Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP MEDIS HIDROSEFALUS

1.1 Pengertian
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya
cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral
selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial
menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Jenis Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menurut:
1. Waktu Pembentukan
a. Hidrosefalus Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak dalamkandungan dan
berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah bayidilahirkan atau
terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus
a. Hidrosefalus Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan
oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal.
b. Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah cairanCSS mengalami
obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007)
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus dimana CSS masih biaskeluar dari ventrikel
namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis Hidrosefalus dimana sumbatanaliran CSS yang
terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak
(Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
a. Acquired, yaitu Hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yangmengenai otak dan
jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkusotak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cederatraumatis
yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atauathrophy (Anonim, 2003).
1.2 Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan
aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau infeksi
intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
a. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain
infeksi adalah toksoplasmosis.
b. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
c. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
1.3 Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
1. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di
perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang
+ 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
a. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar
b. Parenchym otak
c. Arachnoid
2. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke
tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang
foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju
ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan
cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari
sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna
infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri.
Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.
1.4 Patofisiologi Hidrosefalus
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis
ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun
ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi
itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada
kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak
kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial.
Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada
perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan
titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada
ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran
cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi
masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral
menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus
tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan
absorbsi total akan menyebabkankematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah
dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
1.5 Manifestasi Klinis 
Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : anak dibawah usia 2 tahun, dan anak
diatas usia 2 tahun.
1. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun
a. Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
b. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
c. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran vena-
vena kulit kepala.
d. Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign yakni bunyi
seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
e. Perubahan pada mata.
1) Bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan penipisan tulang supra
orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang
akan terbenam
2) Strabismus divergens
3) Nystagmus
4) Refleks pupil lambat
5) Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum
6) Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.
2. Hydrochepalus pada anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial oleh karena
pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup
1.6 Komplikasi Hidrosefalus
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi:septikemia,endokarditis,infeksiluka,nefritis,meningitis,ventrikulitis, abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
5. Hematomi subdural, peritonitis,adses abdomen, perporasi organ dalam rongga
abdomen,fistula,hernia, dan ileus.
6. Kematian
1.7 Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk
mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
1.8 Pentalaksanaan Medis
1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetik perlu dilakukan penyuluhan genetik,
penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat. Proses
persalinan/ kelahiran diusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma
kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung
resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya tidak
memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB.
Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan
meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat
diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 %
kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter “shunt”
obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan ventrikuloatrial
atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi
radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya.
Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. Mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
a. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorbsinya.
b. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal
lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. saat ini
cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan
teknik bedah endoskopik.
c. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum.
baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus
komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel
dan bahkan kematian.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil,
kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau
tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
1) Anak dapat melihat keatas atau tidak.
2) Pembesaran kepala.
3) Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh darah terlihat jelas.
b. Palpasi
1) Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
2) Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang,
keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
1) Akomodasi
2) Gerakan bola mata
3) Luas lapang pandang
4) Konvergensi:
Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
5) Strabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
a. Peningkatan sistole tekanan darah.
b. Penurunan nadi / Bradicardia.
c. Peningkatan frekuensi pernapasan.
4. Diagnosa Klinis
a. Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
b. Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s
Sign)
c. Opthalmoscopy : Edema Pupil.
d. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan analisis
komputer.
e. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif: serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial, hipervolemia.
2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pusat persepsi sensori.
3. Kerusakan intregritas kulit b.d penurunan mobilitas fisik, defisiensi sirkulasi.
4. Resiko defisit volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia.
5. Perubahan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota keluarga
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit, perawatan, komplikasi b.d kurang
informasi.
Pasca Operasi
1. Gangguan persepsi sensori b.d infeksi pemasangan shunt
2. Resiko infeksi b.d pemasangan shunt.
3. Kerusakan integritas kulit b.d prosedur pembedahan.
4. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah b.d kurangnya informasi.
2.3 Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Kaji status neurologis yang berhubungan
efektif: serebral b.d a. Tekanan intrakranial 0-15 mmHg. dengan tanda-tanda peningkatan tekana
peningkatan tekanan b. Perfusi otak lebih dari 50 mmHg. intrakranial, terutama GCS.
intrakranial, c. Terpeliharanya status neurologis. b. Monitor tanda-tanda vital:TD, nadi, respirasi,
hipervolemia. d. Tanda vital stabil. suhu, minimal tiap 15 menit sampai keadaan
pasien stabil.
c. Monitor tingkat kesadaran, sikap reflek, fungsi
motorik, sensorik tiap 1-2 jam.
d. Naikkan kepala dengan sudut 15-450, tanpa
bantal (tidak hiperekstensi atau fleksi) dan
posisi netral (posisi kepala sampai lumbal ada
dalam garis lurus).
e. Anjurkan anak dan orang tua untuk mengurangi
aktivitas yang dapat menaikkan tekanan
intrakranial atau intraabdominal, misal:
mengejan saat BAB, menarik nafas,
membalikkan badan, batuk.
f. Monitor tanda kenaikan tekanan intrakranial,
misalnya: iritabilitas, tangis, sakit kepala, mual
muntah.
g. Monitor intake output cairan setiap hari.
2 Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Kaji tingkat kesadaran dan respon.
sensori b.d gangguan a. Tanda vital normal. b. Ukur vital sign, status neurologis.
pusat persepsi sensori. b. Orientasi baik. c. Monitor tanda-tanda kenaikan tekanan
c. GCS lebih dari 13. intrakranial seperti iritabilitas, tangis
d. Tekanan intrakranial <10 mmHg. melengking, sakit kepala, mual muntah.
e. Refleks fisiologis (+).
d. Ukur lingkar kepala dengan meteran/ midline.
f. Refleks patologis (-).
e. Lakukan terapi auditori dan stimuli taktil.

3 Kerusakan intregritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Monitor kondisi fontanella mayor tiap 4 jam.
kulit b.d penurunan a. Eritema (-). b. Ubah posisi tiap 2 jam, pertimbangkan
mobilitas fisik, defisiensi b. Kulit kepala turgor baik, utuh. perubahan posisi kepala tiap 1 jam.
sirkulasi. c. Luka (-). c. Gunakan lotion atau minyak dan lindungi posisi
daerah kepala dari penekanan.
d. Letakkan kepala pada bantal karet atau gunakan
water bed jika perlu.
e. Gunakan penggantian alat tenun dari bahan yang
lembut.
f. Stimuli daerah kepala setiap perubahan posisi.
g. Pertahankan nutrisi sesuai program terapi.

4 Resiko defisit volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Monitor intake output makanan dan cairan.
cairan b.d mual, muntah, a. Hidrasi adekuat. b. Ukur dan observasi tanda vital.
anoreksia. b. Turgor kulit baik. c. Catat jumlah, frekuensi dan karakter muntah.
c. Membran mukosa lembab. d. Timbang BB tiap hari.
d. Tanda vital normal. e. Kaji tanda-tanda dehidrasi.
e. Urin output 0,5-1 cc/ kgBB/ jam.
5 Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Beri kesempatan pada keluarga atau orang tua
keluarga b.d perubahan a. Keluarga partisipasi dalam perawatan untuk mendiskusikan masalah.
status kesehatan anggota dan pengobatan. b. Beri dorongan sikap penerimaan terhadap anak
keluarga. b. Keluarga memberikan sentuhan, (misal dipeluk, berbicara dan menyenangkan
perasaan senang dan bicara pada anak).
anaknya. c. Bantu orang tua untuk ikut merawat anaknya,
c. Keluarga mampu mengidentifikasi libatkan orang tua sebanyak mungkin.
perilaku negatif dan cara d. Jelaskan setiap prosedur perawatan dan
mengatasinya. pengobatan.
e. Dorong sikap positif dari orang tua, beri
penjelasan tentang sifat negatif.
f. Diskusikan sikap yang mengindikasikan frustasi,
ajarkan cara menyelesaikan masalah dengan
strategi koping yang baru.
g. Hubungi konsultan jika perlu.

6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, a. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan,
orang tua tentang keluarga mampu: kehadiran perawat diperlukan bila ada informasi
penyakit, perawatan, a. Ungkapkan pengertian rencana oleh team kesehatan lain untuk memperkuat
komplikasi b.d kurang perawatan. Menerima kenyataan penjelasan.
informasi. terhadap anaknyA b. Beri dorongan pada orang tua untuk
b. Demonstrasikan perawatan yang mengekspresikan perasaan dan harapan dan
diperlukan. partisipasi dalam perawatan anaknya dengan
c. Mengetahui tanda infeksi dan perasaan yang menyenangkan.
peningkatan tekanan intrakranial. c. Bantu orang tua untuk dapat menerima
d. Menjelaskan pengobatan yang kenyataan tentang perubahan dan perkembangan
diberikan, minum obat sesuai rencana anaknya.
dan mengerti efek samping. d. Yakinkan orang tua bahwa anak membutuhkan
kasih sayang dan keamanan.
e. Demonstrasikan perawatan yang diperlukan
(bagaimana mengecek fungsi shunt, posisi
anak), berikan kesempatan untuk mengulang.
f. Beri penjelasan tentang pengobatan.
g. Berikan dafatar nomor telepon team kesehatan
untuk dapat digunakan bila muncul masalah.

PASCA OPERASI
1. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Kaji reaksi pupil dan kesimetrisan, vital sign,
sensori b.d infeksi Mengembalikan fungsi persepsi sensori tingkat kesadaran, kepekaan, kemampuan
pemasangan shunt. dan komplikasi dapat dicegah atau neuromuskuler.
seminimal mungkin tidak akan terjadi. b. Ukur lingkar kepala dan awasi ukuran
fontanella.
c. Atur posisi daerah kepala yang tidak dilakukan
operasi jangan pada posisi shunt.
d. Ukur tanda vital.
e. Atur anak tetap terlentang dengan posisi 15-450,
akan meningkatkan dan melancarkan aliran
balikdaerah vena kepala sehingga mengurangi
edema dan mencegah terjadinya kenaikan TIK.
f. Ukur suhu dan atur suhu lingkungan sesuai
indikasi, batasi pemakaian selimut, kompres bila
suhu tinggi.

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Ukur vital sign tiap 4 jam.
pemasangan shunt. a. Status imun normal. b. Gunakan teknik aseptik dalam perawatan.
b. Kontrol status infeksi. c. Observasi luka operasi.
c. Kontrol faktor resiko. d. Lakukan perawatan luka bekas operasi sesuai
d. Penyembuhan luka, ILO (-) instruksi.
e. Abses otak, meningitis (-). e. Kolaborasi: antibiotik, pemeriksaan AL, kultur
dan sesnsitivitas tes.

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Kaji lokasi incisi adanya robekan permukaan
kulit b.d prosedur a. Incisi sembuh tanpa ada eritema. kulit, pus, darah.
pembedahan. b. Luka kering dan bersih. b. Ukur vital sign tiap 4 jam.
c. Perhatikan teknik aseptik dan septik saat
penggantian balutan.
d. Observasi tanda-tanda peningkatan TIK karen
infeksi akibat pemasangan infus.
e. Jaga kebersihan kulit pasien tetap bersih dan
kering.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan: a. Kaji tingkat pendidikan dan pengetahuan orang
tentang perawatan di a. Orang tua mampu ungkapkan tua pasien.
rumah b.d kurangnya pengertian rencana perawatan. b. Beri penjelasan tentang hidrosefalus dan
informasi. b. Orang tua dapat mendemonstrasikan prosedur pembedahannya pada orang tua.
kemampuan merawat di rumah. c. Libatkan orang tua pada perawatan pasca
c. Orang tua mengerti tentang cara operasi.
pewngobatab di rumah. d. Jelaskan pada orang tuatentang tanda dan gejala
infeksi CSF dan kegagalan shunt.
DAFTAR PUSTAKA

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses


penyakit,Jakarta;EGC.
Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 22 maret 2015
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saharso. 2008. Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 22 maret 2015
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-
sykj201.html
Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol,
2000 ; 247 : 5-14.
Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.
NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Definition and Clasification, 2001-2002,
Philadhelpia, USA.
Price, S.A., 2002, Patofisiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit, Bag. II
Terjemahan Adji Dharma, Jakarta : EGC.
PATHWAY

Infeksi,neoplasma, perdarahan,
Malformasi perkembangan otak janin

Gangguan absorpsi cairan obstruksi aliran


Serebrospinal di ruang subarachoid cairan serebrospinal
(communicating hydrocephalus) (noncomunicating hydrocephalus)

HIDROCEFALUS

Obstruksi aliran Gangguan Produksi CSS Kerusakan


CSS absorpsi CSS berlebihan intergitas kulit

Perlekatan Pelebaran
Dilatasi ruang CSS meningen pembuluh darah Penurunan
mobilitas fisik
Obstruksi ruang
TIK meningkat subarakhnoid Kepala membesar

Pemasangan shunt
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif Perubahan status
Risiko infeksi kesehatan
Gagguan pusat
Kurang terpajan
Mengganggu sensori persepsi
Perubahan proses infomasi
nervus vagus
keluarga

Mual, muntah, Gangguan Kurang pengetahuan


anoreksia persepsi sensori orang tua

Resiko defisit
volume cairan

Anda mungkin juga menyukai