Anda di halaman 1dari 13

PALIATIVE CARE

EUTHANASIA DAN PSEUDEOUTHANASIA

Dosen Pengajar:

Isni Lailatul Maghfiroh, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 1 Kelas 5A :

1. Alfiana Riska Amelia 8. Nur Hikmah


2. Aminatul Latifah 9. Sindi Amalia Sholikatin
3. Anita Dwi Rahmawati 10. Siti Hanisa Dwi Rahayu
4. Bagus Puji Setaiawan 11. Siti Nabila Habibah
5. Febby Alvionita 12. Siti Nur Aniza
6. Fitria Handayani 13. Vivin Musthofiah
7. Hanif Wahyu E

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Dilema Etik
Euthanasia” sesuai waktu yang ditentukan.

Makalah ini penulis susun sebagai salah satu pemenuhan tugas Tren dan Isu
Keperawatan pada Program Studi S-1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Lamongan.

Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan


bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat Bapak/Ibu:

1. Drs. H. Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kemembangun sanagtsehatan Muhammadiyah Lamongan.
3. Isni Lailatul Maghfiroh, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Mata Kuliah Tren dan Isu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammaadiyah Lamongan.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang
diberikan. Penulis menyadari Makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, akhirnya penulis berharap
semoga Makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya bagi semua pembaca pada
umumnya.

Lamongan, 27 November 2018

Penulis
KONSEP TEORI

A. Euthanasia
1. Pengertian Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani “eu” yang artinya baik dan “thanatos” yang
berarti kematian. Jadi Euthanasia adalah pencabutan kehidupan manusia melalui cara
yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau dengan memberikan rasa sakit
minimal. Maka euthanasia adalah praktik memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit -karena kasih sayang-, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif (aktif) maupun negatif (pasif).
Menurut Petrus Yoyo Karyadi, euthanasia adalah dengan sengaja dokter atau
bawahannya yang bertanggung jawab kepadanya atau tenaga ahli lainnya melakukan
suatu tindakan medis tertentu untuk mengakhiri hidup pasien atau mempercepat proses
kematian pasien atau tindakan medis untuk memperpanjang hidup pasien yang menderita
suatu penyakit yang menurut ilmu kedokteran sulit untuk disembuhkan kembali, atas
atau tanpa permintaan dan atau keluarga sendiri demi kepentingan pasien atau
keluarganya.
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang
lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan
dan tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan
ini adalah mercy killing (Tongat, 2003).
Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia mengandung dua
pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,
pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita
penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan
disengaja.

2. Bentuk-Bentuk Euthanasia
Berdasarkan pengertian euthanasia, dapat diketahui bahwa euthanasia dapat dibagi
menjadi:
1. Euthanasia atas permintaan: tindakan euthanasia yang dilakukan atas
permintaan, persetujuan dan izin dari keluarga pasien atau pasien itu sendiri.
2. Euthanasia tidak atas permintaan: tindakan euthanasia yang dilakukan tanpa
adanya permintaan atau persetujuan pasien atau kelurganya.
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu:
1. Voluntary euthanasia: euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu
sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup
menahan rasa sakit yang diakibatkannya.
2. non voluntary euthanasia: di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan,
bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada
dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan
permintaannya.
3. involuntary euthanasia: merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien
tanpa persetujuannya.
Euthanasia dilihat dari cara atau bentuk tindakan, dibagi atas:
1. Euthanasia Aktif (Positif) adalah tindakan memudahkan kematian si sakit
yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat), yang
biasanya berupa penyuntikan obat ke dalam tubuh pasien. Euthanasia aktif
dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Euthanasia aktif secara langsung: terjadi apabila dokter atau tenaga
kesehatan lainnya melakukan tindkaan medis dengan maksud
meringankan penderitaan pasien sedemikian rupa, sehingga dapat
diperkirakan bahwa kehidupan pasien diperpendek atau diakhiri.
b. Euthanasia aktif secara tidak langsung: terjadi apabila dokter atau
tenaga kesehatan lain melakukan tindakan medis untuk meringankan
penderitaan pasien tanpa bermaksud untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup pasien.
2. Euthanasia Pasif (Negatif) adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien
yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi
dapat disembuhkan. Dimana penghentian pengobatan ini berarti
mempercepat kematian si pasien. Penghentian pengobatan biasanya
dilakukan dengan mencabut alat bantu pernafasan dari pasien yang notabene
merupakan satu-satunya sebab yang membuat pasien masih hidup.
3. Tujuan Euthanasia
Tindakan euthanasia bertujuan untuk menghentikan penderitaan pasien atas kondisi
yang dihadapi oleh pasein. Euthanasia bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien atau
mempercepat proses kematian pasien atau tindakan medis untuk memperpanjang hidup
pasien yang menderita suatu penyakit yang menurut ilmu kedokteran sulit untuk
disembuhkan kembali, atas atau tanpa permintaan dan atau keluarga sendiri demi
kepentingan pasien atau keluarganya.
Euthanasia juga bertujuan untuk memberikan suatu kematian yang mudah atau tanpa
rasa sakit, serta pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak
dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.

4. Kelebihan dan Kekurangan dari Tindakan Euthanasia


Kelebihan dari euthanasia yaitu pasien euthanasia meninggal dunia secara perlahan-
lahan, bisa mengurangi rasa sakit yang terus menerus dan merasa dirinya tidak tersiksa,
meringankan beban yang harus di tanggung oleh keluarga pasien, tenaga kesehatan dan
perawatan kesehtan dapat dialihkan untuk pasien yang memiliki harapan sembuh atau
hidup yang lebih besar.
Kekurangan euthanasia dianggap sebagi pembunuhan karena menghilangkan nyawa
dari seorang individu dengan sengaja.

B. Pseudo-euthanasia

1. Pengertian Pseudo-Euthanasia

Pseudo-euthanasia menurut (Prof.MR.H.J.J.Leenen) yaitu bentuk pengakhiran hidup


yang bukan euthanasia tapi mirip dengan euthanasia, yang termasuk dalam penggolongan ini
adalah pengakhiran perawatan pasien karna gejala brainstam death keadaan yang bersifat
emergency, perawatan medis yang tidak berguna lagi dan pasien menolak perawatan medis .

Apabila seorang dokter bertindak dengan memenuhi unsur-unsur yang disebutkan


dalam pasal-pasal KUHP di atas (khususnya pasal 344), maka dokter itu telah melakukan
euthanasia dan sebagaimana telah dibahas di atas, menurut hukum merupakan tindak pidana.
Namun, Van Wijmen (1985) mengetengahkan beberapa keadaan yang tidak dapat
dimasukkan dalam rumusan pasal-pasal KUHP tersebut, yaitu:

1. Abstinence, of which the essence is that treatment in medical respects is useless.

2. Refusing treatment by the patient, in which case the patient’s decision must be fully
respected.

3. Brain-death, in which case the duty to treat ceases to exit.

C. Pandangan Hukum Euthanasia Dan PSEUDO-EUTHANASIA


1. Menurut Hukum Negara
Ketentuan yang berkaitan langsung dengan euthanasia pada:
a. Pasal 344 KUHP: Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.
b. Pasal 338 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya 15 tahun.
c. Pasal 359 KUHP: Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang,
dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun atau kurungan selama-lamanya 1
tahun.
Berdasarkan dari ketentuan Pasal 344 KUHP dapat, bahwa pembunuhan atas
permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan
demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap
sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di
Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang”
sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi
sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi
siapa yang melanggar larangan tersebut.
Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan (force
majeure). Keadaan ini sebenarnya telah diatur dalam pasal 48 KUHP. Misalnya, di
suatu RS hanya ada dua buah alat bantu napas (respirator) yang telah terpakai oleh
pasien yang membutuhkan. Jika kemudian datang pasien ketiga yang juga
memerlukan respirator tersebut, dokter harus memilih kepada siapa respirator
dipasang. Harus diingat bahwa dokter tidak berhak melepaskan respirator dari
kedua pasien pertama tanpa izin. Seandainya pasien ketiga meninggal karena tidak
mendapat respirator, dokter tidak mungkin disalahkan karena ia berada dalam
situasi darurat dan tidak melakukan sesuatu tindakan yang dapat dihukum.
Pasien menolak perawatan atau bantuan medik terhadap dirinya. Sebagaimana
telah disinggung di atas, KUH Perdata telah mengatur tentang perikatan atau
perjanjian. Demikian juga dengan syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut. Salah
satu syarat yang harus dipenuhi, menurut pasal 1320 KUH Perdata, ialah kehendak
bebas. Artinya, perjanjian atau perikatan itu bebas dari paksaan, tipuan, atau salah
pengertian. Selain itu, suatu tindakan yang dilakukan tanpa izin pasien dapat
dikategorikan sebagai penganiayaan sebagaimana diatur dalam pasal 351 KUHP.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa dokter tidak berhak melakukan tindakan
apapun terhadap pasien jika tidak diizinkan atau dikehendaki oleh pasien tersebut.
Beberapa ahli berpendapat bahwa jika pasien memberi izin seperti ini maka tetap
digolongkan sebagai auto-euthanasia, yang hakikatya adalah euthanasia pasif atas
permintaan pasien. Kategori yang mirip dengan ini adalah euthanasia aktif tidak
langsung , yakni memberikan obat penenag atau penghilang rasa sakit dengan
dosis terapi setiap kali pasien kesakitan. Tujuan utama langkah ini sama sekali
bukanlah untuk memperpendek hidup pasien, melainkan mengurangi atau
menghilangkan penderitaannya, namun dengan efek samping/risiko hidupnya
dipersingkat.
2. Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: “seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”.
Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai
seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan
agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap
tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan
manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh
melakukan: Menggugurkan kandungan (abortus provocatus), mengakhiri
kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan
sembuh lagi (euthanasia).
Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian di atas
adalah:

a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu,

b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup


pasien,

c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,

d. Atas permintaan pasien dan keluarganya,

e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.


3. Menurut Agama
a. Agama islam
1) Euthanasia Pasif (Negatif) dalam Firman Allah dalam surat Ali Imran 156:
‫ال بصبماَ تبيعبملليوبن بب ص‬
‫صييرْر‬ ‫ال يليحيي بويلصميي ت ل‬
‫ت بو ا ا‬ ‫بو ا ا‬
“....Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang
kamu kerjakan”. (QS. Ali Imran:156)
2) Euthanasia Aktif: dalam Firman Allah SWT
a)
‫ال بحنربم النصتي الننيف ب‬
‫س تبيقتلللوا بوبل‬ ‫صباَيلبح ق‬
‫ق إصنل ن‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS
Al-An’aam : 151)
b)
َ‫بوبماَ بكاَبن لصلميؤصمنن أبين ينيقتلبل لميؤصمئناَ إصنل بخطبئئاا‬
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa`:
92)
c)

‫تلمقتككلوُا ألمنفك ل‬
‫سككمم إحان ا‬
‫ال لكاًلن بحككمم لرححيِمماً لولل‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah


Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).
d) Hadits Rasulullah dari Anas bin Malik yang artinya: Janganlah
seseorang diantara kamu mengharapkan mati dikarenakan oleh
musibah yang menimpanya: tetapi jika ia mengharapkan mati,
hendaknya ia mengatakan: “ya Allah, panjangkanlah umurku jika itu
yang terbaik bagiku dan matikanlah aku jika kematian adalah yang
terbaik untukku”
Islam menjelaskan bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat
memperlambat atau mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian
hanya terjadi dengan izin-Nya dan kapan saat kematian itu tiba telah ditentkan
waktunya oleh Allah. Dalam Islam kematian adalah sebuah gerbang menuju
kehidupan abadi (akhirat) dimana setiap manusia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup didunia dihadapan
Allah SWT.
Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional
Pengobatan Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic
Medical) menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri
(tidak dibenarkan) sesuai dengan frman Allah: “Dan janganlahkamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam
kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu
untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas
permintaan pasien sendiri atau keluarganya. Dalil-dalil dalam masalah ini
sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik
pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Dari dalil-dalil
di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia.
b. Agama Katolik
Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan
tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan
yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas
kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita
tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66).
c. Agama Protestan
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam
menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai
suatu pemberian Tuhan, dengan mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga
adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
d. Agama Hindu
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu
dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang
mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk.
Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga
untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
e. Agama Budha
Ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna")
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian
dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam
pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.

4. Menurut Etika Dalam Pelayanan Kesehatan


Kajian dan telaah dari sudut medis, etika, moral, maupun hukum oleh
masing-masing pakarnya akhirnya menyimpulkan adanya beberapa bentuk
pengakhiran kehidupan yang sangat mirip dengan euthanasia, tetapi
sebenarnya ternyata bukan euthanasia. Oleh Leenen, kasus demikian disebut
sebagai Pseudo-euthanasia dan secara hukum tidak dapat diterapkan sebagai
euthanasia. Dalam Bahasa Indonesia, mungkin istilah yang tepat adalah
euthanasia semu. Bentuk-bentuk pseudo-euthanasia sebagaimana diuraikan
oleh Leenen ialah:
a. Pengakhiran perawatan medik karena gejala mati otak atau batang otak.
Dahulu, berakhirnya pernapasan dan detak jantung merupakan gejala
utama yang menentukan kematian seseorang. Tetapi, dengan
perkembangan kedokteran yang sangat pesat, kini telah dibedakan antara
mati klinis dan mati vegetatif (yakni mati yang sebenarnya atau true
death). Dengan adanya teknologi kedokteran, sekarang juga
dimungkinkan jantung dan paru-paru tetap berfungsi (secara otonom),
walaupun fungsi otak telah berhenti. Fungsi berpikir, kognitif, komunikasi
dengan lingkungan, atau merasakan, dapat berlangsung jika otak masih
berfungsi dengan baik. Walaupun pernapasan dan detak jantung masih
ada, jika otak tidak alagi berfungsi maka kehidupan secara intelektual dan
psikis/kejiwaan telah berakhir. Mati otak menjadi tanda bahwa seseorang
telah meninggal dunia dalam proses kematiannya. Ilmu hukum
menyebutkan tentang mati, namun tidak pernah ada penjelasan lebih
lanjut mengenai hal itu. Teknologi dan ilmu kedokteran yang berkembang
demikian pesat mendorong perlunya perumusan soal ini. Dewan
Kesehatan Belanda pada 1974 pernah mengusulkan kriteria mati otak,
yaitu otak yang mutlak tak lagi berfungsi dan fungsi otak mutlak tidak
dapat dipulihkan lagi. Dalam keadaan seperti itu, tidak ada tindak
euthanasia karena sebenarnya pasien telah meninggal dunia dengan tidak
berfungsinya otak, walaupun (mungkin) pernapasan dan detak jantungnya
masih ada (karena fungsi otonomnya). Dalam kaitan ini, penting sekali
menentukan kriteria mengenai mati otak/batang otak berdasarkan
pengetahuan iptek.
b. Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medik yang diketahui tidak
ada gunanya lagi. Bagaimanapun juga, ilmu kedokteran tetap mempunyai
batas. Hal ini erat hubungannya dengan kompetensi seorang dokter.
Sesuatu yang berada di luar batas ilmu kedokteran, bukan merupakan
kewenangan dokter untuk menanganinya. Bagi dokter yang bekerja di luar
kompetensinya dan apalagi tanpa izin pasien, maka dapat dikatakan ia
telah melakukan penganiayaan terhadap pasien. Yang penting diketahui,
kriteria mediklah yang harus selalu dijadikan pedoman untuk menentukan
apakah suatu langkah pengobatan atau perawatan berguna atau tidak.
Tentunya semua itu berdasarkan pengetahuan, kemampuan, teknologi,
maupun pengalaman yang dimiliki oleh dokter atau rumah sakit tersebut.
Dengan demikian, seyogyanya seorang dokter tidak memulai atau
meneruskan suatu pengobatan/perawatan, jika secara medik telah
diketahui tidak dapat diharapkan hasil apapun, walaupun langkah ini akan
mengakibatkan kematian pasien. Penghentian perawatan seperti ini tidak
dimaksudkan untuk mengakhiri atau memperpendek hidup pasien,
melainkan untuk menghindari dokter bertindak di luar kompetensinya.
Dapat pula dikatakan bahwa langkah tersebut mencegah terjadinya
penganiayaan terhadap pasien, berdasarkan pasal 351 KUHP tadi.
Dorongan dalam diri dokter untuk selalu berusaha menolong pasiennya,
harus diimbangi dengan sikap rasional terhadap kemungkinan kesulitan
dari segi etika, moralitas, maupun hukumnya.
Kesimpulan

Euthanasia adalah pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau dengan memberikan rasa sakit minimal. Berdasarkan pengertian
euthanasia dibagi menjadi: Euthanasia atas permintaan, Euthanasia tidak atas permintaan.
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu:Voluntary euthanasia, non voluntary
euthanasia, dan involuntary euthanasia.

Euthanasia dilihat dari cara atau bentuk tindakan dibagi atas: Euthanasia Aktif/Positif
(Euthanasia aktif dibagi menjadi dua macam yaitu: Euthanasia aktif secara langsung,
Euthanasia aktif secara tidak langsung), Euthanasia Pasif (Negatif). Tindakan euthanasia
bertujuan untuk menghentikan penderitaan pasien atas kondisi yang dihadapi oleh pasein.
Kelebihan dari euthanasia yaitu bisa mengurangi rasa sakit yang terus menerus dan merasa
dirinya tidak tersiksa. Kekurangan euthanasia dianggap sebagi pembunuhan karena
menghilangkan nyawa dari seorang individu dengan sengaja.

Menurut Hukum Negara euthanasia dan pseudo-euthanasia diatur pada: Pasal 344
KUHP, Pasal 338 KUHP dan Pasal 359 KUHP. Euthanasia Menurut Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI) pasal 2 dan KODEKI pasal 7. Euthanasia Menurut Agama: Islam
menjelaskan bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat memperlambat atau
mempercepatnya, Agama Katolik “Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia
merupakan tindakan belas kasihan yang keliru”, Agama Protestan memandang dari sudut
"kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan, dengan mengakhiri hidup dengan
alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
Agama Hindu “Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang”. Agama Budha sangat
ditekankan “Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha”.
DAFTAR PUSTAKA

Dede, S. (2012, November 13). Euthanasia dan Hubungannya dengan Kode Etik
Keperawatan. Retrieved november 15, 2018, from
http://dedesunsiw.blogspot.com/2012/11/euthanasia-dan-hubungannya-dengan-
kode.html?m=1

Dorland. (2012). Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.

Feriana, E. (2015, September). Definisi Macam-Macam Euthanasia. Retrieved November 14,


2018, from http://flkalengkongan.blogspot.com/2015/09/definisi-macam-macam-
euthanasia.html?m=1

Mariana, S. (2016, November 09). contoh Kasus Pemecahan Masalah Dilema Etik. Retrieved
November 14, 2018, from http://rumah-perawat.blogspot.com/2016/11/contoh-kasus-
pemecahan-masalah-dilema.html?m=1

Suhaeni, M. E. (2004). Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC.

Zallum, Abdul Qadim. (2009). Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam:
Kloning, Transplantasi Organ Tubuh, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh
Buatan, Definisi Hidup dan Mati. Bangil: Al Izzah

Anda mungkin juga menyukai