PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang merupakan cedera fisik yang banyak
dijumpai di Indonesia. Masalah kesehatan ini menjadi perhatian publik
karena masih banyaknya kasus fraktur tanpa penanganan yang tepat. Fraktur
menurut Sjamsuhidayat & Wim de Jong, (2010) merupakan suatu kondisi
terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa dan juga disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik yang ditentukan jenis luasnya trauma”. “Fraktur bisa terjadi didaerah
cranium, thorak, pelvis, anggota gerak atas, dan anggota gerak bawah.
Faktor yang menyebabkan fraktur yaitu kecelakaan lalu lintas dan
kejadian alam yang tidak terduga (Susanti, 2018). Data yang dikeluarkan
WHO (2013) bahwa masalah ini sangat penting karena kecelakaan lalu lintas
merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya di
negara berkembang. Menurut Global Status Report on Road Safety
(2013)yang dibuat oleh World Health Organization (WHO), sebanyak 1,24
juta korban meninggal tiap tahunnya di seluruh dunia akibat kecelakaan lalu
lintas, di negara Indonesia pada tahun 2010 telah terjadi 31.234 kematian
akibat kecelakaan lalu lintas.
Prevalensi Angka kejadian fraktur cukup tinggi. Menurut World Health
organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang
pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada
tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur dengan
angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan
angka prevalensi sebesar 3,5%. Di Indonesia sendiri, kejadian fraktur
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari fraktur.
2. Mengetahui etiologi dari fraktur.
3. Mengetahui patofisiologi dari fraktur.
4. Mengetahui proses peyembuhan fraktur
5. Mengetahui manifestasi klinis yang muncul dari fraktur.
6. Mengetahui komplikasi dari fraktur.
7. Mengetahui penatalaksanaan pada fraktur.
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur.
3
C. Ruang Lingkup
Pada laporan ini terfokus pada:
1. Persiapan serta langkah-langkah operasi yang dilakukan baik selama Pre,
Intra, maupun Post Operasi.
D. Manfaat
1. Bagi peserta pelatihan bedah
Laporan kasus ini diharapkan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman nyata peserta pelatihan bedah dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur serta sebagai sarana pembelajaran
dengan mengembangkan pengetahuan dibidang kesehatan khususnya
didunia keperawatan.
2. Bagi pasien
Diharapkan pasien dan dapat memahami hal yang perlu dilakukan dan yang
tidak perlu dilakukan sebelum, selama, dan sesudah operasi, diharapkan
laporan kasus ini dapat menjadi bukti tambahan dokumentasi dari tindakan
yang sudah diberikan pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Sylvia A., Patofisiologi, 1995).
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang disebabkan oleh trauma,
tenaga fisik, kekuatan, sudut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar.
Tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau
tidak lengkap (Budhiarta, 2013).
Samsuhidayat (2014) menjelaskan bahwa fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tau tulang rawan yang umum
karena oleh rudapaksa.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2012).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang pengumpil atau radius adalah tulang lengan bawah yang
menyambungkan bagian siku dengan tangan di sisi ibu jari. Tulang pengumpil
terletak di sisi lateral tulang hasta (ulna). Bentuk badan tulang pengumpil
semakin ke bawah semakin membesar yang akan membentuk persendian
pergelangan tangan.
4
Pada ujung atas terdapat bagian yang sangat khas yaitu bonggol tulang
yang bundar, disebut caput radii (kepala radius). Permukaan caput akan
bersendi
5
6
dengan capitulum di tulang lengan atas. Keliling caput akan bersendi dengan
tulang hasta. Di dekat caput, terdapat struktur kasar yang disebut tuberositas
radii.
Badan tulang pengumpil memiliki pinggir interosseus (yang menghadap
ke tulang hasta) yang tajam.
Pada ujung bawah terdapat penonjolan processus styloideus ke arah
distal. Di permukaan posterior, terdapat struktur kasar yang kecil yang disebut
tuberculum dorsalis.
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson
dan Keogh, 2014)
D. ETIOLOGI
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan
tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila
seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi
kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan
bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita.
Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa.
Fraktur radius distalis yang paling sering ditemukan pada manula,
insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh
pada tangan yang terentang. (Apley & Solomon, 1995) Biasanya penderita jatuh
terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan
pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan
menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius
terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial
sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan
dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan
subluksasi sendi radioulnar distal (Reksoprodjo, 1995) Momok cedera tungkai
atas adalah kekakuan, terutama bahu tetapi kadang-kadang siku atau tangan.
8
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur radius adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
2. Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
3. Spasme otot.
4. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan
normal.
5. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
6. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh
fragmen tulang.
7. Krepitasi jika digerakkan.
8. Perdarahan.
9. Hematoma.
10. Syok
F. PATOFISIOLOGI
Fraktur yaitu gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka atau yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
9
G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang fraktur radius adalah :
1. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
10
I. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur radius adalah :
1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.
2. Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera.
3. Sindroma kompartemen
4. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
5. Tromboemboli
6. Infeksi.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani
fraktur :
1. Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan
yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang
dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya
pemasangan bidai.
2. Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara penanganan secara
reduksi : Pemasangan gips Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
yang fraktur. Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
11
Intra operasi
a. Resiko cidera kombustio
Post Operasi
a. Nyeri b.d luka operasi.
b. Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
c. Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan fiksasi.
d. Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identisas Pasien
Nama : Sdr. M
Tanggal Lahir : 10 Februari 1997
No RM : 6760XX
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Alamat : Semarang
Diagnosa medis : Fraktur Radius (sinestra)
Tanggal Masuk RS : 31 Januari 2020
Tanggal Operasi : 01 Februari 2020
Dokter operator : dr. Y, Sp. Ot
Dokter Anestesi : dr. A, Sp. An
Jenis Anestesi : General Anastesi
Jam mulai : 18.00 WIB
Jam selesai : 19.20 WIB
b. Identitas penanggung jawab pasien
Nama : Tn. P
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
15
Alamat : Semarang
No Pertanyaan 1 2 3 4 5
1 Saya takut dibius √
Saya terus menerus memikirkan
2 √
tentang pembiusan
Saya ingin tahu sebanyak
3 √
mungkin tentang pembiusan
4 Saya takut dioperasi √
Saya terus menerus memikirkan
5 √
tentang operasi
Saya ingin tahu sebanyak
6 √
mungkin tentang operasi
Total 15 (kecemasan sedang)
6) Aktivitas
Klien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan
aktivitas mandiri. Saat sakit pasien mengatakan tidak bisa
menggerakan tangan kirinya.
7) Tidur
Klien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan
istirahat tidur. klien tidur selama -/+ 8 jam sehari. Saat ini klien
mengatakan cemas dan susah tidur karena menahan sakit.
8) Sexualitas/Reproduksi
Klien mengatakan sebelum sakit dan saat sakit tidak mengalami
gangguan seksualitas.
9) Privasi dan Interaksi Sosial
Klien mengatakan sebelum sakit, berinteraksi dengan sesama
secara baik dan tidak memiliki masalah dalam kehidupan sosial.
Klien saat ini banyak orang yang datang menjenguknya.
10) Pencegahan masalah kesehatan
Klien mengatakan berobat hanya saat sakit saja.
11) Promosi Kesehatan.
klien mengatakan sebelum sakit belum pernah mendapat promosi
kesehatan terkait penyakitnya. Saat ini klien sudah mengerti terkait
penyakitnya.
B. ANALISA DATA
Pre operatif
19
P : Fraktur radius
sinestra
Q : berdenyut
R : ektermitas kiri atas
S:8
T : terus menerus
DO :
- Klien tampak
menahan nyeri
- Pemeriksaan fisik
Ektermitas atas
Inspeksi : mengalami
perubahan pada area
ektermitas kiri atas.
Palpasi : terdapat nyeri
tekan.
Auskultasi : terdapat
suara krepitasi
Intra operatif
No Tanggal/ Data Fokus Etiologi Masalah
Jam
1. 1 februari DS : - Efek agen Hipotermia
2020 DO : farmakologis (obat)
- S : 36,8 ͦC anaestesi)
- S ruangan OK :
18,9 ͦC
- Kelembapan
ruangan 56%
- Terpasang selimut
2. 1 Februari DS : - Efek sekunder Resiko Cidera
2020 DO : penggunaan ESU
- Pasien terpasang
21
netral couter
(ground plate) di
paha kanan
Post operatif
N Tanggal/Jam Data Fokus Etiologi Problem
o
1. 1 februari DS : - Kelemahan Hambatan
2020 DO : anggota mobilitas
- Keadaan umum : lemah gerak (efek fisik
- Post general anestesi anastesi)
- Bromage score 1
- Klien terpasang gelang
kuning
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi :
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
- Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
Intra operasi :
- Hipotermia berhubungan dengan efek agen farmakologis (obat anaestesi)
- Risiko cedera ditandai dengan adanya faktor risiko efek sekunder
penggunaan ESU
Post operasi :
- Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
(efek anastesi).
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
22
Pre operasi :
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Ttd
Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
berhubungan tindakan selama 1. Kaji skala nyeri
2. Observasi reaksi
dengan agen 1x30 menit,
non verbal dari
cidera fisik diharapkan : ketidaknyamanan
1. Nyeri berkurang 3. Manajemen
kenyamanan gading
2. Klien tampak
- Memposisikan
tenang anatomis
(supinasi)
- Mengajarkan
teknik relaksasi
nafas dalam
2. Ansietas Setelah dilakukan 1. Tenangkan klien
berhubungan tindakan selama 2. Anjurkan klien untuk
dengan 1x30 menit, berdoa
tindakan diharapkan : 3. Ajarkan klien teknik
operasi 3. Klien dapat distraksi nafas dalam
memahami proses 4. Dampingi pasien dan
tindakan operasi beri support gading
4. Klien menyadari
bahwa operasi
penting untuk
kesembuhannya
5. Klien tampak
tenang
Intra operatif :
23
Post operatif :
N Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o
1. Hambatan Setelah dilakukan 1. Kunci roda brankart
mobilitas fisik tindakan 1x1 jam 2. Pasang batas
berhubungan diharapkan : pengaman samping
dengan 1. Kejadian jatuh tidak kanan dan kiri
kelemahan ada 3. Pindahkan pasien
anggota gerak 2. Klien dalam posisi secara aman
(efek anastesi). aman dan nyaman 4. Posisikan klien
supinasi dengan
kepala lebih tinggi 300
dari kaki
5. Edukasi klien dan
keluarga tentang post
spinal anastesi.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pre operatif
No Diagnosa Tindakan Respon dan Hasil TTD
25
Keperawatan
1. Nyeri akut Manajemen nyeri : DS : Klien mengatakan
berhubungan 1. Melakukan sedikit tenang
dengan agen pengkajian nyeri DO :
cidera fisik 2. Mengobservasi klien tampak
reaksi non verbal mengikuti instruksi
dari dari kita
ketidaknyamanan
Lingkungan
1. Meposisikan semi gading
fowler untuk
memberikan
kenyamanan
pasien
2. Menginstruksikan
klien untuk
relaksasi nafas
dalam
2. Ansietas 1. Menenangkan klien - DS : Klien Gading
berhubungan 2. Menganjurkan klien mengatakan
dengan untuk berdoa sedikit tenang
tindakan 3. Mengajarkan klien DO :
operasi teknik distraksi - klien tampak
4. Mendampingi klien rileks
dan beri support - Klien tampak
(termasuk pada berdoa
saat pemberian - Klien tampak
26
Intra Operatif
Tanggal/ Tindakan Keperawatan Respon TTD
Jam
1 februari 1 Monitor suhu DS : - gading
2020 minimal tiap 30 DO :
menit - pasien terpasang
2 Monitor vital sign drap steril
3 Monitor warna dan - vital sign
suhu kulit TD : 138/80
4 Berikan selimut mmHg
N : 94x /menit
S : 36,8 0C
RR : 22x/menit
SPO2 : 99%
1 februari 1. Memasang ground DS : - gading
2020 plate DO :
2. Memfiksasi ground - ground plate
plate dengan terpasang di paha
adekuat kanan
3. Mengatur power - ground plate
output sesuai terfiksasi dengan
27
kebutuhan adekuat
4. Mengawasi selama - cutting 30 MHz
pemakaian ESU - coagulation 30 MHz
Post Operasi
N
Tanggal Diagnosis Implementasi Respon dan hasil
o
1. 1 februari Hambatan 1. Kunci roda 1. DS : -
2020 mobilitas brankart DO : Brankat
fisik 2. Pasang batas tidak bergerak
berhubungan pengaman 2. DS : -
dengan samping kanan DO : pasien
kelemahan dan kiri terpasang
anggota 3. Memindahkan pengaman di
gerak (efek klien secara samping kiri dan
anastesi). aman kanan
4. Memposisikan 3. DS : -
klien nyaman DO :Pasien
dengan dipindahkan
menaikkan secara aman.
tempat tidur 4. DS :
posisi semi pasien merasa
fowler nyaman
5. Melakukan DO : pasien
edukasi klien dan diposisikan
keluarga tentang semifowler.
melakukan 5. DS : klien dan
28
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Pre operatif
No Tanggal/jam Diagnosa Catatan Perkembangan TTD
Keperawatan
1. 1 februari Nyeri akut S : Pasien mengatakan gading
2020 berhubungan nyeri berkurang (Skala 7)
dengan agen O : PAsien tampak lebih
cidera fisik tenang
2. 1 februari Ansietas S : Klien mengatakan Gading
2020 berhubungan cemas nya sedikit
dengan bekurang dan siap untuk
tindakan dilakukan tindakan
operasi operasi
O:
- klien terlihat rileks
- Skala APAIS 15
29
- TTV : TD : 140/70
mmHg
- N : 88x /menit
- S : 37 0C
- RR : 22x/menit
- SPO2 : 99%
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Melakukan teknik
ditraksi
- Memberikan
dukungan/ support
kepada klien
- Menganjurkan untuk
berdoa
Intra Operatif
Tanggal/ Jam Diagnosis Catatan Keperawatan TTD
1 februari Hipotermia S :- gading
2020 berhubungan dengan O : S: 36,50C
efek agen Terpasang selimut
farmakologis (obat A : Masalah teratasi
anaestesi) P : Hentikan intervensi
Post operatif
N
Tanggal Diagnosis Catatan keperawatan TTD
o
1 1 februari Resiko jatuh S:- gading
2020 berhubungan O:
dengan - klien mampu
kelemahan berpindah dari meja
anggota gerak operasi ke tempat
(efek anastesi) tidur/brankat dengan
dengan bantuan
- klien terpasang gelang
kuning
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
31
Persiapan Anestesi :
1. Kidney Tray 1 1 - 1
2. Bowl 2 2 - 2
3. Sponge holding forceps 1 1 - 1
9. Anatomis pincet 1 1 - 1
10. Knable tang 1 1 - 1
15. Raspatorium 1 1 - 1
16. Reduction (kecil/sedang) 1/2 1/2 - 1/2
17. Scalpel no 3 1 1 - 1
18. Screw driver 1 1 - 1
33
19. Bor 2 2 - 2
20. Mata bor 1 1 - 1
21. Tapper 1 1 - 1
22. Tatah 2 2 - 2
2. Underpad 1 1 - 1
3. Apron 4 4 - 4
6. Bisturi no 10 1 1 - 1
7. Kassa sterile 20 30 10 30
8. Selang oksigen 1 1 - 1
9. Plester 20 cm 20cm - 0cm
10. Couter 1 1 - 1
11. Ground pad 1 1 - 1
12. T scrub 3 3 - 3
13. NaCl 100cc - - -
B. SIGN IN
Perawat sirkuler melakukan sign in diruang pra induksi sebelum induksi anestesi,
dan dihadiri minimal oleh dokter anestesi, perawat bedah dan perawat anestesi.
a. Apakah pasien telah memberikan konfirmasi kebenaran identifikasi,
lokasi operasi, prosedur dan telah memberikan persetujuan dalam
lembar inform concern ? (sudah)
b. Apakah lokasi operasi sudah diberi tanda/marking ? (sudah)
35
c. Apakah mesin dan obat anestesi telah dicek dan lengkap ? (sudah)
d. Apakah pulseoxymeter sudah terpasang dan berfungsi ? (sudah)
Apakah pasien memiliki
a. Riwayat alergi yang diketahui ? (tidak ada)
b. Risiko kesulitan pada jalan napas atau risiko aspirasi ? (tidak ada)
c. Risiko kehilangan darah > 500 cc (35ml/KgBB pada dewasa) ? (tidak ada)
C. SCRUBING
Dokter operator, asisten operator, perawat instrument melakukan cuci tangan
bedah menggunakan air mengalir, chlorehexidine 4%, pembersih kuku, sponge,
36
o. Angkat tangan diantara bahu dan pusar, tangan harus tetap menghadap
keatas, biarkan air mengalir sampai kesiku, jangan dikibaskan.
D. GOWNING GLOVING
1. Dokter operator, asisten operator, dan perawat instrument mengeringkan
tangan menggunakan towel kemudian memakai jas operasi dan glove steril
dengan bantuan perawat sirkuler.
2. Perawat instrument menyiapkan meja mayo meliputi memasang sarung
meja, perlak dan duk sedang dan menyiapkan instrument di meja mayo.
E. INSTRUMENTASI
1. Scrubing nurse/ perawat instrument menyiapkan instrument orthopedi set dan
bahan habis pakai meliputi glove steril/ handscoon Steril, kassa steril, water steril,
povidone iodine10%, plester, silk 3-0, PGA 2-0, bisturi no 10, spuit 10cc, kassa,
alkohol 70%.
F. ASEPSIS
Perawat instrument memberikan kassa steril yang telah dijepit menggukan
sponge holder forcep dan bowl yang berisi povidon iodine 10% dan dan alkohol
70% di bowl kepada operator untuk melakukan asepsis pada area operasi
memutar dari dalam ke luar berlawanan arah jarum jam.
G. DRAPPING
Perawat instrumen memberikan duk steril kepada asisten operator untuk
melakukan drapping.
1. Perawat instrument mengambil perlak steril di pasang di bawah area insisi ke
arah bawah, kemudian mengambil duk steril membantu asisten operator
38
untuk melakukan drapping. Duk besar pertama dan kedua diletakkan bagian
bawah area yang akan di operasi, duk kecil yang dibentuk segitiga untuk
bagian proksimal area insisi dan berikan towel clamp, kemudian berikan duk
lubang besar pada area yang akan di operasi dan towel clamp. Kemudian duk
besar lagi area caudal pasien.
2. Pasang dan fiksasi selang suction dan couter menggunakan kassa dan towel
clamp.
H. TIME OUT
Perawat sirkuler memimpin time out
Operator
a. Hal kritis atau langkah tak terduga apakah yang mungkin diambil ?
(tidak ada)
b. Berapa estimasi lama operasi ? (1 jam)
c. Antisipasi kehilangan darah yang di persiapkan ? (tidak ada)
Tim anastesi
a. Adakah masalah spesifik yang timbul ? (tidak ada)
b. Adakah terdapat hal penting mengenai pasien yang perlu di
perhatikan ? (airway dan hemodinamik)
Tim keperawatan
a. Apakah peralatan sudah steril ? ( sesuai indicator)
39
7. Perawat instrumen memberikan bor tulang dan mata 13. Bor tulang (1)
40
bor ukuran 2,7 kepada operator untuk mengebor 14. Mata bor (1)
tulang dan asisten memfiksasi radius menggunakan 15. cobra bone (2)
cobra bone untuk mempermudah proses 16. Spuit 10 cc (1)
pengeboran. Perawat instrumen melakukan irigasi
tulang dengan NaCl menggunakan spuit 10 cc
8. Perawat instrumen memberikan bor tulang dan 17. Bor tulang (1)
tapper kepada operator untuk mengebor tulang dan 18. Mata bor (1)
asisten memfiksasi radius menggunakan cobra bone 19. cobra bone (2)
untuk mempermudah proses pengeboran. Perawat 20. Spuit 10 cc (1)
instrumen melakukan irigasi tulang dengan NaCl 21. suction (1)
menggunakan spuit 10 cc dan melakukan suctioning..
9. Perawat instrumen memberikan screw driver kepada 22. Screw driver (1)
operator dan screw no 18/20 sesuai kebutuhan dan 23. Screw no 18 / 20
instruksi dokter operator. 24. Kassa (1)
25. suction (1)
Perawat instrument melakukan suctioning dan
merawat perdarahan.
10. Dokter operator melakukan kontrol perdarahan 26. Homeosrarik forcep
dengan hemostatic forcep dan couter untuk (1)
koagulasi, asisten operator membantu mengeksplor 27. Handpiece couter
dengan langenbeck dan membersihkan darah 28. Langenbeck (1)
dengan kassa 29. Kassa (1)
11. Perawat instrumen memberikan NaCl 0,9% dan 30. NaCl 0.9%
povidon iodine 10% kepada operator untuk 31. Povidone iodine 10%
membersihkan area operasi. Kemudian memberikan 32. Kassa (2)
kassa kepada asisten operator untuk mengeringkan 33. Suction (1)
area operasi. perawat instrument melakukan
suctioning.
Kasa 20 30 10 30
Jarum 2 2 - 2
13. Perawat instrumen memberikan benang PGA 2-0 34. Needle holder (1)
tapper yang terpasang di needle holder dan pinset 35. Benang PGA 2-0
cirurgis kepada dokter operator untuk heacting pada tapper (1)
fasia dan lemak, kemudian memberikan gunting 36. Pinset cirurgis (1)
benang kepada asisten operator untuk menggunting 37. Gunting benang (1)
benang yang sudah tersimpul
14. Perawat instrumen memberikan benang silk 3-0 38. Needle holder (1)
cutting kepada dokter operator untuk melakukan 39. Benang Silk 3-0 (1)
heacting kulit dengan teknik jelujur subcutikuler 40. Gunting benang (1)
dibantu asisten operator untuk menggunting benang 41. Kassa (1)
dan membersihkan darah selama proses heacting
15. Perawat instrumen membersihkan area insisi dari 42. Kassa (5)
sisa darah menggunakan kassa yang telah diberi NaCl 43. Providone iodine 10
0,9%, setelah bersih diberi providone iodine 10%. %
42
Kemudian diberi sufratule dan ditutup dengan kassa 44. NaCl 0,9%
lalu difiksasi dengan plester. 45. Sufratule (1)
16. Kemudian tangan di balut dengan elastis bandage 6 46. Elastis bandage 6
inci. inci.
11. 1. Perawat instrument meletakkan instrument
ke tempat box alat kotor setelah di hitung
kelengkapan.
2. Perawat instrument, sirkuler, operator
melepas jas steril, melepas sarung tangan,
apron, setelah itu cuci tangan procedural.
3. Perawat sirkuler memindahkan pasien ke
brankart dan di bawa ke recovery room
4. Sesampainya di RR, perawat RR melakukan
observasi hemodinamik, pemasangan BSM
(Bed Side Monitor).
5. Monitor kesadaran, TTV klien, dan atur posisi
6. Perawat RR memantau keadaan pasien dan
menghitung aldrette score ≥8, maka pasien
bisa dipindah ke ruangan rawat inap.
7. Timbang terima antara perawat RR dengan
perawat ruangan.
43
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Faktur radius terjadi karena tekanan berlebihan atau trauma langsung pada
tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot
dan jaringan. Pada Sdr. M fraktur terjadi karena agen cidera fisik yaitu benturan
yang menyebabkan tulang rusak patah menjadi 2 segmen.
Diagnosa yang diambil dalam asuhan keperawatan perioperatif ini, ada beberapa :
Pre operasi :
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
- Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
Intra operasi :
- Hipotermia berhubungan dengan efek agen farmakologis (obat anaestesi)
- Risiko cedera ditandai dengan adanya faktor risiko efek sekunder
penggunaan ESU
Post operasi :
- Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
(efek anastesi).
B. SARAN
Bagi peserta pelatihan HIPKABI angkatan 43
ada saat operasi berlangsung, baik dari peralatan yang digunakan, letak insisi, tipe
pengawasan serta observasi apa yang tepat untuk digunakan.