Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN FUNGSI KOGNITIF

PADA MAHASISWA/I FAKULTAS KEDOKTERAN UPH ANGKATAN


2017

Disusun oleh:


Muhammad Farhan Noor


01071170099

Dibimbing oleh:
Dr. Michael Tanaka, Sp.JP

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kelebihan berat badan (Overweight) dan Kegemukan (Obesity) merupakan akumulasi

lemak abnormal atau berlebihan yang menghadirkan risiko bagi kesehatan.1Obesitas dapat

menimbulkan risiko penyakit seperti resistensi insulin, diabetes mellitus tipe 2,

hypertrygliceridemia, kurangnya level high-density lipoprotein dan naiknya level low-density

lipoprotein dan juga berbagai macam penyakit lainnya.2

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2016 39% wanita dan 39% laki-

laki berusia 18 tahun ke atas di dunia termasuk dalam kategori Overweight.3 Pada anak-anak

berusia 5-19 tahun, di tahun yang sama diteliti bahwa 18% termasuk dalam kategori

Overweight dan Obese.4

Obesitas pada remaja meningkat secara pesat di negara barat selama beberapa waktu
terakhir17, . Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang
menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti
faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik
17
.
Hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas
pada penduduk umur ≥ 15 tahun adalah 19,10% yang terdiri 8,80% berat badan lebih dan
10,30% obesitas. Meningkat pada tahun 2010 menjadi 21,70% yang terdiri dari berat badan
lebih10,00% dan obesitas sebesar 11,70%. 3 Tahun 2013 dari hasil RISKESDAS prevalensi
obesitas pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7,30% yang terdiri dari gemuk 5,70% dan
obesitas 1,60% .18
Indeks massa tubuh (IMT) adalah metrik yang saat ini digunakan untuk mendefinisikan
karakteristik tinggi / berat antropometrik pada orang dewasa dan untuk mengklasifikasikan
(mengelompokkan) mereka ke dalam kelompok. Hasil dari IMT mewakili indeks kegemukan
individu. Ini juga banyak digunakan sebagai faktor risiko untuk pengembangan atau
prevalensi beberapa masalah kesehatan.5 Hasil penghitungan IMT diklasifikasikan oleh
World Health Organization (WHO) menjadi IMT rendah, normal, pra-obesitas, dan obesitas
yang dibagi lagi menjadi obesitas kelas I, II dan III.6
Peningkatan massa lemak berlebihan atau obesitas pada usia pertengahan dengan
menurunnya fungsi kognitif pada usia24 . hal ini memperlihatkan keadaan yang berlawanan
mengenari pengaruh masa lemak terhadap fungsi kognitif disebut dengan “obesity paradox”
dimana obesitas pada usia pertengahan merupakan faktor reiko menurunnya fungsi kognitif .
Salah satu penjelasan mengenai obesity paradox adalah karena terrjadinya preklinis pada
demensia meliputi menurunnya berat badan, sehingga indeks masa tubuh yang rendah
meempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan indek massa tubuh yang tinggi16.
Fungsi kognitif adalah proses mental yang memungkinkan kita menerima, memilih,

menyimpan, mengubah, mengembangkan, dan memulihkan informasi yang telah kita terima

dari stimulus eksternal. Proses ini memungkinkan kita untuk memahami secara lebih efektif.7

Gangguan dari fungsi kognitif menyebabkan kurangnya atensi seseorang, mengingat dan

juga berbahasa. Pada tahun 2002, penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa 22.2%

penduduk yang berusia 71 tahun keatas mengalami penurunan fungsi kognitif tanpa

mengalami dementia.8

Penelitian yang dilakukan oleh Sujin Kim dkk pada tahun 2016 yang melakukan follow

up pada pasien yang sudah diteliti selama 6 tahun ke belakang mendapatkan hasil bahwa

obesitas justru berpengaruh terhadap turunnya risiko penurunan gangguan kognitif.9

Penelitian mengenai hubungan obesitas dengan fungsi kognitif yang dilakukan oleh

Christina Prickett dkk pada tahun 2014 terhadap individu berusia 18-65 tahun menemukan

hasil bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan penurunan fungsi kognitif seseorang.10

Di Indonesia, penelitian dengan judul “Hubungan Obesitas dengan Penurunan Fungsi

Kognitif” yang dilakukan oleh Yuliana berkesimpulan bahwa terdapat hubungan antara

obesitas dengan penurunan fungsi kognitif sehingga dianjurkan untuk mengontrol berat

badan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif.11


Jurnal yang dipublikasikan oleh Xiaolin Xiang dkk pada tahun 2014 menyatakan bahwa

justru Underwight merupakan faktor risiko yang kuat terhadap adanya gangguan fungsi

kognitif di kemudian hari.12

Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya penelitian hanya dilakukan pada usia

lansia, dan memiliki hasil yang berbeda – beda , dan membuat peneliti tertarik untuk

meneliti kembali apakah terdapat hubungan indeks massa tubuh dengan kemampuan kognitif

namun spesifik pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan (UPH)

dalam katagori umur remaja , dikarenakan Obesitas pada remaja meningkat secara pesat di

negara barat dan khususnya di Indonesia selama beberapa waktu terakhir.

1.2.Rumusan Masalah

Obesitas menjadi salah satu faktor yag diduga mempengaruhi fungsi kognitif , obesitas

pada usia pertengahan merupakan salah satu faktor penurunan fungsi kognitif di usia

lanjut24. Berdasarkan data yang ada remaja memiliki kedudukan tertinggi sebagai

golongan usia yang mengidap obesitas dalam perhitungan indeks masa tubuh . dari

penelitian yang ada peneliti hanya meneliti bmi dengan penurunan fungsi kognitif hanya

usia yang lanjut ,sehingga perlu diteliti kembali dalam subyek yang berbeda yaitu pada

usia remaja .

1.3.Pertanyaan Penelitian

 Bagaimana gambaran fungsi kognitif mahasiswa kedokteran UPH berdasarkan indeks

massa tubuh?

 Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan fungsi kognitif?

 Apakah terdapat perbandingan hasil indeks massa tubuh mahasiswa fakultas

kedokteran uph terhadap fungsi kognitif ?


1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

 Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan fungsi kognitif.

1.4.2. Tujuan Khusus

 Mengidentifikasi gambaran antropometri yakni indeks massa tubu remaja

mahasiswa fakultas kedokteran UPH

 Mengidentifikasi gambaran kemampuan kognitif mahasiswa kedokteran UPH

berdasarkan indeks massa tubuh.

 Mengidentifikasi hubungan antara indeks massa tubuh dengan fungsi kognitif

pada remaja fakultas kedokteran UPH

1.5. Manfaat Penelitan

1.5.1. Manfaat Akademik

 Pembelajaran bagi peneliti tentang tahap – tahap dalam penyusunan tugas skripsi,
serta meningkatkan minat penelitian bagi mahasiswa
 Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan informasi tambahan bagi

pembaca dan penilitian selanjutnya

 Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi studi/kajian mengenai adanya

hubungan indeks masa subuh dengan fungsi kognitif pada usia remaja .

1.5.2. Manfaat Praktik

 Sebagai informasi mengenai prevalensi indeks massa tubuh dan fungsi kognitif

pada mahasiswa FK UPH.

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran fungsi kognitif dengan

mengindikasikan obesitas sebagai faktor resiko yang berpengaruh terhadap fungsi

kognitif .
 Hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang
lingkup yang sama.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indeks Massa Tubuh

The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute
of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical
Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah
merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)
sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. (
who 2007). IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan
berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter(kg/m2 )). Interpretasi IMT tergantung pada umur dan
jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang
berbeda.19

Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai umur dan sesuai
dengan peningkatan panjang dan berat badan. Baru-baru ini The Centers for
Disease Control (CDC) mempublikasikan kurva IMT. IMT dapat diplotkan sesuai
jenis kelamin pada kurva pertumbuhan CDC untuk anak berusia 2-20
tahun.45,51.20
Indeks massa tubuh (IMT) adalah metrik yang saat ini digunakan untuk

mendefinisikan karakteristik tinggi/berat antropometrik pada orang dewasa dan

untuk mengklasifikasikan (mengelompokkan) mereka ke dalam kelompok. Hasil

dari IMT mewakili indeks kegemukan individu. Ini juga banyak digunakan

sebagai faktor risiko untuk pengembangan atau prevalensi beberapa masalah

kesehatan.5

Indeks Massa Tubuh (BMI) adalah berat badan seseorang dalam kilogram dibagi

dengan kuadrat tinggi dalam meter. BMI yang tinggi dapat menjadi indikator

kegemukan tubuh yang tinggi.13


2.2 Komponen IMT
- Tinggi Badan
Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas
kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan 7 bokong menempel pada
dinding serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di
samping badan. Bagian pengukur yang dapat bergerak disejajarkan dengan bagian
teratas kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal.22
- Berat Badan
Penimbangan berat badan terbaik dilakukan pada pagi hari bangun tidur sebelum
makan pagi, sesudah 10-12 jam pengosongan lambung. Timbangan badan perlu
dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan memiliki ketelitian 0,1kg. Berat
badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang terpercaya dengan mengkombinasikan dan
mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti tinggi badan, dimensi
kerangka tubuh, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen berat patologis (seperti
edema dan splenomegali).

2.3 Faktor yang Berhubungan dengan IMT


Banyak faktor yang dapat memengaruhi berat badan. Individu tidak memiliki kendali

atas beberapa faktor ini, termasuk faktor penentu perkembangan, susunan genetik,

jenis kelamin, dan usia. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi berat badan di mana

individu memiliki kontrol potensial termasuk tingkat aktivitas fisik, diet, dan beberapa

faktor lingkungan dan sosial.15

2.3.1 Usia
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia yang
lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian pada kelompok usia 40-49
dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan
kelompok usia kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya
proses metabolisme, berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan
yang lebih sering.21
2.3.2 Jenis Kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Namun, angka kejadian obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki.
2.3.3 Genetik
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh
faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi pertama keluarga. Studi
lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen spesifik telah menemukan bahwa
80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga mengalami obesitas dan kurang
dari 10% memiliki berat badan normal.
2.3.3 Pola makan
Pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan. Pola makan berkenaan
dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang dimakan oleh seorang individu,
masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji berkontribusi terhadap
peningkatan indeks massa tubuh sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini
terjadi karena kandungan lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain
itu peningkatan porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan
obesitas. Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami
peningkatan berat badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan tinggi
karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama.

2.4 Klasifikasi IMT

World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan IMT sebagai indicator faktor

risko dari berbagai macam penyakit menjadi IMT rendah, normal, pra-obesitas dan

juga obesitas.1

Klasifikasi IMT untuk orang asia berbeda dengan IMT pada orang eropa. Klasifikasi

IMT untuk populasi orang asia sebagai berikut14:

Pre-
Low Normal Obese
obese

18.5 – 23.0 –
<18.5 >=27.5
23.0 27.5
Klasifikasi IMT menurut sumber depkes RI23

Indeks Massa tubuh Status gizi Katagori


<17,0 Gizi kurang Sangat kurus
17,0 – 18,5 Gizi kurang Kurus
18,5 – 25,0 Gizi baik Normal
25,0 – 27,0 Gizi lebih Gemuk
>27,0 Gizi lebih Sangat gemuk

2.5 Usia
Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau mahluk , baik yang
hidup maupun yang mati
Jenis perhitungan usia:
- Usia kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang
sampai dengan waktu penghitungan usia.
- Usia mental
Usia mentah adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental
seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi
masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan
menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka
dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.
- Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki
oleh seseorang.
Katagori umur Menurut depkes RI29.
1. Masa balita : 0-5 tahun
2. Masa kanak- kanak : 5-11 tahun
3. Masa remaja awal : 12-16 tahun
4. Masa remaja akhir : 17-25 tahun
5. Masa dewasa awal : 26-35 tahun
6. Masa dewasa akhur : 36-45 tahun
7. Masa Lansia Awal : 46-55 tahun
8. Masa lansia akhir : 56-65 tahun
9. Masa manula : > 65 tahun

2.6 Definisi Remaja

Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang

individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

2.7 Fungsi kognitif

Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,

mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan

kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan

eksekutif seperti merencanakan , menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi25

2.7.1 Domain Fungsi Kognitif Fungsi kognitif terdiri dari:26


a. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus dengan
mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil
hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu
untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.
Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode
yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi
kognitif lain seperti memori, bahasa danfungsi eksekutif.
b. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun

kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif

seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat

dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :


1. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang,

ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat membantu menilai kelancaran

pasien adalah dengan meminta pasienmenulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau

perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan perintah

tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang

diucapkan seseorang.

4. Penamaan

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-

bagiannya. Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus,

sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk

mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia

dengan lesi neuroanatomi.

c. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses

penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga

proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagidalam tiga

tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dengan recall,

yaitu:
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dengan recall

hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat

(attention)

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa menit,

jam, bulan bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktuny bertahun-tahun bahkan seusia

hidup.

Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Istilah

amnesia secara umum merupakan efek fungsi memori. Ketidakmampuan mempelajari

materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia

retrograd merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain insult. Hampir

semua pasien demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan

penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien

depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia psikogenik

jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai

defek pada recent memory.

d. Visuospasial

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar

atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-

balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal

terutama hemisfer kanan berperan paling dominan. Menggambar jam sering

digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana

berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.

e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu proses kompleks

seseorang dalam memecahkan masalah / persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran

akan keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan /

mencari jalan keluar suatu persoalan.

2.7.2 Anatomi Fungsi Kognitif


Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik.
Sistem limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nukleus talamik anterior, girus
subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus dan korpus
mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalmikus dan striae terminalis
membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini. 27
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi
neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari
sistem limbic
1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada hemisfer
kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang, pemeliharaan
fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah dan
kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal
nuclei. Adapun forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan
pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan siklus
tidur / bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk
dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang
indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat
pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi 28

2.8 Hubungan indeks massa tubuh dengan fungsi kognitif

Obesitas merupakan faktor yang sudah dikaitkan dengan penuruan kesehatan fisik dan
fungsi kognitif, dengan implikasi tidak hanya pada individu, namun juga bagi
masyarakat. Korelasi tingkat yang lebih tinggi dari lemak perut/indeks massa tubuh
dan aktivasi fMRI tampak sukrosa berkurang dalam dopamine yang berhubungan
dengan daerah otak (cauda, nucleus accumbens) yang tinggi pada orang dewasa tua.
Asosiasi yang signifikan antara penurunan kembali fungsi respon dan obesitas
menunjukkan dugaan bahwa penurunan fungsi dopamine mungkin merupakan
mekanisme yang masuk akal untuk penambahan berat badan pada orang dewasa.30
Dopamin merupakan salah satu neuratransitter yang diprodusi pada saat melakukan

aktivitas fisik, dimana menyebabkan pembentukan konesi sinaptik ( antar sel saraf )

dalam jumlah besar yang berpengaruh pada respon perilaku sehingga mempunyai

respon kognitif yang vepat dalam memproses informasi , rentang memori dan

kemampuan dalam memecahkan masalah dan dapat juga memicu pelepasan BDNF

(brain derived neurophic factor ) suatu factor yang memungkinkan satu sel saraf

berkomunikasi dengan sel saraf lain , yang bertanggug jawab pada pembentukan dan

daya tahan saraf terhadap kerusakan dan stress yang banyak ditemukan di hipokampus

(area otak yang terlibat langsung dengan proses belajar ) sehingga orang yang rajin

melaukan aktifitas fisik akan mengalami penurunan berat badan dan dapat

meningkatkan daya ingat.31


BAB III

Kerangka teori dan kerangka konsep

3.1 Kerangka teori


BAB IV

Metode Penellitian
Daftar pustaka

1. Body mass index - BMI [Internet]. World Health Organization. World Health

Organization; 2019 [cited 2019Sep14]. Available from:

http://www.euro.who.int/en/health-topics/disease-prevention/nutrition/a-healthy-

lifestyle/body-mass-index-bmi

2. Pi-Sunyer FX. Medical Hazards of Obesity. Annals of Internal Medicine.

1993Jan;119(7_Part_2):655.

3. Overweight and obesity [Internet]. World Health Organization. World Health

Organization; 2018 [cited 2019Sep11]. Available from:

https://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/overweight_obesity/obesity_adults/en/

4. Overweight and obesity [Internet]. World Health Organization. World Health

Organization; 2018 [cited 2019Sep11]. Available from:

https://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/overweight_obesity/obesity_adolescents/en

5. Nuttall FQ. Body Mass Index. Nutrition Today. 2015;50(3):117–28.

6. Body mass index - BMI [Internet]. World Health Organization. World Health

Organization; 2019 [cited 2019Sep11]. Available from:

http://www.euro.who.int/en/health-topics/disease-prevention/nutrition/a-healthy-

lifestyle/body-mass-index-bmi
7. Robbins TW. Cognition: The Ultimate Brain Function. Neuropsychopharmacology.

2010;36(1):1–2.

8. Plassman BL. Prevalence of Cognitive Impairment without Dementia in the United

States. Annals of Internal Medicine. 2008;148(6):427.

9. Kim S, Kim Y, Park SM. Body Mass Index and Decline of Cognitive Function. Plos

One. 2016Nov;11(2).

10. Prickett C, Brennan L, Stolwyk R. Examining the relationship between obesity and

cognitive function: A systematic literature review. Obesity Research & Clinical

Practice. 2015;9(2):93–113.

11. Yuliana. Hubungan Obesitas Dengan Fungsi Kognitif.2016.

12. Xiang X, An R. Body weight status and onset of cognitive impairment among U.S.

middle-aged and older adults. Archives of Gerontology and Geriatrics.

2015;60(3):394–400.

13. Defining Adult Overweight and Obesity | Overweight & Obesity | CDC [Internet].

Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and

Prevention; [cited 2019Sep14]. Available from:

https://www.cdc.gov/obesity/adult/defining.html

14. Body Mass Index (BMI) for Adults [Internet]. CCHRC. [cited 2019Sep14]. Available

from:http://www.cchrchealth.org/archives/health_calculators_p/body-mass-index-

bmi-for-adults

15. Institute of Medicine. Weight Management: State of the Science and Opportunities

for Military Programs. In: Weight Management: State of the Science and

Opportunities for Military Programs. 2004.


16. Fitzpatrick AL, Kuller LH, Lopez OL, Diehr P, O’meara ES, Longstreth W,

Luchsinger JA. Midlife and late-life obesity and the risk of dementia: cardiovascular

health study. Archives of neurology. 2009;66:336–342.

17. Ayu R, Sartika D. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia.
Makara Kesehatan. 2011;15(1):37-43.
18. Kemenkes. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2013

19. Sjarif D. Obesitas pada anak dan permasalahannya. In : Prihono P, Purnamawati S,

Sjarif D, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al, editors . Hot topics in pediatrics II

Jakarta : Fakultas

20. Copperman N, Jacobson M. Medical nutrition therapy of overweight adolescent.

Adolescent Medicine 2003; 14 : 11-21

21. Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, KaewKungwal J, Tungtrongchitr R,

Lotrakul M.Factors associated with obesity among workers in a metropolitan

waterworks authority.Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005

Jul;36(4):1057-65.

22. Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi

Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.

23. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), Jakarta; [internet] 2006. [cited 14 Desember

2013] Available from: http://www.depkes.go.id/index.php. vw=2&id=A-137

24. Yuniati, F. & Riza, M. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kesulitan

Mengingat dan Konsentrasi Pada Usia Lanjut di Indonesia Tahun 2004. Jurnal

Pembangunan Manusia, 9-25.

25. Strub, R.L. and Black, F.W. 2000. The Mental Status Examination In Neurology. 4th
ed. F.A. Davis Company. Philadelphia.
26. Modul Neurobehavior. (2008). Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.
Kolegium Neurologi Indonesia.
27. Waxman S. The Limbic System. In: Clinical Neuroanatomy. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2007.
28. McCabe DP, Roediger HL, McDaniel M a, Balota D a, Hambrick DZ. The
relationship between working memory capacity and executive functioning: evidence
for a common executive attention construct. Neuropsychology. 2010;24(2):222-243
29. Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. 2. Depkes RI, 2008. Millenium
Development Goals 2015. Jakarta. 3. Eddy Soewandojo Soewando, 2002.
30. Green, E., Jacobson, A., Haase, L., and Murphy, C. (2011). Reduced nucleus
accumbens and caudate nucleus activation to a pleasant taste is associated with
obesity in older adults. Brain Res. 1386, 109–117.
31. Ambardini RL. 2010. Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai