Anda di halaman 1dari 3

Laporan Kasus

Penggunaan Antibiotik dan Insulin pada Prolonged


Celullitis dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Non Obese
pada Pria Usia 46 tahun

Coana Sukmagautama, Gilang Sukma


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sebelas Maret-Rumah Sakit UNS Surakarta

Abstrak
Diabetes Mellitus tipe 2 (DM 2) merupakan penyakit yang menyerang 9 juta penduduk Indonesia
(Riskesdas, 2013). DM 2 banyak menimbulkan komplikasi baik secara akut maupun kronis. Salah satu
komplikasi yang sering ditimbulkan adalah infeksi. Celullitis merupakan penyakit infeksi bakteri pada kulit yang
sering terjadi dengan DM tipe 2 menjadi salah satu faktor komorbid. Berikut merupakan laporan kasus seorang
pria usia produktif (46 tahun) dengan prolonged celullitis dengan faktor komorbid DM 2 yang dirawat inap.
Pasien mengalami celullitis pada regio cruris kiri selama 3 minggu. Riwayat pasien sebelum rawat inap sempat
diobati rawat jalan dengan antibiotik gentamycin salep dan ciprofloxacin 2x500 mg selama 1 minggu namun
tidak membaik. Pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu (GDS) 409 g/dl. Selama di RS pasien
mendapat terapi farmakologis Metronidazol dan Ceftriaxon sebagai antibiotik, insulin Levemir dan Novorapid
sebagai kontrol glukosa, serta medikasi NaCl dan salep Mupirocin setiap hari. Pasien dipulangkan dengan
kondisi membaik setelah 10 hari perawatan.

Kata kunci: Prolonged Celullitis, Diabetes Mellitus Tipe 2, Antibiotik, Insulin

Case Report
Antibiotics and Insulin Usage on Prolonged
Celullitis with Diabetes Mellitus Type 2 Non-Obese in
46 years old Male

Abstract

Diabetes Mellitus type 2 (DM 2) is a disease that attacks 9 million Indonesian population (Riskesdas, 2013). DM 2 causes
many complications both acute and chronic. Complication that is often caused is infection. Celullitis is a bacterial
infectious disease of the skin that often occurs with type 2 DM being one of the co-morbid factors. The following is a case
report of a man of productive age (46 years) with prolonged celullitis with comorbid DM 2 factors which was hospitalized.
The patient developed celullitis in the left cruris regio for 3 weeks. History of the patient before hospitalization was treated
with outpatient antibiotics ointment gentamycin and ciprofloxacin 2x500 mg for 1 week but did not improve. Laboratory
tests obtained when blood sugar (GDS) 409 g / dl. While in the hospital the patient received pharmacologic therapy with
Metronidazole and Ceftriaxon as antibiotics, Levemir and Novorapid insulin as glucose control, as well as NaCl and
Mupirocin ointment medication every day. The patient was discharged with improved condition after 10 days of treatment.

Korespondensi:Coana Sukmagautama, dr., Sp.PD,M.Kes, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret-Rumah Sakit UNS.

146 MKB, Volume 43 No. 3, Tahun 2011


Budi Setiabudiawan: Laporan Kasus Penyakit Kawasaki Atipikal

Pendahuluan dL), leukositosis (26.100/mm3), penurunan kadar


albumin serum (3,3 g/dL), serta peningkatan
Penyakit Kawasaki didefinisikan sebagai suatu CRP (309,6 mg/L) dan laju endap darah (142
penyakit inflamasi sistemik pada anak yang mm/ jam). Diagnosis anak ini belum dapat
menyebabkan aneurisma arteri koroner, infark ditentukan dengan pasti, tetapi diduga anak
miokardium, dan kematian mendadak.1 Definisi tersebut menderita penyakit Kawasaki.
lain menyebutkan penyakit Kawasaki adalah Pada hari sakit ke-10 dilakukan ekokardiografi
vaskulitis akut yang dapat sembuh sendiri, tetapi dengan hasil intrakardiak normal, tidak ditemukan
yang belum diketahui penyebabnya dengan aneurisma arteri koroner. Pemeriksaan ulang
predileksi pada arteri koroner bayi dan anak.2 laboratorium, didapatkan anemia (Hb 8,1 g/dL),
Penyakit ini masih sangat jarang didiagnosis leukositosis (17.900/mm3), trombositosis
di Indonesia karena dianggap masih jarang dan (637.000/ mm3), dan leukosit urin 10/lpb.
belum banyak diketahui secara luas. Penyakit Berdasarkan hasil laboratorium tersebut, maka
Kawasaki didiaganosis berdasarkan kriteria anak tersebut kemudian didiagnosis sebagai
klasik yang telah ada sejak tahun 1967. 3 Tidak penyakit Kawasaki atipikal.
semua penyakit Kawasaki memenuhi kriteria Anak ini kemudian mendapat terapi imuno-
tersebut yang kemudian disebut sebagai penyakit globulin intravena (IGIV) 20 gram selama 12
Kawasaki atipikal. jam, dan aspirin 4x250 mg. Karena adanya
masalah keuangan pada keluarga anak tersebut,
maka IGIV baru diberikan pada hari ke-11.
Laporan Kasus 1 Setelah pemberian IGIV tidak didapatkan
demam. Pada hari sakit ke-12 ditemukan
Seorang anak perempuan berusia 17 bulan deskuamasi pada jari-jari tangan penderita, tetapi
datang ke Unit Gawat Darurat RS Dr. Hasan karena tidak terdapat progresivitas penyakitnya
Sadikin Bandung dengan keluhan demam terus terapi masih dilanjutkan.
menerus selama 7 hari disertai kedua mata Pada hari sakit ke-14 dilakukan pemeriksaan
merah tanpa kotoran dan bibir kering, pecah- laboratorium ulang untuk menilai keberhasilan
pecah kemudian menjadi kemerahan selama 4 terapi. Terapi dianggap berhasil bila pada
hari dan kedua tangan penderita terlihat pemeriksaan laboratorium ulang didapatkan
bengkak, disertai kemerahan pada sendi-sendi penurunan nilai CRP, pada penderita ini turun
jari tangan selama menjadi 14,6 mg/L dan tidak terdapat demam
12 jam. Tidak ada riwayat keluhan bercak- sampai hari sakit ke-14 selama 2 hari berturut-
bercak kemerahan ataupun kulit melepuh pada turut, selain itu nilai leukosit juga normal 6.600/
anak tersebut. Selain itu tidak ditemukan riwayat mm3. Dosis aspirin kemudian diturunkan
alergi pada anak maupun keluarganya. Pada menjadi 1x40 mg. Setelah perawatan selama 10
pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum hari penderita kemudian pulang dengan
anak tampak rewel. Pada pemeriksaan suhu perbaikan dan direncanakan kontrol rutin pada 2
subfebris disertai dengan injeksi konjungtiva, bulan pertama serta dilakukan pemeriksaan
fissura lips eritrematous, strawberry tongue, dan ekokardiografi ulang pada minggu ke-6–8.
faring hiperemis. Pemeriksaan fisis lain Pada pemantauan yang dilakukan pada
menunjukkan edema dorsum manus disertai minggu ke-6 tidak ditemukan tanda atau gejala
artritis pada sendi- sendi pergelangan jari klinis penyakit Kawasaki serta abormalitas arteri
tangan. koroner pada ekokardiografi.
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada
anak tersebut menunjukkan anemia (Hb 8,5 g/

Gambar 1 Fissura Lips Eritrematous


Gambar 2 Edema Perifer
(tanda panah)

MKB, Volume 43 No. 3, Tahun 2011 147


Budi Setiabudiawan: Laporan Kasus Penyakit Kawasaki Atipikal

Gambar 3 Ekokardiografi

Laporan Kasus 2 Pembahasan


Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun datang Penyakit Kawasaki ditemukan pada tahun
ke Unit Gawat Darurat RS Dr. Hasan Sadikin 1967 oleh dr Tomisaku Kawasaki di Jepang
dengan keluhan demam yang berlangsung selama dan telah menjadi penyebab utama kelainan
9 hari terus menerus disertai dengan timbulnya jantung dapatan di seluruh dunia, khususnya di
kemerahan pada mata tanpa disertai kotoran mata negara maju.4 Penyakit ini mengenai anak laki-
dan bengkak pada kedua tangan. Pada laki dengan perbandingan 3:2 dan 76% adalah
pemeriksaan fisis didapatkan suhu subfebris anak usia di bawah 5 tahun.3 Insidensi penyakit
dengan injeksi konjungtiva, strawberry tongue, Kawasaki ini meningkat pada beberapa tahun
mukosa mulut kemerahan, dan edema pretibial. terakhir, dapat mengenai seluruh etnik dan ras
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan di dunia, tetapi tingginya insidensi pada ras
anemia (Hb 8,9 g/dL), leukositosis (16.200/mm3), Asia menunjukkan predisposisi genetik seta
peninggian nilai CRP (44,7 mg/L), LED (53 interaksinya dengan lingkungan. Di Jepang
mm/jam, 90 mm/2 jam), ALT (83 U/L), dan insidensi penyakit ini sebanyak 218,6 per
leukosituria. Ekokardiografi penderita 100.000 pada anak berusia 0–4
menunjukkan hasil normal. Penderita kemudian tahun,3sementara data di Indonesia
didiagnosis sebagai penyakit Kawasaki atipikal, menunjukkan perkiraan insidensi penyakit
karena hanya memenuhi 3 kriteria tambahan Kawasaki adalah 6.000 kasus per tahun, tetapi
demam, tetapi pemeriksaan fisis dan penunjang yang terdiagnosis kurang dari 100 kasus per
mendukung diagnosis tersebut. tahun.5Pada suatu penelitian yang dilakukan di
Penderita kemudian mulai diterapi dengan Jepang pada 242 anak yang dirawat karena
IGIV 2 g/kgBB (22,5 gram) dan aspirin 80 mg/ penyakit Kawasaki, sebanyak 10% merupakan
kgBB (4x225 mg) pada hari sakit ke-9. Pada hari bentuk penyakit Kawasaki atipikal.3Sebanyak
ke-13 muncul deskuamasi pada kedua jari 68% penyakit Kawasaki atipikal memenuhi 3
tangan. Setelah pemberian IGIV tidak kriteria, sedangkan 28% hanya 2 kriteria.
ditemukan lagi demam dan terapi dilanjutkan Penyakit Kawasaki atipikal terutama mengenai
sampai hari ke- bayi di bawah usia 1 tahun. Pada suatu
14. Pada hari sakit ke-14 dilakukan pemeriksaan penelitian yang juga dilakukan di Jepang
laboratorium ulang untuk menilai kemajuan menunjukkan dari 45 kasus penyakit Kawasaki,
terapi, didapatkan penurunan nilai CRP (9,26 45% berusia 1 tahun memiliki bentuk Kawasaki
mg/L). Penderita kemudian diperbolehkan atipikal, dan pada usia ini paling sering terkena
pulang dan kontrol rutin ke dokter spesialis adalah aneurisma
anak.

Gambar 4 Deskuamasi Jari-jari Tangan


(tanda panah) Gambar 5 Keadaan Penderita Minggu ke-6

148 MKB, Volume 43 No. 3, Tahun 2011

Anda mungkin juga menyukai