Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang
berisiko pada kesehatan. Obesitas juga merupakan kelainan penyakityang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas adalah merupakan
penyakitmultifaktorial, diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh interaksi
antara faktor genetik danfaktor lingkungan, meliputi aktivitas, gaya hidup, sosial
ekonomi, dan nutrisional yang berhubungan dengan perilaku makan.
Obesitas pada masa anak dan remaja merupakan faktor yang berhubungan
dangan meningkatnya mortalitas dan morbiditas pada dewasa. Obesitas merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, aterosklerosis, asam urat dan artritis.
Obesitas yang menetap sejak masa anak-anak sampai dewasa memicu terjadinya
hipertensi dan penyakit jantung iskemik.
Menurut World Health Organization (WHO, 2014), anak-anak dan remaja
yang obesitas berisiko tinggi mengembangkan berbagai masalah kesehatan, dan
juga cenderung menjadi orang dewasa gemuk. Jumlah anak-anak yang kelebihan
berat badan atau obesitas hampir dua kali lipat dari 5,4 juta pada tahun 1990 menjadi
10,6 juta pada tahun 2014. Hampir setengah dari anakanak di bawah usia 5 tahun
yang kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2014 tinggal di Asia.Di
Indonesia, berdasarkan data Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2013), prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun
mencapai 18,8%. Dengan persentase gemuk 10%, dan obesitas 8,8% meningkat dari
tahun 2012 yang ditemukan yaitu 9,2 % dan Sumatera Barat menempati urutan ke
-15 dan yang tertinggi pertama yaitu DKI Jakarta dengan prevalensi obesitas
pada anak usia 5-12 tahun sebesar 26,6% dan di Sumatera Barat sebesar 7,7%
Kota Padang memiliki prevalensi obesitas sebesar 7,6% dan termasuk kedalam
15 besar daerah yang mengalami obesitas tertinggi dengan menempati urutan ke -8
tertinggi pertama yaitu Kota Pariaman 16,9% (Riskesdas, 2013).
Obesitas pada anak dan remaja pada kalangan masyarakat tidak di anggap atau
di anggap berbahaya ,malah sebaliknya banyak orang tua berpikir bahwa ketika anak
terlihat gemuk , banyak orangtua yang berpikir bahwa anak atau remaja itu sehat dan
bergizi karena kurangnya pemahaman akan dampak atau resiko yang akan timbul
karena obesitas. Oleh karena itu sangat penting bagi mahasiswa kedokteran untuk

1
mengetahu obesitas secara mendalam agar dapat meluruskan pemahaman yang keliru
di masyarakat.

B. Tujuan
 Untuk mengetahui faktor resiko dari obesitas dan faktor-faktor penyebab obesitas
serta data yang berkaitan menurut WHO dan juga Riskesdas.
 Untuk mengetahui dampak dan komplikasi dari obesitas pada anak dan remaja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Selain itu, obesitas merupakan suatu
kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara
berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang keluar. Obesitas/overweight telah menjadi pandemi global di seluruh
dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan
kronis terbesar.
Klasifikasi obesitas pada anak dan remaja menurut Kemenkes No
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antopometri Penilaian Status Gizi Anak.
Berat badan menurut Sangat kurus <-3SD
tinggi badan (BB/TB) Kurus -3 SD sampai dengan <-2
Anak umur 0-60 bulan SD
Normal -2SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks massa tubuh Sangat kurus <-3SD
menurut umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2
Anak umur 5-18 tahun SD
Normal -2SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2
SD

Obesitas >2 SD

Anak disebut obesitas jika berat badan menurut tinggi badan berada pada +3 SD dan
overweight +2 SD menurut Kriteria WHO 2006. Indeks massa tubuh pada anak obesitas usia
dibawah 5 tahun berada di atas sama dengan +3 SD pada kurva WHO 2006 dan pada anak
usia diatas sama dengan 5 tahun lebih dari +2 SD pada kurva WHO 2007.

B. Epidemiologi
Prevalensi anak obesitas baik di negara maju maupun negara berkembang
mengalami peningkatan dalam jumlah yang mengkhawatirkan. Prevalensi anak obesitas
mencapai 13,9% tahun 2009 di Spanyol dan mencapai 15,3% tahun 2012 di Cina (Ochoa et
al., 2013). Menurut World Health Organization (WHO, 2015), Prevalensi kelebihan berat
tubuh dan obesitas di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Mediterania Timur
telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara maju,
kenaikan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas juga terjadi di negara-negara
berkembang di Asia Tenggara dan Afrika.
Menurut World Health Organization (WHO, 2014), anak-anak dan remaja yang
obesitas berisiko tinggi mengembangkan berbagai masalah kesehatan, dan juga cenderung
menjadi orang dewasa gemuk. Jumlah anak-anak yang kelebihan berat badan atau obesitas
hampir dua kali lipat dari 5,4 juta pada tahun 1990 menjadi 10,6 juta pada tahun 2014.

3
Hampir setengah dari anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kelebihan berat badan atau
obesitas pada tahun 2014 tinggal di Asia.
National Child Measurement Program (NCMP, 2015), mengukur tinggi dan berat
sekitar satu juta anak sekolah di Inggris setiap tahun, memberikan gambaran rinci tentang
prevalensi obesitas pada anak. Data menunjukkan bahwa 19,8% anak-anak di berusia 10-11
mengalami obesitas dan 14,3% kelebihan berat badan. Dari anak-anak usia 4-5 tahun, 9,3%
mengalami obesitas dan 12,8% lainnya kelebihan berat badan. Ini berarti sepertiga dari 10-
11 tahun dan lebih dari seperlima dari anak usia 4-5 tahun kelebihan berat badan atau
obesitas.
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2013), prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai
18,8%. Dengan persentase gemuk 10%, dan obesitas 8,8% meningkat dari tahun 2012 yang
ditemukan yaitu 9,2 % dan Sumatera Barat menempati urutan ke -15 dan yang tertinggi
pertama yaitu DKI Jakarta dengan prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun sebesar
26,6% dan di Sumatera Barat sebesar 7,7% Kota Padang memiliki prevalensi obesitas sebesar
7,6% dan termasuk kedalam 15 besar daerah yang mengalami obesitas tertinggi dengan
menempati urutan ke -8 tertinggi pertama yaitu Kota Pariaman 16,9% (Riskesdas, 2013).

C. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas pada Anak


1. Herediter
Anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga penderita obesitas. Bila kedua
orangtua obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu
orangtua obesitas kejadiannya menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak obesitas
maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan risiko menjadi obesitas
tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen atau faktor lingkungan dalam
keluarga.
2. Pola Makan
Peran nutrisi dimulai sejak masa gestasi. Perilaku makan mulai terkondisi dan
terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan yaitu saat diasuh orangtua. Pemberian
susu botol pada bayi mempunyai kecenderungan diberikan pada jumlah yang berlebihan
sehingga risiko menjadi obesitas menjadi lebih besar daripada ASI saja. Akibatnya anak
akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa
prasekolah, masa usia sekolah, sampai masa remaja.
Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar, terutama diet tinggi kalori
yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Masukan energy tersebut lebih besar daripada
energi yang digunakan. Anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makanan cepat saji (junk foods dan fast foods), yang umumnya mengandung energi
tinggi karena 40-50% nya berasal dari lemak. Kebiasaan lain adalah mengkonsumsi
makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis
makanan camilan bisa dipengaruhi oleh iklan di televisi.
3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sehari-hari dipercaya menjadi salah satu faktor munculnya obesitas
pada seseorang. Pada anak-anak yang lebih sering menghabiskan waktunya di rumah
seperti menonton televisi dan jarang berolahraga kemungkinan akan mengalami
obesitas lebih besar.

4
4. Konsumsi Fast Food
Konsumsi fast food / makanan cepat saji yang banyak mengandung energy dari
lemak, karbohidrat, dan gula akan mempengaruhi kualitas diet dan meningkatkan resiko
obesitas. (MMI Volume 40, No 2 tahun 2005). Meningkatnya konsumsi fast food diyakini
suatu masalah, karena masalah obesitas meningkat pada masyarakat yang keluarganya
banyak keluar mencari makan cepat saji dan tidak mempunyai waktu lagi untuk
menyiapkan makanan dirumah. (WHO, 2000).
5. Susu dan Olahannya
Susu mengandung zat besi yang sedikit dan beberapa vitamin, nmun kaya akan
lemak dan kolesterol. Beberapa individu dapat mengalami alergi susu, dan pada beberapa
kasus susu dapat menyebabkan obesitas bila dikonsumsi secara berlebihan baik dalan
produk susu maupun produk makanan yang merupakan olahan susu.
6. Gangguan Hormonal
Walaupun sangat jarang, ada kalanya obesitas disebabkan oleh endokrin disorder, seperti
pada sindroma cushing, hiperaktifitas adrenal kortikal, hipogonadisme, dan penyakit
hormonal lainnya.

D. Karakteristik Obesitas
Untuk menentukan obesitas diperlukan criteria yang berdasarkan pengukuran antropometri
dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas
bilamana BB >120% BB standar.
2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila
BB/TB lebih dari percentile ke-95 atau lebih dari 120% atau Z–score = +2 SD.
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK).
4. Sebagai indikator obesitas bila TLK trisep lebih dari persentil ke-85.
5. Pengukuran lemak secara laboratorik, ,misalnya densitometry, hidrometri, dsb. Yang
tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang
paling akurat tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
6. Indeks massa tubuh (IMT) > 27,0 kg/m2.

E. Dampak Obesitas
Kegemukan (obesitas) berdampak terhadap penyakit jantung koroner, diabetes,
darah tinggi, ginjal, mudah lelah dan lainnya. Dampak obesitas pada anak terhadap
kesehatan pada umumnya lebih ringan jika dibandingkan pada orang dewasa yang biasanya
telah menimbulkan gangguan kesehatan atau sekurang-kurangnya merupakan faktor resiko
untuk penyakit pernapasan dan kardiovaskular. Dijelaskan lebih lanjut, dampak obes pada
anak antara lain karena pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lebih matang, sehingga
pada anak wanita lebih cepat menarche (haid untuk pertama kali) pada usia lebih dini.
Obes pada bayi dan anak balita umum belum termasuk masalah medis, namun
bukan berarti bisa dibiarkan begitu saja, karena kemungkinan untuk menjadi obes pada usia
dewasa relative besar jika dibandingkan dengan anak yang bergizi baik.
Dampak obesitas pada kesehatan umumnya mungkin masih terbatas pada gangguan
psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan, aktivitas fisik, lebih suka menyendiri dan

5
memuaskan dirinya dengan bersantai dan makan. Akan tetapi, pada obesitas berat mungkin
telah disertai ganguan pernapasan, hipertensi, eksima pada kulit akibat penimbunan lemak
di bawah kulit yang mengakibatkan bau badan yang tidak sedap sehingga tidak disukai
teman sepergaulannya.

F. Komplikasi Obesitas pada Anak


1. Kapasitas Otak
Untuk setiap pon berat yang berlebih pada tubuh, otak akan semakin kecil. Itulah
fakta yang diungkapkan para peneliti baru-baru ini. Semakin besar tubuh
seseorang yang mengalami obesitas, semakin berkurang pula jaringan otak di
kepalanya. Kebanyakan jaringan yang hilang adalah jaringan bagian depan dan
temporal lobe yang berfungsi sebagai pembuat keputusan, menyimpan memori
dan kegiatan kognitif lainnya yang ujung-ujungnya bisa memicu penyakit
Alzheimer.
2. Saluran napas
Komplikasi obesitas lainnya pada anak adalah gangguan fungsi saluran napas yang
dikenal dengan obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Gejalanya mulai dari
mengorok sampai mengompol. Obstruksi saluran nafas intermittent di malam hari
menyebabkan tidur gelisah.
3. Kulit leher dan pelipatan
Obesitas juga dapat menyebabkan kulit sering lecet karena gesekan, anak merasa
gerah atau panas, sering disertai biang keringat, maupun jamur pada lipatan-
lipatan kulit.
4. Jantung
Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung. Obesitas pada masa anak-anak yang terus berlanjut sampai dewasa dapat
pula mengakibatkan antara lain hipertensi pada masa pubertas, penumpukan
lemak dalam darah, penyakit jantung koroner dan penyempitan pembuluh darah
pada masa dewasa. Sekalipun tanpa tekanan darah yang tinggi, obesitas sendiri
sudah dapat mengakibatkan kelemahan otot jantung atau cardiomyopathy,
sehingga mengganggu daya pompa jantung.
5. Paru
Obesitas pada bayi beresiko terjadinya infeksi saluran pernapasan bagian bawah
karena terbatasnya kapasitas paru-paru.
6. Ginjal
Anak yang mengalami obesitas, memiliki risikonya terkena diabetes dengan
komplikasi sakit ginjal di kemudian hari.
7. Genitalia
Obesitas akan mengalami penurunan dan penyusutan sistem organ yang lebih
cepat, termasuk juga masalah impotensi dan infertilitas dan hal-hal lainnya yang
dikira orang tidak ada hubungannya langsung dengan obesitas.

8. Tulang kaki

6
Pada anak obesitas cenderung beresiko mengalami gangguan tulang pada kaki
yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya tulang paha yang
menimbulkan gejala nyeri panggul atau tergelincirnya lutut. Di samping itu, dapat
juga mengakibatkan kelainan pada tulang dan sendi seperti kaki pengkor ke arah
dalam.
Di samping komplikasi obesitas pada semua anggota tubuh, obesitas juga
mempengaruhi faktor kejiwaan pada anak yakni sering merasa kurang percaya diri,
bahkan kalau anak pada masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya menjadi
pasif dan depresi, karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh
teman sebayanya. Gangguan kejiwaan ini dapat sebagai penyebab obesitas
menjadi lebih parah karena anak melampiaskan stres yang dialaminya ke makanan.
(sumber : Komplikasi Kegemukan (Obesitas) pada Anak, oleh dr Wiradharma, PPDS
IKA UNUD RSUP Sanglah Denpasar Bali, http://ppdsikafkunud.com/komplikasi-
kegemukan-obesitas-pada-anak-/)

7
BAB III

ANALISIS KASUS

MASALAH OBESITAS PADA ANAK DAN REMAJA DI NTT

Prevalensi obesitas pada anak di dunia maupun di Indonesia semakin meningkat sehingga
menjadi masalah kesehatan yang harus dihadapi. Masalah obesitas yang terjadi pada anak
akan berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai
penyebab risiko utama untuk beberapa penyakit kronis yang terkait diet, diantaranya diabetes
melitus tipe 2, hipertensi, stroke, penyakit kardiovaskuler dan beberapa jenis penyakit kanker
tertentu.

Masalah obesitas pada anak merupakan masalah yang kompleks dengan penyebab
multifaktorial. Keadaan ini di antaranya disebabkan oleh pola makan tidak teratur, makanan
selingan dan konsumsi fast food di luar rumah yang semakin populer di kalangan anak-anak.
Perubahan gaya hidup, terutama pada anak-anak di Indonesia yang menjurus ke westernisasi
mengakibatkan pola makan yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan
kolesterol.Peran orang tua merupakan faktor penting dalam kejadian obesitas pada anak,
peran orang tua mencakup pengelolaan kebiasaan makan yang dimiliki anak dan aktivitas
fisik. Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, maka akan mengubah cara pandang dan
gaya hidup seseorang, terutama perilaku makan. Peran orang tua, terutama ibu dalam
mengasuh anak adalah sangat penting. Pengetahuan orang tua secara tidak langsung
berdampak pada pengetahuan dan perilaku anak. Perilaku obesogenis (memicu obesitas)
merupakan faktor utama untuk terjadinya obesitas pada anak. Selain itu, semakin tinggi
tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan cenderung semakin tinggi prevalensi
obesitas umum.

Saat ini, masalah gizi di NTT tidak hanya tentang gizi buruk tetapi juga gizi lebih atau
obesitas. Masalah obesitas timbul karena adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat di
NTT, sehingga terjadi perubahan gaya hidup masyarakat. Saat ini tingkat konsumsi fast food
semakin meningkat, dimana orang tua lebih memilih memberikan makanan cepat saji kepada
anaknya dengan alasan lebih praktis. Jenis makanan seperti junk food juga menjadi pilihan
masyarakat saat ini. Selain itu, kemudahan transportasi juga menjadi salah satu alasan
meningkatnya obesitas, sehingga mengurangi aktivitas fisik.

8
Persentase gemuk pada balita usia 0 – 59 bulan menurut status gizi dengan indeks
BB/TB pada provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 sebesar 6,5% dan
menurun pada tahun 2016 menjadi 4,2%.

Sumber : Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2017 KEMENKES RI


Persentase gemuk pada balita usia 0 – 59 bulan menurut status gizi dengan indeks
BB/TB pada provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2017 sebesar 3,8%.

Berdasarkan data hasil pemantauan status gizi Kemenkes RI tahun 2015 – 2017,
terjadi penurunan persentase gemuk pada tahun 2015 – 2017 baik pada anak umur 0 –
23 bulan maupun 0 – 59 bulan. Penurunan persentase gemuk pada anak ini dapat
disebabkan karena saat ini masalah gizi lebih atau obesitas telah menjadi perhatian

9
pemerintah dan tenaga kesehatan sehingga seiring berjalannya waktu terjadi
persentase kegemukan pada anak menurun.

Sumber : Riskesdas 2013

Sumber : Riskesdas 2013

Sumber : Riskesdas 2013

10

Anda mungkin juga menyukai