Anda di halaman 1dari 16

HOSPITAL EXPOSURE

SIROSIS HEPATIS ET CAUSA HEPATITIS B


DENGAN KOMPLIKASI
RUMAH SAKIL SILOAM LIPPO KARAWACI GEDUNG B

Oleh
Ester Kardianti Anin
00000014164

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh, dengan berat 1-1.5 kg dan 1.5-2.5 % dari massa
bebas lemak tubuh. Hati memiliki peran yang besar bagi tubuh manusia. Hati sangat berperan
terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hati juga merupakan tempat penyimpanan
zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Hati juga berperan dalam pembentukan faktor-faktor
koagulasi darah. 1

Hepatitis merupakan salah satu penyakit hati yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
di dunia termasuk Indonesia. Salah satu jenis hepatitis yang paling sering terjadi di dunia adalah
Hepatitis B yang telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang, dengan 240 juta orang diantaranya
mengidap Hepatitis B kronik. Indonesia merupakan negara endemis Hepatitis B kedua di South
East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menyatakan bahwa diperkirakan 10 dari 100 orang Indonesia yang melakukan uji saring darah
donor PMI telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Di Indonesia, 28 juta penduduk diperkirakan
terinfeksi Hepatitis B dan C, 50% diantaranya berpotensi menjadi kronis dan 5% diantaranya
berpotensi menjadi kanker hati.2

Hepatitis B Kronik dapat mengakibatkan terjadinya sirosis hati. Sirosis adalah penyakit
kronis hati yang tidak dapat kembali normal (irreversible) yang ditandai oleh fibrosis,
disorganisasi struktur lobules dan vaskuler serta nodul regeneratif dari hepatosit.3 Sirosis
merupakan penyebab kematian kelima pada orang dewasa dan menjadi salah satu penyakit yang
membutuhkan banyak biaya. 4

Salah satu penelitian di USA yang menganalisis angka kematian sirosis di 187 negara
semenjak tahun 1980 hingga 2010 mendapatkan hasil bahwa kematian karena sirosis hati secara
global meningkat dari 452,863 pada tahun 1980 sampai lebih dari 1 juta pada tahun 2010. Di
Indonesia, angka kematian per 100,000 penduduk meningkat dari 19,48 pada tahun 1980 sampai
24,8 pada 2010. Angka kematian ini meningkat 25,1% dalam kurun waktu 30 tahun. Oleh karena
itu, sirosis hati merupakan salah satu penyakit yang perlu diperhatikan dalam dunia kesehatan di
Indonesia.5
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ibu M
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Griya Asri, Tangerang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : RSUS.00-64-13-19
Jaminan : BPJS
Tanggal pemeriksaan : 7 Agustus 2018
2.2. Anamnesis Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 Agustus 2018 di poli
penyakit dalam Rumah Sakit Siloam Lippo Karawaci Paviliun B lantai 2.
Keluhan utama :
Lemas sejak 1 bulan yang lalu
Keluhan tambahan :
Perut semakin membesar, mual muntah, kedua kaki bengkak.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang untuk melakukan kontrol bulanan terhadap penyakit sirosis hati yang
sedang dialaminya. Pasien memiliki keluhan lemas sejak 1 bulan yang lalu walaupun tidak
beraktivitas terlalu berat seperti menyapu dan memasak. Rasa lemas pasien dirasakan di
seluruh bagian tubuh dan akan semakin memburuk apabila pasien melakukan aktivitas
yang lebih berat seperti mencuci pakaian. Rasa lemas ini dapat sedikit berkurang dengan
beristirahat atau tidur sebentar walaupun tidak begitu signifikan. Setiap bangun tidur pasien
masih merasa lemas. Pasien merasa lemas sepanjang hari tidak pada waktu-waktu tertentu
dan semakin hari semakin memberat. Hal ini sangat mengganggu pasien untuk beraktivitas
karena merasa seperti tidak berenergi untuk melakukan sesuatu.
Pasien menyangkal adanya kegelisahan dan kesulitan tidur di malam hari namun
pasien kadang merasa kantuk di siang hari dan ingin beristirahat. Pola makan pasien teratur,
3 kali sehari dengan menu makanan nasi, tempe/tahu/telur, sayur-sayuran (kol, sawi putih,
kangkung), atau kadang-kadang ikan/daging. Pasien suka makan buah-buahan seperti
jeruk, papaya dan anggur. Ada sedikit penurunan nafsu makan namun pasien tetap berusaha
untuk makan teratur. Tidak ada penurunan berat badan. Pasien tidak mengkonsumsi kopi
atau minuman yang mengandung kafein. Pasien menyangkal menggunakan obat-obat
terlarang, merokok dan minum alkohol.
Selain itu, pasien juga mengeluh bengkak pada kedua kaki sejak 6 bulan yang lalu
yang membuat pasien sedikit terganggu untuk berjalan. Bengkak bertambah parah apabila
pasien melakukan banyak aktivitas. Bengkak akan berkurang apabila pasien
mengkonsumsi obat kencing yang diberikan. Keluhan ini tidak disertai dengan rasa nyeri
dan kemerahan. Pasien menyangkal adanya keluhan sesak napas dan berdebar-debar.
Pasien juga mengeluh sering merasa perut seperti semakin membesar sejak 6 bulan
yang lalu. Hal ini disertai dengan mual dan muntah sekitar 4 bulan yang lalu namun tidak
ada lagi dalam 1 bulan terakhir ini. Muntah disertai dengan darah selama beberapa hari.
Pasien mengaku sudah dilakukan endoskopi 4 bulan yang lalu. BAB pasien normal, 1 kali
dalam 2 hari, konsistensi sedikit lebih lunak dari biasanya, dan berwarna normal. Pasien
menyangkal ada darah atau perubahan warna hitam pada BAB.
Pasien lebih sering buang air kecil karena mengkonsumsi obat kencing yang
diberikan dokter. Sehari bisa lebih dari 5 kali buang air kecil. Air kencing berwarna lebih
kuning pekat dari biasanya.
Pasien selalu disiplin mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan resep yang
diberikan dokter. Pasien rutin kontrol ke poli penyakit dalam setiap bulan. Pasien
menyangkal memiliki gangguan mood, konsentrasi, maupun memori.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah dirawat Hepatitis B sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien pernah dirawat
karena sirosis hepatis 6 bulan yang lalu. Riwayat pembesaran limpa. Pasien menyangkal
mengalami trauma, kejang, alergi terhadap makanan, minuman, dan obat – obatan. Pasien
menyangkal memiliki penyakit hipertensi, diabetes mellitus, stroke, dan kanker.
Riwayat penyakit keluarga :
• Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
• Tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke, dan kanker.
Riwayat sosial :
• Tidak merokok.
• Tidak mengkonsumsi alkohol.
• Tidak mengkonsumsi obat – obatan terlarang.
Riwayat operasi atau tindakan:
• Tidak pernah dioperasi

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Keadaan umum : terlihat sakit ringan
2.3.2. Kesadaran : compos mentis
2.3.3. GCS : 15 (E4, M6, V5)
2.3.4. Berat badan : 58 kg
2.3.5. Tinggi badan : 152 cm
2.3.6. IMT : 21 kg/m2
2.3.7. Tanda – tanda vital :
• Suhu : 37,2˚C
• Nadi : 84x / menit
• Laju pernapasan : 16x / menit
• Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
• Saturasi O2 :-
2.3.8. Kepala
• Normocephal
• Bekas luka (-)
• Rambut hitam distribusi merata
• Tidak terlihat bengkak pada seluruh wajah
2.3.9. Mata
• Konjungtiva pucat (+/+)
• Sklera ikterik (+/+)
• Edema kelopak mata (-/-)
• Eksoptalmus/Enoptalmus (-/-)
2.3.10. Hidung
• Bentuk hidung dalam batas normal
• Perdarahan (-)
• Sekret (-)
2.3.11. Telinga
• Tophi (-)
• Pendengaran dalam batas normal
• Nyeri tekan di prosesus mastoideus (-)
2.3.12. Mulut
• Sariawan (-)
• Pembesaran tonsil (-)
• Gusi berdarah (-)
• Lidah pucat dan kotor (-)
• Atrofi papil (-)
• Stomatitis (-)
• Bau pernapasan khas (-)
2.3.13. Leher
• Perbesaran KGB (-)
• Pembesaran tiroid (-)
• Deviasi trakea (-)
• Kaku kuduk (-)
2.3.14. Thorax
• Pergerakan dada simetris
• Bentuk dada normal
• Ekspansi normal
2.3.15. Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : S1/S2 regular, suara tambahan (-), gallop (-), murmur (-)
2.3.16. Paru
• Inspeksi : pergerakan kedua dada simetris, retraksi (-), spider naevi (-)
• Palpasi : Tidak teraba massa, tactile fremitus simetris kiri = kanan
• Perkusi : sonor (+/+)
• Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
2.3.17. Abdomen
• Inspeksi : cembung, caput medusae (-)
• Palpasi : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba, lien teraba schuffner 2,
permukaan rata, tepi tajam, incisura lienalis teraba.
• Perkusi : timpani, undulasi (+), shifting dullness (+), traube space redup
• Auskultasi : bising usus (+) normal
• Lingkar perut : 76 cm
Kesan : Ascites
2.3.18. Alat kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.19. Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.20. Ekstremitas atas
• Nyeri sendi (-/-), gerakan bebas
• Edema (-/-)
• Jaringan parut (-/-)
• Pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-/-)
• Eritema palmaris (-/-)
2.3.21. Ekstremitas bawah
• Nyeri sendi (-/-), gerakan bebas
• Edema tungkai (+/+)
• Jaringan parut (-/-)
• Pigmentasi normal
2.4. Pemeriksaan Penunjang
2.4.1. Laboratorium

Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi


Full Blood Count
Haemoglobin 8.90 g/dL 11.70-15.50
Hematocrit 25.10 % 35.00-47.00 Anemia
Erythrocyte(RBC) 2.61 10^6/µL 3.80-5.20
White Blood Cell
5.18 10^3/µL 3.60-11.00
(WBC)
Differential Count
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 4 % 1-3
Band Neutrophil 2 % 2-6
Segment Neutrophil 70 % 50-70
Lymphocyte 16 % 25-40
Monocyte 8 % 2-8
Platelet Count 62.00 10^3/µL 150.00-440.00 Trombositopenia
Terdapat reaksi
ESR 33 mm/hours 0-20
inflamasi
MCV, MCH, MCHC
MCV 96.20 fL 80.00-100.00 Normositik
MCH 34.10 pg 26.00-34.00 Normokrom
MCHC 35.50 g/dL 32.00-36.00
2.5. Resume
Seorang wanita berusia 57 tahun datang ke poli untuk melakukan kontrol bulanan
terhadap penyakit sirosis hati yang dialaminya sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga
mengidap penyakit Hepatitis B sejak 1,5 tahun yang lalu. Pada saat kontrol, pasien
mengeluh lemas sejak 1 bulan yang lalu, perut terasa semakin membesar disertai mual dan
muntah berdarah sejak 4 bulan yang lalu. Pasien menyangkal adanya BAB berdarah atau
berwarna hitam. Dalam sehari, pasien dapat buang air kecil lebih dari 5 kali dan air kencing
berwarna kuning pekat. Pasien menyangkal adanya kesulitan tidur, gangguan mood,
konsentrasi maupun memori. Pada pemeriksaan fisik ditemui konjungtiva pucat, sklera
ikterik, hepar tidak teraba, splenomegali SII, kesan ascites pada pemeriksaan abdomen dan
edema pada kedua tungkai. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil interpretasi
normositik normokrom anemia, trombositopenia dan adanya peningkatan ESR.
2.6. Daftar Masalah
2.6.1. Sirosis Hepatis dengan komplikasi hipertensi portal, asites dan varises esophagus
2.6.2. Hepatitis B
2.7. Tata Laksana
2.6.3. Edukasi
• Hindari alkohol
• Diet hati III
Energi 40-45 kkal/kgBB per hari
Lemak 20-25% dari kebutuhan energi total
Protein 1.25-1.5 g/kgBB
Suplementasi vitamin B kompleks, C dan K apabila ada anemia
• Diet rendah garam (5.2 gram atau 90 mmol/hari)
2.6.4. Medikamentosa
• Furosemide 40 mg tab, 1 x sehari 2 tab, sebelum makan pagi
• Spironolactone 100 mg tab, 1 x sehari 1 tab, sesudah makan pagi
• Curcuma 200 mg dragee, 3 x sehari 1 tab, sesudah makan
• Propanolol 10 mg tab, 3 x sehari 1 tan, sesudah makan
BAB II
DISKUSI KASUS

Pasien datang dengan keluhan utama lemas. Dari hasil anamnesis, didapatkan beberapa hal
yang berkaitan dengan sirosis hepatis yaitu lemah, perut terasa semakin membesar, ikterus (mata
kuning dan BAK kuning pekat), riwayat hepatitis B dan muntah darah. Pasien merasa lemah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan fungsi hati. Dengan terjadinya proses
fibrotik pada sirosis hepatis menyebabkan adanya gangguan fungsi hati dalam melakukan
metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang merupakan sumber energi. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan pada pembentukan glukosa hasil metabolisme monosakarida. Gangguan
produksi protein plasma dan lipoprotein pada hati juga merupakan faktor yang mengakibatkan
kurang berfungsinya cadangan energi dalam tubuh. 4
Keluhan pasien mengenai perut yang semakin membesar juga merupakan salah satu tanda
komplikasi dari sirosis hepatis. Pada pemeriksaan fisik bagian abdomen, didapatkan shifting
dullness (+) yang menandakan adanya penumpukan cairan di ekstraselular perut (asites). Dalam
satu tahun, 5-10% pasien dengan sirosis yang terkompensasi mengalami komplikasi ini. Asites
merupakan penyebab paling sering dari sirosis dekompensasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya
retensi sodium di renal akibat teraktivasinya renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) dan
sistem saraf simpatis oleh inflamasi sistemik. Selain itu, hipertensi portal yang terjadi juga faktor
yang menyebabkan terjadinya penumpukan cairan karena meningkatnya tekanan hidrostatik. 5 Hal
yang sama juga mengakibatkan adanya tumpukan cairan di kaki pasien sehingga hal ini
menyebabkan terjadinya edema tungkai.
Selain itu, pasien juga pernah mengalami muntah darah. Muntah darah ini juga berhubungan
dengan sirosis hepatis. Hal ini diperkirakan terjadi oleh karena pecahnya varises esofagus yang
merupakan terbentuk adanya bendungan darah menuju hati akibat sirosis. Bendungan ini
mengakibatkan aliran darah menuju ke pembuluh darah vena di esofagus, gaster dan rectum yang
tentunya memiliki ukuran yang lebih kecil dan mudah pecah. Tekanan aliran darah dan
kemampuan vena untuk menampung darah yang tidak seimbang mengakibatkan pembesaran
bahkan pecahnya pembulu darah vena. Pecahnya varises ini juga merupakan salah satu mekanisme
yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien ini. Dengan kata lain, varises ini dapat terjadi
4
sebagai akibat dari hipertensi portal. Untuk memastikan adanya varises atau tidak, perlu
dilakukan tindakan endoskopi sebagai gold standard untuk diagnosis gastroesofagus varises. 6
Selain asites dan varises esofagus, hipertensi portal juga dapat menyebabkan terjadinya
hipersplenisme. Hipersplenisme sekunder yang disebabkan oleh hipertensi portal juga merupakan
salah satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien. Karakteristik utama dari
hipersplenisme yaitu adanya tanda-tanda pancytopenia. Anemia hemolitik juga terjadi karena
destruksi eritrosit intrasplenik. Proses hemolysis yang terjadi pada hipersplenisme ini juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasien mengalami ikterik, oleh karena
peningkatan produksi bilirubin. Destruksi dari prekursor megakariosit dan leukosit juga dapat
mengakibatkan terjadinya trombositopenia dan leukopenia. Tatalaksana hipersplenisme yaitu
dengan mengobati penyebab utama penyakit tersebut yaitu penyakit hati kronis. Splenektomi dapat
disarankan apabila terjadi thrombosis pada splenic vein. 7
Untuk mendiagnosis pasien sirosis hepatis dengan hipertensi porta, perlu dilakukan
pemeriksaan imaging. Pemeriksaan yang biasanya digunakan yaitu ultrasonografi (USG). Pada
USG, didapatkan gambaran hati mengecil, permukaan ireguler, ekogenitas, inhomogen dan kasar,
pelebaran vena porta ≥13 mm, splenomegali, pelebaran vena lienalis ≥11 mm. 6
Hal lain yang penting dan perlu diperhatikan pada pasien ini yaitu pasien mengalami infeksi
Hepatitis B semenjak 1,5 tahun yang lalu. Berdasarkan American Association for the Study of Liver
Disease (AASLD), kriteria diagnosis kronik hepatitis B yaitu:8
1. Terdapat HBsAg ≥ 6 bulan
2. Serum HBV-DNA bervariasi dari tidak terdeteksi hingga miliaran IU/mL
3. Level HBV-DNA > 20,000 IU/mL pada pasien dengan HBeAg positif dan 2,000-20,000
IU/mL pada pasien dengan HBeAg negative
4. Level ALT dan/atau AST normal atau meningkat
5. Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronik dengan variabel nekroinflamasi dan/atau
fibrosis

AASLD merekomendasikan pada pasien sirosis dekompensasi dengan HBsAg positif untuk
tetap diobati dengan terapi antiviral. Obat yang direkomendasikan yaitu entecavir dan tenofovir.
Pada pasien ini tidak boleh diberikan Peg-IFN (Interferon) karena dapat memperparah kondisi
pasien. Apabila pasiennya memungkinkan, direkomendasikan untuk melakukan transplantasi hati.
Pasien harus tetap dimonitor secara ketat terkhususnya untuk efek samping obat antiviral yaitu
insufisiensi renal dan lactic acidosis. 8
Salah satu komplikasi yang berbahaya dari sirosis hepatis adalah hepatic encephalopathy.
Berdasarkan kriteria West Haven, derajat hepatic encephalopathy adalah sebagai berikut, 9
Grade 1 : Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, depresi, ansietas, iritabilitas, penurunan
kemampuan menulis, tremor, suara monoton
Grade 2 : Letargi atau apatis, disorientasi, penurunan daya ingat, perubahan sikap dan
perilaku yang tidak wajar
Grade 3 : Somnolen sampai semistupor, tetapi respon terhadap stimulus verbal, disorientasi
berat, bingung (confusion)
Grade 4 : Koma
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda hepatic encephalopathy.
Sirosis hepatis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti asites, varises esophagus,
hepatic encephalopathy dan bias sampai menyebabkan hepatoselular karsinoma. Berdasarkan
American Academy of Family Physicians, algoritma tatalaksana komplikasi sirosis adalah seperti
yang tertera pada gambar 1.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem
klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring
ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt.
Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti
variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan
dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan
darah.5 Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel 3. Sistem klasifikasi Child-
Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A
adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.
Gambar 1. Algoritma tatalaksana komplikasi pada sirosis hepatis
Model for End-stage Liver Disease score = 6.43 + 3.78 Ln(serum total bilirubin [mg per dL]) + 11.2
Ln(International Normalized Ratio) + 9.57 Ln(serum creatinine [mg per dL])
Tabel 1. Skoring Child-Pugh
Kriteria Lab dan Klinis Poin
Ensefalopati Tidak ada Grade 1-2 Grade 3-4
Asites Tidak ada Ringan- Berat
sedang
Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3
Albumin (g/dL) >3.5 2.8-3.5 <2.8
Prothrombin time
Seconds prolonged <4 4-6 >6
International normalized <1.7 1.7-2.3 >2.3
ratio

Pada pasien ini tidak ada pemeriksaan bilirubin, albumin dan PTT sehingga tidak
dapat ditentukan prognosisnya dengan skoring child-pugh. Namun secara keseluruhan
jika dilihat dari keadaan pasien saat ini,
✓ Ad vitam : dubia ad malam
✓ Ad functionam : ad malam
✓ Ad sanactionam : ad malam
BAB IV
KESIMPULAN

Pada pasien dengan sirosis hati dekompensata, pengobatan didasarkan pada gejala.tanda
yang menonjol dan komplikasi yang mucul pada penderita. Pada pasien ini diberikan propranolol
untuk mengendalikan varises esofagus dan sebagai profilaksis untuk perdarahan selanjutnya.
Spironolactone dan furosemide juga diberikan kepada pasien sebagai obat untuk penanganan asites
yang dialami oleh pasien. Pasien perlu diberikan tambahan obat untuk hepatitis B yaitu entecavir
atau tenofovir. Karena pasien sudah memiliki komplikasi asites dan varises esofagus yang sudah
pecah dan mengakibatkan perdarahan, prognosis pasien bisa dikatakan ad malam.
Pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan albumin, bilirubin, dan prothrombin time untuk
dapat melihat lebih jelas prognosis pasien. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal, dan endoskopi untuk mengetahui komplikasi-komplikasi yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Halleys Kumar E, Radhakrishnan A. Prevalence of anaemia in decompensated chronic


liver disease. World J Med Sci. 2014;10(1):56–60.

2. RI KK. InfoDATIN: Situasi dan Analisi Hepatitis. Pusat Data dan Informasi. 2014. p. 8.

3. Budhiarta D. Penatalaksanaan Dan Edukasi Pasien Sirosis Hati Dengan Varises Esofagus
Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2014. 2016;5(7):1–5.

4. Garcia-Tsao G, Abraldes JG, Berzigotti A, Bosch J. Portal hypertensive bleeding in


cirrhosis: Risk stratification, diagnosis, and management: 2016 practice guidance by the
American Association for the study of liver diseases. Hepatology. 2017;65(1):310–35.

5. Angeli P, Bernardi M, Villanueva C, Francoz C, Mookerjee RP, Trebicka J, et al. EASL


Clinical Practice Guidelines for the management of patients with decompensated cirrhosis.
J Hepatol. 2018;69(2):406–60.

6. Procopet B, Berzigotti A. Diagnosis of cirrhosis and portal hypertension: imaging, non-


invasive markers of fibrosis and liver biopsy. Gastroenterol Rep [Internet]. 2017;5(2):79–
89. Available from: https://academic.oup.com/gastro/article-
lookup/doi/10.1093/gastro/gox012

7. Cullis JO. Diagnosis and management of anaemia of chronic disease: current status. Br J
Haematol. 2011;154(3):289–300.

8. Terrault NA, Lok AS, McMahon BJ, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, et al. Update on
Prevention, Diagnosis, and Treatment and of Chronic Hepatitis B: AASLD 2018 Hepatitis
B Guidance. Hepatology [Internet]. 2018;67(4):1560–99. Available from:
http://doi.wiley.com/10.1002/hep.29800

9. S. PAUL STARR, MD, and DANIEL RAINES, MD LS. Cirrhosis: Diagnosis,


Management, and Prevention. Am Fam Physician [Internet]. 2011;84(12):1353–9.
Available from: https://www.aafp.org/afp/2011/1215/p1353.html

Anda mungkin juga menyukai