Disusun oleh:
Thania
Pembimbing:
Nama : Tn. S
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Buruh
1.2. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUS dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari
yang memberat SMRS . Sesak pasien rasakan terus menerus, memburuk seiring
berjalannya waktu, tidak disertai ngik-ngik. Pasien mengaku tidak dapat
beraktivitas seperti biasanya sesak sangat mengganggu aktifitas pasien.Pasien
mengatakan sesaknya akan memburuk ketika pasien bernapas akan membaik bila
pasien duduk dan beristirahat.
Pasien memiliki riwayat kencing manis dan mengkonsumsi obat gula dengan rutin
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Glasgow Coma Scale : E4M6V5 (15)
Status Gizi
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Suhu : 36.3oC
Laju pernafasan : 24 x/menit, iregular, dalam,cepat
SpO2 : 98%, O2 2 lpm on nasal cannule
Status generalis
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL dan
RCTL (+/+)
Leher Perbesaran kelenjar getah bening (-), trachea di tengah, pernapasan otot aksesoris (-
), JVP 5 -2 H2O
Hidung Deviasi septum (-), sekret (+/+), epistaksis (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut Mukosa kering , sianosis (-), pernapasan pursed lip (-), oral thrush (-)
Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat , scar (-), massa (-)
Paru Inspeksi Bentuk thorax normal , pektus ekskavatum (-), pektus karinatum (-),
barrel shape (-), , retraksi otot sela iga(-) bekas luka (-) , pola
pernafasan paru kiri sedikit tertinggal dibanding kanan
Palpasi Nyeri tekan (-) pengembangan rongga dada kiri lebih rendah
dibanding kanan, vokal fremitus kiri lebih lemah dibanding
kanan
Perkusi Sonor pada hemithorax kanan , redup pada ICS 3-8 hemithorax kiri
Auskultasi Suara nafas vesikular diparu kanan , menurun pada paru kiri
+ +
+ Menurun
whezzing (-)
+ +
+ +
Abdomen Inspeksi Bentuk datar, distensi (-), luka bekas operasi (-), benjolan/massa (-), caput
medusae (-)
Perkusi Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-), nyeri ketuk
CVA (-/-)
Palpasi Supel , Nyeri tekan epigastrium (+) ,defans muskuler (-), massa (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-), fluid wave (-)
Ekstremitas CRT <2 detik, edema (-), nyeri tekan (-/-) pada ekstremitas atas, deformitas (-/-),
Atas hematoma (-/-)
Ekstremitas CRT <2 detik, edema (-/-), nyeri tekan (-/-) pada ekstremitas bawah, hematoma (-/-)
Bawah
Temuan:
Rate : 96 x/menit
Axis : Normoaxis
Temuan X-Ray:
Dilakukan foto thorax ulang setelah pungsi pleura pada tanggal 14 januari pukul 19.00
Macroskopik
Differential count
Polimorfonuclear (PMN) 8%
Mononuclear (MN) 92 %
Chemistry
Microbiology
AFB Direct smear
SpecimenL Sputum
Procedure Z. Neelsten Stain
Sputum assement : Good quality sputum
Leukosit : 30/lpf
Epithel : <10/lpf
Acid fast Bacillus found
1.5 Resume
Seorang laki-laki inisial S usia 62 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak
napas sejak 2 hari SMRS, bersifat terus menerus, dan progresif. Dyspnea on
exertion (+) , orthopnea (-) 4 . Membaik bila istirahat dan duduk. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak 1 bulan SMRS tidak produktif, berubah menjadi
produktif 1 minggu SMRS, berwarna hijau kental, sesekali saja keluarnya.
Keringat malam (-), penurunan berat badan (tidak signifikan). Nafsu makan
menurun (+), lemas (+), pleuritic chest pain (+).
Pada pemeriksaan fisik terlihat pasien terasa sesak ditemukan pada
pemeriksaan thorax pada palpasi ekspansi rongga dada kiri < kanan, taktil
fremitus kiri < kanan, perkusi redup pada ICS 3-8 kiri, auskultasi vesikuler
menurun pada ICS 5 ke bawah pada paru kiri, dan ronki pada seluruh lapang paru.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap tidak ditemukan kelainan lain kecuali
ditemukan adanya peningkatan ESR. Pada pemeriksaan penunjang X ray Thoraks
ditemukan adanya perselubungan pada lapang paru yang di curigai adanya efusi
pleura pada paru kiri serta adanya costofrenikus kiri tidak terlihat . Pada
pemeriksaan analisa cairan pleura rivalta positif .
1.6 Diagnosis
o Furosamide 40 mg secara IV
Non medikamentosa
o Monitor intake gizi pasien setiap hari
o Batasan cairan 1000ml/hari
o Pasien di edukasi diet DM
1.9 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Paru
Inspeksi: Perkembangan dada simetris tidak terlihat simetris paru
kiri tertinggal
Palpasi : Tactile vocal fremitus berkurang pada paru sinistra,
pengembangan dada kiri sedikit tertinggal, nyeri tekan (-)
Perkusi: Redup pada ICS 3– 8 dextra / sonor
Auskultasi: Suara vesikuler menurun di ICS 5 ke bawah, rhonki
(+/+), wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi: Datar , scar (-)
Auskultasi: BU (+) normal
Perkusi: Timpani, ascites (-) cva (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium(+),
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-
Tanggal 18 Januari 2020 S : Sesak (+) berkurang, batuk (+) berkurang, dahak (+) sedikit, kuning
,nyeri dada membaik
perawatan hari ke 4 O: KU: Tampak sakit sedang TD : 140/80 mmHg
HR: 82 x/menit, regular, kuat angkat
RR: 21 x/menit, regular, cukup dan dalam T: 36.6oC
SpO2: 98% O2 1lpm on nasal cannule
Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Jantung:
Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas jantung normal
Auskultasi: S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi: Perkembangan dada tidak simetris , terlihat perban post-
pungsi, rembes (-)
Palpasi : Tactile vocal fremitus berkurang pada paru sinistra,
pengembangan dada kiri sedikit tertinggal.
Perkusi: Redup pada ICS 5 – 8 sinistra / sonor pada lapang paru kanan
Auskultasi: Suara vesikuler menurun di ICS 8 ke bawah, rhonki (+/+)
minimal, wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi: datar
Auskultasi: BU (+) normal
Perkusi: timpani, ascites (-)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium
19 januari 2020 S: Sesak (+) berkurang, batuk (+) jarang, dahak putih (+)
O: KU: Tampak sakit sedang TD : 130/80 mmHg
HR: 85 x/menit, regular, kuat angkat
RR: 20 x/menit, regular, cukup dan dalam T:
36.8oC
SpO2: 98% O2 2 lpm on nasal cannule
Obat pulang
Levofloxacin1x750mg,
per oral Paracetamol
3x500mg, per oral
Omeprazole 1x40mg, per oral
Bab II
Analisa Kasus
Pasien, laki-laki usia 62 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS . Sesak terus
menerus, progresif. Penyebab dari sesak nafas sangat beragam, sesak juga dapat dibagi penyebabnya
dari sesak yang akut dan kronik. Pada pasien ini, sesak berlangsung sejak 2 hari ditambah adanya
rasa nyeri dada saat bernafas serta batuk yang produktif selama 1 bulan Lalu pada pemeriksaan
fisik lainnya terdapat pengembangan paru kanan dan taktil fremitus kiri menurun dibandingkan
kanan, suara dull pada perkusi dari ICS 6 ke bawah, dan terdengar vesikuler menurun di kanan serta
ronki hampir seluruh lapang paru. Dapat disimpulkan hal ini lebih mengarah ke paru, yakni efusi
pleura, terutama dikarenakan terdapat pleuritic chest pain dan dull pada perkusi. Setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang lanjutan, ditemukan pada x-ray adanya efusi pada pleura kiri, dengan besar
jantung yang tidak karena ketutupan dengan cairan .Oleh karena itu dapat disimpulan sesak yang
pasien dirasakan disebabkan oleh kelainan paru, yang disebabkan oleh efusi pleura yang merupakan
komplikasi dari gagal jantung kronik yang dikarenakan adanya peningkatan tekanan hidrostatik
dalam sirkulasi pembuluh darah kecil yang cenderung meningkatkan cairan di dalam rongga pleura .
Untuk diagnosis banding efusi pleura et causa malignancy dapat di singkirkan , karena pada xray
tidak ditemukan adanya keganasan berbentuk masa pada thorax pasien , untuk diagnosis banding
pneumotorax karena ada nya sesek nafas , namun pada saat auskultasi ditemukan adanya
hypersonor , dan juga pada hasil xray adanya trakea yang terdorong ke arah yang sehat .jadi
diagnosis banding ini dapat disingkirkan .
BAB III
Tinjauan Pustaka
Efusi pleura
Pleura adalah lapisan yang membungkus ruang toraks dan dibagi menjadi
dua; pleura viseral yang membungkus organ paru, dan pleura parietal yang
melapisi dinding toraks, diafragma dan mediastinum. Antara kedua pleura
tersebut terdapat rongga pleura. Pada umumnya rongga ini terisi sedikit cairan
pleura untuk membantu pada lubrikasi dan mencegah terjadinya gesekan yang
menyebabkan kerusakan dari jaringan pleura. Akan tetapi, inflamasi dan
berbagai hal dapat menyebabkan peningkatan jumlah cairan pleura, hal ini yang
disebut efusi pleura. Efusi pleura didefinisikan sebagai “akumulasi cairan
berlebih di rongga pleura.” Hal ini dapat membatasi pengembangan paru, yang
akan mengganggu pernafasan, dan menjadi suatu pertanda dan gejala dari suatu
proses patologis. Penyebab efusi pleura beragam, sesuai juga dari jenis cairan
pleuranya.4
Gambar 2.2 Penyebab dari efusi pleura4
Pasien dengan efusi pleura bisa saja asimptomatik, atau simptomatik dengan
sesak nafas, atau batuk kering, atau nyeri dada yang dipengaruhi oleh tarikan nafas
dalam (pleuritic plain). Diagnosis efusi pleura dapat dipikirkan dan ditegakkan mulai
dari pemeriksaan fisik. Pada saat cairn melebihi 300mL, tanda-tanda yang didapat
adalah taktil fremitus yang menurun, dull pada saat perkusi, penurunan atau hilangnya
suara nafas vesikuler. Pada saat cairan sudah melebihi 1000mL, dapat terlihat deviasi
trakea secara kontralateral dari sisi sakit akibat terdorongnya rongga mediastinum.
Tanda- tanda lain sesuai dengan etiologi yang mendasarinya.
Dari pemeriksaan radiologis, x-ray thoraks dapat memberikan gambaran efusi
pleura dengan tanda meniscus sign, penumpulan sinus kontofrenikus, dan perselubungan
homogen; apabila cairan lebih dari 200mL, baru akan menutupi sudut kostofrenikus dan
terlihat efusi pada foto PA, dan cairan >50mL baru terlihat pada foto lateral. Pada
pasien ini, hasil x-ray terdapat penumpulan sinus kostofrenikus kanan, dengan meniscus
sign, dan perselubungan homogen.
Selain x-ray, USG dapat dilakukan pada pasien-pasien yang dicurigai mengalami
efusi pleura. USG akan sangat membantu untuk melihat apakah lesinya berbentuk padat
atau cairan, melokalisir efusi pleura yang bentuknya lokular, dan membantu memberi
tanda agar dapat dilakukan thorakosentesis dengan aman. Bila ditemukan efusi bersepta,
atau gambaran homogen, biasanya bersifat eksudatif. USG juga dapat melihat apabila
terjadi penebalan pleura, yang didefinisikan sebagai lesi fokal echogenik yang tebalnya
>3mm, dengan atau tanpa batas yang ireguler.
Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan apabila ada kasus yang kompleks, dimana
anatomi tidak dapat di lihat secara seksama dari xray maupun USG. Pemeriksaan CT
berguna untuk membantu pemilihan tempat untuk drainase empyema, membedakan
empyema dari abses paru. Selain dari para itu, dapat menegakkan efusi malignan apabila
hasil CT-scan contrast masuk ke dalam kriteria Leung’s, yaitu: penebalan pleura
sirkumferensial, penebalan pleura nodular, penebalan pleura parietal >1cm, involvement
dari pleura mediastinum.
3.1.3 LDH cairan pleura >200IU/L atau >2/3 dari batas atas dari batas LDH serum normal
Pasien ini tidak masuk ke semua kriteria Light’s, oleh karena itu dapat
dikatakan sebagai transudat didukung dengan hasil pemeriksaan perbedaan tingkat
albumin serum dan cairan pleura; jika serum albumin >1.2g/dL lebih tinggi dari cairan
pleura, maka cairannya dianggap sebagai transudat
Perlu dihentikan pungsi pleura apabila pasien merasakan nyeri dada, sesak
berlebihan. Pada pasien dengan efusi maligna juga dapat dilakukan drainase
untuk mengurangi gejala. Pada efusi eksudatif lainnya yang disebabkan oleh
infeksi, dapat diberikan antibiotik.
Pasien ini tidak diketahui apakah sudah terjadi efusi pleura berulang atau
tidak, tetapi dengan adanya penebalan pleura mungkin dapat dipikirkan reaksi
inflamasi sudah berlangsung secara kronik dan mungkin juga berulang. Oleh
karena itu, perlu dievaluasi cairan pleuranya lebih lanjut, xray post-
thoracosentesis, USG thorax, dan apabila mungkin biopsi pleura untuk
mengetahui etiologi pasti dari efusi pleuranya
Perlu dihentikan pungsi pleura apabila pasien merasakan nyeri dada, sesak
berlebihan. Pada pasien dengan efusi maligna juga dapat dilakukan drainase
untuk mengurangi gejala. Pada efusi eksudatif lainnya yang disebabkan oleh
infeksi, dapat diberikan antibiotik.
Pasien ini tidak diketahui apakah sudah terjadi efusi pleura berulang atau
tidak, tetapi dengan adanya penebalan pleura mungkin dapat dipikirkan reaksi
inflamasi sudah berlangsung secara kronik dan mungkin juga berulang. Oleh
karena itu, perlu dievaluasi cairan pleuranya lebih lanjut, xray post-
thoracosentesis, USG thorax, dan apabila mungkin biopsi pleura untuk
mengetahui etiologi pasti dari efusi pleuranya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Parshall MB, Schwartzstein RM, Adams L, Banzett RB, Manning HL,
Bourbeau J, et al. An Update on the Mechanisms, Assessment, and
Management of Dyspnea. Am Thorac Soc. 2012;185:435–52.
2. Kelly AM, Keijzers G, Klim S, Craig S, Kuan W Sen, Jones P, et al. An
Observational Study of Dyspnoea in Emergency Departments: The Asia,
Australia, and New Zealand Dyspnoea in Emergency Departments Study
(AANZDEM). Acad Emerg Med. 2016;24(3).
3. Berliner D, Schneider N, Welte T, Bauersachs J. The Differential Diagnosis
of Dyspnea. Dtsch Arztebl Int. 2016;113:834–45.
4. Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion : diagnosis , treatment , and
management. Open Access Emerg Med. 2012;4:31–52.
5. Zoorob RJ, Campbell JS. Acute Dyspnea in the Office. Am Acad Fam
Physicians. 2003;68(9):1804–10.
6. Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion : diagnosis , treatment , and
management. Open Access Emerg Med. 2012;4:31–52.