Anda di halaman 1dari 49

ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA

DARI BIJI BUAH PALA


(Myristica fragrans Houtt)

SKRIPSI

JHON FRANTA PELAWI


NIM : 070822005

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMA PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica
fragrans Houtt), 2010.
ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA
DARI BIJI BUAH PALA
(Myristica fragrans Houtt)

SKRIPSI
Diajukan unuk melengkapi skripsi dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana

JHON FRANTA PELAWI

070822005

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMA PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 2
PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA DARI BIJI


BUAH PALA (Myristica Fragrans Houtt)
Kategori : SKRIPSI
Nama : JHON FRANTA PELAWI
Nomor Induk Mahasiswa : 070822005
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Diluluskan di
Medan, Juni 2009

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

( Sovia Lenny,SSi, MSi ) ( Drs. Phillipus H. Siregar, MSi )


NIP 132258139 NIP 130353142

Diketahui / Disetujui oleh


Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua

( DR. Rumondang Bulan, MS )


NIP 131459466

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 3
PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA


DARI BIJI BUAH PALA
(Myristica fragrans Houtt)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

JHON FRANTA PELAWI


070822005

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 4
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kertas kajian ini berhasil diselesaikan
dalam waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Ds. Phillipus H Siregar,
MSi dan Ibu Sovia Lenny, SSi, MSi selaku dosen pembimbing pada penyelesaian
skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya
untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada
Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs.
Firman Sebayang, MS. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, para dosen pada departemen Kimia
FMIPA USU khususnya pada dosen Kimia Bahan Alam, pegawai di FMIPA USU,
serta kepada teman-teman stambuk 2007 Kimia Ekstensi, Rianto sebagai teman yang
terus mendukung saya, Asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam. Akhirnya ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada orang tua saya
Bapak Johan Pelawi, Sp.d dan Ibu Serta Ulina br Sitepu serta adik-adik saya yang
selama ini telah memberikan dukungan baik secara material dan moral serta doa
kepada saya. Tuhan memberkati.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 5
ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI BIJI BUAH PALA
( Myristica fragrans Houtt)

INTI SARI

Isolasi senyawa alkaloida yang terkandung pada biji buah pala ( Myristica fragrans
Houtt) dilakukan dengan tehnik maserasi dengan pelarut etanol. Ekstrak etanol yang
dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator lalu diekstraksi partisi dengan n-
heksana kemudian diasamkan dengan asam asetat glasial sampai pH 2. Dibasakan
dengan amoniak pekat sampai pH 10-12. kemudian diekstraksi partisi dengan
kloroform. Lapisan kloroform dipekatkan dengan rotary evaporator.Ekstrak
kloroform pekat mengandung alkaloida yang dihasilkan dianalisa dengan
kromatografi lapis tipis kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan
silika gel 60 G. dielusi dengan kloroform : Ethyl asetat (70:30 v/v) yang
menghasilkan kristal berwarna kuning sebanyak 73 mg, titik lebur 80-82 oC. Kristal
tersebut dianalisis degan menggunakan spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan
spektroskopi resonansi magnetik inti proton (1H-NMR).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 6
THE ISOLATION OF ALKALOIDA COMPOUNDS WHICH CONTAINED
NUTMEG SEED
( Myristica fragrans Houtt )

ABSTRACT

The isolation of alkaloida compound which contained nutmeg seed ( Myristica


fragrans Houtt ) has been done with maceration tehnique with ethanol solvent.
Ethanol extract then concentrated and then extracted partially with n-heksane then
acidified with acetat acid glacial until pH = 4.Made basidified with amoniak until pH
= 10-12 then partially with chloroform extract which alkaloida was analysed by
using thin layer chromatography with as eluent chloroform : ethyl acetat (70:30
v/v).The produced the yellow crystal with the weigh of the purified crystal is 73 mg
and melting point 80-82 oC. The purified crystal was identified by using Infra Red
Spectroscopy (FT-IR) and Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (1H-NMR).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 7
DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan 2
Pernyataan 3
Penghargaan 4
Inti Sari 5
Abstrak 6
Daftar Isi 7
Daftar Lampiran 9

BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 10
1.2. Permasalahan 10
1.3. Tujuan Penelitian 11
1.4. Manfaat Penelitian 11
1.5. Lokasi Penelitian 11
1.6. Metode Penelitian 11

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1. Tanaman Pala 13
2.1.1. Morfologi Tanaman Pala 13
2.1.2. Nama Daerah 13
2.1.3. Khasiat dan kegunaan 13
2.1.4. Sistematika Tanaman Pala 14
2.1.5. Kandungan Kimia 14
2.2. Senyawa alkaloida 14
2.2.1. Sifat-Sifat Senyawa Alkaloida 15
2.2.2. Klasifikasi Senyawa Alkaloida 15
2.2.3. Biosintesis Senyawa Alkaloida 17
2.3. Identifikasi, Isolasi dan Pemurnian senyawa Alkaloida 18
2.3.1. Identifikasi Senyawa Alkaloida 18
2.3.2. Isolasi Senyawa Alkaloida 18
2.3.3. Pemurnian Senyawa Alkaloida 18
2.4. Tahapan-Tahapan Pengerjaan sampel dari Tumbuh-Tumbuhan 19
2.4.1. Isolasi 19
2.4.2. Pemekatan Larutan 20
2.4.3. Jumlah Komponen Senyawa 21
2.4.4. Pemisahan Komponen Kimia 21
2.4.5. Fraksi-fraksi 21
2.4.6. Penguapan Pelarut 22
2.4.7. Rekristalisasi 22
2.4.8. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur 22
2.5. Kromatografi 22
2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 23
2.5.2. Kromatografi Kolom 24
2.6. Tehnik Spektroskopi 25
2.6.1. Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) 25

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 8
2.6.1.1. Vibrasi Regang N-H 26
2.6.1.2. Kegunaan Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) 27
2.6.2. Spektrofotometer Resonansi Inti Proton (1H-NMR) 27
2.6.2.1. Efek Perisai 28
2.6.2.2. Pergeseran Kimia 28

BAB III Metodologi Penelitian


3.1. Alat 30
3.2. Bahan 30
3.3. Prosedur Penelitian 31
3.3.1. Penyediaan sampel 31
3.3.2. Uji Pendahuluan 31
3.3.2.1. Uji Skrining Fitokimia 31
3.3.2.2. Uji Pendahuluan Kromatografi Lapis Tipis 31
3.3.3. Prosedur untuk Memperoleh Senyawa Kimia
Ekstrak Biji Buah Pala 32
3.3.4. Pemisahan Senyawa Alkaloida dengan menggunakan
Kromatografi Kolom 32
3.3.5. Pemurnian Kristal 33
3.3.6. Analisis Kristal Hasil Isolasi 33
3.3.6.1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 33
3.3.6.2. Uji Reaksi Warna Terhadap Kristal Hasil Isolasi
Pereaksi Alkaloida 33
3.3.6.3. Penentuan Titik Lebur 34
3.3.6.4. Analisis Spektroskopi kristal 34
3.4. Bagan Penelitian 35

BAB IV Hasil dan Pembahasan


4.1. Hasil Penelitian 36
4.2. Pembahasan 37

BAB V Kesimpulan dan Saran


5.1. Kesimpulan 39
5.2. Saran 39

DAFTAR PUSTAKA

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 9
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Determinasi Tanaman Pala


LAMPIRAN B Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Biji Buah Pala
LAMPIRAN C Hasil Kromatografi Lapis Tipis Hasil Isolasi
LAMPIRAN D Hasil KLT Ekstrak Etanol Biji Buah Pala dan Hasil Isolasi
LAMPIRAN E Spektrum FT-IR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
LAMPIRAN F Spektrum 1H-NMR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
LAMPIRAN G Spektrum FT-IR struktur pembanding

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang penuh dengan keanekaragaman
hayati yang bisa dimanfaatkan, antara lain tumbuh-tumbuhan sebagai sumber
senyawa-senyawa baru yang perlu diselidiki, baik strukturnya maupun khasiat dari
senyawa tersebut (Djauhariyah,E.2004).
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia dan merupakan
sumber senyawa Kimia Organik Bahan Alam Hayati dan lebih dikenal dengan “
Natural Product Chemistry”. Senyawa ini penting peranannya dalam rangka
pemanfaatan zat-zat kimia berkhasiat yang terkandung bahan alam hayati.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat merupakan warisan nenek moyang sejak
dahulu kala dan telah digunakan dalam kurun waktu dalam yang cukup lama.
Kebutuhan akan obat-obatan dalam hubungan mensukseskan program
kesehatan adalah mendorong kita untuk mencari senyawa-senyawa kimia yang
terkandung pada tumbuhan berkhasiat yang dapat digunakan untuk maksud tertentu.
Sejalan dengan program pemerintah dibidang kesehatan, maka permasalahan obat-
obatan tradisional kini semakin mendapat perhatian.Hal ini merangsang adanya suatu
usaha untuk meneliti secara ilmiah terhadap tumbuh-tumbuhan yang diperkirakan
berkhasiat. Salah satu diantara tanaman berkhasiat tersebut adalah tanaman pala,
dimana tanaman ini berguna untuk bahan obat-obatan (James B.Hendrikson,1965).
Dari hal-hal tersebut diatas peneliti ingin mengisolasi senyawa bahan alam
yang terkandung pada buah pala antara lain senyawa piperin.
Senyawa piperin ini adalah merupakan sumber dari asam
methilenedioxybenzoat dan juga sebagai sumber dari pada piperidin apabila piperin
dioksida.
Dimana senyawa piperin ini banyak dijumpai pada rempah-rempah antara
lain lada putih, lada hitam dan juga buah pala (Setiawan,D.1999).

1.2. Permasalahan
Bagaimana cara mengisolasi senyawa Alkaloida yang terkandung pada buah
pala (Myristica fragrans Houtt).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 11
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengisolasi senyawa Alkaloida yang terdapat pada buah pala
( Myrystica fragrans Houtt )

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumber
informasi ilmiah dalam bidang kimia bahan alam dengan penggunaan senyawa
alkaloida dari buah pala ( Myristica fragrans Houtt )

1.5. Lokasi penelitian


Sampel yang digunakan diambil secara acak yang diperoleh dari Pajak
Pancur Batu. Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam
FMIPA USU dan identifikasi kristal akan dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama
FMIPA UNAIR, Surabaya.

1.6. Metodologi Penelitian


Pengambilan sampel buah pala dilakukan secara acak random di pajak Pancur
Batu dan sampel dalam penelitian ini digunakan sebanyak 2000 gr kering dan halus.
Langkah awal yang dilakukan adalah skrining fitokimia terhadap sampel buah pala
dengan menggunakan pereaksi-pereaksi alkaloida.Buah pala yang kering dan halus
dimasukkan sebanyak 100 gr kedalam beaker glass ditambahkan pelarut etanol
sampai sampel tersebut terendam. Sampel dibiarkan terendam selama 24 jam lalu
disaring untuk mendapatkan larutan ekstrak dari buah Pala ( Myristica fragrans
Houtt ). Kemudian larutan ekstrak ditest dengan pereaksi-pereaksi fitokimia untuk
senyawa-senyawa alkaloida. Amati hasil reaksi yang terbentuk.
Tahap isolasi yang dilakukan adalah :
- Ekstraksi Maserasi
- Ekstraksi Partisi
- Analisa Kromatografi Lapis Tipis
- Analisa Kromatografi Kolom

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 12
- Analisis kristal hasil isolasi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis,
pengukuran titik lebur dan identifiksi dengan menggunakan Spektrofotometer
Infra Merah, Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR ).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 13
BAB II
I.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pala ( Myristica fragrans Houtt )


Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman yang
dapat tumbuh baik di daerah tropis.

2.1.1. Morfologi Tanaman Pala


Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh dilingkungan terbuka,
tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15-18 meter. Tajuk pohon
ini bentuknya meruncing keatas dan puncak tajuknya tumpul. Daunnya berwarna
hijau mengkilap dengan ukuran 10-15 cm dan panjang tangkai daun sekitar 1-1,5 cm.
Buahnya berbentuk bulat, berwarna kuning, jika sudah masak secara otomatis akan
terbelah menjadi dua bagian karena mempunyai alur pembelahan seperti buah durian.
Garis tengah atau diameter buah jika sudah tua mencapai sekitar 9 cm. Daging buah
tebal dan rasanya asam. Biji buah berbentuk agak bulat dengan diameter sekitar 2,5
cm. Kulit biji berwarna coklat agak kehitam-hitaman dan mengkilat. Selaput biji atau
sering disebut fuli atau bunga pala berwarna merah menyala atau merah agak gelap
tetapi ada juga yang berwarna putih kekuning-kuningan. Sedangkan kernel
(endosperm) biji berwarna putih keabu-abuan (Hatta Sunanta,1993).

2.1.2. Nama Daerah


Nias : Falo, Minangkabau : Palo, Sangir dan Talaud : Palang, Lampung :
Pahalo, Bima : Kapala, Sulawesi Utara : Para, Timor : Pal, Halmahera : Gosora

2.1.3. Khasiat dan Penggunaannya


Tanaman Pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sementara ini
batang atau kayu pohon pala yang disebut dengan kino hanya dimanfaatkan sebagai
kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala mengandung minyak atsiri yang
tidak berwarna dan encer sekali, bau dan rasanya enak seperti muskaat.Minyak atsiri
dari fuli dapat dihasilkan dengan cara menyuling fuli.Minyak fuli ini digunakan
sebagai penyedap perbagai makanan saus dan bahan makanan awetan dalam botol

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 14
atau kaleng. Minyak fuli juga dapat dipakai sebagai obat rubefacien dan minyak
gosok dan balsem untuk penghangat kulit. Dikalangan pemakai jamu tradisional, fuli
yang tidak memenuhi standart kualitas karena tidak utuh dan cacat, dikeringkan
untuk dibuat teh.
Teh dari fuli ini merupakan jamu mujarab bagi penderita sesak didaerah
lambung dan rasa kembung dalam perut.Rumphius mengatakan bahwa pala itu
sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan
oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Disamping itu, biji pala
sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah. Dikalangan
peracik jamu tradisional, biji pala digunakan dengan bijaksana sebagai analgesik
pencegah nyeri perut mulas yang bisa timbul karena masuk angin
(Setiawan,D.1999).

2.1.4. Sistematika Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt)


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myristicales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans Houtt

2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman Pala


Buah pala mengandung zat-zat : minyak terbang (myristin, pinen, kamfen
(zat membius), dipenten, pinen safrol, eugenol, iso-eugenol, alkohol), gliseda (asam-
miristinat, asam- oleat, borneol, giraniol), protein, lemak, pati gula, vitamin A, B1
dan C. Minyak tetap mengandung trimyristin.

2.2. Senyawa Alkaloida


Alkaloida adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen ( biasanya
berbentuk siklik ) dan bersifat basa.Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuh-
tumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek fisiologis yang kuat.Karena

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 15
banyaknya senyawa alkaloida serta keterkaitannya dengan bidang lain seperti
Farmasi, sebenarnya dunia alkaloida memerlukan satu bidang tersendiri.
Hampir semua alkaloida mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen
yang merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang
ditemukan dialam mempunyai keaktifan fisiologis tertentu.
Ada yang sangat beracun dan ada pula yang berguna dalam pengobatan,
misalnya kuinin, morfin dan striknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai
efek fisiologis dan psikologis (Rangke,L.Tobing,1989).
Alkaloida dapat dibedakan dari beberapa sebagian besar komponen tumbuhan
lain berdasarkan sifat basanya dan biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam
dengan berbagai asam organik. Garam ini merupakan senyawa padat berbentuk
kristal tanpa warna, meskipun ada juga yang berwarna, contohnya berberina dan
serpentina berwarna kuning (Trevor,1995).

2.2.1. Sifat-sifat Senyawa Alkaloida


Secara umum, golongan senyawa alkaloida mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap, tidak larut dalam
air, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti etanol, eter dan kloroform. Beberapa
alkaloida ( seperti koniin dan nikotin ) berwujud cair dan larut dalam air. Ada juga
alkaloida yang berwarna, misalnya berberin ( kuning ).
2. Bersifat basa, pada umunya berasa pahit, bersifat racun, mempunyai efek fisiologis
serta optik aktif.
3. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam fosfowolframat, asam
fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain sebagainya.
Dari endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal yang khusus
sehingga sangat bermanfaat dalam identifikasinya.

2.2.2. Klasifikasi Senyawa Alkaloida


A. Senyawa- senyawa alkaloida berdasarkan Gugus Fungsi
Pengklasifikasian senyawa alkaloida berdasarkan gugus fungsi adalah yang paling
umum dan praktis. Berdasarkan gugus fungsi dapat dibagi menjadi :
1. Alkaloida Fenil etil amin, misalnya Efedrin

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 16
2. Alkaloida Pirolidin, misalnya higrin dan koka
3. Alkaloida Piridin, misalnya nikotinat
4. Alkaloida perpaduan Pirolidin dan Piridin, misalnya nikotin
5. Alkaloida Kuinolin, misalnya kuinin
6. Alkaloida Isokuinolin, misalnya papaverin
7. Alkaloida Fenantren, misalnya emerin
8. Alkaloida Indole yang dapat digolongkan menjadi :
a. Alkaloida sederhana, misalnya Triptamin
b. Alkaloida Ergot, misalnya Serotonin
c. Alkaloida Harmala, misalnya β-karbolin
d. Alkaloida Yohimbe, misalnya reserpin
e. Alkaloida Strichnos, misalnya brusin dan strknin
(Rangke,L.Tobing,1989).

B. senyawa- senyawa Alkaloida berdasarkan biogenetiknya


Berdasarkan biogenetiknya, senyawa-senyawa alkaloida dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Alisiklik alkaloida terdiri dari :
- Lupinin Alkaloida
- Pirolizidin Alkaloida
- Tropane Alkaloida
2. Fenilalamin Alkaloida terdiri dari :
- Papaverin
- Morfin
- Amarillis Alkaloida
3. Indole Alkaloida terdiri dari :
- Caly canthin
- Quinin
- Vindolin
- Mitraphilin
- Reserpin
- Ibogaine

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 17
- Strychinine (James.B.H.1965).
Dari klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada keseragaman dalam
pengklasifikasian senyawa alkaloida.
Sistem klasifikasi alkaloida dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Banyak usaha untuk mengklasifikasi alkaloida. Sistem klasifikasi yang paling
banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloida dikelompokkan sebagai :
1. Alkaloida sesungguhnya merupakan kelompok alkaloida yang bersifat racun,
memiliki aktivitas psikologis yang luas, bersifat basa; mengandung atom nitrogen
pada cincin heterosikliknya dan diturunkan dari prekursor asam amino. Contohnya ;
kolkhisin, asam aristolokhat.
2. Protoalkaloida merupakan amina yang relatif sederhana dimana pada cincin
heterosikliknya tidak mengandung atom nitrogen. Contoh; meskalin, ephedrin.
3. Pseudoalkaloida merupakan alkaloida yang tidak diturunkan dari prekursor asam
amino, bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelas ini, yaitu
alkaloida steroidal (contoh konessin) dan alkaloida purin (contoh kaffein)
(Sastrohamidjoo.1996).

2.2.3. Biosentesis Senyawa Alkaloida


Prekusor alkaloida yang paling umum adalah asam amino, meskipun
sebenarnya, biosintesis alkaloida lebih rumit. Secara kimia, alkaloida merupakan
suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniin yaitu
alkaloida utama. Conium maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti
strikhnina yaitu racun kulit strychnos. Amina tumbuhan ( misalnya meskalina) dan
basa purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang digolongkan sebagai
alkaloida dalam arti umum (Manito,1992).
Banyak alkaloida bersifat terpenoida dan beberapa diantaranya ( misalnya
solanina, alkaloida-steroida kentang, Solanum tuberosum ) sebaiknya ditinjau dari
segi biosintesis sebagai terpenoida termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa
senyawa aromatik ( misalnya kolkhisina, alkaloida-tropolon umbi ) yang
mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Nama alkaloida sering kali
diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya, misalnya alkaloida Atropa atau
alkaloida tropana dan sebagainya (Harbone,1978).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 18
2.3. Identifiksi, Isolasi dan Pemurnian Senyawa Alkaloida
2.3.1. Identifikasi Senyawa Alkaloida
Metode yang banyak digunakan untuk mendeteksi tanaman yang
mengandung alkaloida yaitu prosedur Wall, yang meliputi ekstraksi sekitar 20 gram
bahan kering yang direfluks dengan etanol 80 %. Kumpulan filtrat diuapkan,
residunya dilarutkan dengan air, disaring kemudian diasamkan dengan HCl 1 %.Lalu
diuji dengan pereaksi Meyer atau dengan silikotungstat. Bila hasil positif, larutan
tersebut dibasakan dan diekstraski dengan pelarut organik dan diekstraksi kembali
kedalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi
alkaloida berarti tanaman ini mengandung alkaloida. Fasa berair juga halus diteliti
untuk menentukan adanya alkaloida kuartener.
Sebagai basa, alkaloida biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut
alkaloida yang bersifat asam encer (HCL 1M atau asam asetat 10 % yang kemudian
diendapkan dalam amonium pekat). Pemisahan pendahuluan demikian dari bahan
tumbuhan lainnya dapat diulangi atau pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan
ekstraksi pelarut. Adanya alkaloida pada ekstrak nisbi kasar yang kemudian dapat
diuji dengan menggunakan berbagai pereaksi alkalida (Harbone,1987).

2.3.2. Isolasi Senyawa Alkaloida


Ekstraksi jaringan tumbuhan ( daun, bunga, buah, kulit dan akar ) yang telah
dikeringkan dan dihaluskan secara maserasi dengan asam asetat 5% sampai pH 2(
15-20 bagian), lalu saring ekstrak itu. Panaskan sampai 700C dan tambahkan amonia
pekat tetes demi tetes sampai pH 10-12. Aduk ekstrak, didiamkan hingga terbentuk
endapan lalu saring, larutan bening dibuang. Endapan dicuci dengan NH4OH 1% dan
aduk lagi. Kumpulkan, keringkan dan timbang alkaloida kasar yang diperoleh.
Alkaloida yang diperoleh direkristalisasi berulang-ulang dengan metanol mendidih
hingga diperoleh kristal murni (Harbone, J.B. 1987 ).

2.3.3. Pemurnian Senyawa Alkaloida


Ekstrak alkaloida kompleks yang masih kotor dipisahkan menjadi komponen-
komponennya. Sejumlah metode konvensional dipakai untuk memurnikan campuran
alkaloida, hal ini tergantung pada campuran alkaloida yang diperoleh.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 19
- Kristalisasi langsung
Meskipun cara ini cukup sederhana, tetapi jarang memberikan hasil yang
memuaskan untuk pemisahan alkaloida murni, kecuali bila suatu alkaloida yang
terdapat dalam bahan tidak larut. Beberapa kombinasi pelarut yang sering digunakan
untuk kristalisasi alkaloida meliputi metanol, etanol berair, metanol- kloroform,
metanol- eter, metanol- aseton dan etanol- aseton.
- Metode gradien pH
Metode ini ditemukan oleh Svodoba untuk mengisolasi alkaloida anti
leukimia Catharantus roseus. Cara ini didasarkan pada kenyataan bahwa alkaloida
indol dengan struktur yang bervariasi yang terdapat pada tanaman mempunyai sifat
basa yang berbeda. Campuran alkaloida kotor dilarutkan dalam larutan asam tartarat
2% dan diekstraksi dengan benzena atau etil asetat. Fraksi I akan mengandung
alkaloida netral atau bersifat basa lemah. Kemudian pH larutan dinaikkan dengan
bilangan 0,5 lalu pH dinaikkan hingga 9,0 dan diekstraksi dengan pelarut organik.
Perbedaan pH memungkinkan pemisahan secara bertahap antara alkaloida basa
lemah dan alkaloida basa kuat dari media basa. Alkaloida yang bersifat basa kuat
diekstraksi terakhir kali.

2.4. Tahapan- Tahapan Pengerjaan Sampel Dari Tumbuh- Tumbuhan


2.4.1. Isolasi
Beberapa metode isolasi senyawa organik bahan alam yang dikenal dapt dibagi atas
proses industri dan proses laboratorium yang berbeda dalam penerapannya.
1. Pengempaan
Metode ini digunakan banyak dalam proses industri seperti pada isolasi CPO
dari buah kelapa sawit dimana proses ini tidak menggunakan pelarut organik.
2. Perkolasi
Proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan
membawa senyawa organik bersama- sama pelarut. Tetapi efektivitas dari proses ini
hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam
pelarut yang digunakan.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 20
3. Destilasi Uap
Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan
pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang
digunakan. Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
4. Ekstraksi Kontinue
Menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat
karena terjadinya sirkulasi yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik
untuk senyawa-senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
5. Maserasi
Perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur
kamar. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena
dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran
sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel dan ekstraksi senyawa
akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan
pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.
Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan
dalam proses isolasi senyawa bahan alam.

2.4.2. Pemekatan Larutan


Hasil isolasi dalam jumlah pelarut yang cukup banyak didapat, dipekatkan
dengan menggunakan evaporator rotari dan penggunaan metode tersebut adalah
untuk menghindari penggunaan temperatur pada proses pemekatan yaitu dapat
digunakan pompa vakum dengan pengaliran air, sehingga dalam alat akan terjadi
pengurangan tekanan dan pelarut akan menguap pada temperatur dibawah titik
didihnya.
Keuntungan dengan menggunakan kondisi vakum adalah untuk menghindari
agar senyawa metabolit sekunder tidak akan terdegradasi selama proses pemekatan
atau pengurangan pelarut karena tidak menggunakan panas.
Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kasar yang mana seluruh senyawa bahan
alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstrak kasar ini.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 21
Setelah pemekatan akan dipisahkan berdasarkan kepolaran komponen dengan
menggunakan corong pisah, yang ekstrak dengan menambahkan pelarut non polar,
semipolar atau menambahkan kepolaran dengan aquadest, dan perlu diperhatikan
ekstraksi banyak kali (n kali) dengan jumlah pelarut sedikit akan lebih baik
dibandingkan dengan ekstraksi 1 kali dengan penambahan pelarut dengan jumlah
yang besar (jumlah pelarut = n kali ekstraksi yang dilakukan).

2.4.3. Jumlah Komponen Senyawa


Penentuan sejumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan mengunakan
kromatografi lapis tipis (KLT/TLC) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap
pakai dan pada umumnya digunakan plat KLT lapisan silika gel.
Pemilihan eluen yang cocok sebagai pengelusi maka akan terdeteksi jumlah
komponen yang berbeda dalam ekstrak kasar, yang terpisah berdasarkan Rf dari
masing-masing senyawa.
Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar
seperti heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih
polar lainnya tergantung perbandingan dari kedua pelarut tersebut. Perlu
diperhatikan bahwa penggunaan pelarut organik untuk eluen harus bebas air, karena
dengan adanya air akan mengganggu kepolaran masing-masing pelarut, dan untuk itu
akan lebih baik menggunakan pelarut organik yang telah didestilasi.

2.4.4. Pemisahan Komponen Kimia


Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu
dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen-komponen kimia
tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fase diam dapat
digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh
pada KLT.

2.4.5. Fraksi-Fraksi
Penampungan pelarut dengan jumlah volume tertentu akan menghasilkan
fraksi-fraksi yang hanya terdiri dari satu komponen senyawa kimia dan dapat
dideteksi dengan KLT.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 22
2.4.6. Penguapan Pelarut
Penguapan pelarut dari masing-masing fraksi akan diperoleh komponen yang
murni baik dalam bentuk padatan ataupun tidak dalam bentuk padatan yang
kemurniannya dapat diuji kembali dengan menggunakan KLT dengan bermacam-
macam eluen. Terdeteksi satu noda pada KLT menandakan komponen yang telah
diisolasi mempunyai kemurnian yang tinggi.

2.4.7. Rekristalisasi
Prinsip kemurnian dari senyawa, dimana komponen pengganggu tidak larut
dalam pelarut organik yang digunakan sedangkan komponen kimia utama akan
terlarut dalam keadaan panas. Dengan penyaringan maka komponen utama akan
terpisah dari komponen pengganggu yang tidak larut dan tertinggal diatas kertas
saring.Dan dalam masa pendinginan larutan akan muncul kembali kristal yang jauh
lebih murni.

2.4.8. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur


Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan sifat
kimia, fisika dan identifikasi dengan spektroskopi ( UV, 1H-NMR, FT-IR dan MS )
(Sanusi Ibrahim,2000).

2.5. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu tehnik pemisahan tertentu dengan menggunakan
dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif
dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat
dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair.Jika fasa tetap berupa zat
padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan dan jika zat cair maka
kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi.
Kromatografi mencakup berbagai jenis proses berdasarkan distribusi dari
penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada system (fasa
diam), fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa
diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 23
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu fasa tetap
(Stationary) dan yang lain fasa bergerak ( Mobile ), pemisahan-pemisahan tergantung
pada gerakan relatif dari dua fasa ini ( sastrohamidjojo, 1985 ).

2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode pemisahan yang
cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat-plat kaca yang dilapisi silika gel
dan menggunakan pelarut tertentu (Harbone,J.B,1987).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang
pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif,
kuantitatif dan preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem
penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair
kinerja tinggi.
Ini merupakan pemisahan komponen-komponen berdasarkan adsorbsi atau
partisi oleh fasa diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut
pengembang campuran. Pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang
campuran sangat dipengaruhi oleh macam polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan.
Fasa diam yang umum dan banyak dipakai adalah silika gel yag dicampur dengan
CaSO4 untuk menambah daya lengket partikel silika gel.
Ada tidaknya air dalam penyerap kromatografi atau penyangga sangat
penting. Lapisan silika gel atau alumina yang akan dipakai untuk penyerapan harus
sesedikit mungkin mengandung air. Jika tidak air kan menempati semua titik
penyerapan sehingga tidak ada linarut yang melekat. Lapisan yang mengandung air
itu akan diaktifkan dan dilakukan pemanasan pada suhu 1000C. Jika pemanasan jauh
diatas 1000C, akan terjadi dehidrasi yang tak bolak balik pada penyerapan dan
menyebabkan pemisahan yang kurang efektif.
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam
kromatografi Lapis Tipis adalah sebagai berikut :
Zat padat Digunakan untuk memisahkan
- Silika Gel - asam-asam amino, alkaloida, gula,
lipid, asam-asam lemak, sterol,
terpenoid, minyak esensial

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 24
- Alumina - alkaloida, zat warna, fenol,steroid,
vitaminn-vitamin, karoten, asam-asam
amino
kieselguhr - gula, asam-asam dan basa-basa, asam-
asam lemak, steroid, asam-asam amino
- bubuk selulosa - asam-asam amino, alkaloida,
nukleotida
- pati - asam-asam amino

2.5.2. Kromatografi Kolom


Kromatografi kolom dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran
dan gelas penyaring didalamnya. Meskipun kolom-kolom dapat dibuat secara
sederhana dari tabung gelas, kadang-kadang buretpun digunakan. Ukuran kolom
tergantug pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang
diletakkan didalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas (Gritter,1992).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa
pita bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca. Kolom
kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi atau sistem
bertekanan rendah.
Pemilihan pertama dari pelarut untuk kromatografi kolom ialah bagaimana
sifat kelarutannya. Tetapi lebih baik untuk memilih suatu pelarut yang bergantung
pada kekuatan elusinya sehingga zat-zat elusi yang lebih kuat dapat dicoba. Yang
dimaksud dengan kekuatan elusi ialah daya penyerapan pada penyerap dalam kolom.
Biasanya pada penyerap-penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel, maka
kekuatan penyerap baik dengan naiknya polaritas zat yang diserap. Menurut
TRAPPE, kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa elusi dalam
kolom dengan menggunakan silika gel akan diturunkan dalam urutan sebagai
berikut:
Air murni, metanol, etanol, propanol, aseton, etil asetat, dietil eter, kloroform,
metilena klorida, benzena, toluena, trikloroetilena, karbon tetaklorida, sikloheksana,
heksana.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 25
2.6. Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisa kimia-fisika yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Ada dua macam instrumen pada tehnik spektroskopi yaitu spektrometer dan
spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang
fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan
detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja,1995).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus
fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi
yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
Kombinasinya dan data yang kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari
molekul yang tidak diketahui (Pavia,1979).

2.6.1. Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)


Spektrum infra merah suatu senyawa memberikan gambaran mengenai
berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik, tetapi hanya memberikan
petunjuk mengenai bagian hidrokarbon molekul.
Sinar Infra Merah ialah bagian spektrum elektromagnet yang berada diantara
daerah tampak dan daerah makro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar
kegunaanya terbatas pada frekwensi antara 4000 dan 666 cm-1. Daerah radiasi
spektroskopi infra merah atau infra red spektroscopy (IR) berkisar pada bilangan
gelombang 12800-10 cm-1 atau pada panjang gelombang 0,78-1000 m.
Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah :
- IR dekat (12800-4000 cm-1 ; 3,8-1,2 x 1014 Hz; 0,78-2,5 m)
- IR tengah (4000-200 cm-1 ; 0,0121-6 x 104 Hz; 2,5-50 m)
- IR jauh (200-10 cm -1; 3 x 1011 Hz; 50-1000 m)
Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis
-1
adalah daerah IR tengah.Sinar infra merah yang frekuensinya kurang dari 100 cm
diserap oleh sebuah molekul organik yang diubah menjadi energi putaran molekul.
Penyerapan tersebut tercantum, namun spektrum garis tampak bukan sebagai garis-
garis melainkan berupa pita-pita. Hal itu disebabkan perubahan energi getaran

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 26
tunggal selalu disertai dengan sejumlah perubahan energi putaran. Pita energi putaran
yang penting terletak antara 4000-600 cm-1.
Untuk menganalisa suatu senyawa yang belum diketahui, perhatian harus
dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama
seperti C=O, C-H, C-O, C=C dan NO2.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menafsirkan sebuah spektrum infra
merah :
a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang
memadai
b. Spektrum harus dibuat dari senyawa yang cukup rumit
c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sebagai pita akan teramati pada kerapatan
atau panjang gelombang yang semestinya. Kalibrasi yang benar dapat
dilakukan dengan baku-baku yang dapat dipercaya, misalnya polistiren.
d. Metode penanganan cuplikan (Silverstein,1984).

2.6.1.1. Vibrasi Regang N-H


Vibrasi regangan N – H juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, tetapi
pengaruhnya terhadap pergeseran frekuensi vibrasi lebih kecil. Pada amin tersier,
tidak mungkin terjadi ikatan hidrogen. Pada amin primer puncak serapan berupa
doublet yang disebabkan regang N – H tak simetris dan regang N – H simetris.
Kedua doublet ini terpisah satu sama lain sebesar 100 cm-1 dan besarnya pemisahan
ini tidak tergantung pada konsentrasi.
Serapan vibrasi regang N – H dalam amin sekunder pada umumnya hanya
memberikan satu puncak tunggal, kecuali bila terjadi ikatan hidrogen intra atau antar
molekul. Salah satu puncak dari amin sekunder itu berasal dari N – H bebas dan N –
H yang melakukan ikatan hidrogen. Puncak yang berasal dari N – H yang berikatan
hidrogen akan hilang, bila konsentrasi larutan diperkecil. Jadi dalam larutan sangat
encer, puncak serapannya singlet atau tunggal, dan frekuensi vibrasinya jauh lebih
besar dari frekuensi vibrasinya dalam larutan pekat. Puncak doublet juga akan terjadi
bila gugusan N – H atau O – H suatu molekul jumlahnya masing-masing dua. Vibrasi
lentur N – H dari amin primer biasanya memberikan puncak serapan antara 1580 –
1650 cm-1 (Noerdin,1999).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 27
2.6.1.2. Kegunaan Spektroskopi Infra Merah ( FT-IR)
Ada dua kegunaan dari spektroskopi infra merah sebagai peralatan analitik, yaitu :
a. Pengenalan gugus fungsi secara umum
Identifikasi senyawa melalui perbandingan spektrum dengan spektrum
sampel asli.
Banyak senyawa yang bentuk spektrum infra merahnya unik, khususnya pada
daerah 1350 – 750 cm-1, yang kadang-kadang disebut “daerah sidik jari (fingerprint
region)” dan banyak laboratorium organik mempunyai katalog-katalog spektrum
referensi.
Kesamaannya, gugus fungsi dalam isolasi atau dalam kombinasi memberikan
serapan karakteristik dalam spektrum dari senyawa yang tidak diketahui dan
sebagainya sehingga dapat dikenali, walaupun mungkin membedakannya, seperti
aldehid dan keton atau antara amin atau amida, yang data referensinya diperoleh dari
senyawa contoh. Bagaimanapun spektrum infra merah dari senyawa yang paling
sederhana pun sangat kompleks.

2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR)


Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetik Resonance-NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Tehnik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang
berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell,1982).
Spektrum NMR suatu senyawa dapat dibuat secara langsung dari senyawa
bentuk cairan murni. Namun apabila senyawa dalam bentuk padatan, maka spektrum
ditentukan dalam bentuk larutan.
Pelarut yang lazim digunakan dalam menentukan spektrum NMR adalah
karbon tetraklorida, D2O, atau deuterokloroform. Untuk mempelajari proton-proton
dalam suatu senyawa yang dianalisa, maka pelarut yang dipakai harus tidak
mengandung proton karena dapat mengganggu analisis (Alan,1981).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 28
2.6.2.1. Efek Perisai (Shielding Effect)
Proton yang akan ditentukan dengan spektrometer RMI berada didalam
lingkungan atom-atom yang lain. Momen magnet setiap inti didalam atom berbeda-
beda besarnya. Sebagai contoh µH > µF > µP. Agar terjadi resonansi pada ketiga atom
tersbut maka atom P memerlukan Ho yang lebih besar. Demikian juga pengaruh
elektron yang mengelilingi inti akan menghasilkan medan magnet sekunder yang
menentang Ho. Seolah-olah elektron yang mengelilingi inti akan bertindak seperti
perisai yang melindungi medan magnet inti terhadap pengaruh Ho. Sebagai contoh
CH4 yang keempat protonnya lebih terlindungi oleh awan elektron, sedangkan H-
tidak mempunyai awan elektron.
Karena setiap proton didalam molekul zat organik beranekaragam, maka
setiap proton didalam molekul zat organik memberikan tetapan perisai (σ) yang
berbeda. Ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap tetapan perisai (σ) yang
menunjukan kerapatan elektron terhadap proton yaitu adanya efek polar dan efek
induksi.

2.6.2.2. Pegeseran Kimia


Spektroskopi NMR dalam kimia tidak didasarkan pada kemampuannya untuk
membeda-bedakan unsur dalam suatu senyawa, tetapi didasarkan pada kemampuan
untuk mengetahui inti tertentu dengan memperlihatkan lingkungannya dalam
molekul. Frekuensi resonansi individu inti dipengaruhi oleh distribusi elektron pada
ikatan kimia dalam molekul, dengan demikian harga frekuensi resonansi suatu inti
tertentu tergantung pada struktur molekul.
Untuk memberikan gambaran NMR sebagai gambaran inti adalah proton,
sebagai benzil asetat akan menghasilkan tiga sinyal NMR yang berbeda yaitu
masing-masing untuk satu proton fenil, metilen dan gugus metil. Hal ini dihasilkan
oleh pengaruh lingkungan kimia yang berbeda-beda pada suatu proton tersebut
dalam molekul, keadaan ini dikenal dengan pergeseran kimia frekuensi resonansi
atau lebih sederhana sebagai pergeseran kimia.
Tidak adanya skala energi mutlak mempersulit perbandingan spektrum
resonansi magnetik inti, jika kesepakatan tidak bisa dicapai terhadap frekuensi yang
bersifat universal.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 29
Tetrametilsilan (TMS) merupakan senyawa yang memenuhi persyaratan yang
dimaksud. Sinyal TMS sengat jelas dan pergeseran kimianya berbeda terhadap
kebanyakan resonansi proton lain. Sehingga sinyal resonansi cuplikan jarang
teramati saling tindih dengan TMS. Senyawa TMS memiliki sifat inert, mudah
menguap, merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik sehingga mudah
dipisahkan setelah cuplikan selesai dibuat spektrum. Jadi skala δ resonansi magnetik
proton didasarkan pada standart ini (TMS).
Resonansi Magnetik Inti memiliki kegunaan yang besar karena tidak setiap
proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi elektron dan
menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan
proton lainnya. Proton-proton ini dilindungi oleh elektron-elektron yang
mengelilinginya.
Didalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton
menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan, hingga
setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang
mengenainya dan besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang
mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan melawan
medan magnet yang digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti / proton
merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Karena inti merasakan
medan magnet yang dirasakan lebih kecil, maka ia akan mengalami presesi pada
frekuensi yang lebih rendah. Setiap proton dalam molekul mempunyai lingkungan
kimia yang sedikit berbeda dan mempunyai perlindungan elektron yang sedikit
berbeda yang akan mengakibatkan dalam frekuensi resonansi sedikit berbeda
(Muldja,1995).

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 30
BAB III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR PERCOBAAN

3.1. Alat- alat

- Neraca analitik
- Rotary evaporator vakum
- Corong
- Beaker glass
- Gelas ukur
- Kromatografi kolom
- Labu Erlenmeyer
- Oven
- Melting Point Apparatus
- Lampu UV
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Plat KLT
- Penangas air
- Indikator universal
- Labu alas
- Tabung maserasi
- Corong pisah
- Spatula
- Spektroskopi Infra Merah
- Spektroskopi 1H-NMR

3.2. Bahan-bahan

- Biji buah pala


- Etanol ( p.a.E.Merck )
- Asam Asetat glacial
- Amoniak ( p.a.E.Merck )
- Aquadest
- Kloroform ( p.a.E.Merck )
- Pereaski Meyer
- Pereaksi Wagner
- Pereaksi Bouchardat
- Pereaksi Dragendorf
- Silika Gel 60 G (E.Merk Art. 7734)
- Ethyl Acetat ( p.a.E.Merck )

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 31
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Sampel
Sampel yang diteliti adalah biji buah pala ( Myristica Fragrans Houtt ). Biji buah
pala dibersihkan dari pengotor kemudian dihaluskan sampai diperoleh serbuk biji
buah pala sebanyak 2000 gram.

3.3.2. Uji Pendahuluan


3.3.2.1. Uji Skrining fitokimia
Pengujian pendahuluan terhadap biji buah pala ( Myristica Fragrans Houtt ).
Apakah mengandung suatu senyawa alkaloida dilakukan dengan uji skrining
fitokimia yaitu serbuk biji buah pala ditimbang sebanyak 100 gram, dimaserasi
dengan 200 ml etanol, disaring dan filtrate yang diperoleh dibagi menjadi 4 bagian,
yaitu :
Filtrat I : Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer ternyata terbentuk endapan
warna putih kekuningan, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloid.
Filtrat II : Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf ternyata terbentuk
endapan warna jingga, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloida.
Filtrat III : Ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagner ternyata terbentuk endapan
warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
Filtrat IV : Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat ternyata terbentuk
endapan warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloida.

3.3.2.2. Uji Pendahuluan Kromatografi Lapis Tipis ( KLT )


Pengujian pendahuluan terhadap biji buah pala apakah mengandung suatu senyawa
alkaloid dilakukan melalui analisa kromatografi lapis tipis, yaitu serbuk biji buah
pala ditimbang sebanyak100 gram dimaserasi dengan etanol 200 ml selama 48 jam,
disaring dan filtratnya dianalisis secara kromatografi lapis tipis dengan menggunakan
silika gel 60 G dan fasa gerak yang digunakan adalah kloroform 100% dan campuran

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 32
Kloroform : Etil Asetat dengan perbandingan ( 9:1 v/v, 8:2 v/v, 7:3 v/v, 6:4v/v ),
Kemudian diamati dibawah lampu UV.
Prosedur :
Kedalam bejana kromatografi dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak Kloroform
100%. Ekstrak pekat etanol biji buah pala ditotolkan pada plat KLT. Plat dimasukkan
kedalam bejana yang berisi pelarut-pelarut yang telah dijenuhkan, kemudian ditutup
rapat dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan.
Warna bercak yang timbul diamati dibawah lampu UV dan harga Rf-nya dihitung.
Perlakuan yang sama dilakukan terhadap ampuran Kloroform-Etil Asetat dengan
perbandingan ( 9:1 v/v, 8:2 v/v, 7:3 v/v, 6:4v/v ). Kemudian diamati dibawah lampu
UV dan hasil yang lebih baik diberikan pada fase gerak Kloroform:Etil Asetat (7:3
v/v).

3.3.3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Ekstrak Biji Buah Pala
Isolasi senyawa alkaloida yang terkandung pada biji buah pala ( Myristica
fragrans Houtt) dilakukan dengan tehnik maserasi dengan pelarut etanol. Ekstrak
etanol yang dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator lalu diekstraksi partisi
dengan n-heksana kemudian diasamkan dengan asam asetat glasial sampai pH 4.
Dibasakan dengan amoniak pekat sampai pH 10-12. kemudian diekstraksi partisi
dengan kloroform. Lapisan kloroform dipekatkan dengan rotary evaporator.
Ekstrak kloroform pekat mengandung alkaloida yang dihasilkan dianalisa
dengan kromatografi lapis tipis kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom
dengan silika gel 60 G. dielusi dengan Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v) yang
menghasilkan kristal berwarna kuning sebanyak 73 mg.

3.3.4. Pemisahan Senyawa Alkaloida Dengan Menggunakan Komatografi


Kolom
Terhadap 73 mg ekstrak alkaloid kasar dilakukan isolasi senyawa alkaloida dengan
kromatografi kolom. Fasa diamnya silika gel 60 G (E.Merk Art. 7734) dan fasa
geraknya adalah Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v ).
Prosedur :
Peralatan untuk kromatografi kolom dirangkai, kemudian silika gel 60 G (E.Merk
Art. 7734) sebanyak 70 gram dibuburkan dengan kloroform, diaduk sampai homogen

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 33
dan dimasukkan kedalam kromatografi kolom, lalu dielusi dengan Kloroform 100%
hingga bubur silika gel padat dan homogen. Ekstrak alkaloid kasar biji buah pala
sebanyak 73 mg dibuburkan dengan silika gel sebanyak 10 gram dan dimasukkan
kedalam kromatografi kolom yang telah berisi silika gel. Sampel dibiarkan turun dan
terserap dengan baik pada silika gel dipuncak kolom. Kemudian fasa gerak
Kloroform 100% ditambahkan secara berlahan-lahan. Eluan ditampung dengan botol
vial lalu diuapkan. Selanjutnya fasa gerak dinaikkan kepolarannya dengan fasa gerak
Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v). Hasil yang diperoleh, pelarutnya diuapkan
sampai terbentuk Kristal alkaloida.

3.3.5. Pemurnian Kristal


Kristal yang diperoleh dari hasil 3.3.4. direkristalisasi sebagai berikut :
Kristal yang diperoleh dilarutkan dalam pelarut Kloroform dan dipanaskan sampai
kristal tersebut larut dan pekat. Diamkan selama 1 malam. Dari hasil pendiaman 1
malam ini sebagian pelarut menguap dan terbentuk kristal jarum berwarna kuning.

3.3.6. Analisis Kristal Hasil Isolasi


3.3.6.1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Terhadap Kristal yang diperoleh dilakukan analisis secara kromatografi lapis tipis
dengan menggunakan plat kromatografi lapis tipis dan fasa gerak yang digunakan
adalah Kloroform 100% dan campuran Kloroform : Etil Asetat ( 70:30 v/v ).
Prosedur :
Kedalam bejana kromatografi dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak Kloroform
100%. Kristal yang telah dilarutkan dengan etanol ditotolkan pada plat KLT. Plat
dimasukkan kedalam bejana yang berisi pelarut-pelarut yang telah dijenuhkan,
kemudian ditutup rapat dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana
dan dikeringkan. Warna bercak yang timbul diamati dibawah lampu UV dan harga
Rf-nya dihitung.

3.3.6.2. Uji Reaksi Warna Terhadap Kristal Hasil Isolasi Pereaksi Alkaloida
Larutan Kristal dari percobaan 3.3.6.1. dibagi dalam 4 tabung reaksi :

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 34
Filtrat I : Ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer ternyata terbentuk endapan
warna putih kekuningan, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloid.
Filtrat II : Ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorf ternyata terbentuk
endapan warna jingga, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloida.
Filtrat III : Ditambahkan 2 tetes pereaksi wagner ternyata terbentuk endapan
warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
Filtrat IV : Ditambahkan 2 tetes pereaksi bouchardat ternyata terbentuk
endapan warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa
alkaloida.

3.3.6.3. Penentuan Titik Lebur


Kristal hasil isolasi yang telah murni diletakkan diatas plat melting point apparatus,
dihidupkan dan diatur temperaturnya. Lalu diamati temperature sampai Kristal
melebur. Titik lebur Kristal yang diperoleh 80-82 oC.

3.3.6.4. Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi


Analisis Kristal hasil isolasi dengan alat spektrofotometer FT-IR di badan pengujian
1
sampel Bea cukai Belawan dan spektrofotometer H-NMR diperoleh dari
laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR Surabaya dengan menggunakan pelarut
CDCl3.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 35
3.4. Bagan Penelitian
2 kg Serbuk kering biji buah pala

diskrining fitokimia
dimaserasi dengan Etanol selama 48 jam
disaring

Residu Ekstrak Kasar Etanol

dipekatkan dengan rotary


evaporator
Ekstrak pekat Etanol

diekstraksi partisi dengan


n-Heksana

Lapisan ekstrak Etanol Lapisan n-Heksana

diasamkan dengan Asam Asetat glasial sampai pH 2


Ekstrak Etanol-Asam pH 2

dibasakan dengan Amoniak pekat


Sampai pH 10-12
Ekstrak Basa pH 10-12
diekstraksi dengan Kloroform
didiamkan selama 1 malam

Lapisan Kloroform Lapisan Basa


dipekatkan dengan rotary evaporator

Ekstrak pekat Kloroform

dianalisis dengan KLT fasa gerak Kloroform 100% , CHCl3 : Ethyl


Asetat (9:1v/v,8:2 v/v,7:3 v/v,6:4 v/v)
Pemisahan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel
dielusi dengan CHCl3 : Ethyl Asetat ( 70:30 v/v)
ditampung setiap fraksi kedalam botol vial sebanyak 5 ml
dianalisis KLT
digabung franksi dengan Rf yang sama

Fraksi I Fraksi II Fraksi III


1 - 86 87-104 105-200

diskrining dihitung harga Rf diskrining


fitokimia diuapkan fitokimia
direkristalisasi
Hasil Analisis (-) Hasil Analisa (-)
Kristal kuning

diukur titik lebur


dianalisis KLT
dianalisis spektroskopi FT-IR, 1H-NMR

Hasil Analisis

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak etanol dari biji buah pala dengan
menggunakan pereaksi-pereaksi alkaloida, menunjukkan bahwa dalam biji buah pala
mengandung senyawa alkaloida.
Hasil analisa kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan silika gel 60 G sebagai
absorben, dapat diketahui bahwa fasa gerak yang baik untuk mengisolasi senyawa
alkaloida dari biji buah pala adalah pada perbandingan Kloroform : Etil Asetat
( 70:30 v/v).
Hasil isolasi biji buah pala dengan pengasaman untuk menggaramkan senyawa
alkaloid kemudian membasakannya untuk membebaskan kembali senyawa alkaloida
yang kemudian dipisahkan dengan kloroform, diperoleh Kristal kuning berbentuk
jarum sebanyak 73 mg dengan titik lebur 80 – 82 oC.
Tabel 4.1. Hasil analisa dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR pada Kristal
hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai
berikut :
Frekwensi pita absorbsi (cm-1) dan intensitas Keterangan dari gugus fungsi

3479,55 cm-1 pita serapan sedang NH


3077,30 cm-1 dan 1590,77 cm-1 pita serapan CH pada H-(C-N+)
tajam
2925,04 cm-1 dan 2853,86 cm-1 pita serapan CH3 pada -C-CH3
tajam
1633,44 cm-1 pita serapan tajam H-(C-COO-)
1463,61 cm-1 dan 1429 cm-1 pita serapan sedang CH pada -CH-CH-
1376,28 cm-1 pita serapan sedang OH pada C-OH
823,99 cm-1 pita serapan tajam CH aromatis
720,86 cm-1 pita serapan sedang CH aromatis

Spektrum infra merah komponen senyawa hasil isolasi dapat dilihat pada lampiran E

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 37
Hasil analisis spektroskopi resonansi magnetic inti proton (1H-NMR) senyawa hasil
isolasi dengan menggunakan pelarut CDCl3 dan TMS sebagai standart memberikan
signal-signal pergeseran kimia sebagai beikut :
Pergeseran kimia (1H-NMR) senyawa hasil isolasi ( ppm ) :
• 0,879 menunjukkan puncak singlet
• 1,264 menunjukkan puncak singlet
• 2,299 menunjukkan puncak singlet
• 3,803 – 3,834 menunjukkan puncak doublet
• 5,853 menunjukkan puncak singlet
• 5,123 – 5,135 menunjukkan puncak doublet
• 6,331 – 6,761 menunjukkan puncak multiplet
Spektrum magnetic inti proton komponen senyawa hasil isolasi dapat dilihat pada
lampiran F.

4.2. Pembahasan
Isolasi pemisahan dan pemurnian kristal untuk senyawa-senyawa alkaloida sudah
banyak dilakukan terhadap ekstrak tumbuh-tumbuhan. Dari hasil penelitian yang
kami lakukan terhadap isolasi senyawa alkaloida dari biji buah pala dengan
menggunakan metode J.B Harbone dengan menggunakan absorben silika gel 60 G
dan dielusi dengan Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v ). Kemudian dipekatkan dan
residu yang diperoleh direkristalisasi dengan kloroform murni sehingga kristal
berbentuk jarum, mempunyai titik lebur 80-82oC.
Elusidasi struktur dengan data spektrofotometer infra merah pada daerah bilangan
tertentu dan spesifik serta data spektrum magnetik inti proton (1H-NMR) dengan
menggunakan pelarut CDCl3 dan standart TMS bahwa pergeseran-pergeseran kimia
dari kristal yang spesifik adalah sebagai berikut :
1. Pada pergeseran kimia 0,879 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan
adanya gugus -CH dari gugus -CH-CH-. Ini didukung oleh data spektrum FT-
IR pada bilangan gelombang 1463,61 cm-1 dan 1429,02 cm-1 yang
menunjukkan karakteristik molekul CH.
2. Pada pergeseran kimia 1,264 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan
adanya gugs -CH3 dari gugus -C-CH3. Ini didukung oleh data spektrum FT-

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 38
IR pada bilangan gelombanog 2853,86 cm-1 dan 2925,09 cm-1 yang
menunjukkan karakteristik molekul CH3.
3. Pada pergeseran kimia 2,299 ppm terdapat puncak multiplet yang
menunjukkan adanya gugus -CH dari gugus H-(C-COO-). Ini didukung oleh
data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1633,44 cm-1 yang
menunjukkan karakteristik molekul CH.
4. Pada pergeseran kimia 3,803 – 3,834 ppm terdapat puncak doublet yang
menunjukkan adanya gugus -CH yang terikat pada gugus H-(C-N+). Ini
didukung oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1590,77 cm-1
dan 3077,30 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul N+H.
5. Pada pergeseran kimia 5,853 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan
adanya gugus –OH dari gugus C-OH. Ini didukung oleh data spektrum FT-IR
pada bilangan gelombang 1376,28 cm-1 yang menunjukkan karakteristik
molekul OH.
6. Pada pergeseran kimia 5,123 – 5,135 ppm terdapat puncak doublet yang
menunjukkan adanya gugus =CH dari gugus CH=CH. Ini didukung oleh data
FT-IR pada bilangan gelombang 720,86 cm-1 dan 823,99 cm-1 yang
menunjukkan karakteristik molekul CH
7. Pada pergeseran kimia 6,331 – 6,761 ppm terdapat puncak multiplet yang
menunjukkan adanya gugus -CH yang terikat pada -NH-CH. Ini didukung
oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 3479,55 cm-1 yang
menunjukkan karakteristik molekul NH.
Berdasarkan analisa data spektrofotometer infra merah (FT-IR) dan data spektrum
magnetik inti proton (1H-NMR) bahwa kristal yang diisolasi adalah senyawa
alkaloida

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 gram biji buah pala (Myristica fragrans
Houtt) adalah kristal berwarna kuning berbentuk jarum dengan titik lebur 80-82 oC
sebanyak 73 mg yang merupakan senyawa alkaloida.

5.2. Saran
Perlu dilakukan isolasi biji buah pala dengan menggunakan metode lain dan terhadap
hasil isolasi dilakukan dengan analisis spektroskopi yang lain seperti spektroskopi
MS sehingga diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk kebenaran struktur
senyawa alkaloida hasil isolasi.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 40
DAFTAR PUSTAKA

Alan, S. W., (1981), Organic Chemistry, New York : Harper & Row Publisher.
Cresswell, C. J. dan Runguist dan Campbell., (1982), Analisis Spektrum Senyawa
Organik, Edisi kedua, Bandung, Penerbit ITB.Hal. 100-101
Dalimunthe Setiawan., (1999), Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Trubus
Agriwidya, Jakarta.
Djauhariyah E., (2004), Tumbuhan Sebagai Obat, Seri Agrisehat, Penebar
Swadaya, Jakarta.Hal 7-8
Gritter,, R. J., (1992), Pengantar Kromatografi, Terjemahan Kosasih Padmawinata,
Edisi kedua, Itb, Bandung.Hal.110
Harbone, J. B., (1987), Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Terbitan kedua, Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro, Bandung: penerbit ITB.Hal.238-240
Hendrikson, J. N., (1965), The Molecular of Nature, W. A. Benjamin, Inc. New
York.Hal.143-177
Ir. Hatta Sunanta, BSC. MS., Budidaya Pala, Cetakan Pertama, Penerbit Konisius,
Yogyakarta.
James B. Hendrikson., (1965), The Molecules Of Nature, W. A. Benjamin Inc. New
York. Hal. 37-129
Manito, P., (1992), Biosintesis Produk Alami, Semarang ; Cetakan Pertama-IKIP.
Muldja, M. H., (1955), Analisis Instrumental, Surabaya : Airlangga Universitas
Press.Hal.223-228
Noerdin., (1999), Elusidasi Struktur Senyawa Organik, Bandung : Penerbit
Angkasa.Hal.111-112
Pavia, L. D., (1979), Introduction to Spektroscopy A Guide for Students of
Organic Chemistry, Philladelphia, Sounder College.
Sanusi Ibrahim., (2000), Workshop Pengembangan SDM Kimia Organik Bahan
Alam Hayati, Padang.
Sastrohamidjojo, H., (1996), Sintesis bahan Alam, Cetakan Pertama, yogyakarta:
Penerbit UGM.Hal.131-133

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 41
Sastrohamidjojo, H., (1985), Kromatografi, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Hal.15-30
Silverstein, R. M., (1984), Penyidikan Spektrometri Senyawa Organik,
Terjemahan A. J. Hartomo dan Amny Victor Purba, Edisi keempat, Penerbit
Erlangga, Jakarta.Hal.94-96
Tobing, L. Rangke. MSc., (1989), Kimia Bahan Alam, Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pembangunan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
Trevor, R., (1995), Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerjemah Kosasih
Padmawinata, Bandung :Penerbit ITB.

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 42
LAMPIRAN A. Determinasi Tanaman Pala

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 43
LAMPIRAN B. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Biji Buah Pala

No Fase Gerak Jumlah Noda Warna Noda Rf


1 Kloroform 100 % 1 Biru 0,95
2 Kloroform : Ethyl asetat 1 Biru 0,70
(90:10 v/v)
3 Kloroform : Ethyl asetat 1 Biru 0,74
(80:20 v/v)
4 Kloroform : Ethyl asetat 1 Biru 0,88
(70:30 v/v)
5 Kloroform : Ethyl asetat 1 Biru 0,94
(60:40 v/v)

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 44
LAMPIRAN C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Hasil Isolasi

No Fase Gerak Jumlah Noda Warna Noda Rf


1 Kloroform : Ethyl asetat 1 Biru 0,85
(70:30 v/v)

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 45
LAMPIRAN D. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol dan Hasil Isolasi Biji
Buah Pala

1 2 3 4 5 6

E E E E E H

Keterangan :
E : Ekstrak Etanol Biji Buah Pala dengan fasa diam silika gel 60 G
H : Hasil Isolasi Ekstrak Etanol dengan fasa diam silika gel 60 G
1 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform 100%
2 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (90:10 v/v)
3 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (80:20 v/v)
4 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v)
5 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (60:40 v/v)
6 : Hasil Isolasi Ekstrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v)

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 46
LAMPIRAN E

Spektrum FT-IR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 47
LAMPIRAN F

Spektrum 1H-NMR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 48
LAMPIRAN G

Spektrum FT-IR Struktur Pembanding

Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010. 49

Anda mungkin juga menyukai