Disolusi
Disolusi
MODUL 6
KECEPATAN DISOLUSI
I PRINSIP PERCOBAAN
II TUJUAN PERCOBAAN
2.1 Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat
2.2 Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2.3 Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 1 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
satuan waktu. Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan zat bertujuan untuk
mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut
yang diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan
alat tertentu yang didesain untuk uji parameter disolusi.
1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan
keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan tangas air suhu
37oC (Dirjen POM, 1995).
2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang
sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel
wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti (Dirjen
POM, 1995).
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 2 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 3 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
D : Koefisien difusi
Cs : Kelarutan zat padat
C : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu tertentu
h : Tebal lapisan difusi
1. Suhu
Meningkatnya suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat
yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.
Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan
berikut:
D=kT/6ƞr
Dimana:
D = Koefisien Difusi
K = Konstanta Boltzman (1,38 × 10-24 joule/atom K)
T = Suhu
r = Jari-jari molekul
ƞ = Viskositas pelarut
(Prasetya dkk, 2012).
2. Viskositas
Turunya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat.
Hal ini sesuai dengan persamaan Einstein. Meningkatnya suhu juga
menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi (Prasetya
dkk, 2012).
3. pH Pelarut
kelarutan zat aktif yang bersifat asam lemah dan basa lemah dipengaruhi
oleh pH pelarut. Suatu senyawa asam lemah akan memiliki kelarutan yang
lebih besar pada pelarut dengan pH tinggi. Demikian dengan senyawa basa
lemah akan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam pelarut dengan pH
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 4 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 5 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
1. Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada wakt tertentu dan
jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai (Martin, 1993).
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 6 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
yang dilakukan, misalnya Fenolftalein untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat
(Sutresna, 2007).
Secara teknis, titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan sedikit
demi sedikit larutan penitrasi melalui buret, ke dalam larutan yang akan
dititrasi dalam labu erlemeyer. Penambahan dilakukan terus menerus sampai
kedua larutan tepat habis bereaksi yang ditandai dengan berubahnya warna
indikator. Kondisi pada saat terjadi perubahan warna indikator disebut titik
akhir titrasi. Titik akhir titrasi diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi,
yaitu kondisi pada saat larutan asam habis bereaksi dengan larutan basa.
Pendekatan antara titik akhir titrasi dan titik ekuivalen titrasi bergantung pada
pH perubahan warna dari larutan indikator. Jika perubahan warna indikator
terletak pada pH titik ekuivalen, maka titik akhir titrasi sama dengan titik
ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna terjadi setelah penambahan
larutan penitrasi yang berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik
ekuivalen. Perbedaan antara titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen disebut
kesalahan titrasi. Besar kecilnya kesalahan titrasi ditentukan oleh pemilihan
indikator. Jika indikator yang digunakan tepat, maka kesalahan titrasinya
kecil (Sutresna, 2007).
Dalam titrasi, ada saat dimana terjadi perubahan pH secara drastis.
Kondisi ini terjadi saat titrasi mendekati titik ekuivalen. Perubahan ini akan
tetap terjadi meskipun larutan penitrasi yang ditambahkan sangat sedikit.
Titik ekuivalen dalam titrasi berbeda-beda tergantung jenis titrasinya. Titrasi
asam kuat oleh basa kuat dan sebaliknya mempunyai titik ekuivalen pada pH
7. Titik ekuivalen titrasi asam lemah oleh basa kuat terjadi pada pH basa,
antara 8 dan 9. Sementara titik ekuivalen titrasi basa lemah oleh asam kuat
berada pada pH asam (Sutresna, 2007).
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 7 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 8 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
IV PROSEDUR KERJA
4.1 Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kecepatan Disolusi
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 9 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Bejana diisi dengan 900 mL air suling dan thermostat dipasang pada suhu 30oC
2 gram asam salisilat dimasukkan jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai
30oC dan motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 50 rpm
Sebanyak 20 mL air diambil dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, dan
20 menit setelah pengadukan. Setelah selesai pengambilan sampel, segera
digantikan dengan 20 mL air suling
Kadar asam salisilat terlarut dari setiap sempel ditentukan dengan metode
titrasi asam basa menggunakan NaOH dan indikator Fenolftalein. Faktor
koreksi konsentrasi asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu
pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan sempel dengan air
suling dihitung.
Pada suhu 37o dan 45o C dilakukan percobaan yang sama untuk melihat
pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi
Hasil yang diperoleh ditabelkan dan kurva hubungan antar konsentrasi asam
salisilat yang diperoleh dengan waktu dibuat
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 10 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Bejana diisi degan 900 mL air suling , dan thermostat dipasang pada suhu 30oC
2 gram asam salisilat dimasukkan jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai
30oC dan motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 50 rpm
Sebanyak 20 mL air diambil dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, dan
20 menit setelah pengadukan. Setelah selesai pengambilan sampel, segera
digantikan dengan 20 mL air suling
Kadar asam salisilat terlarut dari setiap sempel ditentukan dengan metode
titrasi asam basa menggunakan NaOH dan indikator Fenolftalein. Faktor
koreksi konsentrasi asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu
pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan sempel dengan air
suling dihitung.
Pada suhu kecepatan pengadukan 100 dan 150 rpm dilakukan percobaan yang
sama untuk melihat pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi
Hasil yang diperoleh ditabelkan dan kurva hubungan antar konsentrasi asam
salisilat yang diperoleh dengan waktu dibuat
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 11 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Bejana diisi dengan 900 mL air suling dan thermostat dipasang pada suhu 30oC
2 gram asam salisilat dimasukkan jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai
30oC dan motor penggerak dihidupkan pada kecepatan 50 rpm
Sebanyak 20 mL air diambil dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, dan
20 menit setelah pengadukan. Setelah selesai pengambilan sampel, segera
digantikan dengan 20 mL air suling
Kadar asam salisilat terlarut dari setiap sempel ditentukan dengan metode
titrasi asam basa menggunakan NaOH dan indikator Fenolftalein. Faktor
koreksi konsentrasi asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu
pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan sempel dengan air
suling dihitung.
Pada suhu 37o dan 45o C dilakukan percobaan yang sama untuk melihat
pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi
Hasil yang diperoleh ditabelkan dan kurva hubungan antar konsentrasi asam
salisilat yang diperoleh dengan waktu dibuat
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 12 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
PENGARUH SUHU
WAKTU
30°C 37°C 45°C
(MENIT)
V (ml) C (N) F(N) V (ml) C (N) F(N) V (ml) C (N) F(N)
1 0,7 1,75 X 10-3 1,75 X 10-3 0,7 1,75 X 10-3 1,75 X 10-3 0,3 0,75 X 10-3 0,75 X 10-3
5 1,4 3,5 X 10-3 3,54 X 10-3 0,9 2,75X 10-3 2,79 X 10-3 1,5 3,75 X 10-3 3,77 X 10-3
10 2,1 5,25 X 10-3 5,37 X 10-3 2,3 5,75 X 10-3 5,85 X 10-3 2,5 6,25 X 10-3 6,35 X 10-3
15 2,8 7 X 10-3 7,23 X 10-3 3,3 8,25 X 10-3 8,48 X 10-3 3,9 9,75 X 10-3 9,99 X 10-3
20 3,6 9 X 10-3 9,39X 10-3 3,8 9,5 X 10-3 9,97 X 10-3 4,6 11,5 X 10-3 11,95 X 10-3
5.2 Perhitungan
g
1000
N
BE
V
g 1000
0 , 05 N
40 V
g 0,5 gram
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 13 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
1. 50 rpm
1 menit
Dik : V0 = 0,0 ml
Vt = 0,7 ml
V2 = Vt - V0 = 0,7 - 0,0 = 0,7 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
0,7 . 0,05
N1 = 20
N1 = 1,75 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 0,7 ml
Vt = 2,1 ml
V2 = Vt - V0 = 2,1 - 0,7 = 1,4 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
1,4 . 0,05
N1 = 20
N1 = 3,5 x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 2,1 ml
Vt = 4,2 ml
V2 = Vt - V0 = 4,2 – 2,1 = 2,1 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,1 . 0,05
N1 = 20
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 14 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
N1 = 5,25 x 10-3 N
15 menit
Dik : V0 = 4,2 ml
Vt = 7 ml
V2 = Vt - V0 = 7 – 4,2 = 2,8 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,8 . 0,05
N1 = 20
N1 = 7 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 7,0 ml
Vt = 10,6 ml
V2 = Vt - V0 = 10,6 – 7,0 = 3,6 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,6 . 0,05
N1 = 20
N1 = 9 x 10-3 N
2. 100 rpm
1 menit
Dik : V0 = 10,6 ml
Vt = 13,2 ml
V2 = Vt - V0 = 13,2 – 10,6 = 2,6 ml
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 15 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,6 . 0,05
N1 = 20
N1 = 6,5 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 13,2 ml
Vt = 15,7 ml
V2 = Vt - V0 = 15,7-13,2 = 2,1 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,1 . 0,05
N1 = 20
N1 = 5,25x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 15,7 ml
Vt = 18,6 ml
V2 = Vt - V0 = 18,6-15,7 = 2,3 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,3 . 0,05
N1 = 20
N1 = 8,25 x 10-3 N
15 menit
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 16 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Dik : V0 = 18,6 ml
Vt = 22,9 ml
V2 = Vt - V0 = 22,9-18,6 = 4,3 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
4,3 . 0,05
N1 = 20
N1 = 10,75 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 22,9 ml
Vt = 27,6 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
4,7 . 0,05
N1 = 20
N1 = 11,75 x 10-3 N
3. 150 rpm
1 menit
Dik : V0 = 27,6 ml
Vt = 28,5 ml
V2 = Vt - V0 = 28,5-27,6 = 0,9 ml
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 17 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
0,9 . 0,05
N1 = 20
N1 = 2,25 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 28,5ml
Vt = 31,5 ml
V2 = Vt - V0 = 31,5-28,5 = 3 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3 . 0,05
N1 =
20
N1 =7,5 x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 31,5 ml
Vt = 35,4 ml
V2 = Vt - V0 = 35,4-31,5 = 3,9 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,9 . 0,05
N1 = 20
N1 = 9,75 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 18 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
15 menit
Dik : V0 = 35,4 ml
Vt = 40 ml
V2 = Vt - V0 = 40-35,4 = 4,6 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 =
V1
4,6 . 0,05
N1 = 20
N1 = 11,5 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 40 ml
Vt = 45,1 ml
V2 = Vt - V0 = 45,1- 40 = 5,1 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
5,1 . 0,05
N1 = 20
N1 = 12,75 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 19 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
1. 50 Rpm
20
N5' N5 (N1)
900
N5' 3,5 10 -3
20
900
1,75 10 -3
N5' 3,54 10 N-3
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 5,25 10 -3 (1,75 10 -3 5,25 10 3 )
900
N10' 5,37 10 N
-3
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 7 10 -3 (1,75 10 3 10,5 10 3 5,25 10 3 )
900
N15' 7,23 10 -3 N
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 9 10 -3 (17,5 10 3 )
900
N20' 9,39 10 N-3
2. 100 rpm
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 20 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 8,25 10 -3 (6,5 10 -3 5,25 10 3 )
900
N10' 8,51 10 -3 N
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 10,75 10 -3 (6,5 10 3 8,25 10 3 5,25 10 3 )
900
N15' 11,19 10 -3 N
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 11,75 10 -3 (6,5 10 3 8,25 10 3 5,25 10 3 11,19 10 3 )
900
N20' 12,43 10 N
-3
3. 150 rpm
N1' N1 2,25 10 -3 N
20
N5' N5 (N1)
900
N5' 7,5 10 -3
20
900
2,25 10 -3
N5' 7,55 10 N-3
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 9,75 10 -3 (2,25 10 -3 7,5 10 3 )
900
N10' 9,97 10 N
-3
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 11,5 10 -3 (2,25 10 3 7,5 10 3 9,75 10 3 )
900
N15' 11,93 10 N-3
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 21 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 12,75 (2,25 10 3 7,5 10 3 9,75 10 3 11,5 10 3 )
900
N20' 13,44 10 -3 N
1. 30o C
1 menit
Dik : V0 = 0,0 ml
Vt = 0,7 ml
V2 = Vt - V0 = 0,7 - 0,0 = 0,7 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
0,7 . 0,05
N1 = 20
N1 = 1,75 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 0,7 ml
Vt = 2,1 ml
V2 = Vt - V0 = 2,1 - 0,7 = 1,4 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
1,4 . 0,05
N1 = 20
N1 = 3,5 x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 2,1 ml
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 22 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Vt = 4,2 ml
V2 = Vt - V0 = 4,2 – 2,1 = 2,1 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,1 . 0,05
N1 = 20
N1 = 5,25 x 10-3 N
15 menit
Dik : V0 = 4,2 ml
Vt = 7 ml
V2 = Vt - V0 = 7 – 4,2 = 2,8 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,8 . 0,05
N1 =
20
N1 = 7 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 7,0 ml
Vt = 10,6 ml
V2 = Vt - V0 = 10,6 – 7,0 = 3,6 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,6 . 0,05
N1 = 20
N1 = 9 x 10-3 N
2. 37 o C
1 menit
Dik : V0 = 0,0 ml
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 23 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Vt = 0,7 ml
V2 = Vt - V0 = 0,7 - 0,0 = 0,7 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
0,7 . 0,05
N1 = 20
N1 = 1,75 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 0,7 ml
Vt = 1,8 ml
V2 = Vt - V0 = 1,8 - 0,7 = 1,1 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
1,1 . 0,05
N1 =
20
N1 = 2,75 x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 1,8 ml
Vt = 4,1 ml
V2 = Vt - V0 = 4,1 – 1,8 = 2,3 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,3 . 0,05
N1 = 20
N1 = 5,75 x 10-3 N
15 menit
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 24 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
Dik : V0 = 4,1 ml
Vt = 7,4 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,3 . 0,05
N1 = 20
N1 = 8,25 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 7,4 ml
Vt = 11,2 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 =
V1
3,8 . 0,05
N1 = 20
N1 = 9,5 x 10-3 N
3. 45 o C
1 menit
Dik : V0 = 11,2 ml
Vt = 11,5 ml
V2 = Vt - V0 = 11,5 – 11,2 = 0,3 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 25 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
0,3 . 0,05
N1 = 20
N1 = 0,75 x 10-3 N
5 menit
Dik : V0 = 11,5 ml
Vt = 13 ml
V2 = Vt - V0 = 13 – 11,5 = 1,5 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
1,5 . 0,05
N1 = 20
N1 = 3,75 x 10-3 N
10 menit
Dik : V0 = 13 ml
Vt = 15,5 ml
V2 = Vt - V0 = 15,5 – 13 = 2,5 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
2,5 . 0,05
N1 = 20
N1 = 6,25 x 10-3 N
15 menit
Dik : V0 = 15,5 ml
Vt = 19,4 ml
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 26 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
3,9 . 0,05
N1 = 20
N1 = 9,75 x 10-3 N
20 menit
Dik : V0 = 19,4 ml
Vt = 24 ml
V2 = Vt - V0 = 24 – 19,4 = 4,6 ml
V1 . N1 = V2. N2
V2 . N2
N1 = V1
4,6 . 0,05
N1 = 20
N1 = 11,5 x 10-3 N
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 5,25 10 -3 (1,75 10 -3 5,25 10 3 )
900
N10' 5,37 10 -3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 27 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 7 10 -3 (1,75 10 3 10,5 10 3 5,25 10 3 )
900
N15' 7,23 10 N-3
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 9 10 -3 (1,75 10 3 3,5 10 3 7 10 3 )
900
N20' 9,39 10 N-3
2. 37oC
N1' N1 1,75 10 -3 N
20
N5' N5 (N1)
900
N5' 2,75 10 -3
20
900
1,75 10 -3
N5' 2,79 10 N-3
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 5,75 10 -3 (1,75 10 -3 5,25 10 3 )
900
N10' 5,35 10 N
-3
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 28 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 7 10 -3 (1,75 10 3 10,5 10 3 5,25 10 3 )
900
N15' 8,48 10 -3 N
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 9 10 -3 (1,75 10 3 2,25 10 3 5,75 10 3 8,25 10 3 )
900
N20' 9,91 10 N-3
3. 45°C
N1' N1 0,75 10 -3 N
20
N5' N5 (N1)
900
N5' 3,75 10- 3
20
900
0,75 10- 3
N5' 3,77 10 N
-3
20
N10' N10 ( N1 N5)
900
20
N10' 6,25 10 -3 (0,75 10 -3 3,75 10 3 )
900
N10' 6,35 10 -3 N
20
N15' N15 (N1 N5 N10)
900
20
N15' 9,75 10 -3 (0,75 10 3 3,75 10 3 6,25 10 3 )
900
N15' 9,99 10 -3 N
20
N20' N20 (N1 N5 N10 N15)
900
20
N20' 11,5 10 -3 (0,75 10 3 3,75 10 3 6,25 10 3 9,75 10 3 )
900
N20' 11,95 10 -3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 29 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1441H/2019M
VI PEMBAHASAN
VII KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 30 dari 30