Anda di halaman 1dari 16

Bab II.

| Penyakitkronis : HIV/AIDS
1.Deskripsi singkat

HIV/AIDSAcquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang


disebabkan oleh HIV, ditandai dengan adalnya kegagalan progresif system imun yang dapat
menyebabkan Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan anak dengan
HIV/AIDS (ODHA) sangat rentan terserang berbagai penyakit. Serangan penyakit yang biasanya
tidak terlalu berbahaya lama kelamaan akan menyebabkan anak sakit parah bahkan
meninggal. HIV /AIDS pada anak sebagian besar disebabkan karena di tularkan dari ibu yang
menderita HIV/AIDS

1.Tujuan
Peserta didik dapat memahami tentang asuhan keperawatan pada anak dengan HIV /AIDS

2.Pokok Bahasan

1)Definisi HIV/AIDS
2)Etiologi HIV/AIDS
3)Patofisiologi HIV/AIDS
4)Penatalaksanaan HIV/AIDS
5)Asuhan keperawatan HIV/AIDS
a.Pengkajian
b.Diagnosis keperawatan
c.Intervensi keperawatan
d.Implementasi keperawatan
e.Evaluasi keperawatan

3.Materi

1)Dinisi HIV/AIDS Virus Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk
dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA dan DNA
penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang,
utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. (Nursalam & Kurniati, 2009).
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan
oleh HIV, ditandai dengan adalnya kegagalan progresif system imun (Irianto, 2014).
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibatmenurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
HumanImmunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiahmelawan
bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).(Tambayong,
J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yangdisebabkan
oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan
dimanakebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama p
erjalanan penyakit.(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yangdapat
mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentuyang
bersifat oportunisti (FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS
adalahkumpulangejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap 
yang disebabkan olehretrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi
seperti bakteri, jamur.

2)Etiologi HIV/AIDS Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus.

Retrovirus ditularkan oleh darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat terhadap limfosit
T (Desmawati, 2013).
Virus HIV menyerang sel CD4 menjadikannya tempat berkembang biak virus HIV baru dan
menyebabkan kerusakan pada sel darah putih sehingga tidak dapat digunakan lagi. Ketika
seseorang terkena HIV, virus ini tidak langsung menyebabkan penyakit AIDS tapi memerlukan
waktu yang cukup lama (Rimbi, 2014)

HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasukilimfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik laindan
orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002).
InfeksiHIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV
( Human Immunodeficiency Virus) kedalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).

3)Patofisiologi HIV/AIDS
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan
bertahapbersamaan dengan perkembangan penyakit. 
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4. HIV secar istimewa
menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral.  Subset limfosit   yang  mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis untuk mempertahankan respon
sivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap
bersama dengan perkembangan penyakit. 
Mekanisme infeksi HIV yangmenyebabkanpenurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun
kemungkinan mencakup infeksi sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen
viral, yang dapat bekerja sebagaisuperantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dankematian atau disfungsi precursor limfosit atau
sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening.
HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi
pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi
dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat
membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi
memperlihatkan asam nukleatviral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular,
tubular, astroglia. . Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling 
konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. 
Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui
apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi
lain atau autoimun. Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut,
seringsimtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada
replikasi viral,selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun
sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-
bertahap dan dan progresif,kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral
lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan
fungsi dan organ, dan keganasan terkaitHIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi
viral dan sering dengan perubahan pada jenisvital, pengurangan limfosit CD4 yang
berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi
“ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi
perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun
sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulinsecara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%  pasien  dengan  AIDS
pediatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang
berkembang untuk beberapa alasan menderita imuno patologi yang  berbeda  dengan 
dewasa,  dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkanfrekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

4)Tanda dan gejala HIV/AIDS

Tidak khas atau nyata , seperti penyakit infeksi lainnya karena pada bayi penyakit AID di
dapat dari ibunya.
Pengalaman dari beberapa pusat penelitianmenunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang
terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadigangguan imun dan AIDS. Banyak dari
bayi ini akan menampakkan gejala PneumoniaPneumocystis carinii (PCP) pada usia 3
sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri seriuslain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal.

 
Kelas P-1: infeksi asimtomatikAnak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala
Kelas P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatikP-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan)
gagal berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare
rekuren atau persistemyang tidak spesifik.
Kelas P-2B: penyakit neurologi yang progresif
Kelas P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
Kelas P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren,
kandidiasisoral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
Kelas P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
Kelas P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati,
gangguanhematologi) Tanda pertama infeksi tidak nyata.
Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi
yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS.
Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP)
pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri seriuslain. Pada beberapa
bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP. Dalam 2 tahun setelah lahir,
kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan berkembang, demam
rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati  persisten, 
atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan
kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini
akan berkembang  menjadi  AIDS  terbatas  CDC  per tahun.  Penunjukan “AIDS” 
merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi
deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda
tingginya perkembangan penyakitdan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat
dengan perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS
paling sering,  yang 
terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk
munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3
sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi
PCPpada orang dewasa,  infeksi  ini  biasanya  merupakan  infeksi  primer
pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak dengan demam,
batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini,
dan karena trimetoprim-sulfa metoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada
awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese
bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan
gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal
penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini
dikenali  bahwa  penyakit  yang  lebih ringan  dapat  terjadi  dan  konsisten
dengan kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-
sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan
limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan
perkembangan gejala terkait HIV yang cepat. Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP).
Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi
HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV.
Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan
perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi
di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yangterlihat pada sinar-X
sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya
untuk diagnosis definitive. Hipoksia jarang parah sampai terbawa selama  beberapa
tahun, dan beberapa  perbaikan  pada kostikosteroid.  LIP sebagai  gejala  yang timbul 
pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada 
kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis.
nfeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekurenadalah
dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksitulang
dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric.
Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis medi
a, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate dar
ah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-
negatif, dan
bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada 
anak yangterinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang
menganggu imunitas lain.Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody
yang efektif dan kurangnya pajananmembuat anak yang terinfeksi HIV rentang
terhadap penyakit bakteri yang lebih setius.Profilaksis dengan immunoglobulin
intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahaninfeksi bakteri yang serius
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapatmunculkan
tanda infeksi system saraf pusat.
infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhiAIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis
kandida,terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium.
Diantara virus-virus,infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi
virus varisela zosterapitika. gejala umum yang sering ditemukan pada bayi
dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare
kronis, atau hepatosplenomegali(pembesaran pada hepar dan lien).

5)Pemeriksaan penunjang HIV/AIDS


1.Uji virolegi dengan PCRatau biakan HIV
darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan(95% dapat dipercay
a)diagnosisinfeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan
2.Antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai berumur 18 bulan. Maka tes ELISA dan
western blot akan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini berdasarkan
ada atau tidaknya antibodi pada HIV.
3.Pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia 4 bulan. Jika tes ini
negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi
disapih. Pada usia 18 bulan
4.Pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan
yang lain.
5.Anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan menggunakan kombinasi
antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. . Anak denagn HIV sering
mengalami infeksi bakteri, gagal tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap,
keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring.
Proses penularan HIV AIDS
Pada penderita bayi atau anak Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan
seksual (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita
yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun), sehingga
terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in uteri). Penularan juga
terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan .
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama
persalinanbisa dicegah dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama
periode postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu yang positif sekitar
10%

6)Penatalaksanaan HIV/AIDS
1. Pengobatan pada pemberian ART memerlukan perhatian khusus tentang dosis dan
toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang selama
beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga akan berbeda dengan orang
dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168). Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak
menurut (Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang direkomendasikan
adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse
Transkriptase Inhibitor (NNRTI): 2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS a. Nutrisi pada
Anak dengan HIV/AIDS Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak
berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan proteinnya perlu
ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan antioksidan untuk
mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih
bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah
infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya
dimasak sebelum diberikan kepada anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167). b.
Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS Anak yang didiagnosis HIV juga
mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus
menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan
sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan, penolakan,
perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain. Anak perlu diberikan
dukungan terhadap kehilangan dan perubahan mencaku (1) memberi dukungan dengan
memperbolehkan pasien dan keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan keluarga, (2) membangkitkan harga diri anak serta keluarganya
dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah, (3)
menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya, (4) mengajarkan pada
keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri
atau orang lain (Nurs dan Kurniawan, 2013:169).

7)Asuhan keperawatan HIV/AIDS


1.Pengkajian
Data fokus :
1) Adanya riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-
anak: exposure in utero to HIV-infected  mother, pemajanan terhadap produk darah,
khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan perilaku resiko tinggi
2) Observasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
3) Adanya riwayat Infeksi bakteri berulang
4) Adanya Penyakit paru khususnya pneumoniapneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
5) Adanya riwayat Diare kronis
6) Adanya Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan  neurologis abnormal.
7) Pemeriksaan penunjang

2.Diagnosis keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder proses
inflamasi.
Ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebihan, mengi, wheezing
adan/ronchi kering, mekonium di jalan napas ( pada neonatus)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspansi paru kurang adekuat
ditandai dengan adanya penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi memanjang, pola
napas abnormal: takipnea, bradipnea, hiperventilasi , kusmaul, cheyne-stokes.
3)  Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi) ditandai denga suhu diatas noramal ( > 38ᵒC)
4) Defiit nutrisi berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral ditandai denganberat badan menurun minimal 10 % di bawah rentang idel
5) Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses inflamasi system
pencernaan ditandai dengan defekasi lembek dan cair lebih dari 3x/24 jam
6)  Nyeri akut/kronik berhubungan dengan  proses penyakit ditandai dengan tampak
meringis, gelisah, menangis terus, sulit tidur , frekwensi nadi meningkat
7) Risiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
8) Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers
zoster sekunder proses inflamasi system integument ditandai dengan adanya kerusakan
jaringan dan/kulit
9) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
mengancam hidup.ditandai dengan keluarga tidak mampu beradaptasi dengan situasi,
tidak mampu berkomunikasi secara terbuka diantara anggota keluarga

3.Intervensi keperawatan
1)Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kriteria hasil :
Batuk efektif , Produksi sputum, Mengi /whezing, Mekonium( pada neonatus), Dispnea,
Ortopnea, Sianosis, Gelisah, Frekwensi napas, Pola napas

Managemen jalan napas


a) Observasi :
(1)Monitoring pola napas ( frekwensi, kedalaman, usaha napas ) ,
(2) monitoring bunyi napas tambahan ( mengi, wheezing, ronkhi).
(3)Monitoring sputum( jumlah, warna, aroma)
b) TerapeutiK :
(1)Pertahankan kepatenan jalan napas dengan Head-tilt dan chin – lift
(2)Posisikan semi fohler/ fohler
(3) Berikan minum hangat
(4) Lakukan fisioterapi dada bila memungkinkan
(5) Lakukan suction lendir
(6)berikan oksigen bila perlu
c) Edukasi
(1)Anjurkan asupan cairan minimal 2000cc/hari atau sesuai dengan kebutuhan anak
(2) Ajuran latihan batuk efektif bila memungkinkan
d) Kolaborasi
(1)Pemberian brochodilator, epektoran, mukolitik bila perlu
1)Pola nafas tidak efektif
Kriteria hasil
Ventilasi semenit, Kapasitas vital, Diamater throraks anterior–posterior,Tekanan ekspirasi,
Tekanan inspirasi, Dispnea,Penggunaan otot, bantu napas,Pemajangan fase inspirasi,
Ortopnea, Pernapasan pursed –tip, Pernapasan cuping hidung, Frekwensi napas, Kedalaman
napas
Dukungan ventilasi

a)Observasi
(1) identifikasi adanya kelelahan otot jalan napas

(2) identifikasi efek perubahan posisi terhadap


(3) status pernapasan
monitoring status respirasi dan oksigen ( frekwensidan kedalaman napas, penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)

b)Terapeutik
(1)Pertahanankan kepatenan jalan napas
(2)Berikan posisi semi fowleratau fowler
(3)Frasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
(4)Berikan oksigen sesuai kebutuhan ( nasal . masker
(5)Gunakan bag valve mask jika perlu
C)Edukasi
(1)Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam
(2)Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
(3)ajarkan batuk efektif ( sesuai dengan usia)
D)Kolaborasi
(1)Pemberian bronkhodilator

3)Hipertermi
Kiteria hasil
Kulit merah, pucat, takikardi, takipnea, bradikardi, hipoksia, suhu tubuh, suhu kulit,
pengisian kapiler

Managemen Demam
a) Observasi
(1)Monitor tanda vital
(2)Monitor intake out put
(3)Monitor komplikasi akibat demam
b) Terapeutik

(1)Tutupi badan dengan selimut/ pakaian tipis yang terbaut dari katun
(2)Lakukan tepid sponge jika perlu
(3)Berikan oksigen bila perlu
c) Edukasi

(1)Anjurkan tirah baring


(2)Anjurkan memperbanyak minum bila tidak ada kontraindikasi
d) Kolaborasi

(1)Pemberian cairan dan elektrolit bila perlu


(2)Pemberian antiperitik bila perlu
(3)Antibiotik bila perlu

4)Defiit nutrisi
Kriteria hasil :
Porsi makan yang di habiskan , kekuatan otot menelan, aerum albumin, verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan makan, perasaan cepat kenyang, nyeri abdomen, sariawan , rambut
rontok, diare, Berat badan, IMT, frekwensi makan, nafsu makan, bising usus, LILA, membran
mucosa.
Managemen
a) Observasi
(1)Identifikasi status nutrisi
(2)Identifikasi alergi dan intolerasnsi makanan
(3)Identifikasi maknan disukai
(4)Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
(5)Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
(6)Monitor asupan makan
(7)Monitor BB
(8)Monitor hasil laboratorium
b) Terapeutik
(1)Lakukan oral hygiene sebelum makan bila di perlukan.
(2)Fasilitasi menentukan pedoman diet bersama denga orang tua dan ahli gisi
(3)berikan makan tinggi serat
(4)Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
(5)Berikan suplemen makanan bila di perlukan
(6)Hentikan pemberian makan melalu NGT jika asupan dapat di toleransi
c) Edukasi
(1) anjuran untuk posisi duduk jika mampu
(2) Anjurkan untuk menghabiskan diet yang
dianjurkan
d)Kolaborasi
(1)Pemberian medikasi sebelum makan jika di perlukan
(2)Dengan ahli gisi untuk menentukan kalori yang diperlukan dan jenis nutriennya jika di
perlukan

5)Diare
Kriteria hasil
Konsistensi feces, frekwensi defekasi, bising usus, nyeri abdomen
Managemen
a) Observasi
(1)Indentifikasi penyebab diare ( inflamasi, infeksi, malabsobsi, stress, obat2an)
(2)Identifikasi riwayat pemberian makan
(3)Identifikasi gejala invaginasi ( tangisan keras, kepucatan pada bayi)
(4)Monitor, warna, volume, frekwensi,dan konsistensi tinja
(5)Monitor tanda dan gejala hypovolumia( takikardi, nadi teraba lemah, tekanan darah
turun, turgor kulit kembali lambat, mucosa bibir kering CRT > 3 detik, BB menurun)
(6)Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perineal
(7)Monitor jumlah pengeluaran diare
(8)Monitor keamanan penyiapan makanan
b) Terapeutik
(1) Berikan asupan cairan oral ( oralit)
(2)Berikan cairan IV bila diperlukan
(3)Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap
(4)Ambil sampel feces untuk kultur bila di perlukan
c) Edukasi
(1)Anjurkan makan porsi kecil tapi sering
(2)Anjurkan untuk menghidari makanan pembentukan gas, pedas dan mengandung laktosa
(3)Anjurkan pemberian ASI tetap diberikan
d)Kolaborasi
(1) Pemberian obat antimotilitas
(2) Pemberian obat pengegras feces

6)Nyeri akut/kronik
Kriteria hasil
Meringis, gelisah, kesulitan tidur, menarik diri, berfokus pada diri sendiri , fungsi berkemih, pola
tidur, nafsu makan
Managemen
a)Observasi
(1)Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi, frekwensi, kualitas, itensitasnyeri
(2)Identifikasi skala nyeri
(3)Identifikasi respons nyeri non verbal
(4)Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
(5)Monitor efek samping penggunaan analgesik
b)Terapeutik
(1)Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri( tergantung usia : akupresur,
terapi musik , terapi pijat,aromaterapikompres hangat/dingin, terapi bermain)
(2)Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri( suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
(3)Fasilitasi istirahat tidur
C) Edukasi
(1)Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri pada keluarga dan klien tergantung dari
usia dengan menggunakan bahasa yang di mengerti

(2)Jelaskan strategi menredakan nyeri

(3)Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri


(4) Anjurkan menggunakan nalgesik secara tepat
(5)Anjurkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri

d) Kolaborasi
(1)Pemberian analgesik bila di perlukan

7)Risiko ketidak seimbangan cairan


Kriteria hasil
Kekuatan nadi, turgor kulit, pengisian vena , keluhan haus, konsentrasi urine, kadar Hb dan Ht,
berat badan, oliguri, intake cairan, status mental, suhu tubuh
Managemen
a) Observasi
(1)Monitor status hidrasi ( frekwensi nadi, kekuatan nadi, suhu akral, CRT, mucosa bibir,
turgor kulit, tekanan darah)
(2)Moonitor berat badan harian

b) Terapeutik
(1)Catan in take dan out put dan hitung balans cairan
(2)Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
(3)Berikan cairan intravena bila diperlukan
c)Edukasi
(1)Tidak ada
d)Kolaborasi
(1)Pemberia cairan
Rumus kebutuhan cairan :
< 10 kg = 100cc/kg BB
10-20 kg = 1000cc+ 50cc kg/bb
>20kg = 1000cc=+500cc+ 20cc/kg BB
Rumus IWL anak dalam 24 jam
IWL ( Isensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang tidak dapat di lihat melalui
evporasi dan respirasi
25% dari kebutuhan cairan

8)Gangguan integritas kulit


Kriteria hasil
Elasitas , hidrasi, perfusi jaringan , kerusakan jaringan , nyeri, jaringan parut , nekrosis, suhu kulit,
sensasi, tekstur , kemerahan
Managemen
a)Observasi
b)Terapeutik
c)Edukasi
d)Kolaborasi
TUGAS DI KERJAKAN

9)Gangguan proses keluarga


Kriteria hasil
Adaptasi keluarga, kemampuan berkomuniukasi keluarga, kemampuan keluarga memenuhi
kebutuhan emosional, adaptasi keluarga terhadap perubahan
Managemen
a)Observasi
b)Terapeutik
c)Edukasi
d)Kolaborasi
TUGAS DI KERJAKAN

3.Implementasi keperawatan :
Menyesuaikan intervensi

4.Evaluasi keperawatan
Menyesuaikan kriteria hasil

5.Ringkasan
1).HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat kehamilan, ataupun
saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat terjadi akibat pelecehan seksual pada
anak.
2).Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus HIV pada
anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah umur 18 bulan.Salah satu
pencegahan penularan HIV pada anak akibat transmisi maternal yaitu dengan sectio
caesaria.
3).Penatalaksanaan kasus HIV pada Anak, tidak hanya pengaturan ART, namun juga faktor
Nutrisi harus diperhatikan mengiingat anak adalah fase pertumbuhan.
4).Transmisi penularan HIV pada anak disominasi akibat penularan dari ibu ke anak, sehingga
untuk memutuskan mata rantai HIV pada anak, peranan berbagai tim kesehatan sangat
mengingat anak sebagai generasi lanjutan yang sangat diperlukan untuk berlangsungnya
proses regenerasi, sehingga tim kesehatan terkhususnya, harus memberikan perhatian
khusus pada kasus HIV /AIDS
5).Salah satu upaya nyata adalah memberikan edukasi kepada masyarakat luas, terutama ibu
hamil agar malakukan pemeriksaan deteksi HIV. Dan mengkonsumsi ART apabila positif
HIV. Serta Sectio Caesaria saat partus.

6.Evaluasi
Kasus HIV AIDs pada anak dapat di cegah mulai dari ibu dan dapat di berikan asuhan
keperawatan untuk memperpanjang kehidupan di mulai dari sedini mungkin

7.Rujukan
1.Hasdianah, dkk. Imunologi Diagnosis dan Tekhnik Biologi Molekuler. Yokyakarta: Nuha Medika,
2014.
2.Indriyani, Dian dan Asmuji. Buku Ajar Keperawatan Maternitas: Upaya Promotif dan Preventif
dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Anak. Yokyakarta: Ar-Ruzz Media,2014.
3.Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Pedoman Tatalaksana InfeksiHIV dan Terapi Antiretroviral pada anak di indonesia.
Jakarta:DepkeS RI, 2008.
4.Nurs, Nursalam, M. Dan Ninuk Dian KurniawatiAsuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika, 2013.
5.PPNI, Standart Diagnosisi Keperawatan Indonesia , cetakan II , 2018
6.PPNI, Standart Luaran Keperawatan Indonesia , cetakan II , 2018
7.PPNI, Standart Intervensi Keperawatan Indonesia , cetakan II , 2018

Anda mungkin juga menyukai