PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Untuk itu, pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penanganan
penyakit, dan pemulihan kesehatan pada pekerja.
WHO pada tahun 2000 mencatat kasus infeksi akibat tertusuk jarum suntik
yang terkontaminasi virus diperkirakan mengakibatkan Hepatitis B sebesar 32%,
Hepatitis C sebesar 40%, dan HIV sebesar 5% dari seluruh infeksi baru.
Panamerican Health Organization tahun 2017 memperkirakan 8-12% SDM
Fasyankes sensitif terhadap sarung tangan latex.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menciptakan Fasyankes yang sehat, aman, dan nyaman bagi SDM
Fasyankes, pasien, pengunjung, maupun lingkungan Fasyankes melalui
penyelenggaraan K3 secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan, sehingga
proses pelayanan berjalan baik dan lancar.
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Puskesmas.
b. Meningkatkan profesionalisme dalam hal Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) untuk manajemen, pelaksana dan pendukung program.
c. Terpenuhi syarat-syarat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap unit
kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
e. Terselenggaranya program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Puskesmas secara optimal dan menyeluruh.
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Puskesmas.
C. SASARAN
1. Pimpinan dan/atau manajemen Fasyankes
2. SDM Fasyankes
3. Pasien
4. Pengunjung/pengantar pasien
2
D. RUANG LINGKUP
Berdasarkan Permenkes No. 52 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Puskesmas mencakup; prinsip, kebijakan
pelaksanaan dan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Puskesmas, standar pelayanan K3 di Puskesmas, standar sarana prasarana
dan peralatan K3 di Puskesmas, pengelolaan jasa dan barang berbahaya,
standar sumber daya manusia K3 di Puskesmas, pembinaan, pengawasan,
pencatatan dan pelaporan.
E. BATASAN OPERASIONAL
e. pemberian imunisasi;
3
j. pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan
beracun; dan
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tugas tim K3 di Fasyankes antara lain sebagai berikut:
8) Melakukan investigasi dalam setiap kejadian penyakit akibat kerja dan kecelakaan
akibat kerja.
5
3) Mengumpulkan, mengolah, menganalisis data terkait K3 di Fasyankes, dan
menginformasikan kepada seluruh SDM Fasyankes.
C. JADWAL KEGIATAN
No. Kegiatan Sasaran Cara Pelaksanaan Indikator
Keberhasilan
1 Kegiatan Petugas,Penyediaan sarana Kepatuhan standar
a. Mencuci tangan
UKK/K3 dalam pasien, dan dukungan K3
b. Menggunakan
gedung pengantar (APAR, APD,
sarung tangan atau
(Evaluasi setiap
pasien, Sterilisasi, Autoclaf
alat pelindung lainnya
bulan)
pengunjung basah, kering , c. Pengelolaan jarum
dll),antiseptik suntik dan alat-alat
tajam
d. Kepatuhan penilaian
bahaya untuk mapping
bahaya di Puskesmas
2 Kegiatan
UKK/K3 Luar
Gedung
a. Pendataan Pekerja Di data oleh kader Diperolehnya data
formal dan kesehatan pekerja formal dan
pekerja informal
informal
b. Menyiapkan Bahan Mengutip dari Materi terkumpul
materi penyuluhan sumber materi
penyuluhan
c. Membuat Alamat Menulis surat dan Sasaran atau jadwal
surat undangan Surat mengirim sesuai penyuluhan
sesuai sasaran jadwal
dan jadwal
kegiatan
d.Penyuluhan SOP Peningkatan
Luar Gedung pengetahuan
1. Penyuluhan Pekerja
pekerja informal Informal
2.Penyuluhan Pekerja Memberikan Peningkatan
6
pekerja formal Formal penyuluhan PHBS pengetahuan
dan penyuluhan K3
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Denah ruang Puskesmas Cicalengka DTP sebagai berikut :
Lantai I
7
Lantai 2
8
B. STANDAR FASILITAS
1. Lantai
9
a. Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata tidak licin dan mudah
dibersihkan serta berwarna terang
b. Lantai kamar mandi atau WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
mudah dibersihkan, mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada
genangan air
c. Khusus ruang tindakan lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkmbang biaknya bakteri, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik dan
tidak mudah terbakar
2. Dinding
a. Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam
berat
b. Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-
langit, membentuk konus (tidak membentuk siku)
c. Dinding kamar mandi atau WC dari bahan kuat dan kedap air
d. Permukaan dinding keramik rata, rapi, sisa permukaan kramik dibagi sama
ke kanan dan ke kiri
e. Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5 m
dari lantai
3. Pintu atau Jendela
a. pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm
b.pintu dapat dibuka dari luar
c. khusus pintu darurat menggunakan panic handle, automatic door closer
dan membuka ke arah tangga darurat atau arah evakuasi dengan bahan
tahan api minimal 2 jam
d. ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai
e. khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai jeruji
f. khusus ruang tindakan, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi
harus menutup sendiri (dipasang door close)
4. Plafond
a. Rangka plafond kuat dan anti rayap.
b. Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan dan tidak
menggunakan bahan asbes.
c. Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
d. Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
5. Ventilasi
a. Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang
cukup, luas minimum 15% dari luas lantai.
b. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang
tindakan kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat
10
memberikan sirkulasi udara dengan tekanan positif.
c. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
6. Atap
a. Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan
binatang pengganggu lain
b. Atap dengan ketinggian dari 10 m harus menggunakan penangkal petir
7. Sanitasi
a. Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik utuh dan
tidak cacat serta mudah dibersihkan
b. Urinoir dipasang atau ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik
c. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau,
dilengkapi desinfektan dan dilengkapi disposable tissue
d. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan
e. Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
kamar mandi 10:1
f. Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar
mandi 20:1
g. Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup
8. Air Bersih
a. Sistem penyedian air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam
(artesis)
b. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan
sekali
c. Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran
9. Plumbing
a. Sistem perpipaan menggunakan kode warna: biru untuk perpipaan air bersih
dan merah perpipaan kebakaran
b.Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan air kotor
c. Instalasi perpipaan tidak boleh berdekatan atau berdampingan dengan
instalasi listrik
10. Drainase
a. Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang kuat, kedap air dan
berkualitas baik dengan dasar mempunyai kemiringan yang cukup ke arah
aliran pembuangan
b. Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi dengan bak kontrol dalam jarak
tertentu, dan tiap sudut pertemuan, bak kontrol dilengkapi penutup yang
11
mudah dibuka dan ditutup memenuhi syarat teknis serta berfungsi dengan
baik
11. Ramp
a.Kemiringan rata-rata 10-15 derajat
b. Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar minimal 140 cm, khusus
ramp koridor dapat dibuat dua arah dengan lebar minimal 240 cm, kesua
ramp tersebut dilengkapi pegangan rambatan, kuat, ketinggian 80 cm
c. Area awal dan akhir ram harus bebas dan datar, mudah untuk berputar,
tidak licin
d. Setiap ramp dilengkapi dengan lampu penerangan darurat, khusus ramp
evakuasi dilengkapi dengan pressure fan untuk membuat tekanan udara
positif
12. Tangga
a. Lebar tangga minimal 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah
b. Lebar injakan minimal 28 cm
c. Tinggi injakan 21 cm
d. Tidak berbentuk bulat/spiral
e. Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam
f. Memiliki kemiringan injakan <90 derajat
g. Dilengkapi pegangan minimal pada salah satu sisinya. Pegangan rambat
mudah dipegang, ketinggian 60-80 cm dari lantai, bebas dari segala instalasi
h. Tangga di luar bangunan dirancang ada penutup tidak terkena air hujan
13. Pedestrian
a. Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras atau stabil, kuat dan
tidak licin
b. Hindari sambungan atau gundukan permukaan
c. Kemiringan 7 derajat, setiap jarak 9 meter ada border
d. Drainase searah jalur
e. Ukuran minimal 120 cm (jalur searah), 160 cm (jalur dua arah)
f. Tepi jalur pasang pengaman
14. Area Parkir
a. Area parkir harus tertata dengan baik
b. Mempunyai ruang bebas disekitarnya
c. Untuk penyandang cacat ramp trotoar
d.Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilitas bagi umum
15. Landscape : jalan, taman
a. Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas
b. Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup dengan baik dan
12
tidak menimbulkan bau
c. Tanaman-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi rambu-rambu
yang ada
d. Jalan dalam area puskesmas pada kedua belah tepinya dilengkapi dengan
kansten dan dirawat
e.Harus tersedia area untuk tempat berkumpul (public corner)
f. Pintu gerbang untuk masuk dan keluar berbeda dan dilengkapi dengan
gardu jaga
g. Papan nama puskesmas dibuat rapi, kuat, jelas atau mudah dibaca untuk
umum terpampang dibagian depan puskesmas
h. Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan keindahan,
kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja pasien
puskesmas.
BAB IV
PENYELENGGARAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
14
Fasyankes, Fasyankes wajib membentuk dan mengembangkan SMK3 di Fasyankes
dan menerapkan Standar K3 di Fasyankes.
A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
1. Penetapan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Dalam pelaksanaan K3 di Fasyankes harus ada komitmen dari pimpinan
tertinggi Fasyankes yang dituangkan dalam kebijakan tertulis dan ditandatangani oleh
pimpinan tersebut. Kebijakan tersebut dapat terintegrasi dalam kebijakan Fasyankes
keseluruhan. Komitmen dan kebijakan tertulis tentang K3 di Fasyankes harus
diketahui oleh semua SDM Fasyankes dan terbaca oleh pengunjung serta diletakan
di tempat strategis yang bisa dilihat semua orang. Komitmen Fasyankes dalam
melaksanakan K3 di Fasyankes diwujudkan dalam bentuk:
15
dengan Surat Keputusan Pimpinan Fasyankes yang memuat susunan organisasi,
uraian tugas, dan tanggung jawab.
8) Melakukan investigasi dalam setiap kejadian penyakit akibat kerja dan kecelakaan
akibat kerja.
16
5) Melakukan pencatatan dan pelaporan terkait dengan pelaksanaan kegiatan K3 di
Fasyankes.
g. Pengelolaan sarana dan prasarana dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja;
j. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan
beracun; dan
d. Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat
inspeksi.
Evaluasi kegiatan dapat dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun untuk
melihat capaian program berdasarkan rencana kegiatan tahunan. Berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi, pimpinan Fasyankes bertanggung jawab menetapkan hasil
pemantauan dan evaluasi serta melaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan
pemantauan dan evaluasi.
18
a. Adanya komitmen dan kebijakan pimpinan Fasyankes yang dituangkan dalam
lembar komitmen.
d. Adanya dukungan sumber daya terlatih, alokasi dana, sarana dan prasarana
peralatan penunjang K3 di Fasyankes.
program K3 di Fasyankes.
19
20
21
Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan oleh pengelola keselamatan dan
kesehatan kerja. Untuk itu perlu adanya peningkatan kompetensi mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja bagi pengelola.
b. Penilaian Risiko
Risiko harus dilakukan analisis dan evaluasi risiko untuk mengetahui mana
yang risiko tinggi, sedang dan rendah. Hasil penilaian dilakukan intervensi atau
pengendalian. Intervensi terhadap risiko mempertimbangkan pada kategori risiko
yang tinggi. Untuk mengetahui kategori risiko tinggi, sedang, atau rendah secara teori
dilakukan dengan rumus:
Analisa risiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif dengan melihat efek
bahaya potensial (efek) dan kemungkinan terjadinya (probabilitas). Efek paparan
dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, berat (Tabel 1). Probabilitas dapat
22
dibedakan menjadi hampir tidak mungkin, mungkin, dan sangat mungkin (Tabel 2).
Untuk mengetahui kategori risiko sesuai rumus di atas dapat dilihat pada (Tabel 3).
Secara sederhana risiko tinggi dapat dilihat dan diketahui dari seberapa sering
(frekuensi) paparan tersebut kepada SDM Fasyankes dan durasi (lama) paparan
pada SDM Fasyankes.
24
Berikut terlampir contoh kategori risiko K3 di Fasyankes berdasarkan ruang
yang harus dilakukan pengendalian risiko, namun penggunaannya harus di sesuaikan
dengan penilaian dan analisis risiko yang ada di ruang Fasyankes setempat.
25
26
Keterangan tabel: Penetapan risiko tersebut di atas merupakan gambaran umum
namun dapat berbeda antar Fasyankes. Fasyankes dalam melakukan penilaian risiko
dapat menggunakan tools lain sebagai rujukan seperti JSA (Job safety Analysis), dan
apabila terjadi kasus menggunakan RCA (Rood Cause Analysis) dan FMEA (Failure
mode and effect analysis).
c. Pengendalian Risiko K3
27
Gambar 1. Hierarki Pengendalian Risiko K3 dari NIOSH (National Institute For
Occupational Safety and Health)
1) Eliminasi
2) Substitusi
Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja dengan
alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat menekan
3) Pengendalian Teknik
4) Pengendalian Administrasi
28
c) Pengaturan terkait pemeliharaan alat
sebagian atau seluruh tubuh sumber daya manusia dari potensi bahaya di
Fasyankes. Alat pelindung diri tidak mengurangi pajanan dari sumbernya, hanya saja
mengurangi jumlah pajanan yang masuk ke tubuh. APD bersifat eksklusif (hanya
melindungi individu) dan spesifik (setiap alat memiliki spesifikasi bahaya yang dapat
dikendalikan). Implementasi APD seharusnya menjadi komplementer dari upaya
pengendalian di atasnya dan/atau apabila pengendalian di atasnya belum cukup
efektif.
d) Masker
h) Coverall
Contoh penggunaan APD dan lokasi penggunaannya dapat melihat tabel berikut:
29
Untuk faktor risiko biologi yang sangat infeksius dan bahan kimia, dapat
menggunakan bentuk APD secara lengkap atau merujuk pada juknis terkait. Berikut
30
penjelasan masing-masing APD beserta contoh gambar APD:
Alat penutup kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat- alat/daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut
petugas dari percikan bahan–bahan dari pasien.
Kacamata khusus (safety google) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi mata dari paparan bahan kimia berbahaya, percikan darah dan cairan
tubuh, uap panas, sinar UV dan pecahan kaca (scrub).
31
d) Pelindung wajah (face shield)
Alat pelindung wajah adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
wajah dari terpapar cairan tubuh, darah, dan percikan bahan-bahan kimia.
e) Masker
Masker atau alat pelindung pernafasan adalah alat yang berfungsi untuk
melindungi pernafasan dari mikrobakterium dan virus yang ada di udara, dan zat-zat
kimia yang digunakan. Bagi SDM Fasyankes yang menggunakan respirator harus
dilatih untuk menggunakan dan memelihara respirator khusus secara tepat. SDM
Fasyankes harus tahu keterbatasan dan pengujian kecocokan respirator secara tepat,
minimal masker dengan tipe N95 atau masker yang dapat memproteksi SDM dari
paparan risiko biologi maupun kimia.
32
f) Sarung Tangan (hand schoon/sarung tangan bahan karet, kain)
Sarung tangan adalah alat yang berfungsi untuk melindungi tangan dari darah
dan cairan tubuh, zatzat kimia yang digunakan, dan limbah yang ada.
Alat pelindung kaki adalah alat yang berfungsi untuk melindungi kaki dari
darah, cairan tubuh, zatzat kimia yang digunakan, benturan benda keras dan tajam,
serta limbah yang ada. SDM Fasyankes yang berdiri dalam jangka waktu lama ketika
bekerja, perlu sepatu yang dilengkapi bantalan untuk menyokong kaki. SDM
Fasyankes yang bekerja dan berhadapan dengan pekerjaan dengan risiko cidera
akibat dari kejatuhan benda keras yang mengenai jari kaki disarankan memakai
sepatu dengan ujung yang
keras.
33
h) Jas Lab dan Apron
Jas lab dan apron adalah alat yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari
darah dan cairan tubuh, zat-zat kimia yang digunakan, dan limbah yang ada.
i) Coverall
Coverall adalah alat yang berfungsi untukmelindungi seluruh tubuh dari kepala
sampai kakidari penularan melalui percikan darah ataupun cairantubuh sangat
infeksius yang masuk melalui mucous membrane atau luka. Penyediaan APD ini
diutamakan pada Fasyankes yang melakukan pelayanan dengankasus karantina atau
Fasyankes dengan pandemicwabah, radiasi dan paparan bahan kimia yang sangat
toksik.
34
2. Penerapan Kewaspadaan Standar
b. Postur Kerja
1) Pada saat duduk, posisikan siku sama tinggi dengan meja kerja, lengan
bawah horizontal dan lengan atas menggantung bebas.
36
2) Atur tinggi kursi sehingga kaki Anda bisa diletakkan di atas lantai dengan
posisi datar. Jika diperlukan gunakan footrest terutama bagi SDM yang
bertubuh mungil.
4) Atur meja kerja supaya mendapatkan pencahayaan yang sesuai. Hal ini
untuk menghindari silau, pantulan cahaya dan kurangnya pencahayaan dengan Nilai
Ambang Batas peruntukan pekerjaan yang dilakukan.
5) Pastikan ada ruang yang cukup di bawah meja untuk pergerakan kaki.
6) Hindari tekanan berlebihan dari ujung tempat duduk pada bagian belakang
kaki dan lutut.
7) Letakkan semua dokumen dan alat yang diperlukan dalam jangkauan Anda.
Penyangga dokumen (document holder), alat dan bahan dapat digunakan
untuk menghindari pergerakan mata dan leher yang janggal.
1) Postur berdiri yang baik adalah posisi tegak garis lurus pada sisi tubuh mulai
dari telinga bahu pinggul dan mata kaki.
2) Posisi berdiri sebiknya berat badan bertumpu secara seimbang dua kaki
3) Postur berdiri sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu yang lama
(+<1 jam atau <4 jam sehari) untuk menghindari kerja otot yang statik, jika prostur
kerja dilakukan berdiri sebaiknya sedinamis mungkin.
5) Jika pekerjaan berdiri dilakukan dalam jangka waktu lama, maka perlu ada
foot step (pijakan kaki) untuk mengistirahatkan salah satu kaki secara
bergantian.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara khusus contoh postur kerja yang
ergonomi bagi bidan atau tenaga kesehatan penolong persalinan yaitu:
5) Jika harus menunduk harus kurang 20 o dan dengan kaki menekuk dari
pinggang sampai lutut bukan punggung.
7) Guna bangku khusus/tangga untuk menggapai benda dan alat kerja yang
lebih tinggi.
8) Minta bantuan asisten jika berat bayi atau benda diangkat melebihi standar
1) Pekerjaan manual handling dilakukan jika >12x per menit dengan beban <
5kg, contoh: petugas kebersihan.
d. Shift Kerja
Shift kerja harus memperhatikan durasi kerja yang sesuai dengan peraturan
yaitu 40 jam per minggu, sehingga shift kerja yang disarankan sebaiknya yang 3 shift
dengan masing-masing shift 8 jam kerja selama 5 hari kerja per minggu atau sesuai
peraturan yang ada.
e. Durasi Kerja
1) 7 (tujuh) jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (hari) dan 40
38
(empat puluh) jam1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
Setiap ruang kerja harus dibuat dan diatur sedemikian rupa, sehingga tiap
sumber daya manusia yang bekerja dalam ruangan itu mendapat ruang udara yang
minimal 10 m3 dan sebaiknya 15m3. Tata letak ruang kerja di Fasyankes harus
memperhatikan house keeping yang baik, diantaranya:
b) Penyusunan dan pengisian lemari peralatan dan material kerja yang berat
berada di bagian bawah.
c) Dalam pengelolaan benda tajam, sedapat mungkin bebas dari benda tajam,
serta siku-siku lemari peralatan dan material kerja maupun benda lainnya yang
menyebabkan SDM Fasyankes cidera.
Dalam pengelolaan listrik dan sumber api, terbebas dari penyebab elektrikal
syok. Prosedur kerja yang aman di ruang kerja Fasyankes harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
b) Semua yang berjalan di lorong ruang kerja dan di tangga diatur berada
sebelah kiri.
39
c) Sumber daya manusia yang membawa tumpukan barang yang cukup tinggi
atau berat harus menggunakan troli dan tidak boleh naik melalui tangga tapi
menggunakan lift barang bila tersedia.
d) Tangga tidak boleh menjadi area untuk menyimpan barang, berkumpul, dan
segala aktivitas yang dapat menghambat lalu lalang.
5. Pemberian Imunisasi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Fasyankes adalah upaya untuk
membudayakan SDM Fasyankes agar mempraktikkan PHBS serta berperan aktif
dalam
40
mewujudkan Fasyankes yang sehat. PHBS di tempat kerja antara lain:
i. Menggunakan jamban saat buang air besar dan buang air kecil
(1) Jarak tempuh penempatan APAR dari setiap tempat atau titik dalam
bangunan harus tidak lebih dari 25 m.
41
(2) Mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda
identifikasinya.
(4) APAR diletakkan di atau dekat koridor atau lorong yang menuju exit.
(5) APAR diletakkan dekat dengan area yang berpotensi bahaya kebakaran,
akan tetapi tidak terlalu dekat karena bisa rusak oleh sambaran api
(9) Dalam area khusus, apabila bahan yang disimpan mudah terbakar di dalam
ruangan yang kecil atau tempat tertutup, tempatkan APAR di luar ruangan.
(a) Dipasang pada dinding atau dalam lemari kaca disertai palu pemecah dan
dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan.
(b) Dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada
ketinggian maksimum 120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis
CO2dan bubuk kimia kering (dry powder) penempatannya minimum 15 cm
dari permukaan lantai.
Setiap bangunan Fasyankes yang memiliki 2 (dua) lantai atau lebih, harus
memiliki tangga darurat. dengan ketentuan:
42
(1) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu darurat,
diutamakan tahan api, dengan arah pembukaan ke arah tangga dan dapat
menutup secara otomatis. Pintu harus dilengkapi petunjuk “KELUAR” atau
“EXIT” dengan warna terang dan terlihat pada saat gelap.
(2) Tangga darurat dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 m dan tidak
boleh menyempit ke arah bawah.
(3) Tangga darurat harus dilengkapi pegangan tangan yang kuat setinggi 1,10
m dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal 28 cm dan tinggi
maksimal anak tangga 15-17 cm.
Beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi untuk pintu darurat, antara lain
sebagai berikut:
(1) Setiap bangunan atau gedung yang bertingkat lebih dari 2 (dua) lantai
harus dilengkapi dengan pintu darurat.
(2) Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka ke arah tangga
penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).
d) Keselamatan Lift
43
f).Proteksi Kebakaran
a) Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15% terhadap luas lantai
ruangan yang membutuhkan ventilasi. Khusus ventilasi dapur minimal 20%
dari luas dapur (asap harus keluar dengan sempurna atau dengan ada
exhaust fan atau peralatan lain). Sedangkan sistem ventilasi mekanis diberikan
jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak memadai.
(1) Jumlah udara luar berkualitas baik yang masuk dalam ruang pada waktu
tertentu.
(2) Arah umum aliran udara dalam gedung seharusnya dari area bersih ke
area terkontaminasi dan dipastikan terjadi pertukaran antara udara didalam
ruang dengan udara dari luar.
44
.
45
yang berlaku. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam
ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan sesuai
peraturan yang berlaku.
4) Memastikan tersedianya air bersih, air minum dan air kegunaan khusus
(ruang tindakan dan laboratorium) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
46
7) Memastikan penerapan prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan di Fasyankes.
(3) Masker
(5) Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir
(6) Lemari asam (fume hood) dilengkapi dengan exhaust ventilation system
(10) Kabinet keamanan biologis kelas I, II, atau III (tergantung dari jenis
mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium
47
(11) Penyediaan eye wash/shower dan body wash diperuntukkan yang
menggunakan bahan kimia atau bahan biologi dengan biosafety level 2 atau
lebih
b. Memastikan penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang tidak
digunakan.
48
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
(3) tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
(4) kegagalan peralatan medik dan non medik (kebocoran rontgen, gas
meledak, AC sentral).
49
d) Menyediakan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil
identifikasi, antara lain:
(4) APAR
f) Memasang tanda pintu darurat sesuai dengan standar dan pedoman teknis.
2) Proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor panas dan
smoke detector
a) jalur evakuasi
50
b) pintu darurat
c) tangga darurat
c) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mudah terbakar dan
gas medis di tempat yang aman.
d) Larangan merokok.
10. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3 secara aman
dan sehat wajib dilakukan oleh Fasyankes sesuai standar dan peraturan yang ada.
Pengelolaan bahan dan limbah B3 dalam aspek K3 Fasyankes harus memastikan
pelaksaan pengelolaan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja SDM pengelola
terbebas dari masalah kesehatan akibat pekerjaanya. Kesalahan dalam pelaksanaan
pengelolaan Bahan dan Limbah B3 taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan
tidak hanya pekerja tetapi pasien, keluarga pasien dan lingkungan Fasyankes.
h. Jika dilakukan oleh pihak ke tiga wajib membuat kesepakatan jaminan keamanan
kerja untuk pengelola dan Fasyankes akibat kegagalan kegiatan pengelolaan
bahan dan limbah B3 yang dilakukan.
Limbah domestik merupakan limbah yang berasal dari kegiatan non medis
seperti kegiatan dapur, sampah dari pengunjung, sampah pepohonan dan lain-lain
yang tidak mengandung kuman infeksius, termasuk pula di dalamnya kardus obat,
plastik pembungkus syringe, dan benda lainnya yang tidak mengandung dan tidak
Pengelolaan limbah domesitik secara aman dan sehat wajib dilakukan oleh
Fasyankes sesuai standar dan peraturan yang ada.
c. Penyediaan masker, sarung tangan kebun/ Rubber Gloves dan sepatu boots bagi
petugas kebersihan.
e. Apabila terkena benda tajam atau cidera akibat buangan sampah, diharuskan
untuk melapor kepada petugas kesehatan untuk dilakukan investigasi kemungkinan
52
terjadinya infeksi dan melakukan tindakan pencegahan seperti pemberian vaksin
Tetanus Toksoid (TT) kepada petugas kebersihan.
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN
53
4. Jumlah kasus kasus dugaan penyakit akibat kerja pada SDM Fasyankes
7. Jumlah kasus kejadian hampir celaka pada SDM Fasyankes (near miss)
54
Petunjuk pengisian pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan K3 di
Fayankes yang dilakukan per semester sebagai berikut:
55
1. Jumlah SDM Fasyankes adalah jumlah SDM yang bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
2. Jumlah SDM Fasyankes yang sakit yaitu jumlah SDM Fasyankes yang sakit.
3. Jumlah kasus penyakit umum pada SDM Fasyankes yaitu jumlah kasus pada
SDM Fasyankes yang terdiagnosis penyakit umum, seperti flu, batuk, diare dan
lain-lain (yang tidak berhubungan dengan pekerjaan) baik penyakit menular
maupun tidak menular dalam pencatatan 1 SDM Fasyankes bisa lebih dari 1 kasus
penyakit.
4. Jumlah kasus dugaan penyakit akibat kerja pada SDM Fasyankes yaitu jumlah
kasus penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja
termasuk penyakit terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau
lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya.
5. Jumlah kasus penyakit akibat kerja pada SDM Fasyankes yaitu jumlah kasus
penyakit akibat kerja pada SDM Fasyankes yang dibuktikan dengan diagnosis klinis
Penyakit Akibat Kerja.
6. Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja pada SDM Fasyankes yaitu jumlah semua
kecelakaan yang terjadi pada SDM Fasyankes yang berhubungan dengan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat kerja dari rumah
menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui.
7. Jumlah Kasus kejadian hampir celaka (near miss) pada SDM Fasyankes yaitu
suatu kejadian insiden yang hampir menimbulkan cedera atau celaka seperti
terpeleset, kejatuhan benda, namun tidak mengenai manusia.
8. Jumlah hari absen SDM Fasyankes karena sakit yaitu jumlah hari kerja hilang
SDM Fasyankes karena sakit.
56
57
58
BAB VI
PENUTUP
Fasyankes sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan salah satu
tempat kerja yang memiliki resiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja baik
pada SDM Fasyankes, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat
di sekitar lingkungan Fasyankes. Selain itu adanya penggunaan berbagai alat
kesehatan dan teknologi di fasyankes serta kondisi sarana prasarana yang tidak
memenuhi standar keselamatan dapat menimbulkan jika tidak dikelola dengan baik.
59