I Kesimpulan
Indonesia memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama. Banyak para
pahlawan yang gugur demi mempertahankan bumi pertiwi tercinta. Mereka
mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk mengejar sebuah kata merdeka. Sebelum
tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia.
Mereka banyak memeras, menindas, dan merampas hak-hak rakyat Nusantara.
Banyak perlawanan dari pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat kedaerahan.
Muncul banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan terhadap
penjajahan yang bangsa lain lakukan.
Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini,
tetap menjaga semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek
moyang kita. Namun di jaman globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda
penerus bangsa kian menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya
para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu. Semestinya
para pemuda generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang
rela berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk
mengisi kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.
II.1 Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC
Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut
benteng Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran Hongi
menimbulkan kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat
Maluku terhadap VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera
meluas ke berbagai daerah. Oleh karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur
Jederal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk
menegakkan kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku,
Kompeni menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat
membunuh Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali.
(Hanna, Williard. 1996 : 173)
Dengan gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan
perlawanan rakyat Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari
orang-orang Hitu di bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat
dipadamkan pada tahun 1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang
dipimpin oleh Saidi. Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan
Saparua. Pihak Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia. Pada
bulan Juli 1655 bala bantuan datang di bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom dan
terjadilah pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat terdesak, Saidi
tertangkap dan dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.
(Hanna, Williard. 1996 : 175)
Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada akhir
abad ke-18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan
Jamaluddin, namun segera dapat ditangkap dan diasingkan ke Sailan (Sri Langka).
Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di
bawah pimpinan Sultan Nuku dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali
Tidore dari tangan VOC. Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805), VOC
dapat menguasai kembali wilayah Tidore. (Hanna, Williard. 1996 : 181)
Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau
Ambon. Sebab-sebab terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :
1. Kalah persenjataan.
2. Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan
makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah
dimusnahkan oleh Kompeni.
3. Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.
4. Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk
membendung sungai Ciliwung gagal.
5. Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram.
Untung, menurut cerita adalah seorang putra bangsawan dari Bali, yang dibawa
pegawai VOC ke Batavia. Semula Untung dijadikan tentara VOC di Batavia. Dalam
peristiwa Cikalong (1684), merasa harga dirinya direndahkan, maka Untung berbalik
melawan VOC. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
Dengan peristiwa Cikalong tersebut, Untung tidak kembali ke Batavia, namun
melanjutkan perlawanan menuju Cirebon. Di Cirebon terjadi perkelahian dengan
Suropati dan Untung menang sehingga namanya digabungkan menjadi Untung
Suropati. Dari Cirebon Untung terus melanjutkan perjalanan menuju Kartasura, dan
disambut baik oleh Amangkurat II yang telah merasakan beratnya perjanjian yang
dibuat dengan VOC. Pada tahun 1686, datanglah utusan VOC di Kartasura di bawah
pimpinan Kapten Tack dengan maksud merundingkan soal hutang Amangkurat II dan
menangkap Untung. Amangkurat II menghindari pertemuan ini dan terjadilah
pertempuran. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
Kapten Tack bersama anak buahnya berhasil dihancurkan oleh Untung, dan
Untung kemudian melanjutkan perjalanan ke Jawa Timur hingga sampai di Pasuruan.
Di Pasuruan inilah Untung Suropati berhasil mendirikan istana dan mengangkat
dirinya menjadi adipati dengan gelar Adipati Ario Wironegoro, dengan wilayah
seluruh Jawa Timur, antara lain Blambangan, Pasuruhan, Probolinggo, Malang,
Kediri dan Bangil. Di Bangil, dibangun perbentengan guna menghadapi VOC.
(Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
Pada tahun 1703, Amangkurat II wafat, putra mahkota Sunan Mas naik takhta.
Raja baru ini benci terhadap Belanda dan condong terhadap perlawanan Untung.
Pangeran Puger (adik Amangkurat II) yang ingin menjadi raja, pergi ke Semarang dan
minta bantuan kepada VOC agar diakui sebagai raja Mataram. Pada tahun 1704,
Pangeran Puger dinobatkan menjadi raja dengan gelar Paku Buwono I. Pada tahun
1705 Paku Buwono I dan VOC menyerang Mataram. Sunan Mas melarikan diri dan
bergabung dengan pasukan Untung di Jawa Timur. (Notosusanto, Nugroho,
2008 : 226)
Oleh pihak Kompeni di Batavia, dipersiapkan pasukan secara besar-besaran
untuk menyerang Pasuruan. Di bawah pimpinan Herman de Wilde, pasukan Kompeni
berhasil mendesak perlawanan Untung. Dalam perlawanan di Bangil, Untung
Suropati terluka dan akhirnya pada tanggal 2 Oktober 1706 gugur. Jejak
perjuangannya diteruskan oleh putra-putra Untung, namun akhirnya berhasil
dipatahkan oleh Kompeni. Bahkan Sunan Mas sendiri akhirnya menyerah, kemudian
dibawa ke Batavia, dan diasingkan ke Sailan (1708). (Notosusanto, Nugroho,
2008 : 226)
1. Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka-
Batavia-Maluku.
2. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
3. Timbulnya Banjarmasin sebagai daerah penghasil lada, yang hasilnya dikirim
ke Makasar.
1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru
Palaka.
2. Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
3. Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak
monopolinya.
4. Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang
kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
5. Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.
Sejak adanya perjanjian ini, maka penguasa Banten sebenarnya ialah VOC.