Anda di halaman 1dari 10

Akidah atau tauhid merupakan asas yang paling dasar dalam kehidupan beragama.

Dengan tauhid, kehidupan akan mencapai kebahagiaan, tidak hanya di dunia, melainkan juga di
akhirat. Keesaan Allah dalam segala hal melahirkan konsekwensi bahwa Allah merupakan
pusat kehidupan. Dengan begitu, manusia tidak bergantung dan tergantung pada keunggulan
apapun selain Allah. Sikap ini melahirkan kebebasan yang hakiki. Jika seseorang telah memiliki
kebebasan hakiki berarti dia telah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki pula.
Oleh karena itu, perkara paling utama untuk didahulukan dan harus diberi perhatian
yang lebih adalah meluruskan akidah, memurnikan tauhid, memberantas kemusyrikan,
mengokohkan benih-benih keimanan dalam hati, sehingga membuahkan amal perbuatan yang
diridlai Allah SWT, yang akhirnya selamatlah hidup kita baik di dunia maupun di akhirat.

PENGERTIAN AQIDAH ISLAM

Akidah berasal dari Bahasa Arab :

)ُ‫َعقَدَ – يَ ْع ِقدُ – َع ِق ْيدَة ً ( جمع = َعقَائِد‬


yang berarti mengikat atau membuhul, menyimpulkan, mengokohkan, menjanjikan. Arti menurut
bahasa, akidah berarti yang diikat, yang dibuhul, yang disimpulkan, yang dikokohkan, yang
dijanjikan (Ensiklopedi Hukum Islam jilid 1 halaman 78).
Akidah menurut istilah adalah unsur-unsur yang harus dibenarkan dengan hati dan
diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan
oleh keragu-raguan.
Dalam definisi yang lain disebutkan akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan
yang harus dipegang oleh orang yang mempercayainya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akidah
Islam adalah dasar-dasar pokok keyakinan atau kepercayaan yang harus diyakini
kebenarannya oleh orang Islam. Dasar-dasar tersebut harus dipegang teguh oleh orang Islam.
Dalam berakidah tidak boleh setengah hati harus mantap dan sepenuh hati tanpa ada keraguan
sedikitpun di dalam hatinya.
Dalam al-Quran kata akidah disebutkan, antara lain dalam QS al-Maidah : 1 yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (janji) itu (QS. Al- Maidah / 5 : 1)

Inti dari Aqidah adalah Syahadat Tauhid (Satu idola yaitu Allah) yang ditandai dengan
perilaku :
1. Pemujaan hanya kepada Allah sebagai ekspresi cinta dan ketaatan
2. Pengabdian hanya kepada Allah sebagai bukti cinta dan ketaatan.
3. Penyerahan dan ketundukan pada sistem nilai yang berasal dari Allah sebagai bukti cinta dan
ketaatan (iradahMu adalah iradahku)
Pengertian Aqidah Islam (Akidah Islam) – Kata aqidah berasal dari salah satu kata dalam bahasa Arab
yaitu ‘aqad, yang artinya ikatan. Berdasarkan ahli bahasa, pengertian aqidah adalah sesuatu yang
dengannya diikatnya hati dan perasaan manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikan
pegangan (Hamka, dalam Studi Islam).
Sehingga pengertian akidah/aqidah ini dapat diibaratkan sebagai perjanjian yang kokoh yang tertanam
jauh di dalam lubuh hati sanubari manusia. Pengertian aqidah merupakan suatu bentuk pengakuan
ataupun persaksian secara sadar mengenai keyakinan, keimanan, dan kepercayaan bahwa ada suatu
zat yang Esa yang Maha Kuasa, yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu (Surah Al-Ikhlash:1-4).

Pengertian aqidah Islam – Singkatnya aspek akidah adalah aspek yang berhubungan dengan masalah
masalah keimanan dan dasar dasar agama (ushuluddin). Oleh karena itu, seringkali kata “aqidah” serta
kata “iman” digunakan secara bergantian. Pengertian aqidah diarahkan kepada memberikan visi dan
makna bagi eksistensi kehidupan manusia di muka Bumi. Aqidah inilah yang memberikan jawaban atas
pertanyaan terhadap hakikat kehidupan dan pertanyaan yang lain tentang makna kehidupan dan alasan
dibaliknya. Oleh karena itu, aqidah adalah ruh bagi setiap orang, yang apabila dipegang teguh akan
memberikan kehidupan baik dan menggembirakan orang yang memegang teguhnya. Hal sebaliknya pun
akan terjadi bagi mereka yang tidak memiliki aqidah dalam hidup.

Pengertian aqidah Islam – Dalam intisari aqidah ahlussunnah dijelaskan bahwa aqidah diambil dari kata
dasar al-‘aqdu yaitu ar-rabth (ikatan), al-ibraam (pengesahan), al-ihkaam(penguatan), at-tawatstsuq
(menjadi kokoh, kuat) dan seterusnya… Dalam buku aqidah tersebut diterangkan bahwa pengertian
aqidah (akidah) adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan.
Selain itu, pengertian aqidah dalam agama artinya berhubungan dengan keyakinan, bukan perbuatan
seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.

Pengertian aqidah Islam – Dalam buku tersebut diterangkan bahwa singkatnya pengertian aqidah
adalah apa yang telah menjadi ketetapan hati seseorang. Baik benar dan salah. Ditambahkan bahwa
pengertian aqidah secara istilah bahwa aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
menjadi tenteram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Ditambahkan dalam buku aqidah tersebut bahwa pengertian Aqidah islam adalah keimanan yang pasti
dan teguh dengan Rububiyyah Allah Ta’ala, Uluhiyyah-Nya, asma’ dan sifat sifat-Nya, para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, pada takdir baik maupun buruk. Selain dari itu, aqidah
islam juga beriman dengan semua yang berhubungan dengan urusan gaib, pokok-pokok agama, dan apa
yang telah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukan yang bulat kepada Allah Ta’ala baik
dalam perintah-Nya, hukum-Nya, ataupun ketaatan kepada-Nya, serta meneladani Rasulullah.
Dalam buku Management of Student Development oleh Sudirman Anwar bahwa pengertian aqidah
menurut Istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya,
sehingga suatu kenyataan yang teguh dan kokoh yang tidak tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan.

Pengertian aqidah Islam – Ditambahkan dalam buku tersebut tentang pengertian aqidah oleh Sayyidul
Hasan Al-Banna bahwa “Aqai’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang merupakan beberapa perkaya
yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa yang tidak tercampur
sedikit dengan keraguan-raguan. Ditambahkan pula tentang pengertian aqidah oleh Abu Bakar Jabir al-
Jazairy bahwa pengertian aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh
manusia berdasarkan akal manusia, wahyu dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Terakhir disimpulkan dalam
buku tersebut bahwa pengertian aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia, dan
kehidupan tentang apa apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia serta hubungan kehidupan
dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Dengan menggunakan pemikiran
tersebut, manusia dapat menguraikan uqdah al-kubra (permasalahan besar) yang terdapat dalam diri
manusia.
Pengertian Akidah yang benar. Akidah merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi setiap Muslim. Oleh karena itu, kami disini akan membahas
mengenai pengertian akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah beserta
penjelasannya.

A. Definisi ‘Aqidah
‘Aqidah (‫ )ا َ ْلعَ ِق ْي َدة‬menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu
ْ yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(‫ )الت َّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau
(‫)العَ ْقد‬
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (‫ )اْ ِإل ْح َكام‬yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)الربْط ِبق َّوة‬ َّ yang berarti mengikat
dengan kuat.[1]

Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan
pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi
ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan
menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]
B. Objek Kajian Ilmu ‘Aqidah[4]

‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus
Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah
ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal
yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti),
seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan
terhadap ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua
aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap
mereka.

Disiplin ilmu ‘aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan
nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah
(golongan-golongan) lainnya.

• Penamaan ‘Aqidah Menurut Ahlus Sunnah:


Di antara nama-nama ‘aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:

1. Al-Iman
‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-
Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘aqidah
membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur
disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus Sunnah
sering menyebut istilah ‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab mereka.[5]

2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)


Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu ‘aqidah dengan istilah
‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab
mereka.[6]

3. Tauhid
‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar
Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan
Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling
mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut
dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf.[7]

4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para
penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah
‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga
generasi pertama.[8]

5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah


Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah
yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.[9]

6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu
kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[10]

7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa
Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling
pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[11]

C. Prinsip 'Aqidah
Prinsip pertama: Berserah diri pada Allah dengan bertauhid

Maksud prinsip ini adalah beribadah murni kepada Allah semata, anda dapat
meliha penjelasan di halaman : Ilmu Tauhid Lengkap yang Shahih Sesuai
Al Qur'an dan As Sunnah

Prinsip kedua: Taat kepada Allah dengan melakukan ketaatan

Orang yang bertauhid berarti berprinsip pula menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Ketaatan berarti menjalankan perintah dan menjauhi
larangan. Jadi tidak cukup menjadi seorang muwahhid (meyakini Allah itu
diesakan dalam ibadah) tanpa ada amal.

Prinsip ketiga: Berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik

Tidak cukup seseorang berprinsip dengan dua prinsip di atas. Tidak cukup ia
hanya beribadah kepada Allah saja, ia juga harus berlepas diri dari syirik dan
pelaku syirik. Jadi prinsip seorang muslim adalah ia meyakini batilnya
kesyirikan dan ia pun mengkafirkan orang-orang musyrik. Seorang muslim
harus membenci dan memusuhi mereka karena Allah. Karena prinsip seorang
muslim adalah mencintai apa dan siapa yang Allah cintai dan membenci apa
dan siapa yang Allah benci.

Demikianlah dicontohkan oleh Ibrahim ‘alaihis salam di mana beliau dan


orang-orang yang bersama beliau berlepas diri dari orang-orang musyrik.
Saksikan pada ayat,

‫يم َوالَّذِينَ َمعَه‬ َ ‫َت لَك ْم أ ْس َوة َح‬


َ ‫سنَة فِي ِإب َْرا ِه‬ ْ ‫قَ ْد َكان‬
ِ ‫ِإ ْذ قَالوا ِلقَ ْو ِم ِه ْم ِإنَّا ب َرآَء ِم ْنك ْم َو ِم َّما تَ ْعبدونَ ِم ْن د‬
ِ َّ ‫ون‬
‫َللا‬
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa
yang kamu sembah selain Allah.” (QS. Al Mumtahanah: 4). Ibrahim berlepas
diri dari orang musyrik dan sesembahan mereka.
َ ‫َكفَ ْرنَا ِبك ْم َوبَ َدا بَ ْينَنَا َوبَ ْينَكم ْالعَ َد َاوة َو ْالبَ ْغ‬
‫ضاء أَبَدًا‬
ِ َّ ‫َحتَّى تؤْ ِمنوا ِب‬
‫اَلل َو ْح َده‬
“Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah: 4).

Dalam ayat lain disebutkan pula,

‫اَلل َو ْاليَ ْو ِم ْاْلَ ِخ ِر ي َوا ُّدونَ َم ْن‬


ِ َّ ‫َل تَ ِجد قَ ْو ًما يؤْ ِمنونَ ِب‬
‫َللا َو َرسولَه َولَ ْو َكانوا آَبَا َءه ْم أَ ْو أَ ْبنَا َءه ْم أَ ْو ِإ ْخ َوانَه ْم أَ ْو‬َ َّ ‫َحا َّد‬
‫يرتَه ْم‬
َ ‫ع ِش‬ َ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22).

‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنوا َل تَت َّ ِخذوا آَبَا َءك ْم َو ِإ ْخ َوانَك ْم أَ ْو ِليَا َء‬
‫ان َو َم ْن يَتَ َولَّه ْم ِم ْنك ْم‬ ِ ْ ‫علَى‬
ِ ‫اإلي َم‬ َ ‫ِإ ِن ا ْست َ َحبُّوا ْالك ْف َر‬
َّ ‫فَأولَئِ َك هم‬
َ‫الظا ِلمون‬
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka
wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At Taubah: 23).

‫عد َّوك ْم أَ ْو ِليَا َء‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنوا َل تَت َّ ِخذوا‬
َ ‫عد ِّ ِوي َو‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan
musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1).

Demikianlah tiga prinsip agar disebut muslim sejati, yaitu bertauhid,


melakukan ketaatan dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik.

Footnote
[1]. Lisaanul ‘Arab (IX/311: ‫ )عقد‬karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan
Mu’jamul Wasiith (II/614: ‫)عقد‬.
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr.
Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah
Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim
al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr.
Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
[4]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 12-14).
[5]. Seperti Kitaabul Iimaan karya Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam
(wafat th. 224 H), Kitaabul Iimaan karya al-Hafizh Abu Bakar ‘Abdullah bin
Muhammad bin Abi Syaibah (wafat th. 235 H), al-Imaan karya Ibnu Mandah
(wafat th. 359 H) dan Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
(wafat th. 728 H), ‫ رحمهم هللا‬.
[6]. Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th.
449 H), Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 5-6) oleh
Imam al-Lalika-i (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqi (wafat
th. 458 H), ‫رحمهم هللا‬.
[7]. Seperti Kitaabut Tauhiid dalam Shahiihul Bukhari karya Imam al-Bukhari
(wafat th. 256 H), Kitaabut Tauhiid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu
Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitaab I’tiqaadit Tauhiid oleh Abu ‘Abdillah
Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitaabut Tauhiid oleh Ibnu Mandah
(wafat th. 359 H) dan Kitaabut Tauhiid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
(wafat th. 1206 H), ‫رحمهم هللا‬.
[8]. Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H),
as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-
Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam
al-Barba-hari (wafat th. 329 H), ‫رحمهم هللا‬.
[9]. Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh
wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th.
387 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-
Asy’ari (wafat th. 324 H), ‫رحمهم هللا‬.
[10]. Seperti kitab al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah rahimahullah
(wafat th. 150).
[11]. Seperti kitab asy-Syarii’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah
‘an Syarii’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.

oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan Ustadz Muhammad Abduh
Tuasikal

Fungsi akidah islam ,diantaranya yaitu :


1. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.
2. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat pasti akan
melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik.
3. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut tidak
akan diterima
b. Sedangkan peran akidah dalam islam meliputi :
1. Aqidah merupakan misi pertama yang dibawa para rasul Allah.
Allah berfirman:Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).
2. Manusia diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Allah.
Allah berfirman:”Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku”. (QS. Adz-
Dzariyat: 56).

3. Aqidah yang benar dibebanrkan kepada setiap mukallaf.


Nabi bersabda:”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada
sesembahan yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah rasul utusan
Allah.”(Muttafaq ‘alaih).
4. Berpengang kepada aqidah yang benar merupakan kewajiban manusia seumur hidup.
Allah berfirman:”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah kemudian merkea
beristiqomah (teguh dalam pendirian mereka) maka para malaikat akan turun kepada mereka (seraya
berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) surga yang dijanjikan Allah kepadamu.”(QS. Fushilat: 30).
5. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang fana ini.
Nabi saw bersabda:“Barangsiapa yang akhir ucapannya “Tiada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah niscaya dia akan masuk surga”. (HSR.Al-Hakim dan lainnya).
6. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, yaitu
generasi sahabat dan dua generasi sesusah mereka.
Allah berfirman:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110).
7. Kebutuhan manusia akan aqidah yang benar melebihi segala kebutuhan lainnya karena ia merupakan
sumber kehidupan, ketenangan dan kenikmatan hati seseorang. Dan semakin sempurna pengenalan
serta pengetahuan seorang hamba terhadap Allah semakin sempurna pula dalam mengagungkan Allah
dan mengikuti syari’at-Nya.
1.3. Landasan Religius Aqidah Islam
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam
Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan).[6]
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat
dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran
yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa
kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu
yang tidak terbatas. Misalkan, saat ditanya, kekal [sesuatu yang tidak terbatas] itu sampai kapan?, maka
akal tidak akan mampu menjawabnya karena akal itu terbatas.
Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada peluang bagi
seseorang untuk meragukannya.Dan untuk mencapai tingkat keyakinan ini, aqidah Islam wajiblah
bersumber pada dua warisan tersebut [Al-Qur’an Hadits] yang tidak ada keraguan sedikit pun
padanya.Dan akal bukanlah bagian dari sumber yang tidak ada keraguan padanya.
Dengan kata lain, untuk menjadi sumber aqidah, maka asal dan indikasinya haruslah pasti dan
meyakinkan, tidak mengandung sedikut pun keraguan. Jika kita memandang Al-Qur’an dari segi wurud,
maka ia adalah pasti lagi meyakinkan karena telah ditulis selagi Rasulullah masih hidup dan juga dihafal
serta sejumlah besar sehabat yang mustahil mereka sepakat berdusta untuk memalsukannya. Dan juga
karena itu, tidak pernah timbul perselisihan tentang kesahihan Al-Qur’an di kalangan umat Islam sejak
dahulu hingga sekarang.[7] Tidak pernah ada yang berbeda pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa
Tuhan itu satu, bahwa Tuhan itu mahakuasa.
Aqidah atau iman itu mempunyai peran dan pengaruh dalam hati.Ia mendorong manusia untuk
melakukan amal-amal yang baik dan meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Ia mengawal dan
membimbing manusia ke jalan yang lurus dan benar serta menjaganya untuk tidak tergelincir ke dalam
lembah kesesatan; dan juga menanamkan dalam dirinya kecintaan kepada kebenaran dan kebaikan.
Sesungguhnya hidayah Allah hanya diberikan kepada manusia yang hatinya telah dimasuki iman.[8]
Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :
. . . (11 ‫)التغابن‬. . . ‫ومن يؤمن باهلل يهد قلبه‬
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi hidayah kepada hatinya.”
Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau cahaya yang menerangi hati dan
sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia. Tanpa cahaya itu hati sangat gelap,
sehingga akan sangat mudah orang tergelincir dalam lembah maksiat. Ibarat orang yang berjalan pada
waktu malam tanpa lampu atau cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke dalam lobang atau jurang.
Demikianlah peranan iman yang merupakan bangunan bawah/fondasi utama dari kepribadian yang
kukuh dan selalu mengawal serta membuat hati agar selalu baik dan bersih, sehingga dapat memberi
bimbingan bagi manusia ke arah kehidupan yang tenteram dan bahagia.

Anda mungkin juga menyukai