Bu Pipit Askep Komunitas Kusta Fixxxxx
Bu Pipit Askep Komunitas Kusta Fixxxxx
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh:
1. Anita Dwi R
2. Hidayatun Nafia
3. Feby Alvionita
4. Lutfi Dwi Riza
5. Siti Hanisa Dwi R
6. Siti Nur Anizah
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas Pada Kelompok Kusta” sesuai waktu yang ditentukan.
Makalah ini penulis susun sebagai salah satu pemenuhan tugas Keperawatan
Komunitas II pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang
diberikan. Penulis menyadari Makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, akhirnya penulis berharap
semoga Makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya bagi semua pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang stategis. Dengan iklim
yang dimana banyak virus atau bakteri dapat berkembang dengan baik. Maka tidak
heran Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi penyakit menular yang
banyak. Sebanyak 11 dari 20 jenis Neglected Tropical Disease (NTD) terdapat di
Indonesia, yaitu Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF), Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis, Cysticercosis,
Fasciolopsis, dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta. Kusta atau juga biasa disebut
dengan Morbus Hansen dengan segala faktor penyebarannya membuat Indonesia
menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta tertinggi setelah (WHO,2012) dengan
provinsi Jawa Timur mendominasi sumbangan kasus sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013).
Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih dini,
sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta yang biasanya
menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012).
Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu menurunkan
penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara di aspek lainnya.
KONSEP TEORI
2.1. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-
gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf
dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari
saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-
saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitor yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebgitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang
digambarkan dan sering disamakan dengan kusta. (Pusdatin,2015)
2.2. Etiologi
Penyakit kusta telah menyerang manusia sepanjang sejarah. Banyak para ahli percaya
bahwa tulisan pertama tentang ksta muncul dalam sebuah dokumen Papirus Mesir ditulis
sekitar tahun 1550 SM. Sekitar tahun 600 SM, ditemukan sebuah tulisan berbahsa india
menggambarkan penyakit yang menyerupai kusta. Di Erpo, kusta pertama kali muncul
dalam catatan Yunan Kuno setelah tentara Alexander Agung kembali dari India. Kemudian
di Roma pad 62 SM bertepatan dengan kembalinya pasukan Pompei dari Asia kecil.
Pada tahun 1973, Dr Gerhard Armauer Henrik Hanen dari Norwegia adalah orang
pertama yang mengidentifikasi kuman yang menyeabkan penyakit kusat di bawah
mikroskop. Penemuan Mycobacterium leprae membuktikan bahwa kusta disebabkan oleh
kuman, dan dengan demikian tidak turun menurun, dari kutukan atau dari dosa.
(Pusdatin,2015).
2.3. Manifestasi Klinis
Lesi diawali dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh,tidak gatal,
kemudian membesar dan meluar. Jika saraf sudah tekena, penderita mengeluh
kesemutal/baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang
berlanjut dengan kekakuan sendi. Rambut alispun dapat rontok. (Siregar,2013).
2.4. Patofisologi
Menurut kongres internasional Madrid 1953, lepra dibagi atas tipe Indeterminan, tipe
tuberkoloid (T), tipe lepromatosa dan tipe borderline(B). Ridley Jopling(1960)
membaginya menjadi: I,TT, BT, BB, BL dan LL. Pembagian Madrid sering untuk segi
praktis di lapangan, sedang pembagianRIdley Jopling terutama dipakai untuk penelitian
dan pengobatan di pusat penelitian dan leprosaria.
2.5. Cara penularan
Cara penularan penyakit kusta sampai sekarang masih belum diketahui dengan
pasti, namun beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit kusta menular melalui saluran
pernafasan dan kulit (Chin, 2006). Penyakit kusta tidak hanya ditularkan oleh manusia
tetapi juga ditularkan oleh binatang seperti armadillo, monyet dan mangabey.
Mycobacterium leprae hidup pada suhu rendah. Bagian tubuh manusia yang memiliki
suhu lebih rendah yaitu mata, saluran pernafasan bagian atas, otot, tulang, testis, saraf
perifer dan kulit (Darmodjono,2001.). Penyakit kusta yang telah menular akan
menimbulkan tanda dan gejala pada penderita kusta.
2.6. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), diagnosis penyakit kustaditetapkan
dengan cara mengenali cardinal sign atau tanda utama penyakit kusta yaitu:
a. bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna putih
(hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan kulit
(plakinfiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa
raba,suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian;
b. penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan gangguan padafungsi
saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motorik mengalami
kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan (paralisis), dan gangguan pada saraf
otonom berupa kulit kering dan retak-retak.
2.7. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit kusta menurut Depkes (2007) yaitu dibagi menjadi tipe
paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB). Tipe paucibacillary atau tipekering
memiliki ciri bercak atau makula dengan warna keputihan, ukurannya kecildan besar,
batas tegas, dan terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi,punggung, dada,
ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung kaki ), dan permukaan
bercak tidak berkeringat. Kusta tipe ini jarang menular tetapi apabila tidak segera
diobati menyebabkan kecacatan (Chin, 2009).
Tipe yang kedua yaitu multibacillary atau tipe basah memiliki ciri-ciri berwarna
kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu kasar, batas makula
tidak begitu jelas, terjadi penebalan kulit dengan warna kemerahan, dan tanda awal
terdapat pada telinga dan wajah (Chin, 2009).
2.8. Dampak penyakit kusta
a. Bagi penderita kusta
Penyakit kusta akan berdampak kepada penderita kusta dari berbagai aspek dan
juga berakibat pada kualitas hidup yang semakin menurun (Rao & Joseph, 2007).
1) Fisik
Aspek fisik penyakit kusta akan berdampak pada lesi di kulit dan kecacatan
tubuh penderita (Suryanda, 2007). Mycobacterium leprae sebagai bakteri
penyebab penyakit kusta dapat mengakibatkan kerusakan saraf sensori, otonom,
dan motorik. Pada saraf sensori akan terjadi anestesi sehingga terjadi luka tusuk,
luka sayat, dan luka bakar.
2) Psikologis
Paradigma masyarakat beranggapan bahwa penyakit kusta adalah penyakit
keturunan, penyakit yang bisa menular lewat apapun, dan tidak bias
disembuhkan. Stigma masyarakat yang seperti itu akan membuat penderita
kusta mengalami depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri
(Bakrie,2010).
3) Ekonomi
Kemiskinan adalah salah satu dampak dari penyakit kusta yang begitu besar.
Perilaku penderita kusta cenderung negatif, diantaranya penderita kusta banyak
yang manjadi pengemis dan pengangguran. Pengemis adalah pekerjaan utama
mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4) Sosial
Masalah sosial muncul akibat ketakutan yang dialami penderita kusta
dimasayarakat (leprophobia), rendahnya pengetahuan, kurang bersosialisasi
dimasyarakat, dan stigma buruk di mayarakat, sehingga berakibat pada
kurangnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit kusta
(Suryanda, 2007).
b. Bagi keluarga
Depkes RI (2007) menyatakan bahwa selain berdampak pada keluarga, penyakit
kusta juga akan berdampak pada lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal
penderita kusta. Dampak yang muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut
terhadap penderita kusta, masyarakat menjauhi penderita kusta dan keluarganya,
dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya penderita kusta sehingga
berusaha untuk menyingkirkan dan mengisolasi penderita kusta.
2.9. Penatalaksanaan
Kemoterapi kusta dimulai pada tahun 1949 dengan DDS sebagai obat tunggal
(monoterapi DDS). DDS harus diminum selama 3-5 tahun untuk PB, sedangkan untuk
MB 5-10 tahun, bahkan seumur hidup. Kekurangan monoterapi DDS adalah terjadinya
resistensi, timbulnya kuman persister serta terjadinya pasien defaulter. Pada tahun 1964
ditemukan resistensi terhadap DDS. Oleh sebab itu pada tahun 1982 WHO
merekomendasi pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe MB
maupun PB.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Kasus
Desa Tekad RW 4 terdapat 37 KK, warga berasal dari suku Jawa dan Madura. 85%
warga beragama islam. Bahasa sehari hari yang digunakan adalah Bahasa Madura. Di
desa Tekad terdapat TK, SD dan Polindes serta Musholah. Sebagian besar warga desa
Tekad bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan Rp. 600.000/ bulan. Ketika
dilakukan kunjungan rumah ditemukan sekitar 37% warga terdeteksi menderita Kusta dan
terlihat bercak putih di tangan. 19% dari warga yang terdeteksi kusta mengalami drop out
pengobatan karena perut terasa mual kalau minum obat. Sebagian besar warga mengeluh
gatal-gatal pada seluruh tubuh, tidak bisa tidur, sering pusing. Ketika dilakukan
pengkajian dari rumah kerumah banyak warga yang tidak tahu bagaimana perawatan
kusta pada anggota keluarga yang mengalami kusta. Sebagian warga juga merasa malu
dan malas merawat anggota keluarganya yang mengalami kusta. Warga yang mengalami
kusta juga merasa malu dan menarik diri karena mengalami kusta. Sebagian besar warga
desa Tekad memiliki kartu Jamkesmas namun tidak digunakan dengan baik. Ketika sakit
warga biasanya berobat ke polindes karena jangkauan ke puskesmas terlalu jauh dan
hanya ada transportasi sepeda angin. Hanya sebagian kecil warga yang memiliki sepeda
motor. Rata-rata pendidikan warga desa Tekad adalah SD, SMP dan tidak bersekolah.
Didesa Tekad sangat sulit mendapatkan air bersih.
3.2. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Inti
a. Sejarah:
Desa Tekad RW 4 terdapat 37 KK, warga berasal dari suku Jawa dan Madura. 85%
warga beragama islam. Di desa Tekad terdapat TK, SD dan Polindes serta Musholah.
Rata-rata pendidikan warga desa Tekad adalah SD, SMP dan tidak bersekolah.
Didesa Tekad sangat sulit mendapatkan air bersih.
b. Luas Wilayah: -
c. Batas Wilayah: -
d. Agama: 85% warga beragama islam
e. Kepercayaan: -
f. Masalah Kesehatan:
Kondisi Kesehatan (Secara Keseluruhan) Presentasi
Kusta 37%
Sehat 44%
2. Data Subsistem
a. Lingkungan fisik:
Desa Tekad RW 4 terdapat 37 KK, Didesa Tekad sangat sulit mendapatkan air bersih.
Di desa Tekad terdapat TK, SD dan Polindes serta Musholah. Jangkauan ke
puskesmas terlalu jauh.
b. Pelayanan kesehatan dan social
Di desa Tekad terdapat TK, SD dan Polindes serta Musholah. Jangkauan ke
puskesmas terlalu jauh. Sebagian besar warga desa Tekad memiliki kartu Jamkesmas
namun tidak digunakan dengan baik.
c. Ekonomi
Sebagian besar warga desa Tekad bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan Rp.
600.000/ bulan.
d. Keamanan dan Transportasi:
Warga hanya memiliki transportasi sepeda angin dan hanya sebagian kecil warga
yang memiliki sepeda motor.
e. Pemerintahan dan Politik: -
f.Komunikasi
Bahasa sehari hari yang digunakan adalah Bahasa Madura.
g. Pendidikan
Rata-rata pendidikan warga desa Tekad adalah SD, SMP dan tidak bersekolah. Ketika
dilakukan pengkajian dari rumah kerumah banyak warga yang tidak tahu bagaimana
perawatan kusta pada anggota keluarga yang mengalami kusta.
h. Rekreasi: -
i. Persepsi Warga dan Perawat
1) Persepsi warga: Sebagian warga merasa malu dan malas merawat anggota
keluarganya yang mengalami kusta. Warga yang mengalami kusta juga merasa
malu dan menarik diri karena mengalami kusta.
2) Persepsi Perawat: Perawat melihat bahwa warga desa Tekad kurang mampu
meningkatkan kesehatannya dan memperbaiki kesehatannya.
3. Data Penunjang
Kondisi Kesehatan (Secara Keseluruhan) Presentasi
Kusta 37%
Sehat 44%
B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Do: Kurang mendapatkan Defisiensi
1. Rata-rata pendidikan warga desa Tekad
informasi, kurangnya pengetahuan
adalah SD, SMP dan tidak bersekolah.
fasilitas untuk informasi,
2. Ketika dilakukan pengkajian dari rumah
ketidakmauan untuk
kerumah banyak warga yang tidak tahu
mencari informasi
bagaimana perawatan kusta pada anggota
keluarga yang mengalami kusta. Kurang pengetahuan
Ds: Warga yang mengalami kusta juga merasa Kurangnya pengetahuan Defisiensi
malu dan menarik diri karena mengalami hidup sehat, kurang Kesehatan
kusta. tersedianya air bersih Komunitas
Do:
1. 19% dari warga yang terdeteksi kusta Warga hidup kurang
mengalami drop out pengobatan karena sehat
perut terasa mual kalau minum obat.
Terjadi masalah
2. Sebagian warga mengeluh gatal-gatal pada
kesehatan
seluruh tubuh, tidak bisa tidur dan sering
pusing.
3. Data kunjungan rumah 37% penderita kusta
dan terlihat bercak putih di tangan.
4. Di desa Tekad sangat sulit mendapatkan air
bersih.
Ds: Ketidakmampuan dan Ketidakefektifan
1. Sebagian warga merasa malu dan malas
ketidakmauan warga managemen
merawat anggota keluarganya yang
untuk meningkatkan kesehatan
mengalami kusta.
kesehatan, fasilitas
2. Warga yang mengalami kusta juga merasa
kesehatn yang kurang
malu dan menarik diri karena mengalami
memadai
kusta.
Do:
Kesehatan masyarakat
1. 19% dari warga yang terdeteksi kusta
tidak membaik
mengalami drop out pengobatan
2. Pelayanan kesehatan berupa Polindes dan
Management kesehatan
puskesmas dengan jarak yang terlalu jauh.
tidak efektif
3. Sebagian besar warga desa Tekad memiliki
kartu Jamkesmas namun tidak digunakan
dengan baik.
Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan, kurang
informasi
2. Defisiensi kesehatan komunitas berhubungan dengan ketidakcukupan sumber
daya (pengetahuan/manusia, alam, dan sosial)
3. Ketidakefektifan managemen kesehatan berhubungan dengan komplesitas sistem
pelayanan kesehatan
Ketidakefektifan managemen 3 2 3 8
kesehatan berhubungan dengan
komplesitas sistem pelayanan
kesehatan
Prioritas diagnosa
1. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan, kurang
informasi
2. Defisiensi kesehatan komunitas berhubungan dengan ketidakcukupan sumber
daya (pengetahuan/manusia, alam, dan sosial)
3. Ketidakefektifan managemen kesehatan berhubungan dengan komplesitas sistem
pelayanan kesehatan
D. Perencanaan Kegiatan
Dx Tujuan
No. Kriteria Hasil Intervensi
Komunitas
Jangka Panjang Jangka Pendek
Pengembangan Program:
1. Memberikan penyuluhan Penyuluhan, demonstrasi dan Pasien, keluarga dan warga 1 Mei 2019 Polindes Petugas kesehatan
kesehatan mengenai kusta tanya jawab desa Tekad Desa Tekad Puskemas dan
09.30 WIB
cara pencegahan dan Mahasiswa
penanganannya
2. Melakukan program Pengecekan area untuk Warga desa, tokoh 2 Mei 2019 Desa Tekad, Kepala desa Tekad
penyediaan air bersih untuk sumber air bersih/ penilaian masyarkat dan dan kantor dan Mahasiswa
10.00 Wib
warga Desa Tekad sumber daya alam pemerintahan pemerintahan
3. Melakukan Pelatihan Penjelasan tugas dan fungsi Warga Desa Tekad 3 Mei 2019 Polindes Petugas kesehatan
Pengawas obat dari petugas pengawas obat (Khusunya yang memiliki Desa Tekad polindes dan
08.00 WIB
anggota keluarga dengan mahasiwa
kusta, dan penderita kusta)
E. Implementasi Keperawatan
1. Defisiensi pengetahuan 1 Mei 2019 1. Memberikan penyuluhan kesehatan 1. Warga kooperatif dalam mengikuti
berhubungan dengan kurang mengenai kusta cara pencegahan dan kegiatan
12.00 WIB
sumber pengetahuan, kurang penanganannya
2. Warga memperoleh informasi mengenai
informasi
2. Memberikan pendidikan kesehatan kusta cara pencegahan dan
penanganannya
2. Defisiensi kesehatan komunitas 2 Mei 2019 1. Melakukan program penyediaan air bersih 1. Warga kooperatif dan berpartisipasi
berhubungan dengan untuk warga Desa Tekad dalam mendukung pelaksaan sumber
11.00 WIB
ketidakcukupan sumber daya air bersih desa
2. Mengecek area untuk sumber air bersih/
(pengetahuan/manusia, alam,
penilaian sumber daya alam 2. Warga bekerjasama dalam mencari
dan sosial)
lokasi penggalian sumur warga
3. Mengajukan program sumber air bersih
untuk pemerintah daerah 3. Pengajuan program sumber air bersih
didukung oleh warga dan aparat
setempat
3. Ketidakefektifan managemen 3 Mei 2019 1. Melakukan program pelatihan pengawas 1. Warga mendapatkan informasi terkait
kesehatan berhubungan dengan obat pengobatan kusta
10.00 WIB
komplesitas sistem pelayanan
2. Warga mengikuti pelatihan dengan
kesehatan
antusias dan kooperatif
F. Evaluasi Pelaksanaan
3. Mengembangkan
sumber daya untuk
pemeliharaan
kesehatan
4. Mengembangkan
pelayanan kesehatan
yang efektif
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala kulit
secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama
yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran
pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf,
anggota gerak dan mata.
Penyakit kusta tidak hanya ditularkan oleh manusia tetapi juga ditularkan oleh binatang
seperti armadillo, monyet dan mangabey. Mycobacterium leprae hidup pada suhu
rendah. Bagian tubuh manusia yang memiliki suhu lebih rendah yaitu mata, saluran
pernafasan bagian atas, otot, tulang, testis, saraf perifer dan kulit.
Adapun dampak yang ditimbukan dari penyakit kusta yaitu:
1. Bagi penderita kusta: Fisik, Psikologis, Ekonomi, Sosial
2. Bagi keluargaDepkes RI (2007) menyatakan bahwa selain berdampak pada keluarga,
penyakit kusta juga akan berdampak pada lingkungan masyarakat sekitar tempat
tinggal penderita kusta. Dampak yang muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut
terhadap penderita kusta, masyarakat menjauhi penderita kusta dan keluarganya, dan
masyarakat merasa terganggu dengan adanya penderita kusta sehingga berusaha untuk
menyingkirkan dan mengisolasi penderita kusta.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat
membuat makalah yang baik dan benar. Terutama literatur yang berhubungan dengan
penatalaksanaan yang lebih efektif mengenai penyakit kusta karena di dalam makalah ini
masih banyak yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Chin, James. 2009. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Cetakan IV. Jakarta:
Infomedika.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta,
Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (DitjenPPM
& PL). Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Depkes R.I., 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Pusdatin Kementerian Kesehatan RI.
Rao, S. & Joseph, G. 2007. Impact Of Leprosy On The Quality Of Life. [serial online].
http://www.who.int/bulletin/archives/77%286%29515.pdf.
Siregar. (2013). Altas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Suryanda. 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Penyakit Kusta: Studi Kasus Di Kecamatan
Cambai Prabumulih.