Anda di halaman 1dari 2

Skeptisisme Sebagai Imunitas Terhadap Hoax

“Keraguan adalah asal kebijaksanaan.”

-Rene Descartes-

Tidak bisa dipungkiri lagi di zaman modern dan globalisasi ini, informasi merupakan
suatu hal yang sangat mudah didapatkan. Dalam hitungan menit, informasi yang
disebarluaskan oleh para individu sudah bisa dikonsumsi melalu ponsel cerdas yang sudah
hampir dimiliki setiap orang. Hampir setiap hari, berjuta-juta informasi yang kita konsumsi,
sehingga tidak mudah bagi kita merasionalkan setiap informasi yang otak kita lahap. Inilah
yang menjadi celah bagi segilintir orang untuk menciptakan hoax.
Terminologi hoax dari bahasa Inggris yang artinya secara bahasa adalah berita bohong
dan secara istilah adalah kesalahan informasi yang sengaja dibuat untuk menutupi kebenaran
yang ada. Sebuah hoax sangat berakibat fatal bagi orang yang menginterpretasi secara
otomatis atau sering disebut ‘akal sumbu pendek’. Nah, disinilah filsafat skeptisisme
mempunyai peranan penting bagi orang yang mengimplementasikannya kedalam kehidupan
sehari-hari.
Skeptisisme sendiri merupakan paham filsafat yang memandang sesuatu selalu tidak pasti
(meragukan, mencurigakan) tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Jadi, secara
aksiologi skeptisisme terhadap informasi berarti suatu sikap keraguan atau disposisi terhadap
informasi yang diterima lalu melakukan metode pertimbangan dengan dalil keraguan
sistematis dan terus-menerus menguji keabsahannya.
Metode terkenal yang identik dengan sikap menghadapi hoax dari Descartes ialah
metode keraguan yang di ilustrasikan di bukunya. “bayangkan seseorang yang membawa
satu keranjang penuh apel, sementara ia takut beberapa apelnya busuk, sehingga ia ingin
membuang yang busuk agar tidak menyebar ke apel lain. Apa yang ia lakukan? Bukankah ia
akan mengeluarkan semua isi keranjang? Selanjutnya bukankah ia mengamati setiap
apelnya, lalu mengembalikan ke dalam keranjang yang masih bagus dan meninggalkan yang
lainnya?. Berdasarkan ilustrasi tersebut Descartes, manusia harus bisa memilah informasi
yang diterimanya, lalu menguji setiap informasi tersebut.
Metode yang dikembangkan Descartes ini biasa disebut juga sebagai skeptik-metodik.
Jika kita mengimplementasikan di era sekarang, artinya sebelum mempercayai sebuah
informasi, hal yang pertama yang dilakukan adalah mulai meragukan informasi itu secara
menyeluruh sampai terbukti kebenaranya, selanjutnya analisislah setiap unsur dengan
memilah secara substansial, lalu identifikasilah semua kemungkinan dari tiap bagian. Jika
tiap metode telah dilakukan sesuai prosedur, setidaknya kita sudah mereduksi perkembangan
hoax.
Metode meragukan yang dijelaskan oleh Descartes adalah sebuah metode yang bagus
dalam menguji informasi yang kita konsumsi secara sporadis di era sekarang ini, karena tanpa
meragukan sesuatu manusia cenderung puas dengan apa yang ada dan menjadi idealistik
terhadap informasi yang ia terima.
Descartes berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa
dalam menerima pengetahuan dan informasi. Disamping itu, manusia memiliki akal pikiran
yang diberikan oleh Tuhan yang maha sempurna, sehingga segala pikiran yang diberikan oleh
Tuhan tersebut adalah benar dan pengetahuan yang diberikan juga pasti benar. Dengan kata
lain, pengetahuan yang diyakini berasal dari Tuhan adalah pengetahuan yang benar,
sedangkan pengetahuan yang dihasilkan oleh manusia masih bisa diragukan kebenarannya.
Skeptisisme yang saya paparkan ialah skeptisisme yang saya rasionalkan dengan era sekarang
yang sarat akan informasi yang berpotensi menciptakan chaos. Jika kita sudah berfilsafat
skeptisisme secara benar, hoax bukanlah menjadi polemik yang berarti . Jadi,
berskeptisismelah secara taktis atas pengetahuan dan informasi apapun.

https://lenterakecil.com/pengertian-dan-asal-kata-hoax/
http://www.filsafatilmu.com/artikel/artikel-filsafat-ilmu/skeptisisme-dalam-ilmu
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai