Kelompok 3
Reski Amalia (515 18 011 541)
Adji Surachman Umar (515 18 011 536)
Wa Ode Rohaisa Arnas (515 18 011 560)
Ulfayani (515 18 011 539)
Yohanis Marcelinus Sabaleku (516 18 011 573)
Asma Zakiah (515 18 011 540)
Devitasari (515 18 011 567)
Dwi Aprianti Lestari (515 18 011 548)
Karmila Sari M (515 18 011 569)
Salbia (515 18 011 094)
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
(WHO, 2004).
Sesuai batasan obat asli Indonesia, obat tradisional maka bahan bakunya
a. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk kering
atau diformulasi.
segar atau serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia
dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya.
2) Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
3) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku
ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara pengerjannya lain
dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang lunak.
tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai
dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang dipergunakan dalam
akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) yang dapat
dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi diproduksi paling banyak pada
disesuaikan dengan sifat zat aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen
maupun dalam diri dari tanaman atau tumbuhan tersebut. Faktor luar
antara lain tempat tumbuh, iklim, ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dll.
Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam tumbuhan tersebut.
pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat adalah:
b) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan
berbunga.
d) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di
asimilasi sempurna.
berhenti.
terstandar.
b. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur, galenik,
atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup. keduanya seperti
senyawa aktif yang terkandung dalam suatu sediaan ekstrak tanaman obat
lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan;
lebih mahal.
c) Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
d) Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui
h) Indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding
kelarutannya. Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila
telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa). Pada
ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk ini
macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawah
mikroskop).
produk obat tradisional.Simplisia nabati dapat berasal dari tanaman budi daya
a. Tanaman budidaya
Tanaman obat yang sengaja dibudi daya untuk digunakan sebagai
sumber bahan baku simplisia. Untuk itu, bibit tanaman harus dipilih yang
simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau konsisten. Dari simplisia tersebut
khasiatnya.
b. Tumbuhan liar
Agar bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini mutunya
Apabila suatu bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini
Bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar dilacak kemudian
dipilih bahan baku simplisia serupa untuk produk pada masa mendatang.
a. Sortasi bahan baku terhadap setiap bahan baku atau simplisia yang masuk dan
akan dipakai untuk pembuatan obat tradisional (jamu), sebelumnya harus
dilakukan seleksi atau sortasi sehingga simplisia tersebut bersih dari bahan
lain yang tidak dikehendaki.
b. Pencucian dan pengeringan Sekitar 70% dari jenis bahan baku yang dipakai,
melalui tahap pencucian, dengan tujuan agar lebih terjamin kebersihannya
serta menekan adanya cemaran bahan. Untuk pencucian digunakan air yang
telah dicampur dengan larutan desinfektan tertentu. Setelah proses pencucian,
dilakukan proses pengeringan dan setelah itu bahan baku tersebut masuk ke
dalam gudang bahan bersih, untuk menunggu giliran diproses selanjutnya.
c. Penggorengan dan vaporisasi, untuk jenis bahan baku tertentu dilakukan
penggorengan dan sortasi ulang. Sementara bahan baku / simplisia lain yang
secara alami tidak mungkin melalui pencucian, proses pembersihan dilakukan
dengan cara vaporisasi menggunakan uap air bertekanan.
d. Penyimpanan bahan baku, selanjutnya bahan baku disimpan di dalam gudang
bahan baku bersih, dengan pemberian label (kode bahan baku, kode
leveransir, tanggal pemasokan dan catatan kadar bahan serta kode gudang).
e. Standarisasi, proses standarisasi bertujuan untuk menyiapkan bahan baku agar
dapat memenuhi persyaratan minimal seperti keseragaman jenis, komponen
aktif, serta ketepatan dan keamanan penggunaannya sebagai bahan baku obat
tradisional (Sardjiman, 1997).
Untuk bahan mentah - baik yang dibudidayakan maupun yang hidup secara
liar, dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun sudah melalui
berdasarkan kasus-perkasus.
6. Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
Simplisia adalah bahan alam yang telah di keringkan yang digunakan untuk
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60° (Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008).
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1977).
7. Pembagian Simplisia
Dalam dunia farmasi, bahan mentah untuk obat-obatan biasa disebut
simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman ( isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat
kimia murni).
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
pengumpulan.
b. Sortasi basah, dilakukan untuk memisahkan kotoran atau benda asing dari
simplisia.
dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dibagi menjadi dua
cara yaitu dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari langsung dan
antara 40-60°C.
Semua paparan yang tertera dalam persyaratan simplisia, kecuali tentang isi
dan penggunaan, merupakan syarat baku bagi simplisia yang bersangkutan. Suatu
simplisia tidak dapat dinyatakan bermutu Materia Medika Indonesia jika tidak
memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang tertera dalam Materia Medika
Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan dipergunakan untuk keperluan
pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan
lain yang dijual dengan nama yang sama (Ditjen POM, 1977).
a. Rajangan
panas.
Kadar air: Tidak lebih dari 10 % Penetapan dilakukan menurut cara yang
Republik Indonesia.
Indonesia.
Mikroba pathogen: Negatif. Penetapan dilakukan menurut cara yang
Republik Indonesia.
b. Serbuk
deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik,
atau campurannya.
masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari
harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu bungkuspun yang
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga
Kadar air: Tidak lebih dari 10 %. Penetapan dilakukan menurut cara yang
Indonesia
sediaan galenik dengan penyari air atau campuran etanol air bila
persyaratan Pil dalam lampiran keputusan ini Pemanis. Gula tebu (gula
pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit dan pemanis alam lainnya yang
belum menjadi zat kimia murni. Pengisi. Sesuai dengan pengisi yang
Menurut Didik dan Sri Mulyani (2010), beberapa hal yang harus
berikut:
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Dirjen
POM, 1979).
d. Ekstrak encer dikenal sebagai ekstrak tenuis, dibuat seperti halnya ekstrak cair,
hanya terdapat perbedaan antara konsentrasi simplisia yang disari dengan
konsentrasi akhir ekstrak.
e. Ekstrak kental merupakan ekstrak yang kental. Pada suhu kamar, apabila
hangat, tidak terbentuk cair. Ekstrak diperoleh dari eksterak cair yang diuapkan
larutan penyarinya secara hati-hati. Ekstrak kental merupakan masa kental yang
mengandung bermacam konsentrasi sisa kelembapan dan kekuatan bahan
berkhasiat serta dapat disesuaikan (sesuai ketentuan) dengan penambahan
bahan aktif alam atau dengan penambahan sejumlah bahan inert, seperti
dekstrin, laktosa, dan sebagainya. Karena stabilitasnya rendah dan mudah
ditumbuhi mikroorganisme, pemakaian ekstrak kental secara luas telah
digantikan oleh ekstrak kering.
f. Ekstrak kering adalah ekstrak tanaman yang diperoleh secara pemekatan dan
penyaringan ekstrak cair di bawah kondisi lemah (suhu dan tekanan rendah).
Konsentrasi bahan aktif dalam sediaan akhir dapat disesuaikan dengan
penambahan bahan inert.
g. Ekstrak minyak merupakan ekstrak yang dibuat dengan cara mensuspensikan
simplisia (dengan perbandingan dan derajat halus tertentu) dalam minyak yang
telah dikeringkan dengan cara seperti meserasi.
h. Oleoresin merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan oleoresin
dengan pelarut yang sama, seperti etanol-etil asetat (Agoes, 2014).
13. Standarisasi Ekstrak
a. Faktor Biologi
1) Identitas jenis (spesies) : jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati
dapat dikonfirmasi sampai informasi genetik sebagai faktor internal untuk
validasi jenis (spesies)
2) Lokasi tumbuhan asal : lokasi berarti faktor eksternal, yaitu lingkungan
(tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca,
temperatur, cahaya)
3) Periode pemanenan hasil tumbuhan : faktor ini merupakan dimensi waktu
dari proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga
menentukan senyawa kandungan.
4) Penyimpanan bahan tumbuhan : merupakan faktor eksternal yang dapat diatur
karena berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan
abiotik)
5) Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
b. Faktor Kimia
1) Faktor internal
a. Jamu
Jamu harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan; klaim kasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dam memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku .jenis klaim penggunaan harus diwakili dengan
kata-kata : “secara tradisional digunakan sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran.
b. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal tersandar harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan; klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah / pra-klinik; telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan; klaim kasiat dibuktikan dengan uji klinik; telah dilakukan
standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi .
16. Perbedaan Jamu, Obat Herbal terstandar, dan fitofarmaka serta contohnya
a. Jamu
Jamu harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
klaim kasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dam memenuhi persyaratan
mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan harus diwakili dengan kata-kata :
“secara tradisional digunakan sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Contoh :Beras kencur, Jamu Kunyit asam, Jamu Cabe puyang, Jamu Kudu laos,
Jamu Temulawak.
b. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal tersandar harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan; klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah / pra-klinik; telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
jadi.Contoh :Kiranti pegal linu, Hi stimuno, Songgolangi, obat lelap/tidur.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi criteria aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan; klaim kasiat dibuktikan dengan uji klinik; telah dilakukan
standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi .Contoh :
Nodiar (obat diare), Tensigar, Reumanel, x-Gra.
Pasal 5
1) Pendaftar obat tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
terdiri dari :
a. pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, pendaftar obat herbal terstandar,
pendaftar fitofarmaka.
b. pendaftar obat tradisional lisensi; pendaftar obat tradisional kontrak, obat
herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka kontrak.
2) Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah industri obat tradisional
(IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri farmasi.
3) Pendaftar obat tradisional lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah penerima lisensi yang merupakan industri obat tradisional (IOT) atau
industri farmasi.
4) Pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka
kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pemberi kontrak
yang merupakan industri obat tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional
(IKOT) atau industri farmasi.
Pasal 6
Bagian Kedua
Pasal 7
1) Pendaftar obat tradisional impor adalah industri di bidang obat tradisional atau
industri farmasi atau badan usaha di bidang pemasaran obat tradisional yang
mendapat surat penunjukan langsung dari industri di bidang obat tradisional atau
pemilik nama dagang di negara asal.
2) Industri di bidang obat tradisional di negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan yang Baik (GMP) yang
dibuktikan dengan surat keterangan sesuai data inspeksi terakhir paling lama 2
(dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Bagian Ketiga
Pasal 8
1) Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dilindungi
paten di Indonesia adalah industri di bidang obat tradisional atau industri farmasi
selaku pemegang hak paten atau yang diberi kuasa oleh pemilik hak paten atau
mendapat pengalihan paten dari pemegang hak paten sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat
paten.
3) Pengalihan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
adanya pengalihan hak paten sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Keempat
Pasal 9
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat
pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium, dimana jenis klaim
penggunaan harus diawali dengan kata – kata :“ Secara tradisional digunakan
untuk …”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Fitofarmaka.
Pedoman Fitofarmaka.
a) Tidak toksik
Bahan kemasan tidak menganggu kesehatan manusia secara langsung
maupun tidak langsung seperti kandungan Pb.
b) Harus cocok dengan bahan yang dikemas
Kemasan yang dipilih harus cocok dengan produk yang dikemas, kalau salah
milih bahan kemasan maka akan sangat merugikan. Misalnya produk yang
seharusnya dikemas dengan bahan kemas yang tidak transpaan sehingga bila
konsumen ingin mengetahui isinya akan merusak segel dan hal tersebut
sangat merugikan produsen.
c) Sanitasi dan syarat-syarat kesehatan terjamin
Disamping bahan kemas tidak toksik dan produk yang dikemas tidak
menunjukkan kerusakan karena seranga mikroba, juga bahan kemasan tidak
boleh digunakan bila dianggap tidak dapat menjamin sanitasi atau syaat-
syarat kesehata. Misalanya karung adalah kemasan yang paling banyak
digunakan, namun penggunaan karung untuk mengemas produk yang tanpa
mengalami pencucian atau pemasakan terlebih dahulu merupakan hal yang
tidak dibenarkan.
d) Dapat mencegah pemalsuan
Yaitu kemasan juga berfungsi sebagai pengaman dengan cara membuat
kemasan yang khusus sehingga sukar dipalsukan dan bila terjadi pemalsuan
dengan cara menggunakan kemasan yang telah digunakan akan udah dikenal.
e) Kemudahan membuk dan menutup
Pada umumnya konsumen akan memilih produk dengan kemasan yang
mudah dibuka seperti kemasan tetra pack dari pada kemasan botol yang lebih
sukar dan memerlukan alat khusus untuk membuka penutupya
f) Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi
Kemudahan dan keamanan dalam mengelurkan isi perlu di pertimbangankan,
sehingga isi kemasan dapat diambil dengan dengan ,mudah dan aman, atau
dengan kata lain tidak banyak tercecer, terbuang atau tersisa didalamnya.
g) Kemudahan pembuangan keasan berkas
Pada umumnya kemasan bekas adalah sampah dan merupakan suatu masalah
yang memerlukan biaya cukup besar untuk penangannya, misalnya kemasan-
kemasan bekas dari bahan plastik. Bahan kemasan plastik tidak dapat hancur
oleh mikroba dan bila dibakar akan menyebabkan polusi udara terutama di
negara-negara maju.
Bahan kemasan yang terbuat dari logam, keramik dan bahan nabati tidak
begitu menjadi masalah. Bahn logam dan kertas sebagai besar dapat diproses
kembali. Bahan nabti seperti kayu yang dapat dipakai bahan bkar.
h) Ukuran, bentuk dan berat.
Ukuran kemasan berhubungan sangat erat dengan penanganan selanjutnya,
baik dalalm penyimpanan, transportasi maupun sebagai alat untuk menarik
perhatian konsumen. Biasanya kemasan disesuaikan dengan sarana yang ada
misalnya sebagaipengangkutnya adalah pesawat terbang, maka tinggi dan
lebarnya tidak boleh melebihi ukuran pintu peasawat terbang yang akan
mengangkutnya dan sebagainya.
Ada kalanya kemasan didesain sedemikian rupa sehingga bentuknya
sangat indah dan menarik, kadang-kadang dibuat untuk memberi kesan bhwa
isinya lebih banyak yang dari kemasan lainnya yang serupa misalnya botol
yang ramping dibandingkan dengan botol yang pendek. Bentuk kemasan
sangat mempengaruhi efisiensi pengguan ruang penyimpanan, cara
pnyimpanan, daya tarik konsumen dan cara pembuatan serta bahan kemasan
yang digunakan .banyak konsumen yang berbelanja karena tertarik oleh
kemasannya dengan bentuk yang aneh-aneh, misalnya be tuk oval/patung dan
sebagainya lebih disukai. Pada umunya produsen selalu berusaha untuk
mengurangi berat kemasan yang digunakan karena berkurangnya berat berarti
energi yang dibutuhkan untuk transportasi akan berkurang ppula sehingga
akan menurunkan harga jual dari produk yang bersangkutan. Hal ini akan
lebih menarik lagi konsumen, sehinggadapat diharapkan untuk memenangkan
persaingan.
i) Penampilan dan percetakan
Kemasan harus memiliki kemasan yang snagat menarik bila ditinjau dari
segala segi, baik dari segi bahan, estetika maupun dekorasi. Dalam hal ini
produsen harus tahu denga tepat ke lokasi mana produk akan dipasarkan.
Karena selera masyarakat berbeda-beda.
Masalah percetakan sangat erat hubungannya dengan dekorasi hadabn label
yang merupakan sarana komunikasi antara produsen dan konsumen,
leveransir maupun pengencer. Beberapa bhan ada yang perlu mwngalami
penetakan label dan tambhan dekorasi sehinga bahan kemasan harus memiliki
sfat mudah menerima penvetakan dan hasilnya dapat di pertshankan tidak
luntur atau hilang.
j) Biaya rendah
Salah satu cara untuk mmpertahankan produk tersebut terjangkau oleh daya
beli konsumen adalah menurunkan biaya pengemasan sampai batas dimana
kemasan masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini penting karena
konsumen akan melakukan pemilihan terhadap produk yang sama yang
ditawarkan dengan harga yang lebih rendah.
k) Syarat khusus
Selain syarat-syarat yang telah disampaikan masih ada syarat-syarat khusus
yang perlu diperhatikan misalnya iklim daerah pemasaran yaitu tropis,
subropis kelembabnya dan lain-lain (Rahmawati,2013).
22. Farmakologi Obat Tradisional
a. Absorpsi
INGAT: Obat-obat yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih
cepat daripada obat-obat yang larut dalam air dan bermuatan.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan,
makanan, dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau
penyakit dapat merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat,
pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat
lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan
mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke
saluran gastrointestinal. Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat
diabsorpsi lebih cepat di otot-otot yang memiliki lebih banyak pembuluh darah,
seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit pembuluh darah,
sehingga absorpsi lebih lambat pada jaringan yang demikian.Beberapa obat tidak
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah absorpsi tetapi melewati lumen
usus masuk ke dalam hati, melalui vena porta. Di dalam hati, kebanyakan obat
dimetabolisasi menjadi bentuk yang tidak aktif untuk diekskresikan, sehingga
mengurangi jumlah obat yang aktif. Proses ini, yaitu obat melewati hati terlebih
dahulu disebut sebagai efek first-pass, atau first-pass hepatik. Contoh-contoh obat-
obat dengan metabolisme first-pass adalah warfarin (Coumadin) dan morfin.
Lidokain dan nitrogliserin tidak diberikan secara oral, karena kedua obat ini
mengalami metabolisme first-pass yang luas, sehingga sebagian besar darI dosis yang
diberikan akan dihancurkan.
2. Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan
jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan
penggabungan) terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat di
distribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin)
dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang besar dari 80%
berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan tinggi dengan
protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam
(Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein
clan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan
bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas.
Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan protein yang bersifat
aktif dan dapat menimbulkan respons farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat
bebas dalam jaringan, maka lebih banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan
dari ikatannya dengan protein untuk menjaga keseimbangan dari obat yang dalam
bentuk bebas. Jika ada dua obat yang berikatan tinggi dengan protein diberikan
bersama-sama maka terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat pengikatan dengan
protein, sehingga lebih banyak obat bebas yang dilepaskan ke dalam sirkulasi.
Demikian pula, kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan
dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. Dengan
demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang
diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.
Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90%
obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650 mg (miligram) aspirin dan
waktu paruhnyaadalah 3 jam, maka dibutuhkan 3 jam untuk waktu paruh pertama
untuk mengeliminasi 325 mg, dan waktu paruh kedua (atau 6 jam) untuk
mengeliminasi 162 mg berikutnya, dan seterusnya, sampai pada waktu paruh keenam
(atau 18 jam) di mana tinggal 10 mg aspirin terdapat dalam tubuh. Waktu paruh
selama 4-8 jam dianggap singkat, dan 24 jam atau lebih dianggap panjang. Jika suatu
obat memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin, yaitu selama 36 jam),
maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut
seluruhnya. Waktu paruh obat juga dibicarakan dalam bagian mengenai
farmakodinamik, karena proses farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi
empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak
berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.
Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat
dilepaskan ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akan
diekskresikan melalui urin.
Faktor lain yang memengaruhi ekskresi obat adalah pH urin, yang bervariasi
dari 4,5 sampai 8. Urin yang bersifat asam akan meningkatkan eliminasi obat-obat
yang bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, dieksresi dengan cepat dalam
urin yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium
bikarbonat dapatdiberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry
dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang
bersifat asam.( Tan, 2007).
pasar global obat herbal pada tahun 2000 mencapai US dolar 43 milyar.Badan
kesehatan dunia WHO mencatat pada tahun 2000 pasar obat herbal yang
tergolong besar adalah di Cina, Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, dan
Kanada. Demikian pula kondisi pasar obat herbal atau lebih dikenal dengan obat
tradisional di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun
2001 sebesar Rp. 1,3 triliun dan tahun 2002 naik menjadi Rp. 1,5 triliun serta
yang telah teruji khasiatnya dan tetap lestari hingga saat ini dengan didukung
oleh pembuktian ilmiah melalui uji pra-klinik dan uji klinik.Penggunaan obat
terlalu mahal serta efek samping yang cukup besar sehingga konsumsi obat
itu juga peningkatan produksi tanaman obat-obatan dari tahun ketahun terus
merupakan potensi yang cukup besar dalam pengembangan pasar dalam negeri
dari produk obat tradisional. Peningkatan konsumsi ini dapat dilihat dari semakin
tanaman obat seperti efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan obat
sintetik, harga yang lebih terjangkau serta ketersediaan bahan baku yang lebih
mudah ditemukan jika dibandingkan dengan obat sintetik. Penelitian yang telah
dilakukan terhadap tanaman obat juga sangat membantu dalam pemilihan bahan
baku bagi industri obat tradisional serta dalam pengembangan teknologi proses
banyak dilakukan baik oleh lembaga pemerintahan maupun swasta serta lembaga
Merupakan pedoman cara pembuatan obat tradisonal yang meliputi seluruh aspek
pembuatan obat tradisional mulai dari system manajemen mutu, personalia,
bangunan, peralatan, sanitasi dan higine, penyiapan bahan baku, pengolahan dan
pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri, dokumentasi, hingga penanganan
terhadap hasil penanganan produk jadi obat tradisonal dalam peredarannya di
masyarakat (Wasito, 2011). Tujuan diterapkan CPOTB adalah :
1. Tujuan Umum
a. melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan
obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional indonesia
dalam era pasar bebas.
2. Tujuan Khusus
a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang
obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri dibidang
obat tradisional.
b. diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat
tradisonal.
Dengan adanya CPOTB maka mutu obat tradisional dapat dijaga, seragam,
sehingga diakui dunia internasional. Pedoman CPOTB mengacu kepada peraturan
kepala BPOM tentang CPOTB. CPOTB merupakan bagian dari upaya untuk
pemastian mutu.
ASPEK CPOTB
Aspek dasar CPOTB sesuai peraturan badan peraturan kepala badan pengawas
obat dan makanan RI no :HK.03.01.23.06.11.5629, tentang persyaratan tehniks cara
pembuatan tradisional yang baik adalah sebagai berikut:
a) semua proses pembuatan obat tradisional di jabarkan dengan jelas,di kaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah
ditetapkan
b) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi.
c) tersedia semua sarana yang di perlukan untuk CPOTB termasuk
1) personil yang terkualifikasi dan terlatih
2) bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
3) peralatan dan sarana penunjang yang sesuai.
4) bahan,wadah dan label yang benar
5) prosedur daniontruksi yang di setujui, dan
6) tempat penyimpanan dan trasportasi yang memadai
d) Prosedur dan intruksi ditulis dalam bentukintruksi dengan bahasa yang
jelas,tidak bermaknaganda,dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang
tersedia.
e) operator memperoleh pelatihan untuk menjalakan prosedur secara benarar
f) pencatatan di lakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang di persyratkan dalam
prosedur danintruksi yang di tetapkan benar benardi laksanakan
g) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil resiko
terhadap mutu obat tradisional
h) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional manapun dari peredaran.
i) keluhan terhadap produk yang beredar di kaji,penyebap cacat mutu diinvestigasi
serta di lakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencagahan pengulangan
kembali.
PENGAWASAN MUTU
Pengawasan mutu merupakan bagian dari proses CPOTB. Kegiatan ini dilakukan
untuk menjamin bahwa pensrujian yang diperlukan dan relevan tidak dilakukan dan
bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum
diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat.
a. sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila
perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOTB.
b. pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi di lakukan oleh persenil dengan metode yang di setujui oleh
pengawasan mutu.
d. pencatatan di lakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukan bahwa semua langakah yanga di persyaratakn dalam prosedur
pengambilan sampel, insteksi dan pengujian benar benar telah di laksanakan. Tiap
penyimpangan di catat secara lengkap dan di investigasi.
e. Produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan nabati, bahan
hewani, bahan mineral, sedian sarian ( Galenik ) atau campuran dari bahan bahan
tersebut deangan komposisi kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang di setujui
pada saat pendaftaran, serta di kemas dalam wadah yang sesuai dan di beri label
yang benar.
f. Dibuat catatan hasil pemerikasaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas produk
antara, produk ruahan dan produk jadi secara formal di nilai dan di bandingkan
terhadap spesifikasi. Sampel yang di pertinggal bahan awal dan produk jadi di
simpan dalam jumlah cukup untuk di lakukan pengujian bila perlu.Sampel produk
jadi di simpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar (Sutrisna,
2016).
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2009. Teknologi Bahan Seri Farmasi Industri 2. ITB: Bandung.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia, Dirwas Obat Tradisional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia
Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Kumoro, Andri Cahyo. 2015. Teknologi Ekstrak Senyawa Alam Aktif dari Tanaman
Obat. Plantaxia : Jakarta.
Parwata, I Made Oka Adi. 2016. Diktat Obat Tradisional. Bukit Jimbaran:
Universitas Udayana.
Sardjiman. 1997. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Solo: PT Jamu Air Mancur.
Swastini, Dewa Ayu. 2007. Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi. Bukit Jimbaran:
Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
Parwata, I Made Oka Adi. 2017. Bahan Ajar Obat Tradisional. Universitas Udayana:
Bali.
Permenkes RI. Nomor: 007 Tahun 2012. Registrasi Obat Tradisional: Jakarta.
Saifudin, Azis dkk. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Utami, Mei dkk. 2013. Keragaman dan Pemanfaatan Simplisia Nabati yang
Diperdagangkan di Purwokerto. Universitas Jendral Soedirman: Purwokerto.
Wasito, Hendri. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Graha Ilmu : Jakarta.