Anda di halaman 1dari 3

SOAL

1.Anatomi fisiologi terkait penggunaan napza


2.pemeriksaan fisik & penunjang
3.DD
4.tatalaksana non medika mentosa
5.gejala klinis khas toksikasi napza

JAWABAN
1. Ketika individu awal mula menyalahgunakan narkoba, alkohol atau
obat maka secara fisiologi akan berlaku proses biokimia dalam tubuhnya,
pada masa lainnya mulai mencari narkoba dengan berbagai cara karena
tubuhnya memerlukan yang sudah ketagihan. Keadaan ini sama yang
dialami penderita diabetik. Dosis yang diberikan secara sering dan
berulang akan menormalkan kerjametabolism tubuh. Keadaan seperti ini
narkoba bertindak sebagai penyeimbang.Para pecandu tidak dapat
diberhentikan karena tubuhnya terus menerus memerlukan narkoba
apapun jenisnya.

 Depresan: bekerja menekan fungsi kesadaran dan menenangkan, seperti


golongan opiat (morfin, petidin, kodein, heroin atau putaw), inhalan (zat
yang dihirup) seperti lem, tinta, thinner dan alkohol.
 Stimulan: bekerja memacu kerja susunan sistem saraf pusat seperti rokok,
amphetamin, shabu, ectasy dan kokain.
 Halusinogen: bekerja menimbulkan efek halusinasi atau khayalan seperti
ganja, mariyuana, LSD dan magic mushroom.

Sumber : (Badan Narkotikaa Nasional. (2007). Pencegahan


Penyalahgunaan Narkoba sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotikaa
Nasional.)

2. A. Pemeriksaan Urin, skrining dan konfirmatori merupakan spesimen yang


paling sering digunakan untuk pemeriksaan narkoba

 URIN karena ketersediaannya dalam jumlah besar


sehingga lebih mudah mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen lain!
 Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan pada obat pada golongan
yang besar atau metobolitnya dengan hasil presumptif positif atau
negatif! secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan
yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang
masih dapat diterima, ataupun kurang spesifik dan dapat menyebabkan
hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang dengan substansi lain
dengan struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan skrining, metode
yang sering digunakan adalah immunoassay dengan prinsip pemeriksaan
adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi! Pemeriksaan
skrining dapatdilakukan di luar laboratorium dengan metode Onsite strip
test maupun di dalam laboratorium dengan metode enzyme linked
immunosorbent assay
 Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif
pada pemeriksaanskrining! Pemeriksaan konfirmasi menggunakan
metode yang sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif
palsu metoda konfirmasi yang sering digunakan adalah
gaschromatography / mass spectrometry atauliquid chromatography/mass
spectrometry yang dapat mengidentifikasi jenis obat secara spesifik dan
tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain , kekurangan metode
konfirmasi adalah pengerjaannya yang lama,membutuhkan ketrampilan
tinggi serta biaya pemeriksaan yang tinggi

Sumber : (Depkes. (2001) buku pedoman tentang masalah medis yang


dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada pasien ketergantungan NAPZA .
Jakarta, Direktorat kesehatan jiwa Masyarakat)

3. Gangguan putus zat lainnya Ansietas dan kondisi tidak tenang yang
berhubungan dengan putus zat opioid menyerupai gejala pada putus
zat hipnotik sedatif. Gejala putus zatopiat/opioiddisertai dengan
rinore, lakrimasi, dan dilatasi pupil, yang tidak terdapat pada
gejalaputus zat hipnotik sedatif-Intoksikasi zat lainnya Dilatasi pupil
dapat juga terjadi pada intoksikasi halusinogen dan
stimulan.Walaupun demikian, tanda dan gejala lainnya dari gejala
putus zat opioid sepertimual, muntah, diare, kram abdominal, rinore,
dan lakrimasi tidak terjadi.-Gangguan lainnya yang diinduksi oleh opioid
Gejala putus zat opioid dibedakan dari gangguan yang diinduksi
opioid (misalnyagangguan depresi yang diinduksi opioid, dengan
onset saat gejala putus zat) pada gangguan tersebut berlebihan jika
dibandingkan gejala putus zat opioidyang biasa terjadi dan memenuhi
kriteria untuk gangguan tersebut

Sumber : (Badan Narkotikaa Nasional. (2007). Pencegahan


Penyalahgunaan Narkoba sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotikaa
Nasional.)

4. - Terapi holistik merupakan salah satu pendekatan yang dapat


dilakukan dalam penyelesaian masalah terhadap pecandu narkoba yang
diantaranya meliputi aspek biologi, psikologi, sosial, dan spritual.
Dengan terapi tersebut maka dapat diselesaikan masalah-masalah yang
telah dihadapi para pecandu
- preventif ( pencegahan)
Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti dalam
pengawasan didalam keluarga , penyuluhan oleh pihak yang berkompeten
seperti pemerintah , sekolah atau dari dinas kesehatan
- Kuratif ( pengobatan)
Dilakukan untuk masa penyembuhan korban seperti rehabilitasi

Sumber : (BadanNarkotikaNasional. Ringkasan Eksekutif:Survei


Nasional PerkembanganPenyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun
2011

5. Waktu terjadinya dan keparahan dari gejakaputus zat tergantung pada


waktu paruhdari jenis opioid yang digunakan. Sebagian besar
individu yang secara fisiologistergantung pada NAPZA yang
memiliki kerja jangka pendek seperti heroin akan mulaiuntuk
mengalami gejala putus zat dalam 6-12 jam setelahdosis terakhir. Gejala
putus zat mungkin muncul dalam 2-4 hari jika opioid yang digunakan
merupakan obat yang kerja jangka panjang seperti metadon,LAAM(L-
alpha-acetylmethadol), atau buprenorfin

Gejala putus zatyang kurang akut dapat berlangsung selama beberapa


minggu sampai beberapa bulan.Hal ini termasuk gejala kronis seperti
cemas, disforia, anhedonia, dan insomnia.Derajatkeparahan dari
ketergantunganopiat/opioid dan gejala somatik yang ditimbulkan
dariputus zat merupaka faktor penyebab utama terjadinya adiksi
terhadapopiat/opioid .

Sumber : ( (Badan Narkotikaa Nasional. (2007). Pencegahan


Penyalahgunaan Narkoba sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotikaa
Nasional.)

Anda mungkin juga menyukai