Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TUTORIAL

SGD 7 LBM 1

INFEKSI ODONTOGEN DAN NON ODONTOGEN

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Reza Maulana N. (31101600623)
2. Anitalia Sukma P. S. (31101800009)
3. Aqila Azaria H. (31101800011)
4. Arbono (31101800012)
5. Cindya Arvanita (31101800021)
6. Dimas Andika B. (31101800025)
7. Fadela Zahrafrida (31101800031)
8. Icca Octa Mevia (31101800044)
9. Maulana Halilintar (31101800053)
10. Nuris Salma (31101800070)
11. Yufa Sekar A. Y. (31101800097)

FAKULTAS KEDOTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019

0
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 7 LBM 1

INFEKSI ODONTOGEN DAN NON ODONTOGEN

Telah Disetujui oleh :

Tutor Tanggal

22 Oktober 2019

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................................3
B. Skenario..........................................................................................................................................4
C. Identifikasi masalah.......................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
A. Landasan teori...............................................................................................................................5
1. Infeksi odontogen........................................................................................................................5
2. Infeksi non odontogen.................................................................................................................6
3. Nekrosis pulpa.............................................................................................................................7
4. Selulitis......................................................................................................................................10
5. Perbedaan selulitis dan abses.....................................................................................................12
6. Spasia fasialis............................................................................................................................13
7. Prosedur pemeriksaan intraoral dan ekstraoral...........................................................................13
B. Kerangka konsep.........................................................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perluasan infeksi odontogenik hingga ke region bukal, fasial, dan subcutaneous
servical, sehingga berkembang menjadi selulitis fasialis dapat menyebabkan kematian
jika tidaksegera diberikan penanganan yang adekuat. Infeksi odontogenik biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus sp serta mikroorganisme anaerob positif
yang lainnya. Namun pada dasarnya, infeksi odontogenik merupakan infeksi campuran
baik dari bakteri anaerob dan bakteri aerob.

Pada 88,4% kasus selulitis fasialis penyebabnya adalah infeksi odontogenik yang
berasal dari pulpa dan periodontal yang berusaha untuk mencari jalan keluar. Factor-
faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi ini antara lain dari mikroorganisme itu
sendiri, asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan mikroorganisme itu sendiri, keadaan
umum pasien, serta factor local lainnya. Terdapat beberapa klasifikasi dari selulitis, dalah
satunya adalah selulitis difuse akut atau biasanya disebut dengan Ludwig’s Angina.
Ludwig’s Angina merupakan selulitis yang berasal dari inframyloid, selulitis senator’s
difuse parapharyngeal, selulitis fasialis difuse, serta fascitis necrotizing dan gambaran
atipikal lainnya.

Selulitis fasial yang palng sering dijumapai adalah ludwig’s angina yang
merupakan selulitis bilateral yang mengenai tiga spesium dalam waktu bersamaan.
Spesiumnya meliputi spesium submandibular, sub lingual, sub metal. Gejala local dari
selulitis antara lai pembengkakan yang mengenai jaringan lunak dan jaringan ikat
longgar, rasa sakit, rasa panas, tampak kemerahan pada daerah pembengkakakn, trismus,
serta terlihat dasar mulut dan lidahnya terangkat. Sedangkan gejala sistemiknya antara
lain temperature tubuh tinggi, nadi cepat dan tidak beraturan, peningkatan jumlah
leukosit, malaise dan lain-lain. Dalam penanganan kasus ini terdapat empat prinsip dasar
yaitu eliminasi kausa, drainase, pemberian antibiotic,serta perawatan pendukung seperti
istirahat dan memenuhi nutrisi yang cukup untuk dibutuhkan oleh tubuh.

3
B. Skenario
Skenario dengan judul “haduuuuuh, pipiku bengkak dan sakit”
Seorang pasie laki-laki berusia 58 tahun dating ke RSIGM mengeluhkan pipi
bagian kanan bengkak dan sakitsejak 5 hari yang lalu. Awalnya pasien merasa ada gigi
yang sakit karena perlubang lalu gusi bengkak dan menyebar. Keadaan umum pasien
lemah, pemeriksaaan tanda vital menunjukan suhu tubuh 39 derajat Celsius, nadi
100x/menit, permafasan cepat dan dangkal. Pemeriksaan ekstraoral terdapat
pembengkakan difuse pada area bukal kanan, bewarna kemerahan, dan menyebar ke
infraorbita. Pada pemeriksaan palpasi terasa hangat dan terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaaan intraoral gigi 47 nekrosis pulpa. Dokter gigi menduga bengkak pada pipi
disebabkan infeksi gigi yang meluas ke spasia wajah. Untuk menegakan diagnosis,
dilakukan pemeriksaan penunjang

C. Identifikasi masalah
Dari skenario yang telah ditulis, penulis mengidentifikasi masalah yang akan
dijadikan bahan pembahasan sebagai berikut :
1. Infeksi odontogen dan non odontogen
2. Nekrosis pulpa
3. Selulitis
4. Macam-macam spasia facialis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori
1. Infeksi odontogen
1) Definisi infeksi odontogen
Infeksi odontogen infeksi yang berasal dari penyakit pulpa, penyakit
periodontal, maupun gabungan keduanya. Derajat keparahannya beragam mulai
dari ringan sampai dengan berat, perluasan infeksi juga bervariasi mulai dari
daerah superfisial samapai kompartemen profunda. Contoh: pulpitis, periodontitis,
abses periodontal, perikoronitis, osteomyelitis.
2) Mekanisme infeksi
Infeksi pada rongga mulut terjadi karena masuknya mikroorganisme ke
dalam port de entry akibat adanya jejas. Jejas ini adalah suatu cedera, luka, atau
kerusakan jaringan yang disebebkan oleh faktor lain seperti: trauma,
mikroorganisme, radiasi, kimiawi, reaksi imunologik, dll.
Proses infeksinya di pengaruhi 3 hal (trias epidemiologi):
a. Agent : mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit, dipengaruhi oleh
kuantitas dan kualitas.
b. Host : tubuh manusia sebagai tempat akumulasi dari mikroorganisme, contoh
spesifiknya yaitu rongga mulut.
Resistensi host ini berperan terhadap adanya virulensi mikroorganisme.
Infeksi bisa berkembang jika terjadi penurunan sistem imun yang diakibatkan
oleh faktor kekebalan yang dirusak oleh penyakit lain / obat-obatan seperti
antibiotik dan imunosupresan.
c. Environment : kondisi di sekitar host / faktor eksterna yang mendukung
terjadinya penyakit.
Contoh: environment berubah menjadi tempat yang sangat kondusif untuk
pertumbuhan mikroorganisme, yaitu ada peningkatan jumlah agent /
mikroorganisme dan penuruban daya tahan tubuh host.
Proses:
 Patogen masuk ke ruang pulpa menuju apikal gigi

5
 Bakteri masuk melalui celah ginggiva menuju jaringan periodontal
 Bakteri masuk melalui darah antara gigi impaksi dan jaringan perikoronal
Tanda inflamasi secara klinis:

Melalui gambaran cardinal symptom, seperti: ruber (kemerahan), tumor


(pembengkakan), calor (panas), dolor (rasa sakit), dan functiolaesa (kehilangan
fungsi). Untuk penyebarannya dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu
penyebaran perikontinuitatum, penyebaran hematogen dan penyebaran limfogen.

3) Tipe infeksi odontogen


1. Terlokalisir : contohnya abses periodontal akut yang terjadi secara tiba-tiba
dan sangat sakit. Memiliki gambaran klinis berupa wajah bengkak, bibir
bengkak, demam, limfondai bengkak,dan mengalami edema.
2. Luas : contohnya early selulitis
3. Life threatening: contohnya manifestasi Ludwig’s angina
2. Infeksi non odontogen
1) Definisi infeksi non odontogen
Infeksi non odontogen adalah infeksi regio oromaksilofasial yang
disebabkan oleh faktor non odontogen, seperti: trauma, tonsilitis, otitis media,
sialolit, dan infeksi pada kulit wajah.
2) Jenis infeksi
Jenis infeksi non odontogen ada tiga yaitu sebagai berikut :
1. Osteomilitis
Osteomilitis merupakan infeksi akut tulang rahang yang disebabkan oleh
bakteri maupun jamur. Gejala atau gambaran klinisnya berupa sakit gigi
hingga membentuk fistel, nyeri sendi penderitanya, terdapat edema.
2. Candidiasis
Candidiasis merupakan infeksi non odontogen yang disebabkan oleh jamur
bisa karena penggunaan antibiotic sistemik yang tidak terkontrol, penggunaan
gigi palsu yang tidak dirawat, perokok aktif ataupun karena mengkonsumsi
makanan yang lunak sehingga makanan tersebut menempel di permukaan
lidah. Gejala atau gambaran klinisnya berupa plak berwarna putih dilidah,
mukosa, gingiva atau palatum selain itu juga terdapat eritema.
3. Actynomikosis

6
Actynomikosis merupakan infeksi non odontogen berupa abses dibeberapa
tempat dengan gejalan atau gambaran klinisberupapembengkakan diarea
tertentu dan rasa nyeri. Infeksi non odontogen ini disebabkan oleh infeksi
bakteri achynomyces israelli.

3. Nekrosis pulpa
1) Definisi nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses
lanjutan dari inflamasi pulpa atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba
akibat trauma. Penyebab umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang
ireversibel tanpa atau terjdi trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa
2) Etiologi
Iritasi terhadap jaringan pulpa dapat menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi. Iritan dapat berupa iritan mekanis, kimia, namun yang paling sering
menjadi etiologi penyakit pulpa adalah iritan oleh mikroorganisme.15 Iritan oleh
mikroorganisme disebabkan karena terpaparnya pulpa ke lingkungan oral. Pulpa
secara normal dilindungi dari infeksi mikroorganisme oral oleh enamel dan
sementum. Ada beberapa situasi yang menyebabkan lapisan pelindung yang
terdiri dari enamel dan sementum ini dapat ditembus, diantaranya adalah karies,
fraktur akibat trauma, penyebaran infeksi dari sulkus gingivalis, periodontal
pocket dan abses periodontal, atau trauma akibat prosedur operatif. Sebagai
konsekuensi dari tembusnya lapisan pelindung pulpa, kompleks pulpadentin
menjadi terpapar ke lingkungan oral, dan memiliki risiko terhadap infeksi oleh
mikroorganisme oral. Bakteri dan atau produk-produk nya akhirnya dapat
bermigrasi menuju pulpa melalui tubulus dentin.
3) Klasifikasi nekrosis pulpa
 Nekrosis koagulasi
Terjadinya kerusakan sel karena adanya proses fosforilasi oksidatif yang
terganggu sebagai respon dari kerusakan pada mitokondria, bentuk khusus
dari nekrosis pulpa koogulasi ini adalah adanya type dimana terjadi proses
pengeringan/desikasi yang menghambat pertumbuhan bakteri pada tipe ini
ada bagian jaringan yang larut mengendap dan berubah menjadi bahan yang
padat
 Nekrosis liquefaksi
7
Disebabkan oleh kolonisasi bakteri anaerob dimana terjadi distruktif
enzimatik jaringan. Enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu
bahan yang lunak/cair
 Nekrosis pulpa parsial
Sebagian jaringan pulpa didalam saluran akar masih dalam keadaan vital
gejala klinisnya terdapat nyeri spontam dan terasa sakit sebelum apikal
 Nekrosis pulpa total
Merupakan matinya pulpa yang menyeluruh gejala klinis berupa nyeri
spontan teradi diskolonisasi pada gigi
4) Gejala nekrosis pulpa
Gejala dari nekrosis pulpa bisa berupa :
1. Diskolorisasi pada gigi
2. Rasa sakit yang menusuk tajam dan intens secara spontan
3. Bau mulut
4. Gigi berlubang
5. Gigi sakit saat terkena rangsangan panas atau dingin
6. Apabila dilakukan sondenasi, perkusi dan palpasi tidak sakit
7. Terdapat lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks
gigi
8. Terjadi perubahan radiografik
9. Apabila terjadi peradangan periodontium dilakukan palpasi, sondenasi, dan
perkusi terasa sakit
5) Pathogenesis nekrosis pulpa
Bakteri dan produk toksin nya bertanggungjawab terhadap respon
inflamasi yang terjadi. Bakteri dan produk toksin nya masuk ke pulpa melalui
tubulus dentin. Ketika pulpa terpapar oleh bakteri dan produk toksin nya, jaringan
pulpa diinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonuklear (PMN), membentuk
area nekrosis liquefaksi. Bakteri dapat mengkolonisasi dan bertahan pada area
nekrosis. Jaringan pulpa akan tetap mengalami inflamasi untuk jangka waktu
yang lama dan nekrosis cepat atau lambat dapat terjadi.
Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain :
 virulensi dari bakteri,
 kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi untuk menghindari
akibat dari peningkatan tekanan intrapulpal
8
 host resistance
 jumlah sirkulasi, dan yang paling penting
 drainase limfatik.
Sebagai konsekuensi dari pelepasan mediator-mediator inflamasi dalam
jumlah yang banyak, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, stasis
pembuluh darah, dan migrasi leukosit ke sisi dimana iritasi berlangsung.
Peningkatan tekanan dan permeabilitas pembuluh darah membuat cairan bergerak
dari pembuluh darah menuju ke jaringan interstitial, menimbulkan edema dan
peningkatan tekanan jaringan. Pulpa terletak di dalam dinding yang kaku, dimana
tidak terdapat sirkulasi kolateral, maka dari itu peningkatan kecil dari tekanan
jaringan dapat menyebabkan kompresi pasif, bahkan kolapsnya pembuluh venul
dan limfe secara total di sekitar lokasi iritasi pulpa berlangsung. Kolapsnya 11
pembuluh venul dan limfe akibat peningkatan tekanan jaringan, serta kurangnya
sirkulasi akhirnya menyebabkan eksudat atau cairan inflamasi tidak dapat
diabsorbsi atau didrainase, sehingga proses nekrosis dapat terjadi. Pulpa biasanya
tidak mampu mengeliminasi iritan yang terjadi, yang dapat dilakukan sementara
adalah mencegah penyebaran infeksi dan dekstruksi jaringan yang lebih luas.
Namun, jika iritan ini tetap ada dan tidak diatasi, maka kerusakan dapat meluas
dan menjadi lebih parah. Perawatan endodontik untuk gigi yang masih bisa
dipertahankan

9
Mekanisme nekrosis pulpa
a k
b t e ri
ru b h
e
p a n s
irk ul a
i
s

e n
d ti n
a ltu b u
s
le
ob str uk si pe m
b ul uh da rah a pe x
i re c
d tp u lp
a e x
o n s
p re
u
P ua
lp
ila ta s
d ip e
mb u lu h a ra h
d k a
p ile
r
d e
e ma d a
nin
f d
ela g
em
an rs
ei a
s ik
a p
i ler

4. Selulitis
1) Definisi selulitis
Selulitis merupakan infeksi bakteri akut pada lapisan dermis dan jaringan
subkutan yang ditandai dengan lesi kemerahan dengan batas tidak jelas serta
tanda-tanda radang yaitu seperti demam dan sakit tenggorokan.
2) Etiologi
Penyebab dari terjadinya selulitis ini diakibatkan oleh infeksi bakteri akut.
Bakteri yang biasanya menginfeksi adalah bakteri staphylococcus aureus,
staphylococcus group A atau staphylococcus phygones, bakteri Escherichia coli,

10
bakteri enterobakteria anaerob dan prevotella.selulitis ini dapat menyebar melalui
ruang subkuneus seluler dan tempatnya berada di jaringan lunak dan jaringan ikat
longgar contohnya bagian bajah dan leher.
 Factor predisposisi
1. Status gigi orang tersebut
2. Hygiene perorangan
3. Iklim pada daerah tersebut
4. Penyakit yang mendasari dapatterjadinya selulitis
5. Penurunan sistem imun contohnya saat seseorang tersebut menderita
AIDS akibat dari infeksi HIV
6. Pengaruh usia.
 Penyebarannya dipengaruhi oleh :
1. Virulensi mikroorganismenya
2. Jumlah mikroorganismenya
3. Asal mula atau sumber infeksinya atau penyakitnya
4. Kekuatan toksitosis atau jenis toksitosis yang dikeluarkan
mikroorganisme tersebut
5. Factor local lainnya
3) Gejala
Gejala dari selulitis ini dapat berupa gejala sistemik dan gejala local :
 Sistemik
1. Demam
2. Menggigil
3. Nadinya berjalan cepat dan tidak teratur
4. Malaise
5. Terjadi lympa denitis
6. Terjadi peningkatan leukosit
7. Pernapasannya berlangsung cepat
8. Lidahnya penderita kering
9. Wajah berwarna kemerahan
 Local
1. Terjadi pembengkakan jaringa lunak atau jaringan ikat longgar
2. Terjadi kemerahan didaerah selulitisnya
3. Pembengkakanya biasanya berbatas difuse
11
4. Konsistensi pembengkakan kenyal hingga keras
5. Terjadi trismus
6. Biasanya terlihat lidahnya terangkat
4) Pathogenesis

menyebar
dan meluas

selulitis

mekanisme
radang

kalor dolor rubor tumor fungsiolesia

proses deselerasi hiperplasia


hipertemia intolerensi
fagositosis jaringan saraf jaringan ikat

intoleransi
hipertermia nyeri otot eritema odema
aktifasi

gangguan gangguan penekanan


rasa nyaman citra tubuh jaringan saraf

5. Perbedaan selulitis dan abses

Karakteristik Selulitis Abses


Durasi Akut Kronis
Sakit Berat danmerata Terlokalisir
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difuse Jelas
Pus Tidak Ada
Derajat keparahan Bahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob Anaerob
sifat Difuse Terlokalisir

12
6. Spasia fasialis
1) Definisi spasia fasialis
2) Macam-macam spasia fasialis
a. Primer
b. Sekunder
7. Prosedur pemeriksaan intraoral dan ekstraoral
 Pemeriksaan intraoral
Pemeriksaan intra oral dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui kondisi
rongga mulut pasien baik jaringan keras maupun lunak. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan pada gigi diantaranya adalah :
1. Perkusi
Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah :
nyeri terhadap pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan
nyaring/solid metalic)
Perkusi  dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras
dengan menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan.
Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan
dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini
mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara
lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah
pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan
bukal atau horisontal-bukolingual mahkota.
Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda.
Pada gigi yang mengalami ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring
(solid metalic sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang nekrosis
dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan kelainan periapikal juga bisa
menimbulkan bunyi yang lebih nyaring dikarenakan resonansi di dalam
kamar pulpa yang kosong. Sedangkan pada gigi yang menderita abses
periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan
gigi yang sehat. Gigi yang sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull
sound) karena terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi multiroted akan
menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar tunggal (Miloro,
2004)

13
2. Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara
menggerakkan sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah
ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi
menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak
memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa
terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).
3. Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan
menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan
probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman poket
periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman, dkk, 1995).
4. Tes mobilitas – depresibilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus
pengikat di sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar
pada alveolusnya. Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke
arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau tangkai dua
instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar
gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat
berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai gerakan
gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam
jarak 1 mm bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas
derajat ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala
arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke
arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns dan
Cohen, 1994).
5. Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri
dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes
elektris.
 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas
dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan
termal (Grossman, dkk, 1995).
14
 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu
etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC).
Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan cotton roll maupun rubber da
2. Mengeringkan gigi yang akan dites.
3. Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat
dilakukan dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
4. Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
5. Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan


nyeri tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital.
Apabila tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka
gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon
positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau
mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat


menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang
diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan menggunakan
berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch
and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik
(Grossman, dkk, 1995). Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui
vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur
tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika
tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil
vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk,
1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat
karies atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara
memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak
dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi

15
sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih
vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas
gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan
dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh
dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi
tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi
yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini
tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan
orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital
apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital
jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi,
karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau
logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa
faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau
restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai
habis (Grossman, dkk, 1995).
 Pemeriksaan ekstraoral
Pemeriksaan otot-otot mastikasi untuk melakukan palpasi pada
otot/musculus, maka teknik palpasi yang dilakukan tergantung dengan otot
mastikasi (pengunyahan).
1. Palpasi Otot/musculus :
Palpasi masseter:
 dilakukan secara bimanual, tangan yang satu (dengan satu jari) di bagian
intraoral.
 Jari diletakkan di kedua pipi dekat ramus mandibular lalu pasien diminta
untuk melakukan gerakan mengunyah

Palpasi temporalis: langsung pada region temporal dan meminta pasien untuk
mengoklusikan gigi geliginya.

Palpasi pterygoid lateral: dengan menempatkan jari sedikit di belakang


tuberositas maksila, pasien diminta untuk memajukkan dagu.

16
Palpasi pterygoid medial: palpasi secara intraoral pada bagian lingual pada
ramus mandibular

2. Pemeriksaan nervus trigeminus

 Sensasi sentuhan ringan (dengan kapas)


 Nyeri (dengan tusuk jarum)
 Refleks kornea (sentuh kornea dengan gumpalan kapas)
 Membuka dan menutup mulut

Temuan abnormal meliputi: facial anaesthesia (kehilangan


sensori), hypoaesthesia (sensori
berkurang), dysaesthesia atau paraesthesia (sensasi abnormal), reflex
abnormal, otot pengunyahan lemah.

3. Pemeriksaan nervus fasialis

Pemeriksaan nervus fasialis bisa dilakukan dengan cara:

 Pasien diminta untuk menutup mata dan bibirnya dengan rapat ->


kekuatan untuk menutup mata dan bibir dapat dirasakan dengan mencoba
membukanya secara manual
 Pasien diminta untuk menunjukkan giginya
 Pasien diminta untuk melihat ke atas, mengangkat alis dan mengerutkan
dahi
 Pasien diminta untuk bersiul
 Cek hiposalivasi dan sensasi rasa

Temuan abnormal meliputi: kelemahan fasial kontralateral, kelemahan fasial


ipsilateral, salivasi dan indra perasa terganggu, Bell’s pals

17
B. Kerangka konsep

infeksi

non
odontoge
odontoge
n
n

gigi langsung

faktor
penangan
penyebab

nekrosis
pulpa

selulitis abses

spasia
wajah

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama
jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi
tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk.Selulitis dapat mengakibatkan
kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin.
Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s, selulitis
bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula, sublingual dan
submental.Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik
lainnya yaitu menghilangkan causa, insisi drainase pemberian antibiotik dan perawatan
suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum
pasien yang buruk, seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya

19
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, siti dan Sunardi R. 2007. Selulitis Fasialis dengan Trombosis Sinus Kavernosus.

Irvan Fauzy,dkk. 2014. Dominant Bakteri in canal pulpa of Necrotic teeth.journal


Dentofasial.volemu 13 nomor 2

Mardiyantoro, Fredy. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen & Tatalaksana Dasar Pemahaman
tentang Infeksi pada Rongga Mulut dan Sekitarnya. Cet 2. Malang: UB Press

Mitaart, pandaleke. 2014. Selulitis dengan Ulser Varikosum. Jurnal Biomedik (JMB). Volume 6
nomor 1

Peterson J.2003. Oral and Maxillary Surgery. 4 th ed st. Louis. The C. V Mosby Company

Sawiti,AR. 2106. Studi Retrospektif: profil pasien Erisipelas dan selulitis. Berkala ilmu
kesehatan kulit dan kelamin. Volume 28 nomor 2

20

Anda mungkin juga menyukai