Draf Omnibus Law
Draf Omnibus Law
OMNIBUS LAW
“Omnibus” berasal dari bahasa latin yang berarti “segalanya”. Menurut Kamus Merriam-
Webster, istilah Omnibus Law berarti UU yang mencakup berbagai isu dan topik. Bisa
disimpukan bahwa Omnibus Law adalah sebuah sebuah peraturan perundang-undangan
yang mengandung lebih dari satu muatan aturan untuk mengatasi tumpang tindihnya
regulasi (Nurhanisah dan Devina, 2019).
Nurhanisah, Y., Devina, C. 2019. Omnibus Law, UU “Sapu Jagad” di Bidang Hukum.
Tersedia [online] http://indonesiabaik.id/infografis/omnibus-law-uu-sapu-jagad-di-
bidang-hukum. (Diakses 16 Februari 2020)
II. Perundang-undangan sebelumnya
UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
PP No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
III. Tumpang Tindih Perizinan
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f8a7883a835/tumpang-tindih-izin-
pertambangan-masih-terjadi/
IV. Kasus Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan sebelumnya
a. Kasus Suap Izin Penggunaan Lahan
KPK menangkap Gubernur Riau pada 2014 akibat suap penerbitan izin
pengalihan fungsi hutan menjadi kawasan produksi sawit
(https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151017_indonesia_
korupsi_asap)
Kasus alih fungsi lahan hutan menjadi perumahan elite terpadu di Bogor
(https://news.detik.com/berita/d-2737032/kasus-suap-alih-fungsi-hutan-kpk-
periksa-direktur-keuangan-sentul-city)
b. Kasus Penyimpangan Amdal
Proyek Bandara Kulon Progo
https://properti.kompas.com/read/2017/01/27/173000721/amdal.proyek.bandar
a.kulon.progo.dinilai.tidak.sesuai.prosedur?page=all
Kasus Pelanggaran Amdal Mall CITO Surabaya
https://www.kompasiana.com/nindy_chem-
eng44/55289c196ea834a0408b459b/proyek-cito-melanggar-amdal-dan-amdal-
lalin
c. Kasus Suap Izin Tambang
Kasus tindak pidana korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan
operasi produksi Pemkab Kotawaringin Timur
(https://regional.kompas.com/read/2019/08/21/19102171/usut-dugaan-
korupsi-izin-tambang-yang-rugikan-negara-rp-58-triliun-kpk)
Kasus pungutan liar izin tambang di Lumajang
(https://www.lensaindonesia.com/2019/02/01/kasus-pungli-izin-tambang-kasi-
dinas-esdm-jatim-diadili.html)
Jika kita lihat beberapa waktu ini, banyak media massa yang membahas tentang
Omnibus Law. Hal ini berawal dari pernyataan Presiden Joko Widodo, pada 20 Oktober
2019, yang menyebutkan adanya rancangan Omnibus Law. Mungkin beberapa dari kita
masih asing dengan istilah Omnibus Law, apa yang sebenarnya dimaksud dengan Omnibus
Law? “Omnibus” berasal dari bahasa latin yang berarti “segalanya”. Menurut Kamus
Merriam-Webster, istilah Omnibus Law berarti UU yang mencakup berbagai isu dan topik.
Bisa disimpukan bahwa Omnibus Law adalah sebuah sebuah regulasi baru yang dibentuk
sekaligus untuk menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang berlaku. RUU Omnibus
Law, terdiri atas empat rancangan undang-undang besar, yaitu RUU Cipta Kerja, RUU
Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, RUU Kefarmasian, dan RUU Ibukota Negara. Namun,
baru dua draf RUU yang telah diterima oleh DPR, yaitu RUU Cipta Kerja dan RUU
dibentuknya RUU Omnibus Law ini, tentu kita akan beranggapan bahwa Omnibus Law
cukup menguntungkan. Namun apabila kita cermati, jika memang tujuan utama dari
Omnibus Law adalah untuk meningkatkan investasi dan perekonomian, terdapat beberapa
Kalau kita lihat pada UU yang ada sekarang, persoalan lingkungan cukup banyak diatur
didalamnya, seperti pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No. 41 tahun 1999
Perusakan Hutan. Dengan adanya RUU Omnibus Law Ciptaker, akan ada beberapa UU
yang dihilangkan atau digabungkan sebagai penyederhanaan regulasi. Sebelum kita
menimbang apakah penyederhanaan baik atau buruk bagi Indonesia, mungkin alangkah
baiknya kita lihat terlebih dahulu pelaksanaan UU tersebut hingga saat ini. Kenyataannya,
pelaksanaan UU yang dianggap “ribet” dan “tumpang tindih” bagi investor pun,banyak
penyimpangan didalamnya. Contohnya, kasus suap izin penggunaan lahan yang melibatkan
mantan Gubernur Riau pada tahun 2014. Dalam pelaksanaan izin AMDAL, juga banyak
terjadi penyelewengan, seperti pada kasus pelanggaran AMDAL pada konstruksi Mall
CITO Surabaya di tahun 2006. Selain itu, dalam bidang pertambangan, juga terdapat suap
penerbitan izin, yaitu kasus korupsi izin tambang oleh Bupati Kotawaringin Timur pada
2019.
Sudah terlihat bukan? Realita dari penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari kata
ideal. Padahal UU yang berlaku saat ini ribet menurut pengusaha, apalagi kalau
mencoba memberi angin segar dengan menyatakan pelaksanaan RUU Ciptaker tetap akan
ramah lingkungan.