Anda di halaman 1dari 2

Maheswara A.

D Tarigan / F34170130

Obat asli Indonesia adalah obat-obatan yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah di
Indonesia terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan dipergunakan dalam pengobatan tradisional.
Pengembangan obat tradisional mempunyai tujuan menghasilkan produk obat yang dapat digunakan
masyarakat secara luas. Produk obat tradisional yang dihasilkan dapat berstandar produk untuk konsumsi
umum (product grade) dan obat tradisional dapat berstandar farmasitikal (pharmaceutical grade) untuk
pemakaian di pelayanan kesehatan. Pemeliharaan mutu harus diupayakan dari hulu ke hilir mulai dari
budidaya, pemanenan dan pengolahan pasca panen, pembuatan bahan baku, sampai ke pembuatan sediaan
dan sediaannya. BPOM RI telah mensyaratkan bahwa penandaan bahan alam yang terdiri dari jamu, obat
herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu harus memenuhi kriteria yaitu aman sesuai persyaratan ditetapkan,
klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Obat
herbal terstandar harus memenuhi kriteria yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan secara ilmiah /preklinis, dan dilakukan standardisasi bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria yaitu aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,
klaim khasiat dibuktikan secara uji klinis, dilakukan standardisasi bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi, dan memenuhi persyaratan mutu dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi
(Yuslianti et al. 2016).
Standardisasi farmasitikal obat tradisional merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam rangka
pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Persyaratan mutu
ekstrak/simplisia terdiri atas berbagai parameter standar umum dan parameter spesifik. Standardisasi
menjamin bahwa produk akhir obat tradisional mempunyai nilai parameter yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu. Parameter standar spesifik yang harus pertama dijelaskan dan diinventarisasi adalah
identitas asal simplisia dan uji organoleptik. Identitas simplisia meliputi nama latin yang divalidasi dengan
hasil determinasi tumbuhan atau simplisia dari institusi terakreditasi dan asal daerah simplisia berasal. Uji
organoleptik terdiri dari bau simplisia dengan indra penciuman, rasa simplisia dengan indra pengecapan,
serta warna dan bentuk simplisia dengan indra penglihatan. Parameter standar non-spesifik atau parameter
standar umum yaitu hasil uji laboratorik terdiri dari uji simplisia secara makroskopik dan mikroskopik.
Pemeriksaan diantaranya, melakukan pemeriksaan irisan atau serbuk yang berguna untuk menganalisis
penyusun/komposisi fragmen, karakteristik, mendapatkan informasi kebenaran simplisia, adanya
pengotoran fragmen, dan kemungkinan penggantian/ pemalsuan obat (Yuslianti et al. 2016)
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk obat tradisional adalah pemeriksaan fisik dan kimia
(Handayani et al. 2018). Pemeriksaan fisik terdiri dari
a. pemeriksaan farmakognistik (pemeriksaan morfologi, anatomi, dan organoleptik tumbuhan)
bertujuan untuk untuk mengetahui sifat-sifat fisik yang khas dari tanaman tersebut dengan melakukan
pengamatan terhadap suatu tanaman yang merupakan pengenalan awal yang sederhana dan subjektif,
b. pemeriksaan tetapan fisis serbuk (kadar abu dan kadar abu tidak larut dalam asam) untuk menentukan
besarnya kandungan bahan anorganik yang terdapat pada simplisia tersebut, dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang
berbeda-beda sehingga ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam
simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia, dan
c. pemeriksaan ekstrabilitas serbuk (kadar sari larut dalam air dan kadar sari larut dalam etanol)
Penetapan kadar sari yang larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat
tersebut apakah tersari dalam pelarut air dan dapat menjadi acuan penggunaan jamu dalam bentuk
rebusan (infusa) oleh masyarakat, sehingga efek yang diinginkan tercapai sedangkan penetapan kadar
sari yang larut dalam etanol digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut
dapat tersari dalam etanol dan dapat dijadikan dasar dalam pembuatan ekstrak.
Pemeriksaan kimia terdiri dari reaksi identifikasi kimia serbuk atau produk terhadap senyawa
tertentu, yaitu
a. Reaksi identifikasi terhadap lignin (larutan fluroglusin LP, ditambah HCl P, dinding sel yang
berlignin akan berwarna merah),
b. Reaksi identifikasi terhadap tanin (Serbuk ditambah dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengandung
katekol, akan menghasilkan warna hijau dan ditambah dengan larutan brom, jika mengandung katekol,
akan terjadi endapan),
c. Reaksi identifikasi terhadap dioksiantrakinon (Serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu
ditetesi dengan KOH 10% b/v dalam etanol 90, jika mengandung dioksiantrakinon akan menghasilkan
warna merah),
d. Reaksi identifikasi terhadap fenol (serbuk ditambahkan FeCl3 P, jika mengandung fenol akan
menghasilkan warna biru hitam atau ditambahkan H2SO4 P dalam Formalin 1%, jika mengandung
Fenol akan menghasilkan cincin warna merah, coklat, jingga, ungu sampai hijau),
e. Reaksi identifikasi terhadap alkaloid (serbuk ditambahkan HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika
mengandung alkaloid maka akan menghasilkan endapan putih, atau pereaksi Bauchardat, jika
mengandung alkaloid maka akan menghasilkan endapan coklat, atau pereaksi Dragendroff, jika
mengandung alkaloid maka akan menghasilkan endapan berwarna jingga),
f. Reaksi identifikasi terhadap pati dan aleuron (Serbuk ditetesi dengan larutan Iodine 0,1
N, jika mengandung pati akan berwarna biru, dan warna kuning coklat sampai coklat jika mengandung
aleuron atau ditetesi dengan pereaksi Luff dan dipanaskan, jika mengandung pati akan menghasilkan
endapan merah bata),
g. Reaksi identifikasi terhadap steroid (Ekstrak eter ditetesi pereaksi Lieberman Baurchardat, jika
mengandung steroid akan berwarna biru sampai hijau),
h. Reaksi identifikasi terhadap saponin (Serbuk dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih,
lalu ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang), dan
i. Reaksi identifikasi terhadap flavonoid (Sampel ditambahkan FeCl3 lalu ditambahkan HCl,
jikaterbentuk warna merah keunguan berarti menunjukan adanya flavanoid).

Daftar Pustaka

Handayani S, Kadir A, Masdiana. 2018. Profil fitokimia dan pemeriksaan farmakognostik


daun anting-anting (Acalypha indica. L). Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 5(1): 258-265.
Yuslianti ER, Bachtiar BM, Suniarti DF, Sujiatmo AB. 2016. Standardisasi farmasitikal bahan alam menuju
fitofarmaka untuk pengembangan obat tradisional indonesia. Dentika Dental Journal. 19(2): 179-
185.

Anda mungkin juga menyukai