Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR

Oleh,
ANNISA YULISTIA
15712251009

PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
PENDAHULUAN

Saat ini pemerintah sedang berupaya dalam memajukan pendidikan anak


bangsa. Hal ini terlihat dari perubahan kurikulum KTSP menuju kurikulum 2013
yang sedang di evaluasi kembali guna menyempurnakan elemen-elemen yang ada
dalam kurikulum tersebut (termasuk buku, penilaian, pendekatan belajar,
perangkat pembelajaran, guru, dan lain sebagainya). Meskipun penerapan
kurikulum ini akan dilaksanakan secara serentak pada tahun .......... , mulai saat
ini sekolah secara berangsur sudah menyiapkan apa yang harus diterapkan dalam
kurikulum yang baru.
Pendidikan di sekolah dasar (SD) menjadi perhatian khusus dalam
penerapan sebuah kurikulum. Berbeda dengan pembelajaran sebelumnya yang
masing-masing bidang studi secara spesifik diajarkan kepada siswa dengan cara
belajar yang cenderung konvensional, sekarang ini pembelajaran lebih
menekankan pada pembelajaran tematik (mengintegrasi beberapa mata pelajaran
ke dalam satu tema). Pembelajaran tematik ini akan lebih efektif dan bermakna
dengan menyisipkan pendekatan ilmiah (scientific approach) ke dalam model
pembelajarannya. Harapan dari perubahan ini tentunya difokuskan kepada hasil
belajar siswa melalui penilaian secara keseluruhan dan kegiatan belajar yang
bermakna, sehingga untuk generasi penerus bangsa akan lahir individu yang
memiliki pengetahuan yang luas, sikap dan keterampilan yang baik, dan mampu
bersaing dalam masyarakat global.

PEMBELAJARAN TEMATIK
Majid (2013: 80) berpendapat bahwa pembelajaran tematik merupakan
salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan
suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu
maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.
Telah banyak dilakukan penelitian menggunakan pembelajaran tematik.
Hasil penelitian Min (2012) menunjukkan bahwa
............, thematic approach will bring a positive implication to students
especially to create a creative, critical and innovative thinking around the
students when they are involved in ILS projects. Thus, it is important to
increase the ILS understanding and practices towards thematic approach in
daily teaching and learning process in the classroom..

Pendekatan tematik akan memberikan implikasi positif kepada siswa khususnya


untuk menciptakan kreativitas, kritis dan berpikir inovatif oleh siswa ketika
mereka terlibat dalam proyek ILS (Integrated Living Skill). Sehingga, penting
untuk meningkatkan pengetahuan ILS dan praktik terhadap pendekatan tematik
dalam proses belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu
(integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara keseluruhan, bermakna
dan otentik. Pada dasarnya pembelajaran tematik ini dikembangkan untuk
menciptakan pembelajaran yang di dalamnya siswa mengonstruksi
pengetahuannya secara mandiri yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

TEORI YANG MENDASARI PEMBELAJARAN TEMATIK

Penerapan pembelajaran tematik dalam kegiatan pembelajaran dilandasi


oleh pandangan konstruktivisme dari Piaget, yang menekankan bahwa
pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak, seperti yang diungkapkan oleh Brook (1993:15)
Contructivist teaching practice, on the other hand, help learners to
internalize and reshape, or transform new information. Transformation
occurs through the creation of new understanding (Jackson 1986, Gardner
1991b) that result from the emergence of new cognitive structure.

Pandangan Brook tersebut menilai bahwa kontruktivisme menagajarkan melalui


praktik, selain itu, membantu siswa untuk mendalami dan membentuk kembali,
atau mengubah informasi baru. Perubahan terjadi melalui kreasi dari pengetahuan
baru yang hasilnya berasal dari timbulnya struktur kognitif baru. Melalui
pengalaman langsung, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Sedangkan menurut Daniels (2010: 95) menjelaskan tentang bagaimana anak
membangun pengetahuannya dari pandangan konstruktivisme. Penjelasan teori
ini memberikan dasar dari banyak pendekatan yang kontemporer kepada
pendidikan yang didukung saat ini. Inti dari pandangan ini adalah fokus kepada
pikiran anak/pebelajar. Sehingga, istilah anak, pebelajar, atau berpusat pada siswa
(student-centered) sering digunakan untuk mendiskripsikan konstruktivisme.
Menurut Santrock (2008: ), Piaget mengemukakan bahwa anak pada usia
SD berada dalam masa perkembangan tahap operasional konkret yang
memungkinkan anak untuk menggordinasi beberapa karakteristik daripada fokus
pada satu sifat benda. Pada tahap ini, anak berpikir secara operasional dan
pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif tetapi hanya dalam situasi
yang konkret; keterampilan mengklasifikasikan ada tetapi persoalan abstrak akan
menimbulkan kesulitan. Sehubungan dengan pemikiran Piaget tersebut, dapat
dikatakan bahwa cara berpikir siswa SD masih bersifat holistik, sehingga dalam
kegiatan belajar dapat menggunakan pendekatan tematik.
Sejalan dengan pendapat Piaget tersebut, Omrod (2012:297) beramsumsi
bahwa ketika anak beralih pada tahap operasional konkret proses berpikir mereka
mulai membentuk cara berpikir logis yang menggabungkan berbagai pandangan
dari suatu objek maupun peristiwa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada
keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD


Pendekatan tematik sangat dominan diterapkan dalam pembelajaran di SD
maupun TK. Salah satu asumsi yang menempatkan model ini cocok bagi
pebelajar pada jenjang tersebut adalah tema atau topik yang menghubungkan
berbagai kegiatan dengan apa yang dipelajari di kelas. Penggunaan tema
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas. Dengan kata lain, sebuah tema atau topik dapat mengintegrasikan beberapa
mata pelajaran sekaligus dalam satu kegiatan belajar siswa yang disesuaikan
dengan tujuan belajar yang akan dicapai. Hal tersebut merujuk pada teori Piaget
yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa cara berpikir siswa masih bersifat
holistik, sehingga perlu adanya perpaduan beberapa mata pelajaran ke dalam satu
tema. Dengan perpaduan tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dan
pengalaman belajar secara utuh sehingga proses belajar akan lebih bermakna bagi
siswa yang akan tersimpan dalam long term memory mereka.
Dalam pembelajaran tematik, bukan berarti seluruh mata pelajaran harus
dimasukkan ke dalam tema yang diambil, namun disesuaikan dengan kompetensi
dasar. Kompetensi dasar yang tidak tercakup dalam tema tertentu, tetap harus
diajarkan pada tema berikutnya. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan
karakteritik siswa, lingkungan, dan daerahnya. Guru berperan sebagai fasilitator
dan motivator dalam mendorong peserta didiknya untuk mengambil prakarsa.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bersama-sama memilih dan
mengembangkan tema berdasarkan minat dan pengetahuan yang dimilikinya.
Oleh karena itu, pemilihan dan pengembangan tema haru didiskusikan antara guru
dengan siswa.
Berdasarkan hasil penelitian Liu (2010), hasilnya menunjukkan efek positif
siswa dalam menggunakan model pembelajaran tematik tipe web-based, dan
menggunakan konsep mapping dapat membuat proses integrasi pengetahuan lebih
nampak. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Nurhasanah (2015) menunjukkan
bahwa dalam menerapkan pembelajaran tematik dalam mata pelajaran PKn kelas
1 SD di Laboratorium PGSD FIP UNJ, siswa lebih mudah mengerti materi yang
berkaitan karena pembelajaran tematik menunjukkan hubungan timbal balik dari
satu subjek dengan pelajaran lain dan dengan beberapa aktivitas yang berbeda.
Pembelaran tematik merupakan salah satu dari integrated curriculum.
Berdasarkan artikel Lake (1994), Lipson menyimpulkan dari beberapa penelitian
edukasi yang menggunakan integrated curriculum bahwa
The findings support the positive effects of curriculum integration. Lipson
(1993) summarizes the following findings:
 Integrated curriculum helps students apply skills.
 An integrated knowledge base leads to faster retrieval of information.
 Multiple perspectives lead to a more integrated knowledge base.
 Integrated curriculum encourages depth and breadth in learning.
 Integrated curriculum promotes positive attitudes in students.
 Integrated curriculum provides for more quality time for curriculum
exploration.

Berdasarkan hasil penelitan tersebut terdapat beberapa efek positif dari integrasi
kurikulum yaitu dapat membantu siswa menggunankan keterampilannya,
pengetahuan yang terintegrasi memandu lebih cepat mendapatkan informasi,
pandangan yang beragam memandu kepada lebih dari pengetahuan yang
terintegrasi, mendorong lebih dalam dan luas dalam pembelajaran, menunjang
perilaku positif siswa, menyediakan waktu yang berkualitas untuk eksplorasi
kurikulum.

MODEL PEMBELAJARAN YANG MENDUKUNG


Dalam implementasi pembelajaran tematik dapat diterapkan melalui model
pembelajran yang menarik. Model pembelajaran yang dipakai sebaiknya sesuai
dengan indikator yang akan dicapai. Model pembelajaran dapat dilakukan secara
kolaboratif. Selain itu adanya pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik
(scientific approach) ke dalam model pembelajaran juga dapat menstimulasi siswa
untuk aktif dalam kegiatan belajar. Pendekatan saintifik merupakan pendakatan
yang mendorong anak untuk membangun pengetahuan melalui metode ilmiah
dengan melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah (mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).
Ada beberapa model pembelajaran yang mendukung pembelajaran tematik
dengan menyisipkan pendekatan ilmiah dalam proses belajar siswa, yaitu:
1. Problem based learning (PBL)
Menurut Ensiklopedia Psychology of Classroom Learning (2009: 272), PBL
merupakan suatu pendekatan instruksional yang menempatkan pembelajaran
dalam panduan pengalaman memecahkan masalah yang kompleks, seperti
diagnosi medis, instruksi perencanaan, atau mendesain tempat bermain. PBL
mempertimbangkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran karena
dalam PBL, siswa aktif dalam kegiatan belajar, strategi, dan kemampuan
belajar mandiri melalui kegiatan pemecahan masalah secara kolaboraif,
merefleksi pengalaman belajar mereka, dan mengikutsertakan penyelidikan
siswa. Berdasarkan hasil penelitian Balim (2014) disimpulkan bahwa konsep
kartun yg diintegrasikan ke dalam pembelajaran dengan menggunakan model
PBL memiliki efek positif atas motivasi siswa terhadap pembelajaran sains.
Selain itu, hasil penelitian Akcaoglu (2014) menunjukkan bahwa
2. Project based learning (PjBL)
Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang mendorong
siswa untuk aktif belajar secara berkolaborasi untuk memecahkan masalah
sehingga dapat mengonstruk inti pelajaran dari temuan-temuan dalam
tugas/proyek yang dilakukan. Menurut Ensiklopedia Psychology of
Classroom Learning (2009:274), tujuan menggunakan proyek adalah untuk
memberi peluang kepada siswa agar menjadi satu dalam pembelajaran yang
didapati siswa seperti mereka menciptakan benda yang berarti.
Berdasarkan jurnal Cross (2012), aktivitas dalam PjBL ditujukan kepada ide-
ide inti yang berhubungan dengan statistik tidak hanya termasuk dalam
standar untuk SD, tetapi juga alat yang digunakan oleh jajaran profesional
dalam pekerjaannya untuk membuat pandangan dunia dan membangun
pendapat yang berdasarkan pada data.
3. Discovery learning
Discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan
tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk
mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari
informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau mengonstruksi apa yang
mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Menurut Ensiklopedia Psikologi of Classroom Learning (2009: 268)
discovery learning merupakan metode instruksional dimana siswa bebas
bekerja dalam pengetahuan lingkungan dengan sediki ataupun tanpa
bimbingan. Hal ini sesuai dengan penelitian Jansen (2014) yang
menyimpulkan bahwa meskipun guru pada umumnya menggunakan manfaat
dari guided discovery learning, hal itu tetap jarang disadari dalam bentuk
praktik. Demikian pula terhadap banyaknya pendekatan pembelajaran yang
inovatif, guided discovery learning terutama cocok dalam mengoptimalkan
proses belajar siswa. Selain itu berdasarkan hasil penelitian White (2013)
bahwa discovery learning dapat mengubah praktik belajar mengajar kita,
discovery learning memberikan kesempatan untuk “menemukan” banyak
tentang diri kita bagi sekolah, dan untuk mengetahui bahwa kita ada dalam
kemampuan mengubahnya.

EVALUASI PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS


Menurut Sundayana (2014:84), evaluasi yang digunakan dalam
pembelajaran tematik dapat berupa evaluatif formatif dan sumatif dengan
menerapkan berbagai alat evaluasi baik yang tes maupun non-tes. Sebagaimana
dikemukakan oleh Scriven, fungsi evaluasi formatif adalah untuk melihat proses
kemajuan belajar siswa yang dapat digunakan oleh guru untuk memberikan
balikan dan pemanduan kembali terhadap apa yang belum dikuasai oleh siswa.
Sementara itu, evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat hasil belajar peserta didik
di akhir pembelajaran berdasarkan tujuan pembelajaran (kompetensi yang akan
dicapai).
Penilaian yang dilakukan pada pembelajaran tematik ini sebaiknya bersifat
otentik (authentic assesment). Penilaian otentik ini berarti evaluasi harus
didasarkan pada kegiatan dan proses belajar dalam kehidupan keseharian peserta
didik baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam menggunakan penilaian otentik
pada pembelajaran tematik, proses menilai tidak hanya fokus pada hasil kerja
ulangan/tes formatif siswa saja (kognitif), namun dari segi sikap dan keterampilan
siswa (performance) juga harus dinilai. Maka dari itu, tidak hanya guru yang
dapat menilai siswa (dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotrnya), namun
terdapat observer yang bisa menilai siswa dalam ranah afektif dan psikomotor
yang memerlukan perhatian dan pengamatan lebih terhadap siswa. Hal ini
sependapat dengan Malley and Pierce (1995:4), bahwa
We use the term authentic assessment to describe the multiple forms of
assessment that reflect student learning, achievement, motivation, and
attitudes on instructionally-relevant classroom activities. Example of
authentic assessment include performance assessment, portofolios, adn
studen self-assessment.
Berdasarkan pendapat Malley and Pierce tersebut, tersirat bahwa dalam
penggunaan istilah authentic assessment untuk mendeskripsikan berbagai bentuk
penilaian yang mencerminkan pembelajaran siswa, prestasi belajar, motivasi, dan
sikap terhadap aktivitas belajar siswa di kelas yang sesuai dengan kompetensi
dasar. Alat evaluasi tersebut dapat berbentuk penilaian performa (skill),
portofolio, dan penilaian diri. Selanjutnya artikel dari Ratcliff (2001)
mengemukakan bahwa
... benefit to using authentic assessment is that the teacher can share
information he or she collects regarding a childs progress with the family.
Family members enjoy seeing their child on video or in photographs, as well
as samples of his or her work.
dalam artikel Ratcilff tersebut mengemukakan penggunaan penilaian otentik yang
memiliki banyak keuntungan bagi orang tua siswa. Keuntungannya yaitu guru
dapat berbagi informasi kepada khalayak baik itu orang tua siswa, guru lain,
maupun siswa lain mengenai perkembangan masing-masing siswa. Anggota
keluarga dapat melihat hasil belajar siswa melalui video atau foto.
Penilaian otentik dalam pembelajaran tematik menuntut keterampilan
profesional guru. Dalam perbandingannya terhadap tes tertulis contohnya dalam
bentuk pilihan ganda, dimana penilaian berdasarkan jumlah jawaban benar,
prosedur penilaian ini ditujukan lebih kepada tafsiran dari performa siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya menurut Miley and Pierce (1995:
7), penilaian otentik memerlukan waktu dan perencanaan yang matang untuk
dapat digunakan dengan efektif. Guru membutuhkan partner dan dukungan untuk
mendesain dan menggunakan penlaian performance yang efektif yang
menekankan pemahaman multidisipliner dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Tanpa adanya kolaborasi dengan guru lain, seorang guru akan kesulitan dalam
menggunakan penilaian dalam pembelajaran tematik ini.

KESIMPULAN
Implentasi pembelajaran tematik di SD dapat mengoptimalkan hasil belajar
siswa melalui penggunaan model-model belajar yang menarik. Dengan
menggunakan model belajar yang menyisipkan pendekatan ilmiah ke dalam
proses belajar juga dapat menunjang kemampuan berfikir kritis siswa. Hal itu
terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, evaluasi dalam
pembelajaran tematik dapat menggunakan penilaian otentik yang menilai dari
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Penilaian ini tentunya
membutuhkan observer atau partner guru dalam melakukan pengamatan. Dengan
demikian, berarti penilaian itu dilakukan sebelum, selama, dan sesudah
pembelajaran berlangsung. Refleksi terhadap kegiatan pembelajaran berdasarkan
hasil pengamatan juga dapat dilakukan guru untuk menunjang kegiatan
pembelajaran berikutnya agar lebih baik dan menarik. Berdasarkan hal tersebut,
pembelajaran tematik dapat efektif dilakukan dengan harapan pembelajaran dapat
lebih bermakna dan tujuan pembelajaran tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Akcaoglu, Mete. 2014. Learning Problem Solving Through Making Games at The
Game Design and Learning Summer Program. Development Article
Association for Educational Comunication and Technology.

Balim, Ali Gumay,dkk. 2014. Teachers’ View about Problem-based Learning


Through Concept Cartoons. Journal of Baltic Science Education. Vol.13
No. 4

Brook, Jaqueline G, and Brook, Martin G. 1993. The Case for Contructivist
Classrooms. USA: Association for Supervision and Curriculum
Development

Cross, Dionne I, dkk. 2012. Success Made Probable: Creating Equitable


Mathematical Experience Through Project Base Learning. Journal of Urban
Mathematics Education. Vol.15 No.2

Daniels, Denise H., Clarkson, Patricia K. 2010. A Developmental Approach to


Educating Young Children. America: CORWIN

Janssen, Fred J.J.M, dkk. 2013. How to Make Guided Discovery Learning
Practical for Student Teacher. Spring Science+Business Media Dordrecht.

Lake, Kathy. 1994. Integrated Curriculum. Educational Research and


Inmprovement (OERI) US Goverenment

Liu, M.C,. Wang J. Y. 2010. Investigating Knowledge Integration in Web-based


Thematic Learning Using Concept Mapping Assessment. Educational
Technology and Society – National Dong Hwa University.

Majid, Abdul. 2013. Pembelajaran Tematik Terpadu. Remaja Rosda Karya:


Bandung

Min, Kon Chon, dkk. 2012. Teachers Understanding and Practice Towards
Thematic Approach in Teaching Integrated Living Skill (ILS) in Malaysia.
International Journal of Humanities and Social Science. Vol.2 No. 23
Nurhasanah, Nina. 2015. The Civic Educational (PKn) Learning Through
Thematic Principle in an Effort Development Moral Intelligence (Study of
Qualitative in Lab. PGSD FIP UNY 2010). American Journal of
Educational Research. Vol. 3

O’Malley, Michael J and Pierce, Lorraine Valdez. 1996. Authentic Assessment


For English Language Learners. USA: Addison-Walley Publishing

Omrod, Jeanne Ellis. 2012. Human Learning. USA: Pearson Education

Psychology of Classroom Learning: An Encyclopedia. 2009. USA: Macmillan


Science Social Library

Ratcilff, Nancy J. 2001. Using Authentic Assessment to Document the Emerging


Literacy Skill of Young Children. Childhood Education

Santrock, John W. 2008. Educational Psychology, ed 3th. University of Texas: Mc


Graw Hill

Sundayana, Wachyu. 2014. Pembelajaran Berbasis Tema. Jakarta: Erlangga

White, J, dkk. 2013. Discovery Learning: An Account of Rapid Curriculum


Change in Response to Accreditation. Web. Paper University of Alberta
Canada.

Anda mungkin juga menyukai