Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SINDROM KORONER AKUT

OLEH: KELOMPOK 1
SHERLY ROSITA (1901200531)
INDAH MAULHAYATI (1901200522)
BAYU ALFI KURNIA (1901200513)
CINDYTYA ANDRAWINA (19012005314)
NUR LAILATUL FARIDA (1901200527)
CYNTIA SAPTA A (1901200515)
LINANDA DEVI S. P (19012005325)
AFNI NUR AINI (1901200507)
DYAH DWI WAHYUNINGSIH (1901200517)
M WAFI TAUFIQ (1901200526)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Konsep
dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sindrom Koroner Akut” ini dapat
terselesaikan. Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui pengertian, faktor-
faktor resiko, cara mengatasi, mencegah, penatalaksanaan medis
kegawatdaruratan, dan bagaimana proses perawatan pasien dengan sindrom
coroner akut.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun guna
menjadi acuan bekal pengalaman bagi penulis di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 1 Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................1


Kata Pengantar .............................................................................................................2
Daftar Isi ......................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan ...............................................................................................4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................5
1.3 Tujuan ..........................................................................................................5
Bab II Tinjauan Pustaka .........................................................................................6
2.1 Definisi SKA/ACS ......................................................................................6
2.2 Etiologi SKA/ACS ......................................................................................7
2.3 Patofisiologi SKA/ACS................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis SKA/ACS.......................................................................8
2.5 Komplikasi SKA/ACS.................................................................................9
2.6 Pemerikasaan Diagnostik / Penunjang ........................................................9
2.7 Penatalaksanaan SKA/ACS........................................................................10
Bab III Asuhan Keperawatan .................................................................................12
3.1 Pengkajian .................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan ..............................................................................13
3.3 Rencana Tindakan .....................................................................................13
3.4 Implementasi .............................................................................................20
3.5 Evaluasi .....................................................................................................20

2
Bab IV Penutup ......................................................................................................21
4.1 Kesimpulan ................................................................................................21
4.2 Saran ..........................................................................................................21
Daftar Pustaka ............................................................................................................22

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi dari
Coronary Artery Disease (CAD) yang pada tahun 2020 diperkirakan akan
menjadi penyebab utama kematian di negara-negara industri dan
berkembang. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah keadaan saat terjadinya
gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut
dengan manifestasi klinis berupa Unstable Angina Pectoris (UAP), Non-ST
segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST segment
Elevation Myocardial Infarction (STEMI).
Tingginya angka kematian dan perawatan rumah sakit masih
menjadikan SKA sebagai suatu masalah kardiovaskular yang utama
walaupun teknologi dalam ilmu medis untuk diagnosis dan penatalaksanaan
penyakit ini sudah canggih.
Setiap tahunnya, ada sekitar 7 juta kematian disebabkan oleh SKA dan
Coronary Artery Disease (CAD). Di kawasan Asia-Pasifik, SKA merupakan
penyebab utama dari mortalitas yang terjadi, bahkan diperkirakan mencapai
setengah dari beban kesehatan global. Penatalaksanaan yang tepat,
terutama penatalaksanaan awal, akan mengurangi angka rawatan rumah
sakit, mortalitas, dan morbiditas pada pasien dengan SKA. Penatalaksanaan
yang tepat hanya bisa diberikan ketika diagnosis yang benar mampu
ditegakkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penting sekali bagi
seorang tenaga medis memiliki pengetahuan yang baik tentang bagaimana
cara mendiagnosis dan menatalaksana pasien dengan SKA, terutama bagi
dokter jaga IGD rumah sakit yang merupakan parameter awal kualitas
penatalaksanaan pada pasien di suatu rumah sakit.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit rumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter
jaga dengan tenaga perawat ahli dan berpengalaman dalam menangani

3
PGD (Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian jika dibutuhkan akan
merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu atau rumah sakit yang di
tingkat yang lebih tinggi. Pertolongan yang cepat dan tepat merupakan
prinsip utama untuk memberikan pelayanan kepada pasien di IGD rumah
sakit. Untuk memaksimalkan hal tersebut, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia menetapkan suatu standar dalam memberikan pelayanan gawat
darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan sehingga diharapkan
dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time
yang cepat dan penanganan yang tepat. Prosedur pelayanan di IGD
merupakan kunci awal pelayanan petugas rumah sakit dalam melayani
pasien. Kualitas pelayanan ditentukan oleh baik atau tidaknya sikap,
tanggung jawab, dan kesigapan petugas dalam memberikan pelayanan
kepada pasien.
Saat menangani kasus SKA, dalam 10 menit pertama tenaga medis
sudah harus melakukan tindakan-tindakan evaluasi awal untuk menegakkan
diagnosis SKA sehingga dapat memberikan penatalaksanaan awal yang
cepat dan tepat. Penatalaksanaan awal untuk kasus SKA yang dilakukan di
IGD rumah sakit secara umum adalah bed rest total, pemasangan IVFD
(Intravenous Fluid Drip), dan pemberian obat-obatan yang biasa dikenal
dengan MONACO (Morfin, Oksigen, Nitrat sublingual, Aspirin, dan
Clopidogrel).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan tentang bagaimana terjadinya sindrom coroner akut dan
bagaimana penatalaksanaannya serta bagaimana proses asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien dengan sindrom coroner akut.

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar teori dan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan sindrom coroner akut. Mampu
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi:
a. Melakukan pengkajian secara komprehensif.
b. Merumuskan diagnose keperawatan dengan mengklasifikasikan data.
c. Menentukan tujuan perawatan dan kriteria capaian hasil.
d. Merencanakan tindakan keperawatan.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Definisi / Pengertian
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di
akibatkan oleh terganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner
di jantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan
oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh
darah sehingga menghambat alirah darah.
SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark
miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak
sampai menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah, sedangkan
infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan aliran
darah tersumbat total.
a. Angina Pectoris
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan
sakit dada yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang
sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini bisa timbul saat pasien
melakukan aktivitas dan segera hilang apabila aktivitas di hentikan.
Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat dari
letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan
timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit
biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar
ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat seperti di
tekan benda berat di jepit atau terasa panas. Sakit dada biasanya
timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama
serangan berlangsung antara 1-5 menit.
b. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke
otot jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif
dan menetap lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang
dengan istirahat ataupun pemberian nitro gliserin, nausea,
berkeringat dan sangat menakutkan pasien, pada saat pemeriksaan
fisik didapatkan muka pucat, takikardi dan bunyi jantung 3 (bila
disertai gagal jantung kongestif).

2.2 Etiologi
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan
pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4
hal yaitu:

5
a. Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol yang tinggi.
b. Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)
c. Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus
menerus).
d. Infeksi pada pembuluh darah
Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :
a. Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)
b. Stress atau emosi dan terkejut.
c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat.

2.3 Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan
arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh
emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa
diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30-45menit)
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis
menyebabkan bekuan darah atau trombus yang akan menyumbat pembuluh
darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan mengalir ke
cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila
daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah

6
fibrotic. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun
yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya
akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan
kepekaaan terhadap rangsangan.

2.4 Manifestasi Klinik


a. Nyeri :
1) Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak
dan terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor.
b. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual,
dan nyeri epigastric.

7
c. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau
hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SpO2) atau kelainan irama
jantung.

2.5 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
a. Aritmia
b. Kematian mendadak
c. Syok kardiogenik
d. Gagal Jantung ( Heart Failure)
e. Emboli Paru
f. Ruptur septum ventikuler
g. Ruptur muskulus papilaris
h. Aneurisma Ventrikel

2.6 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


2.6.1 EKG
1) STEMI: Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi:
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
2) NSTEMI: Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥
2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2.6.2 Enzim Jantung, yaitu:
1) CKMB: dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya
pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
2) Troponin T: spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8
jam pasca infark
3) LDH: dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
2.6.3 Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
2.6.4 Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
2.6.5 Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga PJK atau
aneurisma ventrikuler.

2.7 Penatalaksanaan Medis

8
a. Pasien dianjurkan istirahat total
b. Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat
diit cair
c. Pasang iv line dan infuse untuk pemberian obat-obatan intra vena
d. Atasi nyeri, dengan:
- Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50 mg
- Lain-lain: Nitrat, Calsium antagonis, dan Beta bloker
e. Oksigen 2-4 liter/menit
f. Sedatif sedang seperti Diazepam per oral.
g. Antitrombotik
- Antikoagulan (Unfractional Heparin/ golongan Heparin atau Low Molecul
Weight Heparin/ golongan Fraxiparin)
- Antiplatelet (golongan Clopidogrel, Aspirin)
h. Streptokinase/ Trombolitik (Pada pasien dengan Acute STEMI onset <3
jam)
i. Primary PCI (Pada pasien dengan Acute STEMI onset > 3 jam)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

9
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat
terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan
punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10
menit)
3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat, terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan
kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung
± 10 menit)
4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM,
hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Pada pasien dengan ACS biasanya didapatkan tanda dan gejala
dyspnea karena beban kerja jantung yang meningkat.
2) Blood
Denyut nadi biasanya takikardi, terdapat nyeri dada (chest pain) dan
kaji apakah ada suara jantung tambahan.
3) Brain
Klien dengan penyerta pneumonia berat biasanya dapat mengalami
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran,
besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena pada penderita
ACS biasanya ditemukan gejala oliguria.

5) Bowel
Dikaji apakah ada penurunan berat badan, mual, muntah bising
usus, bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja jantung
meningkat

10
b. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan oedem paru
c. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas jantung
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia, mual muntah
e. Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan asam laktat di otot
jantung
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3.3 Rencana Tindakan


Diagnosa Rencana keperawatan
No
Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pola Nafas tidak NOC: NIC:
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
efektif
keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilasi
berhubungan
jam pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada
dengan beban
keefektifan pola nafas, jika perlu
kerja jantung  Auskultasi suara nafas,
dibuktikan dengan kriteria
meningkat catat adanya suara
hasil:
 Mendemonstrasikan batuk tambahan
 Berikan pelembab udara
efektif dan suara nafas
Kassa basah NaCl
yang bersih, tidak ada
Lembab
sianosis dan dyspneu  Atur intake untuk cairan
(mampu mengeluarkan mengoptimalkan
sputum, mampu bernafas keseimbangan.
dg mudah, tidakada pursed  Monitor respirasi dan
lips) status O2
 Menunjukkan jalan nafas  Bersihkan mulut, hidung

yang paten (klien tidak dan secret trakea


 Pertahankan jalan nafas
merasa tercekik, irama
yang paten
nafas, frekuensi pernafasan
 Observasi adanya tanda
dalam rentang normal,
tanda hipoventilasi
tidak ada suara nafas  Monitor adanya
abnormal) kecemasan pasien
 Tanda Tanda vital dalam terhadap oksigenasi
rentang normal (tekanan  Monitor vital sign
darah, nadi, pernafasan)  Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk

11
memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk
efektif
 Monitor pola nafas

12
No Diagnosa Rencana keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Gangguan NOC: NIC :
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
Pertukaran gas
keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan
jam Gangguan pertukaran  Lakukan fisioterapi dada jika
oedem paru
pasien teratasi dengan perlu
 Monitor respirasi dan status
kriteria hasil:
O2
 Mendemonstrasikan
 Catat pergerakan
peningkatan ventilasi dan
dada,amati kesimetrisan,
oksigenasi yang adekuat
penggunaan otot tambahan,
 Memelihara kebersihan
retraksi otot supraclavicular
paru paru dan bebas dari
dan intercostal
tanda tanda distress
 Monitor suara nafas, seperti
pernafasan
dengkur
 Mendemonstrasikan batuk
 Monitor pola nafas :
efektif dan suara nafas
bradipena, takipenia,
yang bersih, tidak ada
kussmaul, hiperventilasi,
sianosis dan dyspneu
cheyne stokes, biot
(mampu mengeluarkan  Auskultasi suara nafas, catat
sputum, mampu bernafas area penurunan / tidak
dengan mudah, tidak ada adanya ventilasi dan suara
pursed lips) tambahan
 Tanda tanda vital dalam  Monitor TTV, AGD, elektrolit
rentang normal dan ststus mental
 AGD dalam batas normal  Observasi sianosis
 Status neurologis dalam
khususnya membran
batas normal
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

13
Rencana keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Dx Keperawatan Intervensi
Hasil
3 Penurunan curah NOC : NIC :
Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri dada
jantung b/d
selama 3x24 jam penurunan  Catat adanya disritmia
penurunan
kardiak output klien teratasi jantung
kontraktilitas jantung  Catat adanya tanda dan
dengan kriteria hasil:
gejala penurunan cardiac
 Tanda Vital dalam rentang
putput
normal (Tekanan darah,
 Monitor respon pasien
Nadi, respirasi)
 Dapat mentoleransi terhadap efek pengobatan

aktivitas, tidak ada antiaritmia


 Anjurkan untuk menurunkan
kelelahan
stress
 Tidak ada edema paru,
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
perifer, dan tidak ada asites
RR
 Tidak ada penurunan
 Monitor jumlah, bunyi dan
kesadaran
 AGD dalam batas normal irama jantung
 Tidak ada distensi vena  Monitor sianosis perifer
Kolaborasi:
leher  Berikan obat anti aritmia,
 Warna kulit normal
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Berikan antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer

No Diagnosa Rencana keperawatan


Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
4 Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan
Setelah dilakukan tindakan  Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi kurang dari
keperawatan selama 3x24 untuk menentukan jumlah
kebutuhan tubuh
jam pemenuhan kebutuhan kalori dan nutrisi yang
berhubungan dengan
nutrisi terpenuhi dengan dibutuhkan pasien
anorexia, mual
kriteria hasil:  Yakinkan diet yang dimakan
muntah
 Melaporkan nafsu makan mengandung tinggi serat
meningkat untuk mencegah konstipasi
 Melaporkan tidak ada mual  Monitor adanya penurunan

14
dan muntah BB
 Terjadi peningkatan BB  Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan.

No Diagnosa Rencana keperawatan


Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
5 Nyeri akut NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 secara komprehensif
penumpukan asam
jam nyeri pasien teratasi, termasuk lokasi,
laktat di otot jantung
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri
frekuensi, kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri,
presipitasi
mampu menggunakan  Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, mencari  Kontrol lingkungan yang
bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,

15
berkurang dengan pencahayaan dan
menggunakan manajemen kebisingan
nyeri  Kurangi faktor presipitasi
 Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas, frekuensi  Kaji tipe dan sumber nyeri

dan tanda nyeri) untuk menentukan intervensi


 Menyatakan rasa nyaman  Ajarkan tentang teknik non

setelah nyeri berkurang farmakologi: napas dala,


 Tanda vital dalam rentang relaksasi, distraksi, kompres
normal hangat/ dingin
Kolaborasi:
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.

No Diagnosa Rencana keperawatan


Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 pembatasan klien dalam
kelemahan
jam Pasien bertoleransi melakukan aktivitas
terhadap aktivitas dengan  Kaji adanya faktor yang
kriteria hasil : menyebabkan kelelahan
 Berpartisipasi dalam  Monitor nutrisi dan sumber

aktivitas fisik tanpa disertai energi yang adekuat


 Monitor pasien akan adanya
peningkatan tekanan
kelelahan fisik dan emosi
darah, nadi dan RR
 Mampu melakukan secara berlebihan
 Monitor respon
aktivitas sehari hari (ADLs)
kardivaskuler terhadap
secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas aktivitas (takikardi, disritmia,

dan istirahat sesak nafas, diaporesis,


pucat, perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan

16
fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek

3.3 Implementasi
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan
meninjau dari apa yang telah di rencanakan atau intervensi sebelumnya
dengan tujuan utamanya penghilangan nyeri dada, tidak ada kesulitan
bernafas, pemeliharaan atau pencapaian perfusi jaringan yang adekuat,
mengurangi kecemasan, mematuhi program asuhan diri, dan tidak adanya
komplikasi.

3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
a. Pasien menunjukkan pengurangan nyeri.
b. Tidak menunjukkan kesulitan dalam bernafas
c. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuat
d. Memperihatkan berkurangnya kecemasan

BAB 4
PENUTUP

17
4.1 Kesimpulan
Infark jantung adalah nekrosis sebagian otot jantung akibat
berkurangnya suplai darah ke bagian otot tersebut akibat oklusi atau
thrombosis arteria koronaria atau dapat juga akibat keadaan syok atau
anemia akut. Apabila seseorang mengalami nyeri dada tiba-tiba
berlangsung terus menerus, terletak dibagian bawah sternum dan perut
atas harus dilakukan tindakan segera yaitu EKG, Pemeriksaan
Laboratorium, Pemeriksaan Darah, Pemeriksaan Enzim Serum. Setelah
diagnosis infark miokard akut ditegakkan maka selanjutnya dilakukan
observasi dngan cermat.
Berdasarkan materi yang ada tentang sindrom koroner akut asuhan
keperawatan yang dilakukan yaitu :
 Melakukan pengkajian
 Menganalisa data
 Merumuskan diagnosa keperawatan
 Merencanakan tujuan dan intervensi
 Mengimplemetasi rencana keperawatan
 Mengevaluasi

4.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan klien dengan
penyakit infark miokard akut, hendaknya :
 Klien diberi support agar dapat mempercepat penyembuhan
 Memberi perawatan dan perhatian kepda klien dalam proses
perawatan
 Penigkatan dan penyedian sarana dan prasarana serta kerja sama
antara pihak rumah sakit dengan keluarga. Diharapkan kepada
keluarga kiranya dapat merawat klien apabila dilakukan perawatan
dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.


Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
4 Buku 1, Jakarta: EGC.

18
19

Anda mungkin juga menyukai