PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian SN di
Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per
tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar
pasien di poliklinik khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran
protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom
ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-
Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,
terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya
herediter) dan mempunyai prognosis buruk.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi
minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid).
Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap
pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis
lesi pada anak yang menderita SN. Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia
saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin,
komplemen C3, dan kolesterol serum. Seperti telah diketahui, bentuk histopatologik
memberikan gambaran terhadap respons pengobatan steroid, seperti jenis glomerulonefritis
mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 80-85% adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum
terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik resisten
steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan memberikan gambaran
klinis yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein
nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena belum pernah diteliti
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara berbagai gambaran
klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan respons terhadap pengobatan steroid
(SNRS dan SNSS). (Behrman, 2000)
C.Tujuan
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi
dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom
nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan
urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa
terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2005).
B. Etiologi
1. Kongenital
3. Sekunder
Terkadang SNRS dapat mengikuti penyakit lain baik infeksi, penyakit sistemik,
maupun obat-obatan. Hal ini disebut sindrom nefrotik sekunder. Hal ini dapat
memperburuk prognosis. Berikut ini penyakit lain yang dapat mengikuti sindrom nefrotik
sekunder:
a. Infeksi
1. Sifilis, toxoplasmosis, cytomegalovirus, rubella kongenital
2. Hepatitis B dan C
3. AIDS
4. Malaria
5. Penyakit sistemik
6. Lupus erimatosus sistemik (LES)
7. Keganasan, seperti leukimia dan limfoma
8. Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis
nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
9. Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
glomerulonephritis
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
a. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c. Pucat
d. Hematuri
e. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
f. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
g. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
h. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama albumin ke
dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini
tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui
ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan
yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi
natrium dan edema lebih lanjut.Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam
darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang
anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, dibetes mellitus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus
sistemik, dan trombosis vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan
berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
(Arif Muttaqin, 2011).
Pathway
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan
pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg / dL
dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran
nefrotik. Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi. Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat
simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki
keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari
makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
d. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron
seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
e. Kortikosteroid
G. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian
4. fibrinogen plasma.
5. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002)
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien:
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak
lahir.
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan
ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak
pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
Agama
Suku/bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites).
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal
berikut:
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
Pola istirahat tidur: susah tidur
Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e.Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenatal
Keadaan dimana ibu memeriksakan kandungannya selama mengandung dan asupan
nutrisi selama kehamilan
2) Natal
Proses persalinan pada saat dilahirkan, serta kondisi bayi saat dilahirkan.
3) Postnatal
Asupan nutrisi yang diperoleh saat dilahirkan hingga dewasa.
4) Imunisasi
a. BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis
dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema
Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti
hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom),
malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah Kelebihan
volume cairan berhubungan akumulasi cairan di dalam jaringan, gangguan
mekanisme regulasi,ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan.penurunan asupan oral ,mual,muntah,vomit,resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
B. Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami
buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama
mahasiswa keperawa
DAFTAR PUSTAKA
Huda N,Amin.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosis medis & NANDA
NIC-NOC.Jogjakarta :Mediaction
http://13642.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-sindrom-nefrotik.html
http://ahmadnrj92.blogspot.com/2015/12/asuhan-keperawatan-sindroma-nefrotik.html
https://prabubratayudha.blogspot.com/2015/01/asuhan-keperawatan-sindroma-nefrotik.html