Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nor Habibah

Nim : 1901036005
Prodi / kelas : Akuntansi / Gabungan D
Matkul : Pancasila

1. Apa hebatnya China melawan Amerika dalam perang dagang?


2. Siapa yang memenangkan perang dagang ?

Jawab :

1. Presiden Xi Jinping dan penasihat ekonominya mengunjungi pabrik China yang


memproses logam langka dan eksotis yang digunakan pada mobil listrik, ponsel, dan
teknologi lainnya, sementara ia mencari cara untuk membalas tarif pajak yang dikenakan
AS di tengah-tengah meningkatnya pertarungan tarif kedua negara.

Logam dan mineral yang langka adalah "sumber daya strategis penting,'' kata kantor
berita resmi Xinhua mengutip Xi.

Pesan kunjungan itu jelas: China berperan sebagai pemasok global logam langka yang
digunakan dalam telepon pintar, magnet ringan, baterai, dan komponen lainnya
merupakan senjata ampuh dalam melawan Amerika. Keunggulan China ini bisa
berdampak jauh pada sektor teknologi AS, terutama bagi perusahaan teknologi Apple dan
lainnya yang bergantung pada manufaktur China.

Sejauh ini, China berusaha menahan diri dalam pertikaiannya dengan Presiden Donald
Trump terkait teknologi dan perdagangan. China menanggapi kenaikan tarif pajak AS
dengan mengenakan pajak balasan namun biasanya pada sejumlah kecil impor Amerika.

Selagi kedua belah pihak terlibat dalam pertikaian yang tampaknya akan berlangsung
lama, kunjungan Xi mengisyaratkan pemerintahnya mencari cara baru untuk menekan
AS untuk mencapai kesepakatan.

Investor sudah resah China berupaya membatasi bahkan menghambat, produksi dan
penjualan iPhone Apple di China. Ancaman itu bulan ini telah memicu merugikan
pemegang saham $ 80 miliar.

"Ada ketakutan Apple menjadi target dalam pertikaian dagang ini dan China siap
menyerang," kata analis Wedbush Securities, Daniel Ives sebagaimana dilaporkan
Associated Press.

Meskipun China punya sejumlah pilihan untuk mengacaukan perdagangan, namun


pilihan itu secara ekonomi dan politik bisa merugikan dan tidak ada jaminan akan
berhasil.
Tarif pembalasan pertama China bertujuan melemahkan Trump secara politis dengan
menarget negara-negara bagian pertanian yang mendukungnya dalam pemilu 2016. Tidak
terpengaruh, Trump menaikkan lagi bea impor China yang dibalas Beijing dengan
menghantam produsen. (my)

Jika perang dagang bereskalasi, Beijing sejatinya memiliki empat senjata yang bisa
digunakan untuk menyerang AS.

1. Mempersulit perusahaan-perusahaan AS

Ada beberapa cara melakukan itu. Pemerintah Cina bisa memperketat prosedur bea cukai,
menerapkan aturan baru, dan menaikkan ongkos bagi perusahaan-perusahaan asing yang
beroperasi di wilayahanya.

"Cina punya rekam sejak menerapkan langkah serupa dan ini jelas membuat perusahaan-
perusahaan AS khawatir," kata Mary Lovely, profesor ekonomi dari Syracuse University,
kepada BBC Mundo.

"Namun strategi ini harus dibayar mahal kedua belah pihak. Kemungkinan eksportir
berinvestasi di pasar Cina dan Amerika bisa berkurang. Langkah ini juga menurunkan
taraf kompetisi, meningkatkan harga, dan mengurangi pilihan konsumen," imbuhnya.

2. Mengisolasi AS

Di AS, masa jabatan seorang presiden dibatasi dua periode. Akan tetapi, Cina menghapus
batasan itu. Itu artinya Presiden Xi Jinping tidak berada dalam tekanan untuk meraih hasil
cepat.

Dan itu mencakup perdagangan. Pemerintahan Xi bisa secara perlahan membuat jaringan
perdagangan dengan negara-negara lain sehingga AS bisa terisolasi.
Menurut sejumlah analis, hal itu sudah terjadi seirig dengan jalinan yang dibangun
Beijing ke negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin.

Beberapa pengamat meyakini Cina bisa mengambil alih kepemimpinan Kemitraan Trans-
Pasifik (TPP)—kesepakatan dagang antara Australia, AS, dan sejumlah negara di Asia
Pasifik yang kini mati suri setelah Trump menarik AS keluar dari kesepakatan itu.

Salah satu alasan mengapa aliansi ini bisa terjadi ialah Cina bukan satu-satunya negara
yang terdampak oleh aksi Trump. Kanada dan Meksiko, dua anggota TPP, juga terlibat
dalam sengketa dagang dengan Washington. Uni Eropa pun punya masalah dengan AS.

3. Mendevaluasi Yuan

Jika Cina melancarkan serangan frontal, negara tersebut bisa mendevaluasi mata
uangnya, Yuan.

Depresiasi bisa menyebabkan efek ganda: mata uang yang lemah berarti ekspor Cina
lebih murah dan lebih kompetitif, pada saat bersamaan produk-produk AS lebih mahal—
terutama yang dikenai bea masuk lebih tinggi.

Akan tetapi, pengaturan soal moneter


bakal menjadi keputusan sulit.

"Cina bisa menyuntikkan uang ke


ekonominya untuk mendukung
perusahaan-perusahaan lokal atau
memilih mendevaluasi Yuan," kata
penulis bidang bisnis, Bryan
Borzykowski, yang juga kontributor
untuk majalah Forbes dan New York
Times.
Meski perang mata uang dapat dilakukan dengan cepat dan efisien, ada risikonya.
Ekspektasi depresiasi bisa menyebabkan pasar keuangan menukar Yuan dengan nilai
yang lebih rendah, sehingga menyebabkan sistem keuangan Cina tidak stabil.

Positifnya, jika mata uang Cina terdevaluasi, langkah AS yang menerapkan bea terhadap
produk-produk Cina bakal berdampak kecil.

Tetapi AS bisa saja membalas dengan memasang bea masuk lebih tinggi sehingga
perseteruan bisa bereskalasi.

4. Mengurangi kendali utang AS

Saat ini, Cina menguasai utang pemerintah AS sebesar US$1,17 triliun setelah selama
dua dekade Beijing membeli surat berharga AS dalam jumlah banyak sebagai strategi
investasi. Langkah itu membuat Cina dapat mengumpulkan miliaran dolar dari
pendapatan bunga.

Beberapa ekonom berspekulasi Cina bisa saja mengurangi kendalinya atas utang AS
sebagai aksi balasan.

Sebab, jika Cina memutuskan menjual surat berharga AS dalam jumlah signifikan, pasar
internasional akan terguncang. Peningkatan suplai surat berharga akan menjatuhkan
nilainya sehingga perusahaan-perusahaan serta konsumen AS akan membayar lebih
mahal jika mereka ingin meminjam uang. Konsekuensinya, ekonomi AS akan melambat.

Akan tetapi, sejumlah analis memandang turunnya nilai surat berharga juga akan
berdampak buruk ke Cina dan negara itu tidak akan menemukan alternatif lain yang lebih
aman untuk berinvestasi.

2. Ini Dia Pemenang Perang Dagang AS vs China

1. India
Negara Bollywood dikabarkan sangat berharap untuk menjadi tujuan investasi
berbagai perusahaan besar termasuk Apple, Foxconn dan Wistron Corp. Demikian
dilaporkan Reuters, mengutip dokumen pemerintah. 

Pada 14 Agustus lalu, beberapa pejabat India dikabarkan melakukan pertemuan


membahas daftar 'perusahaan target'. Ada sembilan sektor yang menjadi target,
termasuk sektor elektronik, farmasi, otomotif dan telekomunikasi. 

Dokumen itu mengatakan pemerintah akan bertemu perusahaan pada 26 Agustus


hingga 5 September, untuk menyarankan zona investasi terbaik untuk operasi mereka.
Pemerintah negara bagian juga akan berpartisipasi.

Secara terpisah, para pejabat India juga bertemu dengan delegasi lokal berbagai
perusahaan pembuat mobil termasuk Volkswagen, Hyundai Motor Co dan Honda
Motor Co. Ini dilakukan untuk melihat apakah mereka akan mempertimbangkan untuk
memindahkan beberapa operasi rantai pasokan dari China ke India.

"Pemerintah melihatnya sebagai peluang besar," kata pejabat India..


India adalah pasar smartphone terbesar kedua di dunia dengan ruang besar untuk
pertumbuhan. Apple dikabarkan melirik India untuk dijadikan tujuan baru bagi tempat
memproduksi produknya agar terhindar dari tarif impor.

2. Vietnam

Perang dagang juga telah membuat Vietnam dilirik berbagai perusahaan yang ingin
membangun kembali rantai pasokan di luar China. Sebab, Vietnam memiliki
kelonggaran yang lebih cepat dan kebijakan stabil, kata para pakar industri.

Salah satu perusahaan yang memindahkan produksinya adalah Google, anak usaha
Alphabet Inc. Perusahaan yang berbasis di AS itu mengalihkan produksi ponsel Pixel
ke Vietnam dari China mulai tahun ini, sebagai mana dilaporkan Nikkei.

Selain diuntungkan karena beberapa perusahaan memindahkan bisnis ke negara ini,


Vietnam juga diuntungkan karena penjualan obligasi negara ini telah melonjak. Ini
terjadi akibat banyak perusahaan berupaya meningkatkan modal karena ketegangan
perdagangan memicu volatilitas pasar saham.

Mengutip laporan Los Angeles Times, dalam lima bulan pertama 2019, ekspor
Vietnam ke AS telah melonjak 36% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. 

Pada Mei, Vietnam mengirim senilai US$ 25 miliar barang ke AS. Ini menjadikan
Vietnam sebagai sumber impor Amerika kedelapan terbesar, naik dari urutan ke-12
setahun lalu.

Akibat hal ini, beberapa manajer pabrik Vietnam kelebihan kapasitas pemesanan dan
kekurangan tenaga kerja. Selain itu, pelabuhan juga disibukkan lalu lintas kapal
kontainer yang hampir dua kali lipat jumlahnya pada tahun lalu, menurut data dari
MarineTraffic.

Samsung sendiri mempekerjakan lebih dari 150.000 pekerja di Vietnam yang


memproduksi smartphone. Ini menyumbang hampir seperempat dari ekspor Vietnam
tahun lalu. Pabrikan smartphone terbesar di dunia mulai mengalihkan produksi ke
Vietnam dari China pada 2011 untuk menghemat biaya tenaga kerja. 

Raksasa Korea Selatan itu bisa menjadi model bagi saingan terbesarnya Apple, yang
ingin memindahkan sebagian produksinya dari China.
3. Malaysia

Malaysia menerima investasi AS senilai US$ 5,62 miliar (RM23,6 miliar) pada
semester pertama tahun ini. Naik tajam dibandingkan dengan US$ 113 juta pada tahun
sebelumnya. Ini kemungkinan diakibatkan kepindahan dari perusahaan AS karena
perang dagang, kata pemerintah, Kamis, mengutip Free Malaysia Today.

Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia (Mida), yang berbagi data tentang


investasi swasta asing dengan Reuters, menolak menyebutkan nama perusahaan mana
yang terlibat. Tetapi, lembaga itu mengatakan perusahaan global semakin tertarik ke
Malaysia karena iklim bisnis dan politiknya yang stabil.

Dalam enam bulan pertama tahun ini, Malaysia menyetujui proposal investasi AS
senilai RM 1,69 miliar di sektor manufaktur, naik dibandingkan dengan RM 307 juta
setahun sebelumnya. Akibatnya, Malaysia berhasil mengalahkan China di urutan
teratas dalam daftar investasi.

Malaysia sudah menjadi tuan rumah bagi berbagai pabrik perusahaan AS seperti Intel
Corp, Dell Technologies Inc dan On Semiconductor Corp.

Proposal investasi AS di sektor jasa melonjak menjadi RM 11,52 miliar dari hanya
RM 42,3 juta pada periode tahun lalu, menurut data.

Sementara itu, total proposal yang disetujui dari perusahaan China turun menjadi
RM5.1 miliar tahun ini dari RM5.69 miliar tahun sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai