhan
Keperawatan Kejang Demam Pada Anak.
6. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep dasar Kejang Demam 1. Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989) Kejang Demam (KD)
adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954) Kejang demam adalah
terbebasnya sekelompok neuron secara tibatiba yang mengakibatkan suatu kerusakan
kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam
(Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonikklonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995). Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi
atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi
pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun
dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun.
7. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997;
229). 2. Etiologi Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum
diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam
yang tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh : 1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) 2. Gangguan metabolic 3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis,
otitis media, bronchitis. 4. Keracunan obat 5. Faktor herediter 6. Idiopatik. 3. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan
akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang
disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi
8. serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. 4. Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas: Kejang demam sederhana : Kejang
demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demam sederhana adalah a.
kejang umum b. waktunya singkat c. umur serangan kurang dari 6 tahun d. frekuensi
serangan 1-4 kali per tahun e. EEG normal Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI,
memodifikasi criteria Livingston untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun b. Kejang berlangsung sebentar,
tidak melebihi 15 menit. c. Kejang bersifat umum. d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama e.
Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal f. Pemeriksaan EEG yang
dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. g. Frekuensi
bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 5. Manifestasi klinis Gejala berupa 1.
Suhu anak tinggi. 2. Anak pucat / diam saja 3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan
kelemahan. 4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat. 5. Gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. 6. Serangan tonik klonik (
dapat berhenti sendiri ) 7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit 8.
Seringkali kejang berhenti sendiri.
10. diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang
5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahanlahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin,
harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1
tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya
adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan
fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2.
Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang
demam berlangsung lama. 3. Pengobatan profilaksis Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1)
profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan
setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula
secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan
suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy
dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-
40
11. mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila
ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu : 1. sebelum kejang demam yang pertama sudah
ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal) 2.
Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan
menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung. 4. bila
kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple
dalam satu episode demam Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan
obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
13. g. Pernafasan Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus. Fase posiktal : apnea. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah 2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan
Nafas berhubungan dengan Peningkatan Sekresi Mukus 3. Gangguan volume cairan kurang
dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh 4. Resiko tinggi kejang berulang
berhubungan dengan riwayat kejang 5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak adekuat. 3. Intervensi Keperawatan 1. Dx 1 Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual dan muntah Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria hasil : ▶ TTV stabil ▶ Menunjukkan adanya
keseimbangan cairan seperti output urin adekuat. ▶ Turgor kulit baik ▶ membrane mukosa
mulut lembab Intervensi : 1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,
konsistensi. R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh 2. Berikan makanan
dan cairan R/ : memnuhi kebutuhan makan dan minum 3. Berikan support verbal dalam
pemberian cairan R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien 4. Kolaborasi berikan pengobatan
seperti obat antimual. R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
14. 5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium R/ Untuk mengetahui status cairan klien. 2.
Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif Kriteria hasil : ▶
sekresi mukus berkurang ▶ tak kejang ▶ gigi tak menggigit Intervensi : 1. Ukur Tanda-tanda
vital klien. R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum. 2. Lakukan
penghisapan lendir R/ : menurunkan resiko aspirasi 3. Letakan klien pada posisi miring dan
permukaan datar R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas 4.
Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen R/ : untuk memfasilitasi
usaha bernafas 3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi 1. Observasi TTV (suhu
tubuh) tiap 4 jam R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan
cairan. 2. Hitung Intak & Output setiap pergantian shift. R/ Untuk mengetahui keseibangan
cairan klien. 3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program. R/ membantu mencagah
kekurangan cairan. 4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K. R/ mencerminkan tingkat /
derajat dehidrasi.
15. 4. Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang Tujuan : Agar tidak terjadi
kejang berulang 1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam R/ peningkatan suhu tubuh dapat
mengakibatkan kejang berulang. 2. Observasi tanda-tanda kejang. R/ untuk dapat
menentukan intervensi dengan segera. 3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.
R/ menanggulangi kejang berulang. 5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d intake yang tidak adekuat. Tujuan : Peningkatan status nutrisi 1. Tingkatkan intake
makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik,
menjaga kebersihan ruangan. R/ cara khusus meningkatkan napsu makan. 2. Bantu klien
makan R/ membantu klien makan. 3. selingi makan dengan minum R/ memudahkan
makanan untuk masuk. 4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht R/ : Monitor status nutrisi klien 5.
Atur posisi semifowler saat memberikan makanan. R/ : Mengurangi regurtasi. 4. Evaluasi 1.
Kekurangan volume cairan tidak terjadi 2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif 3.
Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi. 4. Resiko tinggi kejang berulang tidak
terjadi 5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.
16. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000) 2. Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. (Taslim. 1989) 3. Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu
badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
(Livingston, 1954) B. Saran 1. saya mengharapkan kritik dan pesan yang membangun untuk
perbaikan selanjutnya.
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, atas
limpahan karunia, rahmat & hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
tugas makalah tentang, “Keperawatan Medikal Bedah ” dengan baik dan lancar.
“
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian,,………………………………………………………...2
B. Keperawatan Medikal Bedah…………………………………….....2
1. Pelayanan Profesional…………………………………………..3
2. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan………………………………....3
3. Menggunakan scientific Metode………………………………...4
4. Berlandaskan Etika Keperawatan………………………………4
A.Kesimpulan.......................................................................................... 5
B.Saran…………................................................................................... 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pada makalah ini penulis akan membahas tentang “Keperawatan medical bedah”
dimana Keperawatan medikal bedah merupakan bagian dari keperawatan, yang di berikan
dalam bentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada orang
dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan
struktur akibat trauma. Kebanyakan dari para perawat belum mengetahui dan
mengaplikasikan hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam keperawatan
medikal bedah, oleh karena itu dalam makalah ini kami berusaha sedikit menjelaskan hal-hal
yang harus di lakukan dalam keperawatan medikal bedah, selain itu penyusunan makalah ini
sebagai wujud tugas mata kuliah Etika Keperawatan.
B.TUJUAN
Dalam pembuatan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan sedikit tentang keperawatan medikal bedah, dan dapat di gunakan sebagai
penunjang proses belajar mengajar khususnya untuk mahasiswa jurusan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan
teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yg
komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan
fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.
Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan, dimana
keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang
diberikan dengan alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan
pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri
akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).
B. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Keperawatan medical bedah di lakukan dengan :
1. Pelayanan Profesional
2. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan
3. Menggunakan scientific Metode
4. Berlandaskan Etika Keperawatan
1. Pelayanan Profesional
Pelayanan ini diberikan oleh seorang perawat yang berkompetensi dan telah
menyelesaikan pendidikan profesi keperawatan pada jenjang yang lebih tinggi. Dalam hal ini
perawat harus bersikap Acceptance, Sensitif, Empati, dan trust kepada klien. Selain itu
perawat harus memahami dan mengaplikasikan Prinsip–Prinsip Moral dalam Praktek
Keperawatan antara lain :
1. Autonomy
2. Beneficience
3. Justice
4. Fidelity ( setia)
5. Veracity (kejujuran)
6. Avoiding killing
2. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan
Perawat dalam melaksanakan tugasnya, dituntut untuk dapat menerapkan asas etika
keperawatan yang ada, meliputi asas Autonomy (menghargai hak pasien/ kebebasan pasien),
Beneficience (menguntungkan bagi pasien), Veracity (kejujuran), Justice (keadilan).
BAB III
PENUTUPAN
A.KESIMPULAN
Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan
teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yg
komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan
fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma. Dimana keperawatan medical
bedah di lakukan dengan : pelayanan pofesional, berdasarkan ilmu pengetahuan,
menggunakan scientific metode, dan berlandaskan etika keperawatan
B.SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis meminta agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan di
masa mendatang, amien yaa robbal alamien.
DAFTAR PUSTAKA
http://nurseswasti.wordpress.com/category/uncategorized/
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III “HERPES ZOSTER”
OLEH:
KELOMPOK 5
Charles Adventus. HPP
Dewi Wijaya Daeli
Elfrida
Made With
Leny Anggraini
Resa Nova Fitriani
Iwi septarena
Dosen Pembimbing : Ns.I.Fredy Kurnia Utama, S.Kep
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepeda Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Medikal Bedah III yang berjudul “Herpes Zoster” ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepeda semua
pihak yang telah membantu dan membarikan dukungan dalam penyusunan makalah
Keperawatan Medikal Bedah III yg berjudul “ Herpes Zoster”, terutama kepada:
1. Ketua STIKes perdhaki charitas palembang
2. Dosen pembimbing Tiurma Pulungan, S.Pd, M. Kes
3. Staf perpustakaan STIKes perdhaki Charitas Palembang
4. Teman-teman yang telah mendukung serta membantu
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi,
sumber, maupun penyusunan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang mambaca.
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer.
Herpes zoster adalah peradangan akut pada kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh virus varicella zoster.
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang
khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik
dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivitasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.
2.2 Anatomi fisiologi
Kulit adalah lapisan tipis yang membungkus seluruh permukaan tubuh. Kulit
merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utama karena berada di lapisan anggota tubuh
yang paling luar dan berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar. kulit terbagi menjadi
3 lapisan:
1. epidermis
terbagi atas 4 lapisan:
a. lapisan basal / stratum germinativum
- terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis.
- tersusun sebagai tiang pagar atau palisade.
- lapisan terbawah dari epidermis.
- terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin(
melindungi kulit dari sinar matahari.
b. lapisan malpighi/ stratum spinosum.
duri.
c. lap. granular / s. granulosum.
setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
1. mengusir mikroorganisme patogen.
setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3 -4 minggu. dalam epidermis terdapat 2 sel :
1. sel merkel
fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam pembentukan kalus
dan klavus pada tangan dan kaki.
2. sel langerhans
berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. epidermis akan bertambah tebal jika
bagian tersebut sering digunakan. persambungan antara epidermis dan dermis disebut rete
ridge yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. dan terdapat kerutan
yang akan disebut fingers prints.
2. dermis ( korium)
merupakan lapisan dibawah epidermis. terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:pars papilaris.( terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yg
terdapat banyak p. darah , limfe, dan akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.
4. Rambut
terdapat diseluruh kulit kecuali telapak tangan dan bagian dorsal dari
falang distal jari tangan, kaki, penis, labia minora dan bibir.
terdapat 2 jenis rambut :
a. rambut terminal (dapat panjang dan pendek)
b. rambut velus (pendek, halus dan lembut)
5. Kuku
Permukaan dorsal ujung dital jari tangan dan kaki terdapat lempeng keatin yang keas
dan transparan tumbuh dari akar yang disebut kutikula. Berfungsi mengangkat benda – benda
kecil.
Pertumbuhan rata – rata 0,1 mm / hari. Pembaruan total kuk tangan : 170 hari dan kuku
kaki : 12-18 bulan.
2. Kelenjar keringat
Diklasifikasikan menjadi 2 kategori :
A) Kelenjar ekrin terdapat disemua kulit
Melepaskan keringan sebagai peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh. Kecepatan
sekresi dikndalikan oleh saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi,
sebagai reaksi tubuh terhadap stress, nyeri, dll.
B) Kelenjar apokrin
Tedapat di aksila, anus, skrotum, labia mayora dan uara pada folikel rambut. Kelenjar
ininaktif pada masa pubertas, pada wanita akan memberpesar dan berkurang pada siklus haid.
Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang akan keruh seperti susu yang akan diuraikan
oleh bakteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar
apokrin khusus yang disebut kelenjar seruminosa yang menghasilkan serumen (wax).
2. Pengontrol/pengatur suhu.
mensintesis vitamin D.
2.3 Etiologi
Reaktivitas virus varisella zoster, Herpes zoster disebabkan oleh varicella zoster virus
(VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk
simetri ikosehedral dengan diameter 10 nm. Virion legkapnya berdiameter 150-200 nm dan
hanya virion yang berselubung yang bersifat infekius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dapat di hancurkan oleh bahan organik, detergen, enzin proteolitik, panas dan lingkungan pH
yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.
2.4 Patofisiologi
Virus varicella zoster didapat saat seseorang terkena cacar air dimana virus ini tinggal
dalam sistem saraf dan dapat aktif kembali bila pasien mengalami stres berlebih atau
penurunan daya tahan tubuh misalnya badan tidak fit. Ini disebut reaktivasi virus.
Biasanya virus varicella zoster pada herpes zoster menyerang bagian kulit, mukosa dan
saraf di sebagian tubuh dan hanya satu sisi tubuh (unilateral), kanan atau kiri, sesuai
penjalaran dari ujung-ujung saraf. Ruam berkumpul sesuai dermatom saraf.
Herpes zoster dapat menular namun daya penularannya lebih lemah dibandingkan
varicella simplex (cacar air). Penularan virus varicella zoster berupa varicella simplex (cacar
air) yang dapat berubah menjadi herpes zoster melalui proses reaktivasi virus.
Penularan herpes zoster dapat melalui kontak langsung dengan lesi kulit dan menyebar
melalui udara dibarengi dengan daya tahan tubuh menurun. Pada penyakit infeksi virus
biasanya orang menjadi kurang fit dan tidak ada nafsu makan sehingga daya tahan tubuh
makin rendah sehingga mudah terkena infeksi bakteri.
2.6 Komplikasi
1. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam danspasmodik
(singkat dan tidak terus– menerus) sepanjang nervus yang terlibat.Nyeri menetap
di dermatom yang terkena setelah erupsi.
2. Herpes zoster menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbulsatu bulan
setelah timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang
spontan setelah 1– 6 bulan
3. Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkanhambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
4. Komplikasi mata, antara lain : keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucomasekunder, ptosis,
korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bolamata.
5. Herpes zoster diseminata / generalisata
6. Komplikasi sitemik, antara lain : endokarditis,
menigosefalitis, paralysis saraf motorik, progressive multi focal leukoenche phatopathy
dan angitis serebralgranulomatosa disertai hemiplegi (2 terkahir ini merupakan komplikasi
herpeszoster optalmik).
2.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan topical
a. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin
untuk mencegah vesikel pecah
b. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptic
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
c. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin
/ polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
2. Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virusdan replikasinya. Meski
tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkankeparahan penyakit dan nyeri. Dapat
diberikan secara oral, topical atau parenteral.Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca
kemunculan vesikel. Namunhanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira– A) dapatdiberikan lewat infus
intravena atau salep mata. Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif
namun penggunaannya masih kontroversikarena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon
immune. Analgesik nonnarkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikanuntuk menyembuhkan priritus.
a) Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengancabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan
salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
b) Neuralgia Pasca Herpes zoster
c) Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut,
makadapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10– 75 mg/hari)
d) Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional
merupakanbagian terpenting perawatan
e) Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat
yangtidak teratasi.
A. Pengkajian
Data Subyektif :
Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal.
Data Obyektif :
Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema.
Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi
pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
Paralitas otot muka
Data Dasar :
6. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
7. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
8. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang (syok listrik), laserasi corneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2.Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.
5.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat
informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
Kriteria keberhasilan implementasi :
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
4. Tidak ada infeksi.
5. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
6. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadwal.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum
korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit
dan perluasan kelainan primer.
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam
proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat
dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan
pemanas, radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas
terhadap panas.
d.Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan
malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
j.Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan
meredakan pruritus.
C. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu
dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritasperawat memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada uppaya untuk
mempertahankan jalan napas, mempermudah pertukarangas, meningkatkan masukan nutrisi,
mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi
tentan proses penyakit.
(Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan).
D. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di harapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi alam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan.
Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif,
pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi
adekuat, infeksi tidak terjadi, intoleransi aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang
klien memahami kondisi penyakitnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa
kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana,
yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak.
Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease),
tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi
frekuensi timbulnya komplikasi.
3.2 Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk
mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
-
DAFTAR PUSTAKA