LAPKAS HE Jadi PDF
LAPKAS HE Jadi PDF
Oleh
Ester Kardianti Anin
00000014164
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh, dengan berat 1-1.5 kg dan 1.5-2.5 % dari massa
bebas lemak tubuh. Hati memiliki peran yang besar bagi tubuh manusia. Hati sangat berperan
terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hati juga merupakan tempat penyimpanan
zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Hati juga berperan dalam pembentukan faktor-faktor
koagulasi darah. 1
Hepatitis merupakan salah satu penyakit hati yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
di dunia termasuk Indonesia. Salah satu jenis hepatitis yang paling sering terjadi di dunia adalah
Hepatitis B yang telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang, dengan 240 juta orang diantaranya
mengidap Hepatitis B kronik. Indonesia merupakan negara endemis Hepatitis B kedua di South
East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menyatakan bahwa diperkirakan 10 dari 100 orang Indonesia yang melakukan uji saring darah
donor PMI telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Di Indonesia, 28 juta penduduk diperkirakan
terinfeksi Hepatitis B dan C, 50% diantaranya berpotensi menjadi kronis dan 5% diantaranya
berpotensi menjadi kanker hati.2
Hepatitis B Kronik dapat mengakibatkan terjadinya sirosis hati. Sirosis adalah penyakit
kronis hati yang tidak dapat kembali normal (irreversible) yang ditandai oleh fibrosis,
disorganisasi struktur lobules dan vaskuler serta nodul regeneratif dari hepatosit.3 Sirosis
merupakan penyebab kematian kelima pada orang dewasa dan menjadi salah satu penyakit yang
membutuhkan banyak biaya. 4
Salah satu penelitian di USA yang menganalisis angka kematian sirosis di 187 negara
semenjak tahun 1980 hingga 2010 mendapatkan hasil bahwa kematian karena sirosis hati secara
global meningkat dari 452,863 pada tahun 1980 sampai lebih dari 1 juta pada tahun 2010. Di
Indonesia, angka kematian per 100,000 penduduk meningkat dari 19,48 pada tahun 1980 sampai
24,8 pada 2010. Angka kematian ini meningkat 25,1% dalam kurun waktu 30 tahun. Oleh karena
itu, sirosis hati merupakan salah satu penyakit yang perlu diperhatikan dalam dunia kesehatan di
Indonesia.5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Pasien datang dengan keluhan utama lemas. Dari hasil anamnesis, didapatkan beberapa hal
yang berkaitan dengan sirosis hepatis yaitu lemah, perut terasa semakin membesar, ikterus (mata
kuning dan BAK kuning pekat), riwayat hepatitis B dan muntah darah. Pasien merasa lemah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan fungsi hati. Dengan terjadinya proses
fibrotik pada sirosis hepatis menyebabkan adanya gangguan fungsi hati dalam melakukan
metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang merupakan sumber energi. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan pada pembentukan glukosa hasil metabolisme monosakarida. Gangguan
produksi protein plasma dan lipoprotein pada hati juga merupakan faktor yang mengakibatkan
kurang berfungsinya cadangan energi dalam tubuh. 4
Keluhan pasien mengenai perut yang semakin membesar juga merupakan salah satu tanda
komplikasi dari sirosis hepatis. Pada pemeriksaan fisik bagian abdomen, didapatkan shifting
dullness (+) yang menandakan adanya penumpukan cairan di ekstraselular perut (asites). Dalam
satu tahun, 5-10% pasien dengan sirosis yang terkompensasi mengalami komplikasi ini. Asites
merupakan penyebab paling sering dari sirosis dekompensasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya
retensi sodium di renal akibat teraktivasinya renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) dan
sistem saraf simpatis oleh inflamasi sistemik. Selain itu, hipertensi portal yang terjadi juga faktor
yang menyebabkan terjadinya penumpukan cairan karena meningkatnya tekanan hidrostatik. 5 Hal
yang sama juga mengakibatkan adanya tumpukan cairan di kaki pasien sehingga hal ini
menyebabkan terjadinya edema tungkai.
Selain itu, pasien juga pernah mengalami muntah darah. Muntah darah ini juga berhubungan
dengan sirosis hepatis. Hal ini diperkirakan terjadi oleh karena pecahnya varises esofagus yang
merupakan terbentuk adanya bendungan darah menuju hati akibat sirosis. Bendungan ini
mengakibatkan aliran darah menuju ke pembuluh darah vena di esofagus, gaster dan rectum yang
tentunya memiliki ukuran yang lebih kecil dan mudah pecah. Tekanan aliran darah dan
kemampuan vena untuk menampung darah yang tidak seimbang mengakibatkan pembesaran
bahkan pecahnya pembulu darah vena. Pecahnya varises ini juga merupakan salah satu mekanisme
yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien ini. Dengan kata lain, varises ini dapat terjadi
4
sebagai akibat dari hipertensi portal. Untuk memastikan adanya varises atau tidak, perlu
dilakukan tindakan endoskopi sebagai gold standard untuk diagnosis gastroesofagus varises. 6
Selain asites dan varises esofagus, hipertensi portal juga dapat menyebabkan terjadinya
hipersplenisme. Hipersplenisme sekunder yang disebabkan oleh hipertensi portal juga merupakan
salah satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien. Karakteristik utama dari
hipersplenisme yaitu adanya tanda-tanda pancytopenia. Anemia hemolitik juga terjadi karena
destruksi eritrosit intrasplenik. Proses hemolysis yang terjadi pada hipersplenisme ini juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasien mengalami ikterik, oleh karena
peningkatan produksi bilirubin. Destruksi dari prekursor megakariosit dan leukosit juga dapat
mengakibatkan terjadinya trombositopenia dan leukopenia. Tatalaksana hipersplenisme yaitu
dengan mengobati penyebab utama penyakit tersebut yaitu penyakit hati kronis. Splenektomi dapat
disarankan apabila terjadi thrombosis pada splenic vein. 7
Untuk mendiagnosis pasien sirosis hepatis dengan hipertensi porta, perlu dilakukan
pemeriksaan imaging. Pemeriksaan yang biasanya digunakan yaitu ultrasonografi (USG). Pada
USG, didapatkan gambaran hati mengecil, permukaan ireguler, ekogenitas, inhomogen dan kasar,
pelebaran vena porta ≥13 mm, splenomegali, pelebaran vena lienalis ≥11 mm. 6
Hal lain yang penting dan perlu diperhatikan pada pasien ini yaitu pasien mengalami infeksi
Hepatitis B semenjak 1,5 tahun yang lalu. Berdasarkan American Association for the Study of Liver
Disease (AASLD), kriteria diagnosis kronik hepatitis B yaitu:8
1. Terdapat HBsAg ≥ 6 bulan
2. Serum HBV-DNA bervariasi dari tidak terdeteksi hingga miliaran IU/mL
3. Level HBV-DNA > 20,000 IU/mL pada pasien dengan HBeAg positif dan 2,000-20,000
IU/mL pada pasien dengan HBeAg negative
4. Level ALT dan/atau AST normal atau meningkat
5. Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronik dengan variabel nekroinflamasi dan/atau
fibrosis
AASLD merekomendasikan pada pasien sirosis dekompensasi dengan HBsAg positif untuk
tetap diobati dengan terapi antiviral. Obat yang direkomendasikan yaitu entecavir dan tenofovir.
Pada pasien ini tidak boleh diberikan Peg-IFN (Interferon) karena dapat memperparah kondisi
pasien. Apabila pasiennya memungkinkan, direkomendasikan untuk melakukan transplantasi hati.
Pasien harus tetap dimonitor secara ketat terkhususnya untuk efek samping obat antiviral yaitu
insufisiensi renal dan lactic acidosis. 8
Salah satu komplikasi yang berbahaya dari sirosis hepatis adalah hepatic encephalopathy.
Berdasarkan kriteria West Haven, derajat hepatic encephalopathy adalah sebagai berikut, 9
Grade 1 : Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, depresi, ansietas, iritabilitas, penurunan
kemampuan menulis, tremor, suara monoton
Grade 2 : Letargi atau apatis, disorientasi, penurunan daya ingat, perubahan sikap dan
perilaku yang tidak wajar
Grade 3 : Somnolen sampai semistupor, tetapi respon terhadap stimulus verbal, disorientasi
berat, bingung (confusion)
Grade 4 : Koma
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda hepatic encephalopathy.
Sirosis hepatis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti asites, varises esophagus,
hepatic encephalopathy dan bias sampai menyebabkan hepatoselular karsinoma. Berdasarkan
American Academy of Family Physicians, algoritma tatalaksana komplikasi sirosis adalah seperti
yang tertera pada gambar 1.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem
klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring
ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt.
Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti
variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan
dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan
darah.5 Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel 3. Sistem klasifikasi Child-
Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A
adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.
Gambar 1. Algoritma tatalaksana komplikasi pada sirosis hepatis
Model for End-stage Liver Disease score = 6.43 + 3.78 Ln(serum total bilirubin [mg per dL]) + 11.2
Ln(International Normalized Ratio) + 9.57 Ln(serum creatinine [mg per dL])
Tabel 1. Skoring Child-Pugh
Kriteria Lab dan Klinis Poin
Ensefalopati Tidak ada Grade 1-2 Grade 3-4
Asites Tidak ada Ringan- Berat
sedang
Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3
Albumin (g/dL) >3.5 2.8-3.5 <2.8
Prothrombin time
Seconds prolonged <4 4-6 >6
International normalized <1.7 1.7-2.3 >2.3
ratio
Pada pasien ini tidak ada pemeriksaan bilirubin, albumin dan PTT sehingga tidak
dapat ditentukan prognosisnya dengan skoring child-pugh. Namun secara keseluruhan
jika dilihat dari keadaan pasien saat ini,
✓ Ad vitam : dubia ad malam
✓ Ad functionam : ad malam
✓ Ad sanactionam : ad malam
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pasien dengan sirosis hati dekompensata, pengobatan didasarkan pada gejala.tanda
yang menonjol dan komplikasi yang mucul pada penderita. Pada pasien ini diberikan propranolol
untuk mengendalikan varises esofagus dan sebagai profilaksis untuk perdarahan selanjutnya.
Spironolactone dan furosemide juga diberikan kepada pasien sebagai obat untuk penanganan asites
yang dialami oleh pasien. Pasien perlu diberikan tambahan obat untuk hepatitis B yaitu entecavir
atau tenofovir. Karena pasien sudah memiliki komplikasi asites dan varises esofagus yang sudah
pecah dan mengakibatkan perdarahan, prognosis pasien bisa dikatakan ad malam.
Pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan albumin, bilirubin, dan prothrombin time untuk
dapat melihat lebih jelas prognosis pasien. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal, dan endoskopi untuk mengetahui komplikasi-komplikasi yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
2. RI KK. InfoDATIN: Situasi dan Analisi Hepatitis. Pusat Data dan Informasi. 2014. p. 8.
3. Budhiarta D. Penatalaksanaan Dan Edukasi Pasien Sirosis Hati Dengan Varises Esofagus
Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2014. 2016;5(7):1–5.
7. Cullis JO. Diagnosis and management of anaemia of chronic disease: current status. Br J
Haematol. 2011;154(3):289–300.
8. Terrault NA, Lok AS, McMahon BJ, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, et al. Update on
Prevention, Diagnosis, and Treatment and of Chronic Hepatitis B: AASLD 2018 Hepatitis
B Guidance. Hepatology [Internet]. 2018;67(4):1560–99. Available from:
http://doi.wiley.com/10.1002/hep.29800