LAPORAN LENGKAP
KELOMPOK IV (EMPAT)
i
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
rahmat dan pertolongan-Nya yang telah memberikan kemudahan pada kami
sehingga penyusunan laporan ini dapat selesai sesuai dengan yang
diharapkan.Laporan ini kami susun dengan maksud menambah informasi dan
pengetahuan kita mengenai Pencemaran Laut Analisis Pencemaran Laut Di
Perairan Makassar Golden Hotel, Kota Makassar.
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya kepada segala pihak jika dalam laporan ini terdapat kekeliruan atau
ada kata yang tidak berkenan di hati pembaca. Sebagai manusia biasa,
penyusun tentu tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun penyusun sangat harapkan untuk
kesempurnaan penyusunan selanjutnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
C. Ruang Lingkup.............................................................................................. 2
B. Sumber Pencemaran.................................................................................... 4
F. Indeks Pencemaran.................................................................................... 16
A. Hasil ..........................................................................................................18
B. Pembahasan............................................................................................... 18
iv
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 25
A. Kesimpulan ................................................................................................. 25
B. Saran………………. ................................................................................... 25
LAMPIRAN ........................................................................................................... 28
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan Wisata Bahari…………..16
Tabel 2. Parameter Fisika dan Kimia…………………………………………….....18
Tabel 3. Indeks pencemaran………………………………………………………...18
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi pencemaran air menurut surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1988 Tentang
Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah masuk atau dimasukkan makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya
tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air
turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi atau sudah tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup, 1988).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa
pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di
tetapkan (UU RI No. 32, 2009).
Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu
ditangani secara sungguh-sungguh.Hal ini berkaitan dengan semakin
meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.Di
samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya,
kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi
bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai
di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil
mungkin (Sastrawijaya, 1991).
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan
daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu
air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari
atmosfir.Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam
ekosistem perairan pantai dan laut.Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam
ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan
tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang,
rumput laut dan lain-lain) (Fajar, 2007).
1
Perairan laut pada dasarnya secara alamiah mempunyai kemampuan
untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi bila zat
yang masuk tersebut melampaui batas kemampuan laut untuk menetralisir dan
telah melampaui ambang batas, maka kondisi ini mengakibatkan terjadinya
pencemaran lingkungan laut. Oleh karena itu, diadakan praktek lapang
pencemaran laut di kawasan perairan Makassar Golden Hotel, Makassar untuk
mengetahui tingkat pencemaran dengan mengukur beberapa parameter.
C. Ruang Lingkup
Secara garis besar, ruang lingkup pada praktik lapang Pencemaran Laut
ini, yaitu parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi perairan Makassar
Golden Hotel. Adapun parameter kimia yang mempengaruhi ialah Amoniak, TSS,
DO, BOD dan fosfat. Parameter fisika yaitu salinitas, pH dan suhu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
B. Sumber Pencemaran
Kita ketahui bahwa laut menerima aliran dari sungai yang mengandung
zat pencemar. Selain itu, beberapa kegiatan sering membuang limbah langsung
ke laut bahkan ada yang secara illegal. Dengan demikian, seakan-akan laut
menjadi tempat sampah yang sangat besar. Beberapa bahan pencemar yang
berasosiasi dengan lingkungan laut antara lain seperti patogen, sedimen, Limbah
padat, panas, material anorganik beracun, material organik beracun, minyak,
nutrien, bahan radioaktif, oxygen demand materials (al. karbohidrat, protein dan
senyawa organik lainnya), material asam-basa dan material yang merusak
estetika (Palar, 2008).
Pada daerah tertentu, suatu bahan pencemar dapat menjadi lebih
beresiko dibanding bahan pencemar lain, sedangkan pada daerah lainnya dapat
terjadi hal yang sebaliknya (Palar, 2008).
4
Gambar 1. Jenis kegiatan di daratan atau di lautan yang menjadi kontributor
penurunan kualitas pesisir
5
organik yang baunya lebih menyengat. Umumnya buangan olahan makanan
mengandung protein dan gugus amin, maka bila didegradasi akan terurai
menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (misalnya NH3).
6
f. Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan
pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi :
1) Sabun (deterjen, shampo dan bahan pembersih lainnya),
2) Bahan pemberantas hama (insektisida),
3) Zat warna kimia,
4) Zat radioaktif.
C. Jenis Pencemaran
Bahan pencemar adalah zat, partikel, organisme ataupun perilaku yang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang secara langsung maupun tidak
langsung mengurangi kualitas lingkungan hidup. Secara umum, bahan pencemar
merupakan bahan atau zat yang dihasilkan dari aktivitas manusia baik aktivitas
yang dihasilkan dari aktivitas manusia baik aktivitas yang melibatkan mesin
industri, kendaraan, maupun aktivitas yang berkenaan dengan bunyi
(Sastrawijaya, 1991).
Bahan pencemar dapat berupa (Sastrawijaya, 1991):
1. Pencemar kimiawi, adalah zat-zat kimia yang menyebabkan pencemaran.
Contoh: gas CO.
2. Pencemar fisik, adalah zat cair, padat, atau gas yang menimbulkan
pencemaran.Contoh: pecahan botol.
3. Pencemar biologis, adalah berbagai macam mikro organisme penyebab
penyakit. Contoh: bakteri E. coli.
4. Pencemar sosial, adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Contoh: memasang musik keras-keras.
7
D. Dampak Pencemaran
Beberapa dampak yang terjadi karena terjadi pencemaran lingkungan laut
diantaranya yaitu (Wardhana, 2004) :
1. Menyebabkan keracunan pada tubuh makhluk hidup yang berhubungan
dengan laut, misalnya ikan, burung laut, manusia.
2. Mengancam kehidupan dan kelangsungan hewan dan tumbuhan yang
hidup di laut.
3. Pencemaran karena polusi kebisingan di laut karena suara tertentu dapat
menghalangi komunikasi, radar yang dimiliki hewan laut misalnya untuk
menarik perhatian, melemahkan mangsa dan navigasi.
E. Parameter Pencemaran
1. pH (Potential Hidrogen)
Kualitas air yang ada, ditinjau dari nilai pH, harus dideskripsikan untuk
suatu kawasan proyek. Perhatian harus diberikan kepada variasi pH-perairan
secara musiman akibat peristiwa alamiah ataupun karena aktivitas manusia.pH
asam kurang dari 7,netral adalah 7 dan basa lebih dari 7 (Jokowarino, 2017).
Gambar 3. pH meter
8
3. Suhu
Temperatur merupakan derajat panas atau dinginnya air yang diukur
pada sekala definit seperti derajat celsius (˚C) atau derajat Fahrenheit (˚F).
Temperatur air merupakan regulator utama proses-proses alamiah di dalam
lingkungan akuatik. Ia dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan
berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen
kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperatur air
mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan, dapat menyebabkan kematian
kalau air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Air yang lebih
dingin lazimnya menghambat perkembangan, air yang lebih panas umumnya
mempercepat aktivitas. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai macam
reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Jokowarino, 2017).
Gambar 4. Termometer
4. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut mungkin merupakan parameter kualitas air yang paling
umum digunakan. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar/tawar berkisar dari
14.6 mg/liter pada suhu 0˚C hingga 7.1 mg/liter pada suhu 35˚C pada tekanan
satu atmosfer. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air berpengaruh
buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya, dan kalau tidak
ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya kondisi anaerobik
dengan bau busuk dan permasalahan estetika (Jokowarino, 2017).
9
5. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh
bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada kondisi
aerobik. Kondisi uji yang tipikal adalah inkubasi lima hari pada suhu 20˚C.
Karena BOD merupakan ukuran tidak langsung dari jumlah bahan organik yang
dapat didekomposisi secara biologis, maka ini dapat menjadi indikator jumlah
oksigen terlarut yang akan digunakan (hilang dari air) selama asimilasi biologis
polutan organik secara alamiah. Uji BOD merupakan salah satu uji yang lazim
digunakan dalam evaluasi kualitas air (Jokowarino, 2017).
6. Salinitas
Gambar 5. Handrefractometer
Menurut Arief (1984) Salinitas didefinisikan sebagai berat dalam gram dan
semua zat padat yang terlarut dalam 1 kilogram air laut jikalau semua brom dan
iodium digantikan dengan khlor dalam jumlah yang setara, semua karbonat
diubah menjadi oksidanya dan semua zat organik dioksidasikan. Dalam 1 kg air
laut kira 35 gram terlarut konsentrasi tersebut dinyatakan sebagai 35 ppt (part
perthousand). Nilai salinitas air laut berkisar antara 33-38 ppt. Di dalam
oseanografi terdap dua metode untuk menentukan salinitasyaitu salinitas
absolute dan salinitas praktis.
7. Amoniak (NH3)
Amoniak (NH3) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang
dihasilkan oleh ikan. Kandungan amoniak ada dalam jumlah yang relatif kecil jika
dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia
10
dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada
dasar perairan kemungkinan terdapat amoniak dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar
relatif lebih kecil. Pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amoniak yang ada
dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amoniak bertambah seiring dengan
bertambahnya kedalaman(Effendi, 2003).
Kadar amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter.
Kadar amoniak bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak
lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amoniak bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amoniak yang tinggi dapat
merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah
domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian. Kadar amoniak yang tinggi juga
dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau
anoxic (Effendi, 2003).
8. Phosphat (PO4)
Orthopospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuh akuatik. Sedangkan polipospat harus mengalami hidrolisis
membentuk orthopospat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
sumber fosfir. Setelah masuk ke dalam tumbuhan. Misalnya fitoplankton fosfat
organik mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendi, 2003).
Input utama fosfat ke danau berasal dari aliran sungai dan pengendapan.
Air hujan juga merupakan sumber fosfat namun hanya sedikit mengandung fosfat
dari pada hydrogen. Sebagian besar fosfor terbang ke danau yang tidak
berpolusi sebagai partikel organik dan anorganik. Hampir setengah dari fosfor
yang terkandung dalam limbah rumah tangga berasal dari detergen (Golaman
&Horne, 1983 dalam Apridayanti, 2008).
Menurut Fansuri (2009), distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air
laut dipengaruhi oleh proses biologi dari fisik. Di permukaan air, fosfat diangkat
oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis, konsentrasi fosfat diatas 0,3 mm akan
menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesifik fitoplankton.
11
BAB III
METODE PRAKTIK
12
kuning muda. Larutan Indikator Amilum berfungsi untuk mengubah warna sampel
menjadi ungu kehitaman, dan larutan Natrium Tio Sulfat yang terakhir berfungsi
untuk mengubah warna sampel menjadi bening.
C. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel
Dalam pengambilan sampel hal yang pertama dilakukan adalah
penentuan lokasi pengambilan sampel. Setelah lokasi atau stasiun pengambilan
ditentukan kemudian mengukur suhu, pH dan salinitas perairan, lalu
mengambil air laut di masing-masing stasiun ke dalam botol sampel baik
yang terang maupun gelap.
2. Pengukuran parameter kualitas perairan
a. DO (Dissolved Oxygen)
Air sampel dimasukan kedalam botol oksigen sampai penuh secara hati-
hati agar terhindar dari adanya gelembung udara kemudian ditutup.
Ditambahkan 2 ml larutan MnSO4 dan dikocok sebanyak 8 kali. Ditambahkan 2
ml alkali iodidadengan menggunakan pipet teteslalu dikocok sebanyak 8 kali
sehingga sampel menjadi keruh dan terdapat endapan putih. Ditambahkan 2 ml
H2SO4, kemudian dikocok sebanyak 8 kali sehingga warnanya menjadi kuning
emas. Setelah itu memindahkan sampel dari botol terang ke erlenmayer
menggunakan gelas ukur sebanyak 100 mL, setelah itu menambahkan natrium
tio sulfat hingga warna menjadi kuning muda dengan mencatat jumlah tetes
larutan yang ditambahkan, kemudian menambahkan larutan indikator amilum
sebanyak 3-5 tetes sehingga warna menjadi ungu, kemudian menambahkan
larutan natrium tio sulfat hingga warna menjadi bening dengan mencatat jumlah
tetes larutan yang ditambahkan.
13
c. Padatan Tersuspensi Total (TSS)
Disiapkan filter (Millipore dengan porosistas 0,08 mikro meter) dan Vacum
pump. Kemudian diambil 500 ml air sampel lalu dikocok dan diukur dengan
gelas ukur, lalu saring dengan menggunakan kertas saring (filter) yang telah
ditimbang.
d. pH (Potential Hydrogen)
Dimasukan sampel 100 ml ke dalam gelas kimia. Dikalibrasi alat ukut pH
dengan aquades. Diukur pH sampel sampai dengan alat ukur pH (pH meter), di
catat nilai pH yang tertera pada layar.
e. Amoniak
Dimasukan air sampel kedalam gelas ukur sebanyak 25 ml lalu
dimasukkan kedalam beaker glass yang berukuran 50 ml. Ditambahkan 2 ml
larutan fenol, lalu dihomogenkan. Ditambahkan 2 ml larutan natrium nitroprusid,
kemudian dihomogenkan. Ditambahkan 2 ml larutan alkalin dan dihomogenkan.
Diamkan selama ± 30 menit, untuk pembentukan warna. Setelah itu
dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Dimasukan sampel ke dalam kuvet, dan
diukur absorbansi pada panjang gelombang 640 nm.
f. Suhu
Saat pengambilan air sampel sekaligus dilalukan pengukuran suhu yaitu
secara langsung memasukan thermometer setengah bagian kedalam perairan,
dicatat nilainya.
g. Salinitas
Saat pengambilan air sampel sekaligus dilalukan pengukuran salinitas
dengan hand refraktometer,yaitu dengan mengkalibrasi alat menggunakan
aquades, dilap menggunakan tissue, lalu sampel diteteskan pada bagian sensor
salinometer, dilihat dan dicatat niainya.
h. Fosfat
Memasukkan sampel air laut dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
Menambahkan masing-masing 3 ml larutan pengoksid lalu dihomogenkan.
Menambahkan masing-masing 2 ml larutan asam borat lalu dihomogenkan.
Menyimpan tabung reaksi di rak tabung. Kemudian diamkan selama 30 menit lalu
lihat hasilnya menggunakan spektrofotometer dengan Panjang gelombang 560
nm.
14
D. Parameter Yang Diukur
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar pencemaran
yang terjadi dengan mengukur beberapa parameter antara lain suhu, salinitas,
pH, DO, BOD,TSS dan fosfat dan amoniak.
E. Analisis Data
Beberapa parameter kulaitas air perlu dilakukan analisa data seperti DO
(Dissolved Oxygen), Biological Oxygen Deman (BOD), Padatan Tersuspensi
Total (TSS). Berikut adalah rumus yang dilakukan untuk analisa data :
Keterangan :
B = Berat kerstas saring + residu kering (mg)
A = Berat kertas saring (mg)
C = Volume contoh (ml)
4. Fosfat
Y = a+b+∝
∝=
15
F. Indeks Pencemaran
Dimana:
Ci/Li M : Ci/Li Maksimum
Ci/Li R : Ci/Li Rata-rata
Tabel 1. Standar Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan Wisata Bahari
16
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2. Parameter Fisika dan Kimia
B. Pembahasan
1. Parameter
a. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam
air laut, dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin
tinggi salinitas maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Perbedaan
salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan
presipitasi (Hamuna, et al., 2018).
18
Dari hasil pengukuran salinitas di perairan sekitar Makassar Golden Hotel
diketahui nilai salinitas sebesar 30 0/00. Nilai salinitas tersebut tidak berbeda jauh
dengan nilai salinitas perairan Indonesia, dimana secara umum permukaan
perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32 – 34‰. Sementara itu,
berdasarkan standar baku mutu air laut dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, nilai tersebut berada di bawah standar
yang artinya nilai tersebut tidak mendukung pertumbuhan biota laut secara
optimal, seperti karang dan lamun serta kegiatan budidaya biota laut, namun
masih sesuai untuk pertumbuhan mangrove.
Rendahnya nilai yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh faktor titik
pengambilan sampel. Pengambilan sampel air laut dari lapisan atas akan
menghasilkan nilai salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berada
di lapisan bawah(Pratama, 2018).
b. pH
Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion-
ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik
buruknya suatu perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu parameter
kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan. Variasi nilai pH
perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan. Selain itu, tingginya nilai
pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat
produktivitas primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung
oleh ketersediaanya nutrien di perairan laut. Kondisi perairan yang sangat basa
maupun sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme
karena akan mengganggu proses metabolisme dan respirasi (Hamuna, et al.,
2018; Sudirman, et al., 2013). Nilai pH dalam suatu perairan merupakan suatu
indikasi terganggunya perairan tersebut. Tingkat keasaman air laut
mempengaruhipengendapan logam dalam sedimen semakin tinggi nilai pH maka
akan semakin mudah terjadi akumulasi logam (Sudirman & Husrin, 2014)
pH perairan di sekitar Makassar Golden Hotel berdasarkan hasil
pengukuran insitu bernilai 7.7. Nilai tersebut menunjukan kadar pH bersifat basa
sebagaimana umumnya kadar pH pada perairan laut (Susana, 2009), sedangkan
pH normal perairan laut berada pada kisaran 5,6 – 8,3 (Sudirman & Husrin,
2014).Nilai tersebut masih sesuai dengan standar baku mutu untuk biota laut
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu
19
antara 7.5-8.4. Hal ini berarti pH perairan di sekitar Makassar Golden Hotel
masih relatif stabil dan belum mendapat pengaruh signifikan dari daratan.
c. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen yang
terlarut dalam air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Umumnya oksigen dijumpai pada lapisan permukaan karena oksigen dari udara
di dekatnya dapat secara langsung berdifusi ke dalam air laut.Kebutuhan
organisme terhadap oksigen terlarut relatif bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktifitasnya (Hamuna, et al., 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh nilai DO yang lebih rendah dari
standar baku mutu yaitu sebesar 2.95 mg/l. Nilai DO yang kurang dari 5 mg/l
menandakan perairan dalam kondisi tidak baik karena tidak memenuhi standar
baku mutu air laut dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51
tahun 2004 baik untuk standar kehidupan biota laut ataupun standar wisata
bahari. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Patty (2013) bahwa kadar
oksigen terlarut di dalam massa air nilainya berkisar antara 6-14 mg/l. Kadar
oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 5,7-8,5 mg/l.
Rendahnya kadar oksigen di perairan sekitar Makssar Golden Hotel bisa
disebabkan oleh banyak faktor misalnya aktivitas manusia. Hal ini dinyatakan
dalam Azkab & Muchtar (1998) bahwa polusi air dari selokan atau buangan
industri dapat menyebabkan suatu habitat mempunyai kadar oksigen rendah.
Lebih lanjut dikatakan bahwa minyak dan busa deterjen di atas permukaan air
akan mempengaruhi kadar oksigen akibat terhalangnya oksigen dari udara ke
dalam air. Selain itu, kurangnya vegetasi laut di perairan sekitar Makassar
Golden Hotel juga dapat berkontribusi terhadap rendahnya kadar oksigen yang
diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salmin (2005) bahwa selain dari
proses difusi dari atmosfer, sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal
hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Sudirman &
Husrin (2014) juga menambahkan bahwa kecenderungan menurunnya oksigen
terlarut diperairan ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya bahan – bahan
organik yang masuk ke perairan disamping faktor - faktor lainnya diantaranya
kenaikan suhu, salinitas, respirasi, adanya lapisan di atas permukaan air,
20
senyawa yang mudah teroksidasi dan tekanan atmosfir. Semakin banyak bahan
buangan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen
yang terlarut di dalamnya. Hal ini terjadi karena semakin banyak bahan padatan
tersuspensi, maka aktivitas autotrof dalam memproduksi oksigen juga terbatas.
d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. BOD
adalah angka indeks untuk tolak ukur pencemar dari limbah yang berada dalam
suatu perairan. Makin besar kosentrasi BOD suatu perairan, menunjukan
konsentrasi bahan organik di dalam air juga tinggi(Yudo, 2010).
Nilai BOD yang diperoleh pada pengamatan ini adalah 14.75 mg/l. Nilai ini
berada diatas standar maksimum BOD yang diajukan untuk wisata bahari dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu ≤ 10
mg/l. Meskipun begitu, nilai tersebut masih bisa ditoleransi oleh biota laut
sebagaimana standar baku mutu yang telah ditetapkan untuk biota laut dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu ≤ 20
mg/l. Dengan demikian, BOD di perairan sekitar Makassar Golden Hotel masih
mampu mendukung kehidupan organisme.
Parameter BOD merupakan parameter umum yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran air dari suatu sumber pencemaran (Hamuna, et
al., 2018). Semakin tinggi konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa perairan
tersebut telah tercemar, sedangkan konsentrasi BOD yang tingkat
pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang
baik. Tingkat pencemaran rendah jika nilai BOD 0 – 10 mg/l, sedangkan tingkat
pencemaran sedang jika nilai BOD5 10 – 20 mg/l (Salmin, 2005). Berdasarkan
kriteria tingkat pencemaran dari nilai BOD, maka perairan di sekitar Makasaar
Golden Hotel tergolong dalam tingkat pencemaran sedang.
e. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang sangat penting di laut.
Di perairan laut, fosfat berada dalam bentuk anorganik dan organik terlarut seta
partikulat fosfat. Fosfat merupakan zat hara yang dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan organisme laut lainnya. Distribusi
fosfat dari daerah lepas pantai ke daerah pantai menunjukkan konsentrasi yang
semakin tinggi menuju ke arah pantai (Hamuna, et al., 2018). Fosfor menjadi
21
faktor pembatas yang sangat penting di perairan produktif dan tidak produktif.
Fosfor memainkan peranan penting dalam determinasi jumlah fitoplankton
(Kadim, et al., 2017).
Berdasarkan hasil analisis, konsentrasi kandungan fosfat di perairan sekitar
Makassar Golden Hotel sebesar 0.031mg/l. Nilai tersebut menandakan bahwa
kandungan fosfat di perairan tersebut telah melebihi standar baku mutu air laut
untuk biota laut sebagaimana dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu 0,015 mg/l. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
eutrofikasi.Sementara itu, Anhwange (2012) menyebutkan bahwa tingkat
maksimum fosfat yang disarankan untuk sungai dan perairan adalah 0,1 mg/l.
Perairan yang nilai fosfatnya lebih dari 0.1 mg/l sebagai perairan eutrofikasi,
dimana perairan ini sering terjadi blooming fitoplankton (Kadim, et al., 2017).
Berdasarkan hal tersebut, maka perairan di sekitar Makassar Golden Hotel masih
dalam kategori normal.
Nilai fosfat yang melebihi standar baku mutu tersebut bisa jadi disebabkan
oleh faktor titik pengambilan sampel yang dekat dengan pantai. Hal ini senada
dengan pendapat Hutagalung dan Rozak (1997), bahwa pola sebaran yang
menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi ke arah pantai ini disebabkan oleh
dekatnya perairan dari sumber masukan fosfat dari daratan. Hal ini dikarenakan
bahwa selain secara alami, sumber fosfat di perairan sekitar Makassar Golden
Hotel diduga berasal dari aktivitas manusia, seperti buangan limbah domestik,
buangan industri, dan kegiatan lainnya serta limpahan air dari aktifitas pertanian
masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu yang lama. Senyawa fosfat di
perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan
pelapukan tumbuhan. Konsentrasi meningkat dengan masuknya limbah
domestik, industri dan pertanian atau perkebunan yang banyak mengandung
fosfat, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat (Affan, 2010).
f. Amoniak
Kadar ammonia dalam air laut sangat bervariasi dan dapat berubah secara
cepat. Ammonia dapat bersifat toksik bagi biota jika kadarnya melebihi ambang
batas maksimum (Hamuna, et al., 2018). Hasil analisis menunjukkan bahwa
konsentrasi ammonia total di perairan sekitar Makassar Golden Hotelbernilai
0.497 mg/l. Berdasarkan standar baku mutu ammonia total untuk biota laut dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, maka
konsentrasi ammonia total di perairan tersebut sudah melebihi standar baku
22
mutu ammonia total di perairan laut yang dianjurkan sebesar 0,3 mg/l untuk biota
laut. Sebagaimana diketahui bahwa ammonia merupakan salah satu parameter
pencemaran organik di perairan, jika konsentrasi ammonia di perairan terdapat
dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat diduga adanya pencemaran (Hamuna, et
al., 2018).
Tingginya konsentrasi ammonia total diduga berasal dari limbah
pemukiman dan pembuangan manusia dan hewan dalam bentuk urin, dimana
pemukiman penduduk sebagian besar berada di wilayah pesisir dan laut. Selain
itu, secara alami senyawa ammonia di perairan juga dapat berasal dari hasil
metabolisme hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri.
Kadar ammonia yang tinggi dapat diindikasikan adanya pencemaran bahan
organik yang berasal dari limbah domestik, limbah industri, maupun limpasan
pupuk pertanian (Effendi, 2003). Lebih lanjut menurut Effendi (2003) bahwa
sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein
dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam air, juga berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang
dilakukan oleh mikroba dan jamur. Meningkatnya kadar ammonia di laut
berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai (baik yang
mengandung unsur nitrogen maupun tidak).
g. Padatan Tersuspensi Total
Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan yang tersuspensi (Ө> 1 µm),
yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0.45 µm.
Keberadaan muatan padatan tersuspensi di perairan dapat berupa pasir, lumpur,
tanah liat, koloid serta bahan-bahan organik seperti plankton dan organisme lain.
Semakin tinggi konsentrasi bahan padatan tersuspensi total maka semakin tinggi
pula nilai kekeruhan di suatu perairan. Hal tersebut tentu saja berdampak pada
produktivitas primer sebab perairan yang keruh akan menurunkan aktivitas
plankton dan organisme fotosintetik lainnya.
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, diketahui bahwa perairan di
sekitar Makassar Golden Hotel memiliki nilai TSS sebesar 99.858 mg/l. Nilai
tersebut sudah melebihi standar baku mutu TSS untuk biota laut dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu ≤ 80
mg/l. Nilai TSS yang tinggi tersebut dapat mengindikasikan kondisi perairan yang
tersemar.
23
2. Indeks pencemaran
Penentuan status mutu air pada perairan di sekitar Makassar Golden Hotel
didasarkan atas metode indeks pencemaran. Indeks pencemaran adalah nilai
yang telah ditentukan besarannya sesuai badan airnya misalnya sungai, danau,
laut. Indeks Pencemaran ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat
dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau
sebagian dari suatu sungai (Sudirman, et al., 2013). Dengan menggunakan
indeks pencemaran, perairan dapat dikategorikan berdasarkan tingkat
ketercemarannya. Perairan dikatakan dalam kondisi baik jika indeks pencemaran
berkisar antara 0-1,0; tercemar ringan 1,1 – 5,0; tercemar sedang 5,1 – 10,0; dan
tercemar berat >10,0 (Suhartono, 2009).
Dari hasil analsis indeks pencemaran pada beberapa parameter yang telah
diuji, diperoleh indeks pencemaran perairan di sekitar Makassar Golden
Hotelsebesar 3.46. Berdasarkan nilai tersebut, perairan di sekitar Makassar
Golden Hotel dapat dikategorikan sebagai perairan kategori tercemar ringan.
Sebagian besarparameter telah melampaui baku mutu antara lain DO, BOD,
ammonia total, fosfat, dan bahan padatan tersuspensi. Kondisi tersebut sangat
mengkhawatirkan karena penyimpangan konsentrasi ammonia total, nitrat dan
fosfat akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (blooming) yan sangat
berbahaya bagi biota laut lainnya.
24
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan praktikum dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu
berdasarkan indeks pencemaran perairan di sekitar Makassar Golden
Hotelsebesar 3.46. Berdasarkan nilai tersebut, perairan di sekitar Makassar
Golden Hotel dapat dikategorikan sebagai perairan kategori tercemar
ringan.Aktivitas manusia seperti pelayaran, pelabuhan nelayan, tempat
pelelangan ikan dan industri di daerah pesisir diperkirakan menjadi penyebab
utama di daerah sekitar perairan tersebut. Sebagian parameter juga
menunjukkan penyimpangan seperti tidak sesuai dengan baku mutu yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
2004. Beberapa parameter tersebut adalah oksigen terlarut (DO), BOD,
ammonia, fosfat, dan bahan padatan tersuspensi.
B. Saran
Sebaiknya untuk melihat indikasi pencemaran perairan dilakukan
pengambilan sampel di berbagai titik agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
Adapun saran untuk laboratorium, sebaiknya alat dan bahan dalam menunjang
praktikum dapat dilengkapi sehingga praktikum dapat berjalan lancar dan efisien.
25
DAFTAR PUSTAKA
Affan, J., 2010. Analisis potensi sumberdaya laut dan kimia di pantai timur
Kabupate Bangka Tengan. Spektra, X(2), pp. 99-113.
Anhwange, B., Agbaji, E. & Gimba, E., 2012. Impact Assessment of Human
Activities and Seasonal Variation on River Benue, within Makurdi
Metropolis. Journal of Science and Technology, Volume II, pp. 248-254.
Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk
LahorKabupaten Malang Jawa Timur.
http://eprints.undip.ac.id/17180/1/BAB_I.pdf (Diakses pada 02 November
2018, Makassar).
Azkab, M. & Muchtar, M., 1998. Seberapa jauh peranan oksigen di laut?. Jakarta:
LIPI.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Konisius.
Fansuri. 2009. Fosfat.http://www.aosanyustory.wordpress.com (Diakses pada
02November 2018, Makassar).
Hamuna, B. et al., 2018. Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran
Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik Depapre,
Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, XVI(1), pp. 34-43.
Hutagalung, H. P. & Rozak, D. A., 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan
Biota. Buku 2. P3O.. Jakarta: LIPI.
Kadim, M., Pasisingi, N. & Paramata, A. R., 2017. Kajian kualitas perairan Teluk
Gorontalo dengan menggunakan metode STORET. Depik, VI(3), pp. 235-
241.
Kementrian Lingkungan Hidup, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Muku Air Laut..
Palar, H., 2008.Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat, Jakarta:
RinekaCipta.
Patty, S. I., 2013. DISTRIBUSI SUHU, SALINITAS DAN OKSIGEN TERLARUT
DI PERAIRAN KEMA, SULAWESI UTARA. Jakarta: LIPI.
Pratama, S. W., 2018. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Selatan Bantul
dengan Parameter TSS dan Kimia Non-Logam. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.
26
Salmin, 2005. OKSIGEN TERLARUT (DO) DAN KEBUTUHAN OKSIGEN
BIOLOGI (BOD) SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UNTUK
MENENTUKAN KUALITAS PERAIRAN. Jakarta: LIPI.
Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka
Cipta:Jakarta.
Sudirman, N. & Husrin, S., 2014. Status Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan
Biota dan Indeks Pencemaran Perairan di Pesisir Cirebon pada Musim
Kemarau. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, VI(2), pp. 149-154.
Sudirman, N., Husrin, S. & R., 2013. Baku Mutu Air Laut Untuk Kawasan
Pelabuhan dan Indeks Pencemaran Perairan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Kejawaan, Cirebon. Jurnal Saintek Perikanan, IX(1), pp. 14-22.
Suhartono, E., 2009. Identifikasi Kualitas Perairan Pantai Akibat Limbah
Domestik pada Monsun Timur dengan Metode Indeks Pencemaran.
Wahana Teknik Sipil, XIV(1), pp. 51-62.
Susana, T., 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal
Teknologi Lingkungan, Volume V, pp. 33-39.
Wardhana, W.A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan.Andi: Yogyakarta.
Yudo, S., 2010. Kondisi kualitas air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta
ditinjau dari parameter organik, amoniak, fosfat, deterjen dan bakteri coli.
Jurnal Akuakultur Indonesia, VI(1), pp. 34-42.
27
LAMPIRAN
2. DO
DO merupakan parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas
akan menurun. Maka sebelum menghitung C2/L2j harus dicari terlebih dahulu
harga C2 baru.
DO maksimum = 7
3. BOD
4. PO4
28
5. NH3
6. TSS
Jika terdapat nilai Ci/Lij yang >1 maka perlu dicari Ci/Lij baru dengan cara:
⁄ ⁄
Sehingga:
⁄ ⁄
√
29
B. Lampiran Pengambilan Sampel
30
Gambar 8. Pengukuran suhu menggunakan Thermometer
31
Gambar 10. Proses titrasi sampel DO
32
Gambar 12. Pengukuran pH menggunakan pH meter
33
C. Lampiran Analisis di Laboratorium
34
Gambar 16. Analisis kandungan BOD
35
Gambar 18. Penambahan larutan natrium tiosulfat ke dalam air sampel.
36
Gambar 20. Foto Kelompok
37