Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan keperawatan merupakan suatu integral penting dari pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Pengelolaan pelayanan keperawatan yang dilakukan secara
profesional mampu mewujudkan kepuasan pasien, khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat tentang pelayanan
keperawatan profesional dan tuntutan global, maka metode sistem pemberian asuhan
keperawatan harus efektif dan efisien. Keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat
ditentukan oleh manajemen yang tepat (Nursalam, 2008).
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Dimana dalam manajemen tersebut mencakup
kegiatan koordinasi dan supervisi (Grant & Massey, 1999 dalam Nursalam, 2008).
Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Proses
manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu metode
pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional.
Salah satu bentuk dari penerapan manajemen profesional adalah manajemen
asuhan keperawatan yang saat ini masih banyak diterapkan di Rumah Sakit.Penerapan
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) merupakan model yang tujuannya
memungkinkan perawat profesional dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan,
termasuk lingkungan yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut. Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai
profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut
(Nursalam, 2015).
Rumah Sakit RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar khususnya di Ruang Melati yang
menerapkan MAKP dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan manajemen asuhan keperawatan di Ruang Melati perlu
dilakukan evaluasi bagi ruangan untuk kesinambungan pelaksanaan Manajemen Asuhan
Keperawatan Profesional secara keseluruhan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktik profesi manajemen keperawatan di Ruang
Melati diharapkan mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah
terkait manajemen keperawatan di ruang Melati.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian terhadap pelayanan asuhan keperawatan
di ruang Melati.
2. Mampu menganalisis permasalahan yang ada di ruang Melati terkait
dengan permasalahan manajemen keperawatan.
3. Mampu membuat rencana pemecahan masalah (Plan of Action) untuk
mengatasi permasalahan yang diprioritaskan.
4. Mampu melaksanakan kegiatan yang direncanakan pada Plan of Action.
5. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan yang telah direncanakan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan model MAKP.
2. Mahasiswa dapat menganalis masalah serta memberikan jalan keluar
pada setiap masalah yang ditemukan.
3. Mahasiswa dapat menganalisis masalah dengan metode SWOT dan
menyusun rencana strategi.
1.3.2 Bagi Ruangan
1. Dengan adanya mahasiswa praktik profesi manajemen keperawatan
diharapkan dapat diketahui masalah-masalah yang ada di ruang Melati.
2. Tercapainya tingkat kepuasan optimal.
3. Memberikan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada
pasien.
4. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
1.3.3 Bagi Rumah Sakit
1. Melalui praktik profesi manajemen keperawatan diharapkan dapat
diketahui masalaha-masalah yang muncul di ruangan.
2. Memberikan gambaran dalam MAKP metode tim.
3. Memberikan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan sehingga
dapat meningkatkan citra rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Manajemen


Manajemen keperawatan didefinisikan sebagai suatu proses melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam,
2011). Muninjaya dalam Nursalam (2011) menjelaskan bahwa manajemen keperawatan
merupakan gabungan antara ilmu dan seni tentang bagaimana menggunakan sumber
daya secara efektif, efisien dan rasional untuk mencapai tujuan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
Manajemen keperawatan dalam rumah sakit adalah tindakan perawat yang
meliputi penanganan administratif pasien seperti pengurusan pasien saat masuk ke
rumah sakit, pengisian dokumen catatan medik dan membuat penjadwalan proses
pemeriksaan dan pengobatan pasien. Selain itu dalam manajemen 15 keperawatan,
seorang perawat membuat penggolongan pasien sesuai dengan berat atau ringannya
penyakit dan kemudian mengatur pekerjaan perawat secara optimal sekaligus
memonitor mutu pelayanan kepada pasien serta melakukan manajemen ketenagaan dan
logistik keperawatan yang meliputi staffing, schedulling, assigment dan budgeting
(Adhitama, 2009).

2.2 Tujuan Manajemen Keperawatan


Tujuan manajemen keperawatan pada umumnya ditentukan oleh bidang
keperawatan meliputi:
1. Meningkatkan dan
mempertahankan kualitas pelayanan rumah sakit.
2. Meningkatkan
penerimaan masyarakat tentang profesi keperawatan dengan mendidik perawat
agar mempunyai sikap professional dan bertanggunmg jawab terhadap
pekerjaan.
3. Meningkatkan
hubungan dengan pasien, keluarga, dan masyarakat.
4. Meningkatkan
pelaksanaan kegiatan umum dalam upaya mempertahankan kenyamanan
pasien.
5. Meningkatkan
komunikasi antar staf.
6. Meningkatkan
produktifitas dan kualitas staf keperawatan.
2.3 Lingkup Manajemen Keperawatan
2.3.1 Manajemen Operasional/Pelayanan
1. Planning
2. Organization
3. Staffing
4. Directing
5. Controling
2.3.1 Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi

2.4 Teori Kepemimpinan dalam Manajemen


Beberapa ahli meneliti bahwa tidak ada teori bagaimana menjadi seorang
pemimpin yang paling baik dan jenis pemimpin apa yang paling efektif (Tappen, Weis
& Whitehead, 1999; dikutip Anwar Kurniadi, 2013). Tetapi seorang pemimpin perawat
akan terlihat berbeda dari sisi kualitas dan perilakunya (Dunham-Taylor, 1995; Manske,
1989; Montebello, 1994; Tappen, 1995).
Di bawah ini di bahas tentang kualitas dan perilaku pemimpin dari segi latar
belakang, antara lain:
a. Trait approach, yaitu paham teori bakat kepemimpinan, pemimpin yang
dilahirkan telah memiliki bakat-bakat yaitu : intelegensi, kepekaan sosial,
peran serta sosial. Robbins & Coulter, (1999) dalam Anwar Kurniadi, (2013).
2. Situational theory, yaitu kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial.
Individu dapat menjadi seorang pemimpin pada situasi tertentu tetapi pada
situasi yang lain dapat menjadi pengikut (Stogdill, dikutip dari Anwar
Kurniadi, 2013).
3. Contingency model yang dikembangkan oleh Fiedler, 1967 yaitu
kepemimpinan mempunyai 3 dimensi : pertama pemimpin-bawahan (leader-
member relations), kedua struktur tugas (a task structure) dan ketiga
kekuasaan ( a position of power)
4. Transformational leadership yang diperkenalkan oleh Bennis dan Manus
(1985) dalam Anwar Kurniadi (2013). Menurut faham ini ada 2 jenis
kepemimpinan yaitu kepemimpinan transformasional.
Perilaku seorang pemimpin terhadap lingkungan pekerjaan sangat berpengaruh
pada keberhasilan seseorang untuk memimpin orang lain (Hubber, 2000 dikutip dari
Anwar Kurniadi, 2013). Contoh-contoh teori yang masuk dalam behavioral
theory antara lain :
2.4.1 Teori X dan Y
Teori ini dikatakan oleh Mc Gregor (1960) yaitu seseorang memiliki sifat X 
yang malas dan Y yang rajin. Tipe X dimiliki orang-orang yang kurang baik
pembawaanya seperticenderung apatis, kurang disiplin, kurang peduli dan kurang rajin
dan teliti dalam pekerjaan. Adapun tipe Y memiliki pembawaan optimis, disiplin tinggi,
rajin dan cermat dalam pekerjaanya dan sangat peduli akan kinerjanya. Tetapi Mc
Gregor menyatakan bahwa kedua tipe ini berguna dalam organisasi bila bisa dimanage
dengan baik. Justru disini pentingnya pemimpin dalam mengorganisasikan sumber
daya, memberikan tanggung jawab, membagi tugas dan mengatur irama kerja yang
serasi. Dalam kenyataan dilapangan seorang manajer memang menginginkan agar
semua pegawainya yangbaru memiliki karakter yang rajin, optimi, disiplin tinggi dan
berperilaku penurut/loyal. Akan tetapi dalam pengembangan sehari-hari, karena stress
pekerjaan dan budaya kerja maka akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang dibawa
menjadi bertambah baik atau malah menjadi pantang pimpinan. Disini keahlian dan seni
kepemimpinan seperti cepat an tepat dalammengambil keputusan, tegas dan adil dalam
memberikan tugas dan sanksi dan konsisten dalam sikap dan tindakannya. Semua akan
membantu mengolah dan memberdayakan pegawai tipe X dan tipe Y sehingga bisa
bekerja sama dengan baik dan kondusif.
2.4.2 Teori Rensis Likert tentang kepemimpinan otoriter dan demokrasi.
Rensis dan Likert membahas teori otoriter dan demokrasi. Dimana otoritatip/
otoriter dibagi menjadi eksploitatip dan benevolent. Eksploitatip dalam pekerjaan
dilapangan adalah lebih keras dari pada benevolent. Adapun demokrasi dibagi menjadi
menjadi dua jenis yaitu konsultatip dimana manajer bertindak sebagai konsultan bagi
stafnya sedangkan dalam demokrasi partisipatip, seorang manajer lebih banyak
melibatkan staaf dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari.
OTORITATIP DEMOKRASI
KOMPONEN
EKSPLOITIP BENEVOLEN KONSULTATIF PARTISIPATIF
Keputusan Top/atasan Top/atasan Sebagian bawahan Bersama
bawahan
Motivasi Dipaksa Ekonomi dan Ekonomi, diri, Imbalan,
diri sendiri ingin pengalaman ekonomi,
baru ditetapkan
bersama
Komunikasi Kebawah Ke bawah Dari bawah ke Bersama
atas
Controlling Dari atas Dari atas Ideal dari bawahan Dibagi pimpinan
pelaksanaan dari dan bawahan
atas
2.4.3 Teori Ohio State University tentang orientasi tugas da orientasi bawahan.
Teori Ohio State University menerapkan orientasi tugas dan orientasi bawahan.
Orientasi tugas berarti seorang pemimpin akan selalu mementingkan tugas dan
tanggung jawabnya dan kurang perhatian terhadap yang lainnya termasuk bawahannya.
Orientasi bawahan berarti selalu melihat bawahannya sebagai manusia utuh yang
membutuhkan kepentingannya. Sehingga staf perlu dilihat juga kebutuhannya secara
biopsiko dan sisial.
2.4.4 Teori Blake & Mouton tentang teori kepedulian pada institusi dan
bawahan.
Teori blake & Mouton menyatakan bila seorang pemimpin memiliki kepedulian
terhadap institusi yang tinggi berarti orang ini menyukai kesempurnaan tugasnya dari
pada yang lain. Dengan kata lain pekerjaan adalah segalanya sehingga tidak
mempedulikan apa yang sedang terjadi pada bawahannya. Fokus yang utama adalah
bagaimana menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan sempurna tanpa ada halangan.
Semua hasil pekerjaannya diharapkan mendapat pujian dari atasan yang lebh tinggi dan
mendapatkan penghargaan lainnya.
Tetapi bila seorang pemimpin memiliki kepedulian kepada bawahannya berarti
orang ini menyukai anak buahnya sehingga berusaha melihat kebutuhan bio-psiko-
sosial an rasa saling membutuhkan dan saling memiliki tugas yang ada. Fokus utamanya
agar bawahannya bisa bekerja dengan baik tanpa mengganggu kebutuhan pribadi
bawahannya bahkan bila perlu bisa membantu memenuhi kebutuhannya.
2.4.5 Teori Kurt Lewin dalam Huber (2000). Tentang gaya kepemimpinan.
Dalam hal ini mereka membagi gaya kepemimpinan ada beberapa bentuk, yaitu :
1. Otokrasi atau otoriter, yaitu yang mengedepankan kekuatan pada pemimpin
dari pada partisipasi bawahannya dalam pembuatan keputusannya.
2. Demokrasi, yaitu pemimpin yang memberi kesempatan bawahannya ikut serta
dalam pembuatan keputusannya.
3. Laisez Paire yaitu pemimpin yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri
maupun cara minta bantuan bawahan ikut berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan.

2.5 Fungsi Manajemen


Berdasarkan beberapa pembagian fungsi manajemen menurut Siagian (1983) ialah
terbagi menjadi lima, yaitu  planning  (perencanaan),  organizing (pengorganisasian),
motivating (penggerakan), controlling (pengawasan), evaluation (penilaian). Ulasan
lengkapnya sebagai berikut.
2.5.1   Perencanaan (planning)
Yehezkel Dror dalam Sudjana (2000) mengemukakan: “Planning is the process
of preparing a set of decision for action in the future directed as achieving goals by
preferable means”. Definisi tersebut mengandung arti bahwa perencanaan merupakan
suatu proses untuk mempersiapkan seperangkat keputusan tentang kegiatan-kegiatan
pada masa yang akan datang dengan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan melalui
penggunaan sarana yang tersedia. Perencanaan bukanlah kegiatan tersendiri, melainkan
merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan
itu dimulai dengan perumusan tujuan, kebijaksanaan, dan sasaran luas yang kemudian
berkembang pada tahapan tujuan dan kebijaksanaan dalam rencana yang lebih rinci
berbentuk program-program untuk dilaksanakan (Schaffer, 1970).
Secara umum, perencanaan meliputi 3 jenis, yaitu:
1. Perencanaan alokatif (allocative planning).
2. Perencanaan inovatif (innovative planning)
3. Perencanaan strategi (strategic planning)
2.5.2 Pengorganisasian (Organizing)
Flippo dan Musinger (1975) mengemukakan bahwa pengorganisasian adalah
kegiatan merancang dan menetapkan komponen pelaksanaan suatu proses kegiatan yang
terdiri atas tenaga manusia, fungsi dan fasilitas. Sedangkan Hersey (1982)
mendefinisikan pengorganisasian sebagai kegiatan memadukan sumber-sumber yaitu
manusia, modal dan fasilitas serta menggunakan sumber-sumber itu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, pengorganisasian inovasi pendidikan adalah usaha untuk
mengintegrasikan sumber-sumber manusiawi dan non manusiawi yang diperlukan
dalam satu kesatuan untuk menjalankan kegiatan sebagaimana direncanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.5.3 Penggerakan (Motivating)
Penggerakan menurut Siagian (1982) adalah keseluruhan proses pemberian
motivasi bekerja kapada bawahan sedemikian rupa sehingga mau bekerja dengan ikhlas
demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis. Sedangkan Hersey
dan Blanchard (1982) mendefinisikan penggerakan sebagai kegiatan untuk
menumbuhkan situasi yang secara langsung dapat mengarahkan dorongan-dorongan
yang ada dalam diri seseorang atau sekelompok orang kepada kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2.5.4 Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) menurut Longenecher (1973) adalah aktivis yang
berkaitan dengan kegiatan penilikan, yang sedang berlangsung, peraturan-peraturan
yang sedang dan harus dilaksanakan oleh setiap orang yang terlibat dalam organisasi,
kelemahan-kelemahan pelaksanaan, dan cara-cara yang digunakan untuk mengatasi
kelemahan tersebut. Sedangkan Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1985) menegaskan
bahwa pengawasan adalah upaya memperbaiki kegiatan untuk memelihara agar
pelaksanaan dan hasil kegiatan yang dicapai sesuai dengan rencana.
Pengawasan dilakukan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan
yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun. Selain itu, pengawasan
dimaksudkan untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari rencana, mengoreksi
penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan
dapat dicapai seefektif dan seefisien mungkin. Pengawasan dilaksanakan terhadap
sebagian atau seluruh unsur yang terlibat dalm organisasi. Tanpa pengawasan yang
teratur, maka pengelola tidak akan dapat mengetahui dengan pasti tentang daya guna
dan hasil guna suatu kegiatan dalam mengimplementasikan rencana (Sudjana, 2000).
2.5.5 Penilaian (Evaluation)
Paul (1976) memberi arti bahwa “evaluation is the systematic process of judging
the worth, desirability, effectiveness, or adequacy of something according to definitive
criteria and purposes”. Dalam pengertian ini dikemukakan bahwa penilaian adalah
proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas, atau kecocokan
sesuatu sesuai dengan efektifitas dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Worthen dan Sanders (1973) memberi definisi “Evaluation as
process of identifying and collecting information to assist decision makers in closing
among available decision alternatives”. Pengertian ini menjelaskan bahwa penilaian
merupakan proses mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi untuk membantu
para pengambil keputusan dalam memilih alternatif keputusan.

2.6 Pendayagunaan Tenaga.


Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, maka diperlukan beberapa
teknik, yaitu :
1. Motivasi dan Kepuasan Kerja
Untuk meningkatkan motifasi seseorang agar giat bekerja dan mencapai
produktifitas yang tinggi diperlukan usaha-usaha antara lain mengurangi jam
kerja, menaikan gaji, memberikan insetif, rekreasi dan lain-lain. Orang yang
menyukai pekerjaannya akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut
dan mudah mengembangkan diri dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi
rutinitas.
2. Pertukaran Dinas dan Rotasi
Jadwal dinas atau shift yang tetap dan teratur akan mengurangi atau bahkan
membebaskan stress yang berat dan adanya peluang untuk memilih dinas yang
cocok dengan pola kehidupan tanpa merugkan asuhan keperawatan diruangan
sehingga lebih memberikan manfaat. Manfaat dari adanya pengaturan jadwal
dinas yaitu:
a. Perawat dapat menyusun pola hidup dalam keluarga
b. Kepala ruangan akan lebih mudah mengevaluasi.
Ada bagian-bagian tertentu yang sulit untuk diterapkan pengaturan rotasi
dengan cepat, seperti di unit intensif, ruang operasi, instalasi gawat darurat dan
sebagainya.
3. Rumusan Penghitungan Tenaga
Untuk menentukan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu ruangan ada
beberapa rumusan yaitu :
a. Berdasarkan Permenkes RI No. 262/Menkes/Ter/7/1979.
b. Berdasarkan hasil workshop perawatan oleh Depkes RI di Ciloto Tahun
1971.
Menentukan kebutuhan kuantitatif tenaga keperawatan dapat berdasarkan pada:
a. Jumlah jam perawatan efektif klien yang dirawat setiap 24 jam.
b. Jumlah hari kerja efektif perawat dalam 1 tahun.
c. Penggunaan tempat tidur rata-rata.
d. Analisa kegiatan untuk memenuhi kegiatan klien. (Gillies, 1989).
Kebutuhan Kuantitatif Dapat Dihitung Sebagai Berikut :
a. Jumlah Tenaga Yang Diperlukan
Jumlah Jam Yang Dibutuhkan X Rata-Rata X Jumlah Hari
Klien Perhari Jumlah Klien Pertahun
Jumlah Hari Pertahun – Hari Tidak Kerja Pertahun X Jumlah Jam Kerja
Perorang /Hari
Atau
Jam Perawatan Yang Diperlukan Pertahun
Jam Perawatan Yang Diberikan Oleh Tiap Orang Pertahun
b. Pertimbangan Cuti Hamil
Perhitungan jumlah tenaga yang diperlukan juga harus mempertimbangkan
adanya tenaga yang cuti hamil. Diasumsikan tenaga yang cuti adalah X %,
dari tenaga yang dinas tiap hari, sehingga jumlah jam kerja yang hilang
karena cuti hamil adalah X % X jumlah cuti hamil X jumlah jam kerja
perhari, maka diperlukan tambahan tenaga :
Jumlah Jam Kerja Hilang Karena Cuti Hamil
Jumlah Jam Kerja Efektif Dalam Satu Tahun
(Mariono, R. 1987)
c. Cara Perhitungan Jumlah Tenaga Perawat Yang Bertugas Setiap Hari:
Rata-Rata Jumlah Klien X Rata-Rata Jam Perawatan
Tiap Hari Dibutuhkan Per 24 Jam
Jumlah Hari Kerja Perorangan Pertahun
d. Menentukan Kebutuhan Tenaga Keperawatan Berdasarkan Pada Tingakat
Ketergantungan Klien (Douglass, 1975).
Douglass menghitung kebutuhan tenaga perawat berdasarkan pada tingkat
ketergantungan klien.
Perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan klasifikasi klien :

Jml Klasifikasi Klien


Minimal Partial Total
Klien Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 0,08 0,90 0,60
Dst.

2.7 Klasifikasi Ketergantungan Pasien


Berdasarkan teori perhitungan jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan sebuah
rumah sakit tergantung pada tingkat ketergantungan klien, kemampuan perawat, rata-
rata pasien per hari, jumlah jam efektif dan waktu untuk perawatan. Untuk menentukan
tingkat ketergantungan pasien yaitu:
N KLASIFIKASI DAN KRITERIA
O
1 Minimal Care
1. Klien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan
a.Mampu naik turun tempat tidur
b Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
c.Mampu makan dan minum sendiri
e.Mampu membersihkanmulut (sikat gigi sendiri)
f. Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
g.Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
2. Status psikologis stabil
3. Klien dirawat untuk prosedur diagnostic
2 Partial Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sebagian
a.Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik dan turun tempat tidur
b.Membutuhkan bantuan untuk ambulasi
c.Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
d.Membutuhkan bantuan untuk makan (disuapi)
e.Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
g.Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)
2. Post op minor
3. Melewatifase akut dari post opmayor
4. Faseawal dari penyembuhan
5. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3 Total Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu
perawatan yang lebih lama
a. Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk memobilisasi dari tempat tidur
kekereta dorong atau kursi roda
b. Membutuhkan latihan fisik
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena (infus/
NGT)
d. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
f. Dimandikan perawat
g. Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
2. 24 jam post op mayor
3. Pasien tidak sadar
4. Keadaan klien tidak stabil
5. Observasi TTV tiap kurang dari 1 jam
6. Perawata luka bakar
7. Perawatan kolostomi
8. Menggunakan alat bantu pernapasan (respirator)
9. Menggunakan WSD

2.8 Metode Penugasan Keperawatan


2.8.1 Pengertian
Sistem pemberian asuhan keperawatan atau yang biasanya dikenal dengan
metode penugasan adalah suatu pendekatan pemberian asuhan keperawatan secara
efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Metode penugasan keperawatan merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pelayanan
kesehatan.
1. Asuhan Keperawatan Fungsional
Yaitu pengorganisasian tugas keperawatan yang didasarkan kepada pembagian
tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Keuntungan :
a. Perawat terampil untuk tugas dan pekerjaan tertentu.
b. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
c. Kekurangan tenaga yang ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk satu tugas sederhana.
d. Mempermudajkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik
yang praktek untuk keterampilan tertentu.
Kerugian :
a. Pelayanan kesehatan terpilah-pilah.
b. Perawat cenderung melaksanakan pekerjaan non keperawatan apabila
pekerjaan selesai.
c. Kepuasan kerja sulit dicapai.
d. Asuhan keperawatan hanya dilihat sebagai ketrampilan.

2. Asuhan Keperawatan Team


Yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat dan
sekelompok klien.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat berijazah dan berpengalaman serta
memiliki pengetahuan dalam bidangnya pembagian tugas dalam kelompok
dilakukan oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok bertanggung jawab
dalam mengarahkan anggotanya dan menerima laporan kemajuan pelayanan
keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas
apabila mengalami kesulitan. Ketua tim, yang melaporkan kepada kepala
ruangan tentang kemajuan asuhan keperawatan klien.
3. Asuhan Keperawatan Alokasi Klien
Yaitu pengorganisasian asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien
oleh perawat pada saat tugas atau jaga selama periode waktu tertentu sampai
klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan
menerima laporan tentang pelayanan keperawatan klien.
4. Asuhan Keperawatan Primer
Keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan
dimana perawat Provesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam. Tanggung jawab meliputi
pembagia pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan
dari sejak pasien masuk Rumah Sakit hingga pasien dinyatakan pulang.
Keperawatan primer ini akan menciptakan kesempatan untuk memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensip dimana asuhan keperawatan
berorientasi kepada pasien.
5. Asuhan Keperawatan Moduler
Yaitu pengorganisasian keperawatan yang dilakukan perawat Provisional dan
Non Provesional untuk sekelompok klien dari mulai MRS sampai pulang,
disebut tanggung jawab total atau keseluruhan.
Untuk metode ini diperlukan perawat yang berpengalaman, terampil dan
memiliki kemampuan memimpin.
Semua metode diatas dapat digunakan sesuai situasi dan kondisi ruangan,
jumlah perawat yang ada serta kemampuan perawat yang ada. Jumlah perawat
yang ada harus seimbang sesuai dengan jumlah klien, selain itu kategori
pendidikan tenaga keperawatan yang ada perlu diperhatiakan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang akan dibebankan.
2.9 Keuntumgan dan Kerugian SOAP dalam Asuhan Keperawatan
2.9.1 Keuntungan pendokumentasian SOAP Antara Lain :
1. Lebih sistematis dalam penulisan
2. Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan dan tidak membutuhkan
waktu yang lama
3. Mengorganisir pemikiran
4. Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi
5. Memudahkan komunikasi dan kerjasama
2.9.2 Kerugian Pendokumentasian SOAP Antara Lain
1. Tidak terperinci karena rencana untuk selajutnya tidak ada
2. Apabila ada masalah baru maka dibuat soap lagi, sehingga membutuhkan
waktu
3. Harus diperbaharui secara terus menerus tentang kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai