Anda di halaman 1dari 27

PSIKIATRI SOSIAL

SEORANG PEREMPUAN 48 TAHUN


DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh:

Imam K 030.11.139
Bani Diara K 030.14.026
Rayhana A 030.14.163

Pembimbing:

dr. Erita Istriana, Sp.KJ


dr. Irfan

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 6 JANUARI – 14 MARET 2020 FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
BAB I
LATAR BELAKANG

Pembinaan Kesehatan Mental telah banyak dilakukan di berbagai negara dunia.


Survei WHO menjelaskan bahwa beban sosial ekonomi yang disebabkan oleh
masalah kesehatan jiwa menempati urutan ke empat. Survei lain mengungkapkan
bahwa 20-30% pasien yang berkunjung ke Pelayanan Kesehatan Primer
memperlihatkan gejala-gejala gangguan mental. Prevalensi gangguan jiwa berat
pada masyarakat Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 menunjukkan hasil 400,000 orang atau sebesar 1.7 per 1,000 penduduk. Hal
tersebut bermakna bahwa setiap satu hingga dua orang dari 1,000 penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat.
Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi gangguan mental yang lazim
ditemui di masyarakat, yaitu Depresi dan Anxietas cukup tinggi (10-20%),
sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti psikosis, bipolar, dan demensia
berkisar antara 3-5%. Skizofrenia adalah salah satu jenis psikotik yang menunjukan
gelaja halusinasi dan waham. Skizofrenia termasuk ke dalam gangguan multiple
psychiatric dengan komorbiditas dan mortalitas yang terus meningkat. Pengobatan
skizofrenia telah banyak berkembang dan mengalami kemajuan. Fokus terapinya
telah berubah, dari hanya menangani gejala psikosis hingga mengendalikan fungsi
kerja dan sosial.
Upaya pelayanan kesehatan jiwa komunitas merupakan jejaring pelayanan
kesehatan jiwa yang menyediakan pengobatan berkelanjutan, akomodasi, okupasi,
dan dukungan sosial bagi mereka yang mengalami problem kesehatan jiwa untuk
dapatpulih kembalipada fungsi psikososial yang optimal. Tujuannya ada lah untuk
mengurangi masa perawatan penderita di rumah sakit dan memulihkan
kemampuan psikososial penderita dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
BAB II
LAPORAN PSIKIATRI SOSIAL

Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal Lahir/ Umur : 12 Maret 1972/ 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Haji Ipin, RT 10 RW 09, Kelurahan Pondok
Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMP

I. RIWAYAT PSIKIATRI
Autoanamnesis
- Tanggal 17 Februari 2020, pukul 13.30 WIB, di kediaman pasien

Alloanamnesis
- Tanggal 17 Februari 2020, pukul 15.00 WIB, dilakukan dengan suami
pasien

A. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sering mendengar suara nenek-nenek.

B. Riwayat Gangguan Sekarang


 Autoanamnesis
Pasien mengatakan sering mendengar suara nenek-nenek yang melarangnya
untuk melakukan solat dan pasien merasa badannya ditarik oleh nenek-nenek
tersebut saat ingin melakukan solat, suara ini didengar setiap pasien akan
melakukan solat, suara tersebut hanya didengar oleh pasien, keluhan ini dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengatakan suka melihat orang yang tidak
dilihat oleh orang lain, menurut pasien orang tersebut berjumlah tiga orang bapak-
bapak di depan rumahnya yang berbicara bahasa padang , pasien juga mengatakan
bahwa di rambutnya banyak sekali ular sehingga pasien sering menarik-narik
rambutnya untuk membersihkannya.
Selain itu pasien juga mengeluh sering merasa mual namun tidak sampai
muntah, keluhan mual diraskan sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengeluh
badannya lemas sekali sehingga pasien tidak ingin melakukan aktivitas hanya
tidur seharian dikamar.

 Alloanamnesis

Suami pasien menyebutkan bahwa istrinya sering mengamuk tanpa sebab


yang jelas pada malam hari dan berbicara sendiri, suami pasien meengatakan
keluhan ini awalnya timbul sejak 1 tahun yang lalu, keluhan awalnya timbul ketika
banyak orang yang menagih hutang, suami pasien mengaku bahwa memang
mempunyai hutang yang banyak ke rentenir.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan keluhannya ke dokter.

2. Riwayat Gangguan Medik


Pasien di diagnosis gastritis oleh dokter puskemas satu tahun yang lalu.

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol


Pasien menyangkal penggunaan narkotika, rokok, alkohol, psikotropika dan
zat adiktif lainnya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1 Riwayat pranatal
Pasien tidak tahu apakah merupakan anak yang direncanakan atau diinginkan
atau tidak. Pasien dan keluarga tidak mengetahui bagaimana kondisi saat lahir
maupun komplikasi kelahirannya.

2 Riwayat masa kanak-kanak dan remaja


Pasien tumbuh dan berkembang sesuai umur sebagaimana anak seusianya dan
pasien tidak mengetahui bagaimana riwayat perkembangannya. Pasien
menempuh Pendidikan hingga SMP dan tidak pernah tinggal kelas. Pergaulan
dengan teman-temannya baik.
3 Riwayat Pekerjaan
Pasien sebelumnya merupakan pedagang es krim dan tidak pernah kerja
ditempat lain.

4. Riwayat Pernikahan
Pasien tidak ingat menikah usia atau tahun berapa. Pasien mengatakan selama
pernikahan tidak ada masalah serius.

5. Riwayat Kehidupan beragama


Pasien beragama islam, pasien tidak rutin melakukan solat karena sering
mendengar bisikan yang melarangnya untuk solat.

6. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah berurusan dengan penegak hukum dan tidak pernah
terlibat oleh tindak pidana.

E. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke dua dari empat bersaudara dan tidak ada riwayat
keluhan yang sama dalam keluarga.
Genom keluarga

1 2

3 5 6

4 7

8 9

Keterangan :
1. Ayah pasien : meninggal
2. Ibu pasien : meninggal
3. Kakak pasien : Sehat
4. Pasien : Sakit
5. Adik pasien : Sehat
6. Adik pasien : Sehat
7. Suami pasien : Sehat
8. Anak pasien : Sehat
9. Anak pasien : Sehat

F. Situasi Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan satu orang anak pasien. Untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan pengobatan pasien, berasal dari uang keluarga. Suami
pasien mengaku banyak memliki banyak hutang ke rentenir yang belum terlunasi.
Hubungan pasien dengan keluarga baik, hubungan dengan lingkungan sekitar
tetap terjalin baik. Lingkungan sekitar pasien bersikap terbuka dan tidak
menghakimi pasien atas penyakit yang di deritanya.

G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya


Pasien tidak tahu jika dirinya sakit dan tidak butuh obat untuk masalahnya
II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Berikut merupakan status mental pasien pada tanggal 17 Februari 2020 di
kediaman pasien pada pukul 15.30 WIB.

A. DESKRIPSI UMUM
 Penampilan
Pasien seorang perempuan berusia 48 tahun tampak sesuai usia, berambut pendek
berwarna hitam dan putih, kulit sawo matang, mengenakan pakaian daster. Perawakan
tinggi (158 cm) dengan berat badan normal (50 kg).

 Kesadaran
Compos Mentis. Pasien tampak sadar penuh saat dilakukan wawancara.

 Perilaku dan Aktivitas psikomotor


o Sebelum Wawancara
Pasien sedang tiduran sambil menonton televisi.

o Selama wawancara
Pasien duduk tenang disamping pemeriksa dan menatap wajah pemeriksa saat di
ajak berbicara. Pasien terbuka untuk menjawab pertanyaan pewawancara.Tidak ada
gerakan aneh atau tidak wajar yang dilakukan pasien.

o Sesudah wawancara
Pasien kembali tidur dan menonton televisi. Tidak ada gerakan aneh atau tidak
wajar yang dilakukan pasien.

 Sikap terhadap Pemeriksa


Kooperatif dan aktif menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan

 Pembicaraan
Cara berbicara spontan dengan volume dan intonasi cukup, artikulasi jelas,
dengan kecepatan bicara cukup. Tidak terdapat hendaya atau gangguan berbicara.
B. ALAM PERASAAN
 Mood : Normotim
 Afek : Datar
 Keserasian : Serasi

C. GANGGUAN PERSEPSI
 Halusinasi : auditorik (+), visual (+)
 Ilusi : tidak ada
 Depersonalisasi : tidak ada
 Derealisasi : tidak ada

D. PROSES PIKIR
 Arus pikir
o Produktivitas : cukup ide
o Kontinuitas : koheren
o Hendaya Berbahasa : tidak ada

 Isi Pikir
o Preokupasi : tidak ada
o Waham : waham paranoid
o Obsesi : tidak ada
o Fobia : tidak ada

E. FUNGSI INTELEKTUAL
 Taraf Pendidikan : lulus SMP
 Pengetahuan Umum : baik, pasien mengetahui presiden saat ini
 Kecerdasan : pasien dapat menulis dengan baik dan bisa
membaca
 Konsemtrasi : baik, pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat
menghitung dengan baik
 Perhatian : baik, pasien tidak mudah teralih perhatiannya
 Orientasi :
o Waktu : baik, pasien dapat membedakan pagi, siang, dan
malam
o Tempat : baik, pasien mengetahui dirinya sekarang berada di
rumahnya.
o Orang : baik, pasien mengetahui bahwa sedang
diwawancara dengan dokter muda
 Daya Ingat :
o Jangka Panjang : tidak terganggu, pasien dapat mengingat nama ibu
o Jangka Pendek : tidak terganggu, pasien mengingat menu makan
o Segera : tidak terganggu, pasien ingat nama dokter muda
 Visuospasial : baik, pasien dapat menggambar jam pukul 11.10
 Pikiran Abstrak : baik, pasien dapat mendiskripsikan persamaan
bola dan melon.
 Kemampuan menolong diri : baik, pasien dapat makan, minum, mandi,
dan merawat diri sendiri.

F. DAYA NILAI
 Daya Nilai Sosial : baik
 Uji daya Nilai : baik
 RTA : terganggu

G. PENGENDALIAN IMPULS
Tidak terganggu

H. TILIKAN
Tilikan 1, pasien menyangkal dirinya sakit.

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA


Dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
Berikut merupakan hasil pemeriksaan fisik pada hari 17 Februari 2020
pukul 15.30 WIB di kediaman pasien

A. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis

B. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 98 x/menit, reguler, kuat, isi cukup
Frekuensi Napas : 19 x/menit reguler
Suhu : 36.7’C
Saturasi Oksigen : 99%

C. DATA ANTROPOMETRI
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 20,8 kg/m2 (Status Gizi Normal)

D. STATUS GENERALIS
Kepala
Rambut : hitam campur putih, pendek
Wajah : simetris (+), parese (-)
Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Pupil bulat isokhor,
refleks cahaya +/+
Telinga : normotia, tidak ada nyeri tarik
Hidung : tidak ada deviasi septum, sekret (-)
Mulut : mukosa bibir tidak pucat, sianosis (-), tidak ada parese pada lidah

Leher
Tidak terdapat pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening sekitar
Thorax
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V garis mid clavicula sinistra,
thril (-)
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi : simetris, sela iga melebar, otot bantu napas (+)
Palpasi : vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+) reguler, rhonki (-/-), wheezing (-/-
)

Abdomen
Inspeksi : distensi (-) pot belly atau buncit (+)
Auskultasi : bising usus 5x/menit
Palpasi : supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-),
hepatosplenomegali (-), undulasi (-), shifting dullness (-)
Perkusi : timpani

Genitalia
Perempuan

Ekstremitas
Inspeksi : sianosis (-)
Palpasi : akral hangat (+), oedema (-) , capillary refill time < 2 detik

E. STATUS NEUROLOGI
Glasgow Coma Scale : Eye 4 Motoric 6 Verbal 5  15
Tanda Rangsang Meingeal : tidak ada
Nervus Kranialis ( 1-12 ) : tidak ada kelainan
Sistem Motorik Tubuh : tidak ada kelainan
Refleks Fisiologis : dalam batas normal (RT, RB, RP, RA)
Refleks Patologis : tidak ada
Gerakan Involunter : tidak ada
Tes Sensorik : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada gangguan
Keseimbangan & Koordinasi : tidak ada kelainan
Gejala EPS : Akatinasia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-),
resting tremor (-), distonia (-),
tardive diskinesia (-)

IV. Diagnostik Multiaksial


Aksis I : Gangguan Skizofrenia Paranoid

Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian


Aksis III : Gastritis
Aksis IV : Masalah dengan primary support group, ekonomi
Aksis V : GAF Curent Scale 41-50 GAF HLPY Scale 71-80
DAFTAR MASALAH & RENCANA PENANGANAN
Tabel 3. Daftar Masalah dan rencana penanganan
Indikator Problem/
Tanggal Aspek Perencanaan Pendekatan Komprehensif Indikator
Diagnostik

Psikologi - Pasien berbicara 1. Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan di  Pasien kontrol dan minum obat
sendiri halusinasi Poli Jiwa untuk di evaluasi mengenai kesehatan fisik teratur dengan kesadaran sendiri
auditorik dan visual, dan mentalnya supaya mendapat pengobatan yang
dan waham paranoid tepat.
- Pasien mudah 2. Memotivasi pasien untuk tetap rajin melakukan
terpancing emosinya aktivitas sehari-hari dan bersosialisasi dengan tetangga
- Pasien tidak merasa sekitar dengan rajin mengikuti pengajian atau kegiatan
17/0
dirinya mengalami kemasyarakatan lain.
2/
gangguan jiwa 3. Pasien lebih disarankan untuk lebih mendekatkan diri
2020
dengan Tuhan agar tidak jatuh ke kondisi depresi yang
lebih berat.
4. Edukasi kepada keluarga pasien agar tetap berinteraksi
& melatih pasien untuk membersihkan diri, serta
memberikan pengawasan agar pasien minum obat
sesuai anjuran dokter
5. Memberikan edukasi juga kepada tetangga-tetangga
sekitarnya agar memberikan perhatian lebih kepada
pasien.
Sosial - Pasien jarang bercerita 1. Memberikan anjuran kepada keluarga dan tetangga agar  Pasien mulai bercerita pada
tentang masalahnya ke memberikan dukungan dan motivasi pasien agar dapat keluarga bila ada yang
keluarga aktif beraktivitas dengan mengikuti kegiatan maupun menggangu pikirannya
bekerja
V. PENATALAKSANAAN
Setelah dilakukan penegakan diagnosis, maka selanjutnya ditentukan langkah
penatalaksanaan yang komprehensif dan terintegrasi pada pasien ini. Dalam hal ini,
langkah yang dilakukan mencakup berbagai faktor yaitu dalam aspek biologis,
psikologis, dan sosial.

1. Biologis
 Pemberian Medikamentosa (Risperidon 2x2mg dan THP 2x2mg)
Risperidon merupakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis golongan II yang
memiliki efek untuk mengurangi gejala negatif maupun positif sehingga risperidon
memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengontrol gejala negatif maupun positif.
Obat ini bekerja dengan memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di
otak, khususnya sistem limbik dan sistem ektrapiramidal (dopamin D2 reseptor
antagonis). Oleh sebab itu obat ini efektif untuk gejala positif (halusinasi dan gangguan
proses pikir) maupun gejala negatif (upaya pasien untuk menarik diri dari lingkungan).
Namun karena metabolismenya di hati dan diekstresi di urin maka diperlukan
pengawasan terhadap fungsi hati. Bekerja dengan memblokade dopamin. Untuk
mencegah ekstrapiramidal yang ditimbulkan oleh risperidon pasien juga diberikan
Triheksifenidil.

2. Psikologis
 Keluarga
Dalam aspek psikologis, yang perlu dilakukan adalah menyarankan suami dan
anak untuk memberikan dukungan psikologis pada pasien secara personal. Anak
pasien yang tidak tinggal serumah dengan pasien sebaiknya meluangkan waktunya
untuk menanyakan kabar pasien dan memberikan semangat pada pasien karena
dukungan moril dari keluarga
seperti ini sangatlah dibutuhkan. Karena dalam hal ini yang sangat dibutuhkan pasien
adalah kepedulian keluarga agar dapat menerima dan memotivasi pasien.
Keluarga juga diharapkan dapat menjadi tempat pertama pasien dalam
menceritakan keluh kesah maupun kebahagiaan yang dirasakan pasien. Sementara itu
keluarga pun harus dapat menjadi pendengar yang baik serta memberikan dukungan
yang membangun pada pasien serta memberikan solusi terbaik jika pasien memiliki
masalah yang sedang dihadapi. Pasien juga sebaiknya lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan secara rutin agar tidak jatuh ke kondisi depresi yang lebih berat.
Dalam sisi pengobatan, keluarga sebaiknya menemani pasien untuk rutin
memeriksakan diri ke poli jiwa atau puskesmas. Dukungan dan peran keluarga tersebut
merupakan lini pertama yang harus dibangun untuk mengobati pasien.

 Teman
Selain itu, teman dekat pasien semisal tetangga pasien juga diharapkan dapat
berperan dalam memberikan dukungan positif dan kepedulian juga dalam keseharian
pasien sehari-hari. Teman dekat pasien tersebut diharapkan menjadi teman dan
pendengar yang baik agar pasien tidak merasa kesepian dan memiliki orang-orang
terdekat yang selalu ada untuk dirinya apabila keluarga pasien sendiri mungkin kurang
mampu.

3. Sosial
Dalam aspek sosial yang dibutuhkan pasien adalah hubungan baik yang dibangun
dari kehidupan sosial masyarakat sekitar pasien dengan pasien itu sendiri. Pasien
disarankan untuk mencari aktivitas lain agar suara-suara yang sering didengar pasien
tersebut dapat berkurang atau bahkan menghilang atau bisa diabaikan oleh pasien.
 Bekerja
Pasien dimotivasi agar bersemangat untuk bekerja. Pasien merupakan lulusan
SMP. Disarankan agar pasien dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan background
pendidikan dan pengalaman pasien. Hal ini diharapkan agar pasien lebih banyak
melakukan aktivitas atau kegiatan positif, sehingga membantu membuat perasaan
menjadi lebih senang dan semangat.

 Komunitas lingkungan rumah


 Organisasi kader setempat
Kegiatan sekitar rumah yang dapat diikuti adalah dengan mengikuti organisasi atau
perkumpulan RT setempat. Dengan mengikuti program ini, pasien diharapkan dapat
terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya sehingga terbiasa bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar dengan baik.

 Komunitas keagamaan
 Pengajian
Untuk organisasi keagamaan juga diharapkan pasien dapat mengikutinya seperti
dengan mengikuti perkumpulan pengajian di masjid sekitar. Diharapkan selain dapat
bersosialisasi dengan teman-teman sekitar, ia juga dapat lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan dan mendapatkan siraman rohani dari seorang ustadz.
Dengan mengikuti berbagai komunitas atau perkumpulan masyarakat yang ada
tersebut diharapkan pasien dapat lebih memiliki energi dan pikiran positif terhadap
lingkungan sekitarnya dan memiliki optimisme dalam menjalani hidup karena
mendapat banyak dukungan dari teman-temannya sehingga diharapkan gejala-gejala
psikiatri yang dialami pasien dapat dikontrol dan kualitas hidup pasien dalam
kehidupan bermasyarakat dapat tetap dipertahankan.
Ketiga aspek di atas sangat berkaitan sehingga harus saling terintegrasi satu sama
lain agar tujuan utama yang diinginkan yaitu mengobati dan mengontrol gejala yang
dialami pasien tersebut secara komprehensif dapat tercapai.
BAB III
PSIKIATRI KOMUNITAS

Komponen kegiatan pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang dapat dibangun


terhadap pasien jiwa seperti pada kasus ini yaitu:
 Crisis assesssment & treatment
Pasien diberikan pelayanan berupa pemeriksaan kesehatan jiwa komunitas secara
komprehensif oleh tenaga medis pelayanan primer kepada pasien dan keluarga agar
dapat mendiagnosis pasien tidak hanya dalam aspek medis namun juga dalam aspek
psikiatri komunitas. Setelah menetapkan diagnosis tersebut, pasien langsung diberikan
penatalaksanaan secara komprehensif berdasarkan diagnosis yang ada.

 Consultation & continuing care


Fasilitas layanan ini dapat diberikan di rumah sakit, atau di komunitas, baik oleh
terapis maupun perawat. Pasien diberikan layanan untuk program rehabilitasi,
kebutuhan khusus, dukungan klinis, nasihat, atau transportasi khusus oleh dokter dan
tenaga kesehatan pelayanan primer. Tidak semua kasus perlu menjalani perawatan
dalam waktu lama. Dokter bertugas untuk memutuskan perlu tidaknya perawatan
tersebut melalui kerjasama dengan tenaga kesehatan lain atau petugas
perawatan.Layanan kesehatan ini diharapkan dapat melibatkan berbagai layanan sosial
dan organisasi lain untuk menghindari adanya kesenjangan dalam memberikan
pelayanan.

 Case management
Dalam sektor kesehatan mental masyarakat, case management. Mempromosikan
akses atau melanjutkan perawatan yang berbasis komunitas bagi para penderita
gangguan mental. Model case management terdiri dari sedikitnya 5 fungsi utama
(penilaian, perencanaan, advokasi, membentuk jaringan, dan monitoring).Seorang case
manager (pengelola kasus) memiliki peran dan tugas:
- Menjamin kasus mendapat pelayanan yang benar dan memadai
- Membantu kasus mengakses berbagai pelayanan secara terintegrasi
- Melakukan penilaian kebutuhan dan masalah kasus
- Merencanakan pengelolaan kasus sesuai masalah dan kebutuhannya
- Mengkoordinasikan berbagai bentuk layanan yang dibutuhkan kasus
danmemantau pelaksanaannya

 Day and evening care


Fasilitas terdiri dari perawatan medis dengan penambahan beberapa aktivitas
yangbersifat rekreasional, vokasional, keterampilan hidup, dan sosial untuk
merekayang memerlukan dukungan intensif dalam jangka waktu yang singkat. Dapat
berfungsi sebagai alternatif atau mekanisme follow-up untuk pasien rawat jalan.

 Home care
Merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah untuk pasien setelah
dirawat di rumah sakit atau untuk masyarakat umum. Berupa layanan pemeriksaan,
pengobatan maupun keperawatan terutama bagi pasien yang sulituntuk datang ke
rumah sakit, atau pasien yang memerlukan latihan keterampilan hidup di rumah. Manfaat
layanan berhubungan dengan semakin tingginya partisipasi keluarga, hemat waktu dan biaya
untuk datang dan menjalani perawatan di rumah sakit.

 Residential care
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, pasien gangguan jiwa berat seringkali
memerlukan supportive housing. Meraka kadang-kadang dapat tingga lkembali
bersama keluarga, tetapi tidak jarang mereka memerlukan sebuah rumah permanen
tersendiri. Kebutuhan ini semakin meningkat dengan adanya penolakan dari
keluarga atau lingkungan sekitar. Berlanjut dari perawatan di rumah sakit,pasien
ditempatkan dalam sebuah program housing dimulai dari program dengan pengawasan,
tersupervisi, menggunakan seting rawat inap hingga bergerak maju ke program yang
lebih sesuai dengan seting rumah, lebih longgar dalam pengawasan. Bentuk
residential care disesuaikan dengan level kebutuhan supervisi,lama tinggal, jumlah
penghuni, dan jenis layanan lain yang diperlukan (rehabilitasi vokasional atau
aktivitas rekreasi).
Program kegiatan :
1. Peningkatan derajat kesehatan jiwa masyarakat
 Dilakukan sosialisasi dan penyuluhan dan pada masyarakat sekitar tentang
pentingnya kesehatan mental, di antaranya:
Komunikasi efektif, kegiatan sehat jiwa, budaya sehat jiwa yang
disosialisasikan pada masyarakat di berbagai kegiatan seperti posyandu,
posbindu, dll.

2. Perlindungan spesifik
 Konseling/psikoterapi
Dilakukan pemberian konseling pada masayarakat berisiko yang dilakukan
secara personal agar dapat menceritakan masalah yang dihadapinya dan
mencari solusi masalah tersebut agar orang tersebut tidak sampai mengalami
gangguan jiwa
Langkah yang dapat dilakukan adalah manajemen konflik, manajemen stress,
dam keluarga sehat jiwa

3. Deteksi dini dan pengobatan awal


 Pembentukan kader kesehatan jiwa masyarakat (keswamas) untuk melakukan
deteksi dini pada pasien yang berisiko
 Melakukan survey gangguan mental masyarakat yang sudah dilaksanakan oleh
berbagai puskesmas di DKI berupa program e-jiwa

4. Mengurangi disabilitas
 Tidak melakukan pasung pada pasien ODGJ
 Keluarga asuh yang selalu siap menjadi care giver pasien
 Pendampingan rawat inap atau rawat jalan yang dilakukan oleh keluarga pasien

5. Rehabilitasi
 Rehabilitasi fisik: operasi atau perbaikan fungsi jika terdapat masalah fisik yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien
 Rehabilitasi mental: mengubah stigma individu, keluarga, dan masyarakat
 Rehabilitasi sosial: mengikuti berbagai komunitas masyarakat di lingkungan
rumah maupun kampus agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas
Alur Pemecahan Masalah
Alur kerangka Strategi Kesehatan Jiwa Regional yang digunakan, pendekatan dapat
diselesaikan dengan menggunakan kerangka di bawah ini:

1. Identifikasi masalah

8. Monitor
Pencegahan 2. Penentuan penyebab
Bunuh Diri masalah

7. Penelitian dan
3. Perencanaan dalam
evaluasi
penentuan advokasi

6. Peraturan dan 4. Pelayanan


Kebijakan Kesehatan

5. Promosi
Kesehatan Jiwa

Gambar 1. Strategi Kesehatan Jiwa Regional


Penerapan Metode Kesehatan Jiwa Komunitas di Puskesmas Kelurahan Pondok
Labu

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan metode jiwa komunitas


sebagai yang ada di Puskesmas Kelurahan Pondok Labu adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat berperan aktif dalam menemukan Orang Dengan Gangguan Jiwa


(ODGJ) dengan melapor pada RT/RW atau lembaga keamanan setempat untuk
dapat dilakukan pendataan dan penanganan segera.
2. RT/RW setempat melakukan pendataan dan edukasi kepada masyarakat atau
keluarga pasien tentang pentingnya pelaporan orang dengan gangguan jiwa,
setelah itu RT/RW melaporkan kepada kader ODGJ (komunitas perpanjangan
tangan dinas terkait) setelah itu bisa melaporkan langsung ke Dinas sosial
setempat atau ke Puskesmas (Pemegang Program) setempat untuk di data dan
di tindak lanjuti dalam upaya proses pengobatan dan terapi.
3. Puskesmas Setempat memberikan pelayanan primer kepada orang dengan
gangguan jiwa ini melalui pemeriksaan yang di lakukan di awal, setelah itu
apabila puskesmas tidak mampu menangani, puskesmas dapat merujuk pasien
orang dengan gangguan jiwa tersebut ke fasilitas kesehatan yang lebih lanjut
dengan memberikan edukasi kepada keluarga pasien (jika ada).
Kasus:

Perempuan, Usia 48 tahun. Pasien dengan keluhan sering mendengar suara nenek yang melarangnya
untuk solat dan melihat orang yang berbicara bahasa padang dan mengaku dikepalanya banyak terdapat
ular, pasien juga mengeluh sering mual.

Analisa metode
skrinning 2 menit
1. Koordinasi dengan pihak
KPLDH Puskesmas
Kelurahan Pondok Labu
pendataan dan home visit
Analisa berdasarkan metode 2 menit   Kasus Jiwa.

a. Kondisi Fisik : Edukasi kepada keluarga dan pasien untuk di
Dalam batas n ormal adakan pertemuan dengan dokter di waktu
b. Psikosomatik/Mental emosional:
tertentu dan dokter melakukan home visit 1
Merasa mendengar suara-suara,
waham paranoid
minggu sekali ke rumah pasien apabila pasien
c. Sosial : tidak mau datang ke puskesmas. Home visit
Interaksi sosial baik, dilakukan untuk melihat perkembangan
membicarakan dirinya. kesehatan jiwanya dan mengkontrol minum obat
d. Pemeriksaan fisik : sudah diminum secara teratur.
Dalam batas normal
Memastikan
keamanan warga
Kasus Jiwa
(+)
Koordinasi
dengan Dinas 1. Melakukan Edukasi
Sosial dan pada keluarga dan
Apakah perlu
Keamanan lingkungan sekitar
dirujuk? Poli Sahabat Puskesmas
 Tingkatkan
Kelurahan Pondok Labu
Ya/Tidak pemahaman tentang
Melakukan gangguan jiwa dan
rujukan untuk cara merawat pasien
Koordinasi
dilakukan dengan gangguan
Koordinasi dengan RT
pengobatan Keluarga jiwa serta rutin
dengan dan Keluarga
lanjutan kepada menyiapkan mengontrol pasien
Dokter Administrasi KPLDH untuk minum obat
Spesialis (BPJS/Lain) 2. Periksa
Kesehatan Jiwa keanggotaan BPJS
3. Membantu edukasi
Koordinasi dengan Lakukan keluarga untuk
Lembaga masyarakat Kunjungan mendukung
Melakukan peduli masalah Rutin ke pengobatan pasien
pengobatan kejiwaan Rumah pasien
dan
Rehabilitasi
Sosial

Kondisi Poli
pasien Monitoring dan
Puskesmas
membaik dan perkembangan pasien
Kelurahan
stabil di faskes primer
Pondok Labu
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai