Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRES SYNDROME)

1.1. Definisi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris

disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan

gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan

lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory

grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat

inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan

udara dalam paru.


Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya

kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya

kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan

sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran

hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah,

2005).
Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic

respiratory distress syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin

(PMH).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada

sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS

dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni,

2006). Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah

yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi,

dkk, 2003).
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang

bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup

bulan (Donna L. Wong, 2003).


1.2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik

dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan
ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua

usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari

28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi

yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan

frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur

kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria,

persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi

sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit

putih (Nelson, 1999).


1.3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya

untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan

faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya

tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.


Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan

alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu

memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan

Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang

ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau

ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat

inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat

menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras

untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),

sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang

lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali

perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran).

Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk

menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.

Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka


alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat

menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary

vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.

Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran

darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan

pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri

melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.


Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi

pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi

vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik

menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada

bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.

Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang

menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin.

Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu

lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan

menghambat pertukaran gas.


Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon

dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan

pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan

sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan

menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak

mengalir ke dalam alveoli.


Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi

normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya

dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis

surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan

penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).


Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran

setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan

aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal

ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf

Pengajar IKA, FKUI, 1985).

SCORE DOWN
Pemeriksaan score Down adalahpemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang
barulahir, bertujuan untuk mengevaluasi status gawat nafas.
Berikut kriteria yang perlu dikaji:
Pemeriksaan 0 1 2
Frekuensinaf <60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/mennit
as
Retraksi Tidakadaretrak Retraksiringan Retraksiberat
si
Sianosis Tidaksianosis Sianosishilangdengan o2 Sianosismenetapwalaup
un di beri o2
Air entery Udaramasuk Penurunanringanudarama Tidakadaudaramasuk
bilateral baik suk
merintih Tidakmerintih Dapat di Dapat di
dengardenganstetoskop dengardenganalat bantu

Interpetasihasil :
Skor< 4 (Tidak ada gawat napas)
Skor 4 -7 (Gawatnapas)
Skor> 7 (Ancaman gagal napas pemeriksaan gas darah harusdilakukan)
Primer Sekunder
1.4. WOC
Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
(pada ibu) mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
Gangguan perfusi darah Pernapasan intra uterin Janin kekurangan Pemberian kadar Insufisiensi pada
membran hialin janin hormon stress oleh
uterus Sumbatan jalan napas O2 dan kadar CO2 OTrauma akibat
2 yang tinggi bayi prematur
surfaktan paru Sirkulasi utero plasenter Mengalir
ibuke janin Gangguan
parsial oleh air ketuban meningkat kadar O2 yang
belum sempurna kurang baik Imaturitas paru pematangan paru Kerusakan surfaktan perfusi
dan mekonium tinggi
Bayi prematur; dismaturitas bayi yang berisi air Menekan sintesis
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang surfaktan
Penurunan produksi surfaktan
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Surfaktan menurun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi
Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap IDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDS
Kolaps paru
mengembang
Hipoksia Gangguan ventilasi pulmonal
Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi dan epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang lebih Masukan oral
P↓ oksigenasi jaringan
kuat tidak adekuat/ Pembentukan fibrin Membran hialin
menyusu buruk melapisi alveoli Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
- Dispena Metabolisme anaerob darah pulonal kanan ke kiri
Fibrin & jaringan yang melalui arteriosus
- Takipnea nekrotik membentuk lapisan Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Timbunan asam laktat dan foramen ovale
- Apnea membran hialin pertukaran gas dan pulmonal
- Retraksi Peningkatan MK : kerusakan
metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah MK : Resti penurunan pertukaran gas
dinding dada MK : Perubahan jantung curah jantung
(membutuhkan
- Pernapasa nutrisi kurang glikogen lebih Kurangnya cadangan
n cuping hidung dari kebutuhan glikogen dan lemak coklat M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal
banyak - Pe↓
- Mengorok tubuh organ vital
Otak Iskemia Gangguan kesadaran
- Kelemaha Respon menggigil pada - Kelem MK :
MK : Pola nafas tidak bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk fungsi
Hipoglikemia MK : Termoregulasi ahan otot Resti
efektif, intoleransi aktivitas dapat me↑kan panas tubuh serebral
tidak efektif - Dilatas cidera
1.5. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan

berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan

pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan

riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.

Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir

dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan

membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.


Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis

dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran

klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang menurun

dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi intercostae,

pernafasan cuping hidung, RR >60 x/mnt,. Selain tanda gangguan pernapasan,

ditemukan gejala lain misalnya sianosis (sering ditemukan pada penderita

penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema

terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun,

gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI,

1985).
1.6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip

penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan

lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah

adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk

prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis

ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin,

walaupun manifestasi klinis belum jelas.


2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium

diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45

mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar

PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan

karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan

ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah

menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik

dan metabolik dalam tubuh.


b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi

pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula

perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung

compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai

‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi

paru akan terganggu.


c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa

perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,

pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada

lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.


3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan

membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu

terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang

ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal

dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.


1.7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara

meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus

adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-

hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2

yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis

paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.


c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan

homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan

glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat

badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu

dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara

intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik

untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis

50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan

atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.


e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian

surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun

harganya amat mahal.


2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat

badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.

Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima

bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat

timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat

terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam

pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman

(kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).


1.8. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru

yang belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit

ini ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna.

Maturitas paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan
telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk

mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan

sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama

atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membran

hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum

matang dan akan mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid

oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada

janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang

paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas

dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan

tertentu.
1.9. Komplikasi
1. Pneumotoraks / pneumomediastinum
2. Pulmonary interstitial dysplasia
3. Patent ductus arteriosus (PDA)
4. Hipotensi
5. Asidosis
6. Hiponatermi / hipernatremi
7. Hipokalemi
8. Hipoglikemi
9. Intraventricular hemorrhage
10. Retinopathy pada prematur
11. Infeksi sekunder
(Suriadi dan Yuliani, 2006).
1.10. Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat

prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi

yang pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan

antara 20-40% (Scopes, 1971).


ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

3.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,

tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan

plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.


b. Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir

melalui operasi caesar.


3. Data dasar pengkajian
a. Cardiovaskuler
 Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
 Murmur sistolik
 Denyut jantung DBN
b. Integumen
 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
 Pitting edema pada tangan dan kaki
 Mottling
c. Neurologis
 Immobilitas, kelemahan
 Penurunan suhu tubuh
d. Pulmonary
 Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
 Nafas grunting
 Pernapasan cuping hidung
 Pernapasan dangkal
 Retraksi suprasternal dan substernal
 Sianosis
 Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e. Status behavioral
 Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi

diafragma dengan over distensi duktus alveolar


b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
 Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan

cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)


 Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih

mengindikasikan maturitas paru


 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
 Tingkat phospatydylinositol
 AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO
 2> 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
 Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release

potassium dari sel alveolar yang rusak.


3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan

kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.


2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

energi/kelelahan, keterbatasan pengembangan otot.


3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak

subkutan, peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.


4. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

ventilasi pulmonal

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil


(NOC)
1 Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC
Batasan Karakteristik : Respiratory status : Ventilation Oxygen
Bradipnea Setelah dilakukan tindakan Be
Pe
Dispnea keperawatan ..x.. jam diharapkan pola
Sia
Fase ekspirasi memanjang nafas pasien teratur dengan kriteria : Mo
Mo
Ortopnea Irama pernafasan teratur/ tidak sesak
Pe
Pernafasan dalam batas normal
Penggunaan otot bantu Mo
(dewasa: 16-20x/menit)
pernafasan
Kedalaman pernafasan normal
Mo
Penggunaan posisi tiga titik Suara perkusi jaringan paru normal
Peningkatan diameter (sonor)
Ob
Cemas berkurang
anterior-posterior M
Penurunan kapasitas vital ke
Penurunan tekanan ekspirasi
Penurunan tekanan inspirasi
Pernafasan bibir
Pernafasan cuping hidung
Pernafasan ekskursi dada
Pola nafas abnormal (mis.,
irama, frekuensi, kedalaman)
Takipnea
Faktor yang berhubungan
Ansietas
Cedera medulaspinalis
Deformitas dinding dada
Deformitas tulang
Disfungsi neuromuskular
Gangguan muskuluskeletal
Gangguan Neurologis (misalnya :
elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala,
gangguan kejang)
Hiperventilasi
Imaturitas neurologis
Keletihan
Keletihan otot pernafasa
Nyeri
Obesitas
Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
Sindrom hipoventilasi

2 Gangguan pertukaran gas NOC NIC


Batasan Karakteristik : Respiratory status: Gas Exchange Acid Ba
Diaforesis Setelah dilakukan tindakan Pe
Dispnea keperawatan ..x.. jam diharapkan hasil Po
Gangguan pengelihatan AGD pasien dalam batas normal dengan
Gas darah arteri abnormal kriteria hasil :
Gelisah PaO2 dalam batas normal (80-100 M
Hiperkapnia mmHg) M
Hipoksemia PaCO2 dalam batas normal (35-45
Hipoksia mmHg) Mo
Iritabilitas pH normal (7,35-7,45) Mo
Konfusi SaO2 normal (95-100%) Mo
Nafas cuping hidung Tidak ada sianosis Mo
Penurunan karbon dioksida Tidak ada penurunan kesadaran
pH arteri abnormal Atu
Pola pernafasan abnormal (mis., Au
kecepatan, irama, kedalaman)
Sakit kepala saat bangun Ko
Sianosis Ko
Somnolen
Takikardia
Warna kulit abnormal (mis.,
pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
Perubahan membran alveolar-
kapiler
3 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC La
berhubungan dengan : selama ...... x ...... jam, Cardia
 Perubahan frekuensi jantung diharapkan ................................................. 
(Heart rate, HR) .................................................................... ramb
 Perubahan ritme jantung ................................. dan
 Perubahan afterload NOC Label : 
 Perubahan kontraktilitas Cardiac Pump Effectiveness dipe
 Perubahan preload  Tekanan darah sistolik (TDS) 
 Perubahan volume sekuncup dalam batas normal (< 120 mmHg) sirku
 Tekanan darah diastolik (TDD) serta
DS : dalam batas normal (< 80 mmHg) rutin
..............................................................  Frekuensi jantung (Heart rate, 
.............................................................. HR) dalam batas normal (60-100 
.............................................................. x/menit) 
..............................................................  Peningkatan fraksi ejeksi 
..............................................................  Peningkatan nadi perifer 
..............................................................  Oliguria (-) jantu
..............................................................  Peningkatan tekanan vena sentral 
............................................................. (Central venous pressure, CVP) gaga
DO :  Distensi vena jugularis (-) 
Perubahan Frekuensi/Irama Jantung  Disritmia (-) perfu
 Bradikardia  Bunyi jantung abnormal (-) 
 Perubahan EKG (Contoh :  Angina (-) jantu
aritmia, abnormalitas konduksi,  Edema perifer (-) 
iskemia)  Edema paru (-) 
 Palpitasi  Diaforesis (-) 
 Takikardia  Nausea (-) kebi
 Keletihan (-) card
Perubahan Preload  Dispnea saat istirahat (-) 
 Penurunan tekanan vena  Dispnea dengan aktivitas sedang terha
sentral (Central venous pressure, (-) 
CVP)  Penurunan berat badan ortop
 Peningkatan tekanan vena  Ascites (-)
sentral (Central venous pressure,  Hepatomegali (-) Cardia
CVP)  Kelemahan kognitif (-) 
 Penurunan tekanan arteri paru  Pallor (-) ramb
(Pulmonary artery wedge pressure,  Sianosis (-) dan
PAWP) 
 Peningkatan tekanan arteri Circulation Status dipe
paru (Pulmonary artery wedge  Tekanan darah sistolik (TDS) 
pressure, PAWP) dalam batas normal (< 120 mmHg) sirku
 Edema  Tekanan darah diastolik (TDD) 
 Keletihan dalam batas normal (< 80 mmHg) 
 Murmur  Tekanan nadi yang melebar (-) 
 Distensi vena jugularis  MAP dalam batas normal (60-70 suar
 Peningkatan berat badan mmHg) 
 PaO2 dalam btas normal (80-95 dipe
Perubahan Afterload mmHg atau 10,6-12,6 kPa) 
 Warna kulit yang abnormal  PaCO2 dalam batas normal (35-45 alira
(Contoh : pucat, kehitam- mmHg atau 4,66-5,98 kPa) jika
hitaman/agak hitam, sianosis)  SpO2 dalam batas normal (> 95%) 
 Perubahan tekanan darah  Capillary Refill Time (CRT) dalam 
 Kulit lembab batas normal (< 3 detik) 
 Penurunan nadi perifer  Hipertensi ortostatik (-) krea
 Penurunan resistensi vaskular  Edema perifer (-) 
paru (Pulmonary Vascular  Ascites (-) dipe
Resistance, PVR)  Keletihan (-) 
 Peningkatan resistensi vaskular  Pallor (-) bisa
paru (Pulmonary Vascular  Parathesia (-) Mg)
Resistance, PVR)  Pitting edema (-) 
 Penurunan resistensi vaskular atau
sistemik Systemic Vascular Tissue Perfussion : Cardiac kebu
Resistance, PVR)  Frekuensi jantung apikal dan
 Peningkatan resistensi vaskular radial dalam batas normal (60-100 Vital Si
sistemik (Systemic Vascular x/menit) 
Resistance, PVR)  Tekanan darah sistolik (TDS) 
 Dispnea dalam batas normal (< 120 mmHg) 
 Oliguria  Tekanan darah diastolik (TDD) dudu
 Pengisian kapiler memanjang dalam batas normal (< 80 mmHg) peru
 MAP dalam batas normal (60-70 
Perubahan Kontraktilitas mmHg) dan
 Batuk  Angina, aritmia (-) 
 Crackle  Takikardia, bradikardia (-) selam
 Penurunan indeks jantung  Nausea, vomiting (-) 
 Penurunan indeks kerja 
pengisian ventrikel kiri (Left Vital Signs 
ventricular stroke work  Temperatur tubuh dalam batas 
index,LVSWI) normal (36,5-37,5oC) 
 Penurunan indeks volume  Frekuensi jantung apikal dalam 
sekuncup (Stroke volume index, batas normal (60-100 x/menit) 
SVI)  RR dalam batas normal (12-20 
 Ortopnea x/menit) 
 Dispnea parokismal nokturnal  Tekanan darah sistolik (TDS) 
dalam batas normal (< 120 mmHg) 
Perilaku/Emosi  Tekanan darah diastolik (TDD) yang
 Kecemasan atau ansietas dalam batas normal (< 80 mmHg) 
 Gelisah sign
DAFTAR PUSTAKA

Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai