Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab nomor satu dari kematian


secara global. Secara epidemiologi, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 17,5
juta orang yang meninggal karena penyakit kardiovaskular, sekitar 31% dari
keseluruhan kematian secara global. Dari angka kematian tersebut, diestimasi
sebanyak 7,4 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner dan 6,7 juta
orang meninggal akibat stroke berdasarkan data World Health Oganization.1

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler


terbanyak pada pasien rawat inap dirumah sakit negara-negara industri.3 Infark
miokard adalah kematian sel miokard akibat iskemia yang berkepanjangan. Menurut
WHO, infark miokard diklasifikasikan berdasarkan dari gejala, kelainan gambaran
EKG dan enzim jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard
dengan elevasi gelombang ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi gelombang
ST (NSTEMI).2

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum


sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat. Pada pasien STEMI, terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskuler. Injuri vaskuler dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid Saat ini, kejadian STEMI sekitar 25-40%
dari infark miokard, yang dirawat dirumah sakit sekitar 5-6% dan mortalitas 1
tahunnya sekitar 7-18%.Sekitar 865.000 penduduk Amerika menderita infark
miokard akut per tahun dan sepertiganya menderita STEMI.3-7

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang sebuah kasus ST elevation myocardial


infarction (STEMI) serta diagnosis dan penatalaksanaannya.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pemahaman mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dari kasus ST elevation
myocardial infarction (STEMI).

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan studi kasus ini berupa hasil pemeriksaan
pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

2
BAB 2

ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil


Padang dengan keluhan nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dada terasa di pertengahan dada dan tidak menjalar, terasa seperti ditusuk-tusuk,
selama lebih dari 30 menit, muncul saat istirahat dan tidak hilang dengan istirahat.
Terdapat keluhan mual dan muntah. Keluhan keringat dingin, dada berdebar-debar,
pusing, dan pingsan disangkal. Riwayat nyeri dada sebelumnya ada. Nyeri seperti ini
pernah dirasakan sebelumnya yaitu 2 hari yang lalu dengan intensitas yang lebih
ringan dan didiagnosis dengan gastritis.

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah lebih lanjut,
apakah nyeri dadanya disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung atau diluar
jantung. Nyeri dada yang disebabkan oleh kelainan pada jantung perlu dibedakan
lagi, apakah nyeri dada ini merupakan gejala SKA atau bukan. Nyeri dada oleh
kelainan jantung non-SKA dapat disebabkan oleh diseksi aorta, miokarditis,
perikarditis, kardiomiopati, dan sebagainya. Nyeri dada oleh adanya kelainan diluar
jantung misalnya yaitu pada Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).

Nyeri dada yang disebabkan oleh adanya iskemik pada miokard disebut
angina. Nyeri ini merupakan nyeri iskemik yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran
pembuluh darah koroner yang mensuplai miokard, baik secara parsial maupun total.
Ada 7 hal yang perlu digali pada pasien yang datang dengan angina yaitu onset,
karakteristik nyeri, lokasi, penjalaran (referred pain), durasi, faktor pencetus dan
faktor penghilang, dan gejala penyerta.

Nyeri dada yang disebabkan oleh iskemia miokard akan terasa seperti
terhimpit, ditekan, ditusuk, atau diremas-remas. Nyeri berasal dari dalam atau bawah
diafragma dan pasien tidak dapat menunjukkan dengan pasti posisi nyeri tersebut.
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, sehingga apabila jantung mengalami
gangguan yang menyebabkan rasa nyeri, maka nyeri ini akan dihantarkan pada 1
dermatom sehingga pasien dapat mengeluhkan nyeri dada yang menjalar ke lengan,

3
leher, punggung, atau bahu. Durasi nyeri dada oleh angina pektoris stabil yaitu
kurang dari 20 menit dan dapat hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat
sublingual. Sedangkan nyeri dada yang disebabkan oleh angina pektoris tidak stabil
memiliki durasi yang lebih lama yaitu lebih dari 20 menit, dan tidak dapat hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrat sublingual. Selain nyeri dada, pasien juga
sering mengeluhakn adanya mual, muntah, keringat dingin, dan sebagainya. Hal ini
terjadi karena jantung dipersarafi oleh saraf otonom, sehingga apabila terjadi
gangguan pada jantung, dapat muncul gejala-gejala sistem saraf otonom.

Pasien menyatakan tidak mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas, sesak


saat malam hari, dan saat berbaring. Sesak napas saat beraktivitas dapat menjadi
gejala utama SKA pada pasien dengan usia lanjut atau diabetes melitus, karena pada
lansia sudah mulai terjadi degenerasi fungsi sistem saraf, dan pada pasien diabetes
dapat terjadi karena neuropati diabetikum, sehingga nyeri dada tidak lagi menjadi
gejala utama SKA pada dua pasien ini. Keadaan ini disebut sebagai angina ekuivalen.
Sesak saat malam hari dan saat berbaring perlu ditanyakan pada pasien untuk
mengetahui apakah terdapat bendungan/kongesti paru yang dapat menjadi tanda
adanya gagal jantung.

Pasien merupakan rujukan dari RS Ibnu Sina dengan diagnosis STEMI


anterior dan telah diterapi dengan loading aspirin 160 mg dan klopidogrel 300 mg.
Tatalaksana pada SKA salah satunya yaitu inisiasi terapi antitrombotik (antiplatelet
dan antikoagulan) untuk mencegah tombosis baru atau embolisasi dari plak yang
ruptur atau erosi. Terapi antiplatelet yang dapat diberikan yaitu penghambat
siklooksigenase 1/COX 1 dikombinasikan dengan penghambat reseptor P2Y12.

Penghambat COX 1 yang dapat diberikan yaitu aspirin loading dose 162-
325mg PO, dilanjutkan dengan pemberian kedua (maintenance) 75-162mg PO.
Penghambar P2Y12 yang dapat diberikan misalnya klopidogrel loading dose 300-
600mg PO. Terapi dilanjutkan (maintenance) selama minimal 12 bulan dengan dosis
75mg/hari PO, kecuali ada kontraindikasi.

4
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus dan dislipidemia
tidak diketahui. Riwayat asma dan stroke disangkal. Pasien mengaku sering
mengkonsumsi makanan yang bersantan dan berlemak seperti gulai, tunjang, dan
usus. Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran


komposmentis kooperatif, TD 165/100 mmHg, nadi 110 kali/menit, nafas 20
kali/menit, suhu afebris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, TB 160 cm,
BB 60 kg, edem tungkai -/-, dan JVP 5+2 cmH2O. Secara keseluruhan didapatkan
kesan hipertensi stage II, takikardi, dan status gizi normal.

Pada pemeriksaan fisik toraks terlihat bentuk dada normal, pergerakan


dinding dada simetris kiri dan kanan. Pemeriksaan paru ditemukan fremitus kiri dan
kanan sama, perkusi sonor, auskultasi suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Pemeriksaan fisik jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis teraba 1 jari lateral
LMCS RIC V, pada perkusi ditemukan batas jantung kanan di LSD, batas jantung
atas di RIC II, dan batas jantung kiri di 1 jari lateral LMCS RIC V, auskultasi S1-S2
reguler, gallop (-), dan murmur (-).

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil dalam batas normal. Abdomen


tidak distensi, supel, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi yaitu timpani. Auskultasi,
bising usus normal. Pada pemeriksaan punggung tidak didapatkan kelainan. Alat
kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas ditemukan adanya edema pada
kedua tungkai dan akral hangat.

5
BAB 3

DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil


Padang dengan keluhan nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dada terasa di pertengahan dada dan tidak menjalar, terasa seperti ditusuk-tusuk,
selama lebih dari 30 menit, muncul saat istirahat dan tidak hilang dengan istirahat.
Terdapat keluhan mual dan muntah. Keluhan keringat dingin, dada berdebar-debar,
pusing, dan pingsan disangkal. Riwayat nyeri dada sebelumnya ada. Nyeri seperti ini
pernah dirasakan sebelumnya yaitu 2 hari yang lalu dengan intensitas yang lebih
ringan dan didiagnosis dengan gastritis.

Pasien merupakan rujukan dari RS Ibnu Sina dengan diagnosis STEMI


anterior dan telah diterapi dengan loading aspirin 160 mg dan clopidogrel 300 mg.
Pasien menyatakan tidak mengeluhkan sesak napas, sesak saat malam hari, saat
aktivitas, dan saat berbaring.

6
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus dan dislipidemia
tidak diketahui. Riwayat asma dan stroke disangkal. Pasien mengaku sering
mengkonsumsi makanan yang bersantan dan berlemak seperti gulai, tunjang, dan
usus. Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran


komposmentis kooperatif, TD 165/100 mmHg, nadi 110 kali/menit, nafas 20
kali/menit, suhu afebris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, TB 160 cm,
BB 60 kg, edem tungkai -/-, dan JVP 5+2 cmH2O.

Pada pemeriksaan fisik toraks terlihat bentuk dada normal, pergerakan


dinding dada simetris kiri dan kanan. Pemeriksaan paru ditemukan fremitus kiri dan
kanan sama, perkusi sonor, auskultasi suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Pemeriksaan fisik jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis teraba 1 jari lateral
LMCS RIC V, pada perkusi ditemukan batas jantung kanan di LSD, batas jantung
atas di RIC II, dan batas jantung kiri di 1 jari lateral LMCS RIC V, auskultasi S1-S2
reguler, gallop (-), dan murmur (-).

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil dalam batas normal. Abdomen


tidak distensi, supel, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi yaitu timpani. Auskultasi,
bising usus normal. Pada pemeriksaan punggung tidak didapatkan kelainan. Alat
kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas ditemukan adanya edema pada
kedua tungkai dan akral hangat.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO), 2015. Cardiovascular Diseases (CVDs).


Available at: http://.who.int/mediacentre/factseets/fs317/en/ [Accesed 1 Maret
2017].
2. Thygesen K, et al.Third universal definition of myocardial infarction. European
Heart Journal.2012; 33, 2551-67.
3. Antman EM, Braunwald E. ST-segment Elevation Myocardial Infarction.
Dalam(Loscalzo J ed) Harrison’s cardiovascular medicine. New York: McGraw-
Hill Medical. 2010.
4. Kumar A, Cannon CP.Acute coronary syndromes: diagnosis and management,
part 1. A Peer-Reviewed Medical Journal.2009; 84(10), 917-938.
5. Alwi I. Infarkmiokardakutdenganelevasist. Dalam (Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, SimadibrataM, Setiadi S ed) Buku ajarilmupenyakitdalam. Ed 6. Jakarta:
Interna Publishing.2014,1741-56.
6. O’Gara PT, et al,Guideline for the management of st-elevation myocardial
infarction. Journal of the American Collage of Cardiology.2013; 62(4): e78-140.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. 2015.

Anda mungkin juga menyukai