Filsafat Ilmu tentu saja berkaitan dengan Ilmu, dengan demikian maka tentu saja juga
akan selalu bersinggungan dengan pengetahuan. Bagi sebagian orang, istilah ilmu dan
pengetahuan adalah sama, baik secara makna maupun definisi. Padahal, berdasarkan
penggunaannya serta fungsi-fungsi yang dibawa oleh masing-masing ilmu dan pengetahuan
akan terlihat bahwa keduanya adalah dua hal yang berbeda. Kesalahan ini diterima sebagai
sebuah kelumrahan di tengah masyarakat dengan argumentasi bahwa tidak semua orang
membutuhkan pengetahuan mendasar tentang segala sesuatu, termasuk dua istilah di atas.
Meskipun pada ha kikatnya, pengetahuan dasar atau mendasar tentang apa saja akan selalu
dibutuhkan untuk menentukan fungsi dan kegunaan dalam keseharian. Bahkan dalam hal yang
lebih penting, pemahaman yang benar atas segala sesuatu tentu saja akan mengantarkan
manusia pada titik lebih dekat dari kebenaran.
Sebagai langkah awal, kesalahpahaman mengenai kesamaan atau ketidaksamaan dari
dua istilah—ilmu dan pengetahuan—ini bisa ditelusuri pada akar penggunaan keduanya,
khususnya dari akar penggunaan kata yaitu kata “ilmu” dan kata “pengetahuan”. Istilah “ilmu”
berasal dari bahasa Arab,( ) ﻋﻠﻢyang memiliki arti memahami atau mengerti. Sementara itu
pengetahuan berasal dari bahasa Melayu yaitu tahu yang bermakna mendapatkan kabar tentang
sesuatu. Penjelasan ringkas mengenai akar kata Ilmu dan Pengetahuan ini semestinya telah
memberikan wacana bahwa pengetahuan lebih umum daripada ilmu. Dengan demikian, maka
kata pengetahuan akan dipakai pada sesuatu yang umum dalam hal mengetahui. Sementara itu
ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang lebih jauh, mendalam, dan spesifik tentang sesuatu.
Secara sederhana, skema pengetahuan itu adalah seperti ketika seseorang mengatakan
bahwa “dia mengetahui ada ikan Paus terdampar di pantai”. Apa yang dia ungkapkan itu adalah
pengetahuan tentang adanya seekor Paus yang terdampar di pantai. Seseorang itu tidak
membutuhkan satu pengetahuan khusus tentang bagaimana Paus itu terdampar, dari mana Paus
itu berasal, apa jenis Paus itu; apakah Paus biru atau Paus hijau, dan sebagainya. Sementara itu
Ilmu adalah sesuatu yang lebih khusus, lebih detail dan membawa ragam penjelasan yang lebih
mengerucut. Seperti halnya pembahasan mengenai ilmu Psikologi, ilmu Ekonomi, ilmu Politik,
dan sebagainya. Seseorang tidak bisa mengatakan bahwa dia mengetahui ilmu Ekonomi namun
1
kemudian tidak bisa menjelaskan secara spesifik apa itu ilmu Ekonomi. Ilmu membutuhkan
penjelasan yang rigid atau bahkan rumit tentang satu jenis pengetahuan secara khusus.
A. Apa Itu Pengetahuan?
Sebagai sebuah pembahasan filosofis, maka perlu untuk membedah secara mendasar
terminologi “pengetahuan”. Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, pengetahuan berasal
dari kata “tahu” yang berarti mendapatkan kabar atau informasi tentang sesuatu dan biasanya
itu diterima oleh manusia dalam keadaan sadar. Arti ini sangat penting untuk membatasi apa
saja yang bsia dianggap sebagai pengetahuan dan apa saja yang tidak bisa dianggap sebagai
pengetahuan. Sebagai sebuah aktivitas mendapatkan kabar atau informasi, maka pengetahuan
bersifat sangat umum; bisa dikatakan bahwa sumber pengetahuan itu tak terbatas, terbuka, serta
menyeluruh. Apa saja yang bisa memberikan, diambil, dipertukarkan, menyebar, bisa
dipastikan sebagai sumber pengetahuan. Kemudian dalam kaitannya dengan manusia, maka
pengetahuan tidak akan mungkin didapatkan oleh binatang, dan tumbuhan. Hal ini sangat
populer di dalam kajian biologi, bahwa binatang dan tumbuhan pada level tercerdas mereka
tetap tidak menggunakan rasio namun insting. Meskipun terdapat beberapa tokoh yang
menyatakan bahwa insting binatang pada dasarnya adalah rasio pada mereka. Akan tetapi,
untuk saat ini pandangan tersebut dikesampingkan dahulu. Kemudian kesadaran makin
menunjukkan bahwa pengetahuan haruslah didapatkan oleh manusia secara sadar dan
mengerti. Potensi ini sekali lagi hanya dimiliki oleh manusia dan sangat sulit untuk dipaksakan
untuk dimiliki oleh makhluk selain manusia.
Pengetahuan dengan demikian berkaitan dengan sumber informasi yang bisa diakses
atau terakses dan berkaitan dengan kesadaran yang dimiliki oleh manusia. Dalam kajian
epistemologi, manusia mengetahui segala sesuatu selalu berkaitan dengan sebuah objek yang
kemudian ditangkap oleh rasio manusia. Rasio dan objek menjadi dua pembahasan kunci
sehingga menyebabkan terbelahnya mazhab epistemologis menjadi rasionalisme dan
empirisisme. Kita akan ulas sedikit mengenai dua mazhab ini, orang-orang rasionalis meyakini
bahwa rasio manusialah yang menentukan bagaiman keberadaan, fungsi, atau kedudukan
sebuah objek. Sederhananya, rasio manusia mampu menentukan bagaimana hal ihwal segala
sesuatu. Bahwa pengetahuan itu berasal karena rasio manusia yang menyinari sebuah objek
dan kemudian selanjutnya mendefinisikan objek tersebut. Dengan demikian, maka ada sesuatu
yang disebut sebagai innate idea: atau bisa disebut dengan ide bawaan. Rasionalisme kemudian
terasa sangat dekat dengan idealisme seperti yang diperkenalkan oleh Plato. Bahwa skema
tentang segala sesuatu telah ada di alam ide untuk kemudian menemukan bentuk konkritnya
dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu kaum empirisis dari mazhab empirisisme meyakini
2
sebaliknya; bahwa objek atau bendalah yang menentukan apa dan bagaimana hal ihwal mereka
sendiri. Tanpa adanya rasio, benda-benda tersebut tetap mampu eksis dan valuenya telah
melakat begitu saja di dalam benda tersebut. Sederhananya, benda-benda yang ada
mengungkapkan diri mereka baru kemudian rasio menyadari segala sesuatu tentang hal benda
tersebut. Dalam hal ini, kebenaran seakan terpancar dari benda-benda yang ada tanpa
memerlukan kondisi seperti innate idea.
Mazhab rasionalisme dan empirisisme pada dasarnya bukanlah sesuatu yang mesti
diperdebatkan pada saat ini. Terutama setelah munculynya mazhab jalan tengah yang
menawarkan solusi berupa kemungkinan adanya kerja sama antara rasio dan objek dalam
mengungkap kebenaran tentang eksistensi mereka. Mazhab jalan tengah ini disebut dengan
mazhab inter-relasionisme; bahwa apa yang terjadi adalah potensi yang dimiliki oleh rasio
bersambungan begitu saja dengan potensi yang ada pada objek. Mazhab ini tidak membahas
apa yang mendominasi apa, atau terbelahnya antara potensi rasio dan potensi objek muncul
pada poin apa, namun mazhab ini lebih kepada keyakinan entah bagaimana, entah seberapa,
entah pada bagian apa, kebenaran tentang sesuatu hanya akan muncul jika rasio dan objek
bersambungan dengan baik. Baik mazhab rasionalisme, empirisisme, dan inter-relasionisme
dalam kondisi paling dasarnya menegaskan tentang hubungan atau yang juga disebut dengan
istilah relasi. Bisa disimpulkan, bahwa relasi adalah satu-satunya kata yang bisa digunakan
untuk menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan itu menjadi mungkin. Dengan kata lain,
pertanyaan, “Bagaimana manusia bisa tahu tentang segala sesuatu?” bisa dijawab dengan kata,
“relasi”.
Pengetahuan dengan demikian tidak lebih dari kondisi dimana manusia menggunakan
kemampuannya untuk menghubungkan segala sesuatu dengan baik. Jika unsur relasi dihapus,
manusia tidak akan bisa mengetahui apapun. Sebagai contoh, manusia yang memiliki masalah
dengan salah satu fungsi pada otaknya akan sulit menjelaskan apa saja yang dilihatnya. Orang
ini akan sulit menjelaskan apa yang sedang dilihatnya itu adalah ikan Paus atau manusia atau
cuma onggokan daging. Untuk kemudian orang ini juga tidak akan bisa menjelaskan apa yang
dimaksud dengan, “Ikan Paus terdampar di pantai”. Dengan demikian, maka kemampuan
“menghubungkan” segala sesuatu merupakan hal kunci di dalam perkembangan pengetahuan
manusia. Kemampuan “menghubungkan” ini adalah kemampuan paling mendasar dalam
aktivitas rasio manusia, oleh karenanya hampir semua manusia tidak menyadari
keberadaannya. Ketidaksadaran ini seperti halnya, seseorang yang tidak buta warna bingung
ketika ia ditanya mengapa dia tahu bahwa warna Apel di tangannya adalah merah, dan
kemudian ditanya lagi, bagaimana ia bisa membedakan antara warna merah dan warna hijau.
3
Secara mendasar, pengetahuan persis dengan hal ini, bahwa kita mengetahui segala sesuatu
seperti halnya kita menghirup udara untuk bernafas, terjadi begitu saja.
Kondisi terberi mengenai pengetahuan inilah yang kemudian membuat pengetahuan
mau tidak mau harus lebih luas daripada ilmu. Keluasan ini akan lebih tampak pada sumber-
sumber pengetahuan yang berbeda secara kuantitas dengan sumber-sumber ilmu. Untuk
menjelaskan perbedaan ini, pengetahuan menjadi sesuatu yang lebih luas dan sekaligus tidak
selalu penting untuk diungkapkan. Kondisi lainnya, pengetahuan berada sebagai jenang-
jenjang awal yang kemudian dikenal dengan data-data dalam penyelidikan ilmiah.
Pengetahuan yang berupa data ini, bisa jadi akan dipakai jika dianggap relevan atau malah
dibuang jika dianggap tidak relevan dengan topik atau kajian dari sebuah ilmu. Tentu
penggolongan ini bukan mengenai value pengetahuan atau malah dikaitkan dengan etika
terhadap satu produk pengetahuan, namun lebih kepada kepentingan yang dimiliki oleh
pengetahuan dan ilmu dalam hal-hal yang praktis.
Abbas Hamami membagi kebenaran pengetahuan mejadi beberapa macam jika
didasarkan kepada kualita pengetahuan tersebut,
1. Pengetahuan Biasa/ common sense
Common sense atau pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang bersifat sangat
subjektif. Sifat lain dari pengetahuan ini adalah selalu benar karena sangat
berhubungan dengan subjek yang mengenal. Pengetahuan biasa ini juga sering
disebut dengan pengetahuan jalanan karena tidak mengenal penyelidikan lebih
lanjut. Sebagai contoh ketika seseorang memberikan informasi yang pada dasarnya
adalah guyonan mengenai seorang perempuan yang menikah pada bulan enam dan
melahirkan pada bulan sembilan. Orang yang hanya mengandalkan pengetahuan
biasa akan melihat hal ini sebagai pelanggaran susila dan kemudian menghukum si
perempuan dengan kesinisan. Walaupuan pada hal ihwalnya si perempuan menika
dan melahirkan pada tahun yang berbeda.
2. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ini adalah apa yang kemudian dikenal dengan ilmu pengetahuan, yaitu
sebuah usaha mengetahui dengan terlebih dahulu menetapkan objek yang khusus
dan pendekatan yang khusus pula. Pengetahuan ilmiah memiliki ciri khas bergerak
sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga tidak jarang terjadi semacam revisi di
dalam perkembangan satu keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan ilmiah sangat
berhubungan dengan kesepakatan antar sesama ilmuan.
4
3. Pengetahuan Filsafati
Pengetahuan filsafati ditandai dengan model pengetahuan yang bersifat mendasar
dan sekaligus menyeluruh. Pendekatan yang digunakan biasanya bersifat analitis,
kritis, dan spekulatif. Pengetahuan dengan tiga model pendekatan ini membuat
seseorang sangat hati-hati dalam mengemukakan segala sesuatu. Pendekatan
analitis adalah pendekatan yang melihat dan menelisik model-model bahasa atau
kata yang digunakan. Pendekatan kritis dimaksudkan dengan munculnya rasa tidak
percaya begitu saja terhadap satu jenis realitas yang ditawarkan. Sedangkan
pendekatan spekulatif berurusan dengan terbukanya banyak potensi atau pilihan-
pilihan yang mungkin dalam satu jenis realitas. Ketatnya pengetahuan filsafati ini
membuat jenis kebenarannya bertahan lama dan bahkan selamanya.
4. Pengetahuan Agama
Pengetahuan Agama adalah sesuatu yang sangat unik dalam bentuknya yaitu
dogmatis. Maksudnya adalah pengetahuan agama selalu dihampiri dengan
keyakinan yang sama dengan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, apa saja yang
tertulis di dalam kitab suci akan diyakini sebagaimana isi kitab suci itu diyakini.
Poin inilah yang kemudian menjadi kunci perbedaan antara pengetahuan agama dan
pengetahuan filsafati. Pengetahuan agam tidak muncul untuk dikritisi atau
dianalisis secara spekulatif, akan tetapi langsung diyakini sebagai sebuah
kebenaran. Pengetahuan semacam ini menggunakan skema sumber eksternal
namun diyakini seakan-akan muncul dari internal yang menggunakannya.
7
hal ini bisa menjernihkan kebingungan-kebingungan yang melanda para pelajara mata kuliah
filsafat ilmu.
9
Selain untuk meningkat harkat manusia, ilmu pengetahuan juga harus bisa memajukan
masyarakat baik secara kultural maupun kultural.
D. Kesimpulan
Ilmu dan Pengetahuan adalah dua hal yang tidak bisa diipisahkan dari kehidupan
manusia. Selama manusia masih hidup di dunia ini, maka pengetahuan akan selalu datang dan
ilmu akan selalu dipenuhi. Perbedaan-perbedaan yang ada antara ilmu dan pengetahuan
bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan, akan tetapi perbedaan tersebut berguna untuk
menjelaskan batas-batas dari bagaimana kebenaran bisa didekati. Hal ini sama dengan filsafat
ilmu, bahwa keumuman yang ada akan menunjukkan kekhususan yang juga ada meskipun pada
realitas atau objek yang sama. Pendekatan filosofis terhadap ilmu juga bisa digunakan sebagai
batas terluar dan sekaligus nadi pembagi metodologis di dalam sebuah moda keilmuan.
Sementara itu, ruang lingkup dari filsafat ilmu juga patut dipelajari dan dikuasai agar
bisa digunakan dalam segala kebutuhan lain. Uniknya, filsafat ilmu diharapkan tidak masuk
dalam detail ilmu-ilmu khusus yang menjadi rekanannya. Akan tetapi pada saat yang sama,
filsafat ilmu juga harus memastikan bahwa satu ilmu sesuai dengan batas-batas yang ada.
Filsafat ilmu harus memastikan bahwa ilmu-ilmu yang ada tetap setia dengan kesadarannya
masing-masing dan tidak terbawa untuk menjadi satu jenis filsafat yang baru. Oleh karena itu,
hal-hal yang bersifat praksis juga patut untuk diperjuangkan dalam pengembangan filsafat ilmu
dan ilmu pengetahuan itu sendiri.
10