Anda di halaman 1dari 5

KASUS PEMILU DI INDONESIA

Pemenang pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan


pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta
dan disosialisasikan kepara pemilu. Pada pelaksanaan pemilu, mengingat
suhu politik yang memanas maka potensi-potensi kecurangan akan selalu
dapat terjadi. Seperti misalnya 5 contoh kasus pelanggaran pemilu yang
masih marak terjadi di Indonesia.

1. Money Politik (Politik Uang)

Politik uang adalah suatu bentu pemberian atau janji menyuap


seseorang supaya orang iu tidak menjalankan haknya dengan cara tertentu
pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang
atau barang. Politik uang adalah suatu bentuk pelanggaran kampanye politik
uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai
politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan
dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak
dan gula kepada masyarakat dengan tujuan unttuk menarik simpati
masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang
bersangkutan.

Politik uang sendiri merupakan salah satu bentuk pelanggaran dalam


kampanye. Hal tertuang jelas dalam Pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No.3
tahun 1999 berbunyi:
“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut
Undang-Undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, supaya
orang itu tidak menjalankannya haknya untuk memiih, supaya ia juga
menjalankan haknya dengan cara tertentu, akan dipidana dengan pidana
hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada
pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

2. Penggelembungan Suara

Penggelembungan suara merupakan sebuah contoh kasus dalam


pelanggaran pemilu. Hal ini tentu masih marak terjadi sebagai upaya curang
untuk memenangkan satu kandidat tertentu. Misalnya kejadian 1 tahun yang
lalu pada pilihan Bupati jombang pada tahun 2018. Dimana KPU Kabupaten
Jombang memutuskan untuk menggelar coblosan ulang di TPS 1 Desa
Tambar, Kecamatan Jogoroto. Coblosan ulang digelar menyusul adanya
penggelembungan suara pilihan Bupati Jombang tahun 2018 di TPS tersebut.

Coblosan sendiri digelar di TPS 1 Desa Tambar pada minggu


(01/07/2018) mulai pukul 07:00 WIB. Dia memutuskan tidak ada kendala
anggaran untuk pemungutan suara ulang disatu TPS tersebut. Bahkan surat
suara untuk coblosan ulang di TPS 1 Desa Tambar telah dicetak sesuai jumlah
daftar pemilih tetap (DPT). Pihaknya melakukuan persiapan akhir untuk
pelaksanaan coblosan ulang.
Penggelembunggan suara di TPS Desa Tambar hanya terjadi pada
pilihan Bupati Jombang. Daftar pemilih tetap di TPS 1 Desa Tambar sebanyak
497 orang. Dari jumlah itu, 308 orang datang ke TPS untuk menggunakan hak
pilihnya, namun saat dilakukan perhitungan pada Rabu (27/06/2018),
jumlah suara yang sudah dicoblos didalam kotak suara pilihan suara Bupati
Jombang sebanyak 333 lembar. Terdiri dari 148 surat Suharli dan Subaidi.
Sebanyak suara 36 suara untuk pasangan nomor urut 03 Syaiful dan Khoirul,
serta 34 suara tidak sah. Artinya, terdapat 25 surat suara yang sengaja
ditambhakan didalam kotak tersebut

3. Teror Kepada Pemilih Untuk Memilih Kandidat Tertentu

Salah satu bentuk pelanggaran pemililu yang berikutnya adalah


adanya teror yang dilakukan oleh pihak tertentu. Tentunya hal ini
merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang pemilih berhak
memilih kandidat pilihan sesuai hati nuraninya. Namun pada faktanya masih
kerap ditemui kejadian dilapangan dimana marak terjadi tindakan teror.
Kejadian ini masih kerap ditemui pada daerah-daerah di pelososok yang
masih jauh dari pengawasan, serta juga biasanya dilakukan pada masyarakat
yang tidak paham hukum dan juga takut melaporkan hal ini. Sejatinya,
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan UU No.15 tahun 2011 disebut dalam
pasal 1 ayat 1 bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945.
Adanya pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus dimaknai
bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia bukan hanya kongritisasi
dari kedaulatan rakyat (langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi lebih
dari itu yaitu menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang
demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.

4. Pemalsuan Dokumen Pemilihan

Bentuk pelanggaran lainnya yang tidak luput dan masih terjadi pada
penyelenggaraan pemilu adalah adanya tindakan pemalsuan dokumen
pemilih. Sehingga hal ini memungkinkan pihak-pihak tertentu
menyalahgunakan dokumen sebagai upaya untuk memberikan suara pada
satu kandidat tertentu. Kasus ini tentunya dapat terjadi karena adanya
kerjasama yang dilakukan oleh berbagai pihak, bahkan pihak KPU yang
harusnya bersikap netral dapat secara terang-terangan mendukung salah
satu calon yang mencalonkan diri tentunya hal ini sangat mencoreng citra
demokrasi.

5. Penyalahgunaan Jabatan

Tidak sedikit kasus pelanggaran pemilu yang bersumber dari adanya


penyalahgunaan jabatan. Biasanya hal ini terjadi pada mereka yang berkerja
baik dipemerintahan atau swasta. Atasan akan memberikan penekanan
kepada bawahan mereka diharuskan untuk memilih satu calon.
Tentunya akan ada konsekuensi yang diberikan kepada mereka yang
juga memiliki pilihan lain diluar calon yang didukung atasan.
Konsekuensinya seperti skorsing, mutasi hingga bahkan pemecatan, tentu
saja hal ini sudah sangat keterlaluan dan melanggar hak pilih masing-masing
orang.

Sumber Hukamnas.com

Anda mungkin juga menyukai