Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CLAVICULA

1. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Carpenito, 2015).
Menurut Suddarth fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang
banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau
kecelakaan (Suddarth, 2015)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
tejadi itu lengkap atau tidak lengkap [ CITATION Nur153 \l 1033 ].
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang
disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. [ CITATION Vit17 \l 1033 ].
B. KLASIFIKASI
Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan luas dan garis fraktur
1) Fraktur Komplit : tulang terpotong total , garis patah melalui 2
korteks tulang
2) Fraktru Inkomplit : tulang tidak terpotong secara total, garis patah
tidak melalui seluruh garis peampang tulang
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang/ fraktur fragmen miring dan meruakan
akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral/
fraktur fragmen melingkar yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang, misal pada patella
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang (Suddarth, 2015)
C. ETIOLOGI
Adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,
peradangan, neuplastik dan metabolik) (Nurarif, 2015)
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Herman, 2015)
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Santoso Herman (2017) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau menentukan
lokasi/luasnya fraktur
2. Bone scan : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati (Herman,
2017)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan dan Terapi Medis
a) Pemberian anti obat antiinflamasi.
b) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d) Bedrest, Fisioterapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metodde untuk mencapai reduksi fraktur dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalika fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlikan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk memepertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi.
Tahap selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan
memepertahankan fragmen tulang dalam posisis dan kesejajaran yang
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
H. KOMPLIKASI
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah
dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan
mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak
yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat
saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan
(non union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20
minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus
berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur
terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan
oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru,
ginjal, dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan
fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan
iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya
injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan
atau pemasangan traksi (Carpenito, 2015)
I. DISCHARGE PLANNING [ CITATION Nur153 \l 1033 ]
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Control sesuai jadwal
5. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Aktifitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena
mengalami kesulitan bernafas
8. Hindari trauma ulang
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.

b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin


1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
11) Jantung
12) Abdomen
13) Inguinal-Genetalia-Anus
c. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P
yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time  Normal > 3 detik
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Defisit pengetahuan
4. Ansietas
5. Hipotermi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NOC NIC
Diagnosa Keperawatan
(Tujuan & Kriteria Hasil (Intervensi)
1. Nyeri akut  Pain level - Observasi reaksi nonverbal
Definisi:  Pain Control - Lakukan pengkajian nyeri
 Confort Level secara verbal
pengalaman sensori
Kriteria hasil: - Ajarkan teknik non
dan emosional yang -Mampu mengontrol nyeri farmakologi
tidak menyenangkan (tahu penyebab nyeri) - Kurangi faktor nyeri
yang muncul akibat -Mampu mengenali nyeri - Tingkatkan istirahat
(skala, intensitas, frekuensi - Kolaborasi dengan dokter
kerusakan jaringan
dan tanda nyeri) pemberian analgetiik
yang actual atau -Melaporkan nyeri - Monitoring Tanda Tanda
potensial berkurang dengan Vital (TD, nadi, suhu, RR)
Batasan karakteristik: (manajemen nyeri

- Laporan isyarat
- Mengespresikan
perilaku
- Melaporkan nyeri
secara verbal
- Sikap melindungi
diri
2. Resiko infeksi  Immune status - Mengkaji luka dan tanda-
Definisi: mengalami  Knowledge:infection tanda inflamasi
- Melakukan tindakan
peningkatan resiko control
perawatan luka
terserang organisme  Infection control - Mengajarkan klien tanda
patogenik Kriteria hasil: dan gejala infeksi
- Klien bebas dari tanda - Mengajarkan klien
menggunakan sabun
dan gejala infeksi
antimikroba untuk
-Menunjukkan kemampuan mencuci tangan
untuk mencegah timnulnya - Kolaborasi dengan
infeksi pemberian antibiotik

3. Intoleransi aktivitas  Nutritional status - Diskusikan dengan klien


Definisi: ketidak  Nutritional status: food kebutuhan akan aktivitas
cukupan energy and fluid intake - Berikan aktivitas alternative
psikologis atau  Nutritional status: dengan periode istiraahan
fisiologis untuk nutrient intek yang cukup
melanjutkan atau Kriteria hasil: - Pantau tanda-tanda vital
menyelesaikan - Berpartisipasi dalam sebelum dan sesudah
aktivitas sehari-hari aktivitas fisik tanpa disertai beraktivitas
yang harus atau yang peni gkatan tekanan darah, - Tingkatkan partisipasi klien
ingin dilakukan nadi dan RR dalam melakukan aktivitas
- Mampu melakukan sehari-hari sesuai dengan yang
aktivitas sehari-hari dapat ditoleransi
(ADLS) - Libatkan keluarga dalam
- Level kelemahan pelaksanaan aktivitas

4. Hipotermi
 Termoregulation - monitor suhu sesering
Definisi: Peningkatan
Kriteria hasil: mungkin
suhu tubuh diatas
- Suhu tubuh dalam - monitor tekanan darah nadi
kisaran normal
rentang normal dan pernafasan
- Nadi dan RR dalam - monitor warna dan suhu
rentang normal kulit
- Tidak ada perubahan - selimuti pasien untuk
warna kulit dan tidak mencegah hilangnya
ada pusing kehangatan tubuh
5. Ansietas
Definisi: perasaan  Anxiety self-control - Gunakan pendekatan yang
tidak nyaman atau  Anxiety level menenangkan
kekawatiran yang  coping - Pahami perseptif pasien
samar disertai respon Kriteria hasil: terhadap situasi stress
autonomy (sumber - klien mampu - Temani pasien untuk
sering kali tidak mengidentifikasi dan memberikan keamanan dan
spesifik atau diketahui mengungkapkan gejala mengurangi takut
oleh individu): cemas - Dorong pasien untuk
perasaan takut yang - mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan,
disebabkan oleh mengungkapkan dan ketakutan, persektif
antisipasi terhadap menunjukkan tehnik
bahaya. Hal ini untuk mengontrol
merupakan isyarat cemas
kewaspadaan yang - vital sign dalam batas
memperingatkan normal
individu akan adanya - postur tubu, ekspresi
bahaya dan wajah, bahasa tubuh
kemampuan individu dan tingkat aktivitas
untuk bertindak menunjukkan
menghadapi ancaman berkurangnya
kecemasan

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk  membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dalam keperawatandan merupakan kegiatan
dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Tahap evaluasi terbagi atas 4 yaitu:
S= subyektif: hasil pemeriksaan yang di katakana klien
O= Objektif: hasil pemeriksaan yang dapat dilihat oleh perawat
A= assessment: masalah kebutuhan klien terpenuhi atau tidak
P= planof care: rencana tindakan lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2015, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Nurarif Amin & Kusuma Hardi (2015), Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & nanda nic-noc, Jilid 2, Mediaction,
Jokjakarta
Herman Santoso, dr., SpBO (2017), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
Carpenito (2015), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Mardiono, S., & Putra, H. T. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat
Dalam Penatalaksanaan Pembidaian Pasien Fraktur di RS Bhayangkara
Palembang 2018. 65.

WOC/Pathway
Trauma Trauma tidak Kondisi
langsung langsung patologis

Fraktur

Diskontinuitas Pergeseran frakmen Nyeri


tulang tulang Akut

Perubahan jaringan Kerusakan frakmen


sekitar tulang
Tekanan sumsum tulang
Pergeseran fragmen Spasme otot
lebih tinggi dari kapiler
tulang
Deformitas Perubahan status kesehatan
Melepaskan
katekolamin
Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam
ekstremitas lemak
Krisis status Bergabung dengan
Intoleransi aktifitas trombosit
Koping tidak efektif
Emboli
Ansietas
Menyumbat pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Putus vena / arteri Kerusakan integritas
kulit
Perdarahan Resiko infeksi

Kehilangan volume
cairan
Hipotermi

Anda mungkin juga menyukai