Anda di halaman 1dari 17

EMOSIONAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN ANAK MENGELOLA DAN


MENGEKSPRESIKAN EMOSI

Semester 5

Reguler D 2017
Oleh Kelompok 3:

Gustia Ningsih Hp 17022134


Siti Rohayah 17022169
Yohana Septiani 17022177
Yola Andika Putri 17022178
Wahyuni 17022174

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kami kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini tentang “Pengembangan Kemampuan Anak Mengelola dan Mengeskpresikan
Emosi”. Shalawat dan salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.,
yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Emosional Anak
Usia Dini. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Padang, 06 November 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Mengelola Emosi............................................................................................................2

B. Meminta Anak Memperagakan Emosi Tertentu..............................................................4

C. Latihan Menunda Keinginan...........................................................................................8

D. Latihan Berfikir Positif...................................................................................................9

E. Latihan Antri .................................................................................................................11

BAB III PENUTUP.............................................................................................................14

A. Kesimpulan ...................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Emosi di dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah tersebut.
Tindakan seseorang senantiasa dipengaruhi oleh keadaan emosinya.Dan dalam situasi
tertentu, kadang-kadang emosi jauh lebih berpengaruh dari fungsi jiwa yang lain.
Emosi ini berkembang sejak manusia dilahirkan.Sikap emosi seseorang biasanya
ditujukan pada sesuatu yang ada disekitarnya baik itu kehidupan di rumah, sekolah,
ataupun masyarakat.Apabila seseorang kurang dapat mengontrol emosinya, kadang –
kadang hal ini dapat menimbulkan tindakan – tindakan negatif.
Cara melampiaskan emosi masing-masing orang berbeda.Pada saat usia
kanak-kanak cara melampiaskan emosi biasanya berupa tangisan. Dengan menangis
anak menunjukkan adanya ketidakstabilan emosi, menangis dapat mengandung
banyak arti, bisa berarti takut, sedih,marah, gelisah, lapar, dan lain – lain. Anak usia
dini belum bisa mengontrol emosinya sendiri, hal ini dapat menimbulkan tindakan –
tindakan negatif dari si anak.
Sebagai calon pendidik, terutama pendidik Anak Usia Dini, dimana kita
dituntut untuk memahami perilaku dan perubahan-perubahan pada anak, kita juga
harus dapat memahami perkembangan – perkembangan yang terjadi pada anak didik.
Seperti perkembangan mental, emosi, tingkah laku anak, dan lain – lain. Anak yang
mengalami hambatan perkembangan emosi, dapat menimbulkan kesulitan dalam
belajar, terutama gangguan emosi yang tida menyenangkan yang bersifat negatif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengelola emosi?
2. Meminta anak memperagakan emosi tertentu?
3. Bagaimana melatih menunda keinginan?
4. Bagaimana melatih untuk berfikir positif?
5. Bagaimana melatih antri?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengelola Emosi.
Emosi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia.Menurut
Goleman (1995) emosi manusia dapat dikontrol secara efektif dan mereka yang dapat
mengontrol emosi merupakan orang yang cerdas. Emosi merupakan suatu kecerdasan,
dengan adanya emosi kita dapat berprilaku sesuai dengan apa yang kita rasakan
sehingga tujuan dan kebutuhan saling berhubungan.
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang
meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita
(Goleman, 2002 : 77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur
diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-
akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan
yang menekan.
Kemampuan dalam mengelola emosi sebagai landasan dalam mengenal diri
sendiri atas emosi. Emosi dikatakan berhasil jika dikelola. Adapaun langkah yang
hendak dilakukan hendaknya: mampu menhibur diuri ketika ditimpa kesedihan, dapat
melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan
cepat dari semua itu.
Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam menegelola emosi akan
terus menerus bertarung melawan perasaan, melarikan diri pada hal-hal negatif. Maka
pada dasarnya, semua tersebut membawa akibat dalam kemampuan mengatasi emosi
diri sendiri agar bisa mengungkapkan secara tepat dalam mengatasi emosi yang
dialaminya bergantung pada lingkungan. Kesuksesan seseorang ditentukan oleh
hubungan sosialnya dengan orang lain. Oleh karena itu, manusia hendaknya mampu
menyelaraskan dengan alam perasaannya sendiri melalui ,mengenali atas kelebihan
dan kekurangan pada dirinya.
Bagaimana emosi dapat mempengaruhi kehidupan tergantung pada individu-
individu yang mengontrolnya.Maksudnya emosi dapat menjadi baik jika
mengontrolnya dengan positif tapi dapat juga sebaliknya. Berikut kami tawarkan
saran untuk mengelola emosi yang terjadi pada bayi dan anak:
1. Membantu bayi yang menangis untuk membuatnya nyaman.

2
Pengasuh dapat melakukan beragam cara agar anak merasa nyaman
dan tidak menangis lagi, diantaranya membiarkan anak menangis sebentar
untuk melihat apa sebenarnya yang ia butuhkan dengan sambil melakukan
hal: mencarikan selimut favorit anak, membuatkan susu,
menggendongnya lalu menyanyikan lagu yang lembut dengan demikian
dapat mengajarkan bayi juga untuk memberikan respon pada hal yang kita
lakukan.
2. Menciptakan situasi yang hangat, dapat diterima, dan kepercayaan.
Ketiga hal itu jika diberikan kepada anak maka emosi yang ada pada
diri anak akan selalu positif. Dengann demikian anak akan merasa nyaman
dan merasa aman (Boekaert, 1993).
3. Mengajak anak untuk mengeluarkan semua yang dirasakannya.
Anak dapat mudah mengeluarkan perasaannya jika ia merasa nyaman
dengan kita, memberikan ia ruang dan situasi yang tenang dan
menyenangkan akan membantu pengelolaan emosi anak.
4. Mendiskusikan pengalaman emosi sesuai dengan apa yang pernah
dirasakan.
Sejarah atau pengalaman yang diperoleh anak memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengelola emosinya. Misalnya: jika anak pada awalnya
sering marah lalu ia mendapatkan feedback dari orang luar bahwa marah
tidak baik maka ia lalu refleksi berdasarkan pengalaman dan tidak
mengulanginya lagi.
5. Mengajak anak untuk menebak emosi orang lain sebagai suatu rangsangan
emosi pada diri anak.
Maksudnya adalah untuk mengelola emosi anak, mereka harus tahu
terlebih dahulu jenis emosi seperti apa saja, bagaimana ekskpresinya, apa
dampakanya, dan sebagainya. Hal yang mungkin menurut kita sederhana
ini penting bagi anak. Misalnya, anak melihat ayahnya cemas dan
berlebihan tidak tidur keyika menunggu kakaknya yang sedari tadi belum
pulang, ekspresi cemas dipelajari oleh anak dan apa dampaknya terhadap
ayah yang terlalu cemas dan orang lain yang merasakan kecemasan ayah.
6. Mempelajari perbedaan budaya yang membawa pada perbedaan dalam
mengelola emosi anak.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa anak dengan budaya yang
berbeda akan memiliki kadar emosi yang berbeda. Pada umumnya tiap
budaya mengajarkan untuk dapat terbuka terhadap emosi apa saja yang

3
dirasakan. Dengan demikian anak dapat dengan bebas mengekspresikan
emosinya namun tetap dengan cara yang tepat dan positif.
7. Membantu anak dalam menjagasifat cemasnya.
Cemas yang berlebihan akan mengakibatkan segala tujuan tidak
tercapai dan akan gagal. Anak dibantu dengan penerapan metode
penarikan nafas dan berpikir positif sehingga rasa cemas dapat di buang
jauh-jauh.
8. Memberikan perhatian pada emosi diri.
Dengan memberikan perhatian pada emosi membawa anak agar dapat
membedakan yang mana sifat yang jelek dan perlu dirubah dan mana sifat
yang baik yang perlu dijaga. Jika anak dapat membedakan dan sadar maka
secara tidak langsung anak sudah bersikap terbuka pada dirinya dan
masukkan orang lain. Hal ini penting guna hidup bersosialisas dalam
masyarakat.
9. Mengajak anak untuk menghindari model yang berhubungan dengan
emosi negatif.
Maksudnya adalah anak sering mencontoh perbuatan orang dewasa
yang dekat dengannya, jika hal tersebut membawa kepada emosi yang
negatif sebaiknya dijauhi atau ditinggalkan amak jika baik perlu di
contoh.Pengaruh orang tua dalam hal ini besar sekali agar terus
memperhatikan pergaulan anak sehingga emosi anak dapat terus
terkontrol.Namun orang tua pun harus memiliki emosi positif dan
menjauhi emosi negative, karena bisda saja anak mencontoh dari perilaku
orang tua.
B. Meminta Anak Memperagakan Emosi Tertentu.
1. Gunakan media (untuk anak yang suka gambar) berupa gambar wajah dengan
berbagai ekspresi emosi. beritahu bentuk emosi apa saja yang terdapat dalam
media. Latih lah setiap hari dengan menanyakan kepada anak "hari ini kakak
sedang bagaimana??" sehingga anak memilihnya.
2. Saat anak sedang marah,, sedih,, senang,, tanyakan "ada apa??" Coba pilih gambar
wajahmu.
3. Hingga akhirnya tidak diperlukan media lagi. Anda bisa tanyakan langsung pada
anak tentang emosinya. Bia tidak menjawab , anda bisa melakukan "tebakan" atas
emosinya (misalnya, "kakak sedang marah ya?? kenapa?? apa karna ibu melarang
kakak makan es krim??". Ini membuat anak akan lebih merasa dipahamidan
biasanya mereka akan merespon setelah beberapa kali kita tanya.

4
4. Berikan solusi sehatnya. Jangan lupa, anda harus memberikan konsekuensi dari
perilaku yang gtidak diharapkan (bukan hukuman fisik), tetapi dengan memberi
alternatif ("kalau kakak mau sesuatu tidak perlu teriak, bicaralah baik-baik dengan
ibu). Berikan apresiasi saat ia melakukan hal yang sesuai.
5. Lakukan hal secara konsisten.
6. Bantu anak mencari solusi
"Anak laki-laki cenderung fokus pada masalah yang dihadapi daripada emosi," kata
Dan Kindlon, PhD, dosen di Harvard School of Public Health yang juga penulis buku
Raising Cain: Protecting the Emotional Life of Boys.
Tugas orangtua adalah mengajarkan anak laki-laki bahwa perasaan kecewa,
sedih, marah, takut adalah wajar dan ajarkan anak laki-laki untuk mengenali dan
menerima perasaan tersebut.Anak laki-laki perlu menyadari perasaan tersebut adalah
bagian dalam dirinya, yang mungkin saja tak langsung bisa disingkirkannya. Dengan
memahami perasaan, anak laki-laki akan mulai menerima dirinya, dan mengenali
masalahnya. Dengan begitu ia akan terbantukan untuk mencari solusi dari
masalahnya, setelah ia bisa mengatasi emosinya.
Cara terbaik untuk memahami anak adalah, mengakui emosinya (kenali
emosinya) dan beri anak kekuatan untuk menemukan solusi atas masalah sendiri.
Caranya adalah:
1. Dengarkan anak 100%, tatap matanya dengan tatapan datar atau sayang.
(Berikan perhatian dan pengakuan).
Terkadang yang dibutuhkan anak hanya didengar saja, bukan
solusinya.Hanya memberikan perhatian 100% kita bisa terkejut, ternyata
anak mau terbuka dan mau berbagi pikiran dan perasaan. Hanya dengan
berkata “hmm..okay, begitu ya.. lalu..”Walau nampaknya sederhana, jujur
ini sulit bagi kita orangtua yang terbiasa mau ambil jalur cepat alias
memberikan solusi dan menyelesaikan masalah. Ketika hal itu kita
lakukan, anak akan menutup diri dan menghindar bicara kepada kita. Anak
hanya akan meyatakan pikiran dan perasaan yang sejujurnya tanpa takut
dihakimi.
Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan
bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), kita akan
melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan
mereka. Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan
mengembangkan rasa percaya diri untuk berpikir bagi dirinya sendiri dan
menghadapi tantangan – tantangan hidup.

5
Misal :“saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita “apa
yang terjadi? Lukamu pasti sakit sekali yah..oh, okay”
2. Mengenali dan mengambarkan emosi.
Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini
penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti
dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan
mereka, maka mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang
masalah mereka.Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh
manusia. Nama Emosi dan Makna-nya :
a. Marah – Merasakan adanya ketidak adilan.
b. Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain.
c. Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatum yang tak
diinginkan bisa saja terjadi
d. Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
e. Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
Contoh Kasus :
Jika anak datang kepada orangtua dan berkata “Aldi tidak mau bermain bola
dengan ku” apa jawab Anda? “Sini main sama papa/mama, maen sama yang lain saja
ya atau ya sudah..maen sendiri saja”.Ketiga jawaban ini sekilas adalah jawaban
klasik, dan memang dibenarkan karena sering dipakai. Pertanyaan saya ada Emosi apa
dibalik kata-kata anak tersebut? Betul!! Kecewa, Kesepian, nah kalau begitu
responnya bagaimana? “Hmm.. nak kamu pengen banget ya maen sama Joni?” atau
“Hmm.. kamu kesepian yah, pengen main ya?” lalu tunggu responnya, biasanya anak
akan bercerita panjang lebar, kemudian solusi sebaiknya diserahkan kepada anak,
caranya “lalu apa yang bisa Papa/Mama bantu buat kamu? Mau maen sama
Papa/Mama? Atau ada ide lain?”Biarkan anak memilih solusi terbaik bagi
dirinya.Hafalkan tabel diatas dan gunakan untuk berkomunikasi dengan anak, pahami
seiap kasus yang dialami anak.
Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan
solusi masalahnya sendiri maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan
tumbuh rasa percaya diri dilingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan
mudah bagi anak untuk terbuka terhadap orangtuanya, dan sikap saling percaya antara
orangtua dan anak akan terbentuk dengan baik.
Menurut Elisabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan Anak Jilid I”
(1997: 214) menjelaskan metode belajar yang menunjang perkembangan emosi
sebagai berikut :

6
a. Belajar secara coba-coba.
Anak belajar secara coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan pemuasan.
b. Belajar dengan cara meniru.
Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama
dengan orang-orang yang diamatinya.
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri.
Anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh
rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan
emosi orang yang ditiru.
d. Belajar melalui pengkondisian
Dalam metode ini obyek dan situasi yang pada mulanya gagal
memancing reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara
asosiasi.
e. Pelatihan
Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek
reaksi yaitu reaksi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peran
orang tua, guru dan lingkungan sekitar sangat menentukan dalam proses
belajar anak. Mereka harus sabar dan menjadi tauladan bagi anak-anak
mereka.Apabila anak melakukan hal-hal yang positif maka orang tua tidak
segan-segan memberikan pujian.

Prinsip-prinsip mengasuh anak dengan kecerdasan emosi


Ada lima prinsip mengasuh anak dengan yang menjadi tujuan bagi orang tua
dan anak. Berusaha mencapai tujuan tersebut akan menciptakan keluarga yang
harmonis dan membuat anak-anak tumbuh dewasa dengan disiplin diri dan tanggung
jawab (Maurice J. Elias, 2000: 39).
1. Sadari perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Perasaan adalah sesuatu yang
sulit disadari.
2. Tunjukkan empati dan pahami cara pandang orang lain.
Empati adalah kemampuan untuk menyelami perasaan orang lain. Untuk dapat
melakukan hal ini, seorang harus menyadari baik perasaan dirinya maupun
perasaan orang lain.
3. Atur dan atasi dengan positif gejolak emosional dan perilakunya.
4. Berorientasi pada tujuan dan rencana positif.

7
Salah satu hal terpenting tentang manusia adalah dapat menetapkan tujuan dan
membuat rencana untuk mencapai tujuan. Teori kecerdasan emosional
menyatakan bahwa hal ini memiliki implikasi penting yaitu Mengakui kekuatan
ampuh optimisme dan harapan, Dalam berusaha mencapai tujuan ada waktu-
waktu ketika lebih atau kurang efektif, Orang tua dapat memperbaiki cara dalam
penetapan dan perencanaan tujuan sebagaimana menghendaki anak-anak
melakukannya.
5. Gunakan kecakapan sosial positif dalam membina hubungan.
Contoh kecakapan sosial yaitu komunikasi dan pemecahan masalah.Sebagai
orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk bergerak.Namun orang
tua tetap mengontrol anak walaupun tidak terlalu ketat.Selain itu orang tua dapat
memahami perasaan anak, apakah anak sedang sedih atau senang.
C. Latihan Menunda Keinginan.
Dalam mengasuh anak, tidak semua keinginan anak haru dipenuhi.Sebagian
perlu ditunda dan sebagian ditolak. Anak saat kecil belum bisa memahami apa itu
keinginan dan kebutuhan. Pengaruh iklan dan teman, sering membuat anak meminta
barang atau makanan yang dia rasa enak.Disini orang tua perlu menjelaskan, agar
anak mengerti mana yang dia butuhkan, dan mana yang hanya dia ingin miliki.
1. Buat Daftar Prioritas. Orang tua dapat mengajak anak untuk membuat
skala prioritas belanaja, atau barang apa saja yang dapat dibeli bulan ini.
Sebaiknya hal tersebut dibuat bersama anak, agar anak lebih terlibat
sehingga memudahkan dalam prakteknya nanti.
2. Mulai Ajarkan Anak Untuk Menunda Keinginan. Ketika anak meminta
sesuatu, usahakan jangan langsung memenuhi -walau sebenarnya Anda
mampu- namun berikan temp. Misalnya, ketika anak baru duduk di kelas 2
SD minta dibelikan sepeda agar bisa berangkat sendiri ke sekolah,
sementara Anda sendiri tidak yakin dengan keamanannya, Anda bisa
mengatakan, “Kak, papa akan belikan sepeda kalau kakak sudah naik kelas
4, karena papa yakin pada saat itu kakak sudah mampu berangkat sendiri
ke sekolah, sabar ya”. Tapi di lain sisi, janji harus ditepati, karena jika
tidak, anak akan sulit percaya dengan orang tua.
3. Hadapi Dengan Tenang. Ketika anak meminta dengan cara yang ‘heboh’
biarka saja. Jika anak sudah cukup tenang, ajaklah bicara.Ingatlah bahwa
anakusia dini sangat cepat belajar dari lingkungannya. Jika cara menangis
ternyata cukup ampuh untuk mendapatkan apa yang dia mau, maka jangan
heran kalau besok cara ini akan ia gunakan lagi.

8
4. Tumbuhkan Empati. Ajaklah anak untuk melihat teman-temannya yang
kurang mampu sehingga mereka punya kepekaan sosial yang membuat
mereka bersyukur dengan apa yang mereka punyai.
5. Ajak Bicara. Anak-anak adalah individu yang unik.Terkadang orang tua
meremehkan kemampuan mereka.Sebagai orang tua menganggap mereka
adalah anak kecil yang belum mampu diajak layaknya orang dewasa.
Cobalah mengubah cara pandang tersebut dan mulailah untuk semakin
sering mengajak anak ngobrol dan berdiskusi. Dengan komunikasi anak
tahu apa yang diinginkan orang tua, demikian pula sebaliknya
6. Ajarkan Anak Untuk Menabung. Biasakan anak menabung sejak dini,
jelaskan juga manfaat menabung salah satunya adalah jika uang tabungan
sudah banyak bisa digunakan untuk membeli mainan atau barang baru
yang diinginkan.Menabung juga melatih anak untuk sabar dan
mengendalikan diri sejak awal.
D. Latihan Berfikir Positif.
Masa kecil adalah masa pembentukan konsep diri, citra diri, dan
kecenderungan pada diri manusia. Ajaibnya, semua itu terbentuk bukan hanya melalui
tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi yang timbul dalam benak sang
anak. Di masa kini, banyak anak yang pencemas dan mengkritik diri sendiri sejak usia
dini. Kabar baiknya, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan
pemikiran positif ,disiplin yang dapat dikembangkan lewat latihan.
1. Mulailah dengan membiasakan anak untuk menghormati dan menghargai
atas segala hal kecil yang terjadi dalam hidup mereka. Misalnya melalui
permainan bersama anak-anak dengan menyebutkan rasa syukur atas suatu
hal dalam hidup mereka.Lakukanlah hal seperti ini ketika anak merasa
menghadapi kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.Dengan demikian
orangtua bisa menyingkirkan pikiran negatif agar anak bisa fokus pada
pikiran positif yang membuatnya bahagia.
2. Cara berikutnya adalah dengan berdiskusi dan bertanya hal positif apa
yang bisa muncul dari situasi negatif yang mereka alami. Berdiskusilah
dengan jujur dan terbuka dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-
anak.Beritahukanlah kepada anak bahwa hidup bisa menghadirkan banyak
tantangan tapi tantangan tersebut bisa membuat diri mereka tumbuh lebih
baik secara fisik maupun mental.
3. Selanjutnya, orangtua bisa mengajarkan anak untuk mengganti kecemasan
yang sedang dihadapinya menjadi keinginan dan kepercayaan. Saat anak

9
Anda menyatakan kecemasannya dengan mengatakan apa yang tidak
diinginkannya, bantu anak untuk mengendali dan anak lalu mulai fokus
pada apa yang benar-benar ia inginkan. Sebagai contoh, jika anak anda
berkata,"Saya tak ingin pergi ke pesta karena tak seorang pun mau bermain
dengan saya," bantu anak Anda untuk mengenali apa yang diinginkannya
dengan pertanyaan ,"Kamu ingin ke pesta terjadi apa?," Dan lalu
katakan,"Bagaimana kalau kamu senang di pesta?".
4. Tantang anak mengucap semua pernyataan yang dimulai dengan 'Saya'
dalam tujuan dan pernyataan positif. Pernyataan yang negatif seperti 'saya
bodoh' atau 'saya selalu sakit',sangat berbahaya karena dapat masuk ke
alam bawah sadar anak. Jika anak menciptakan gambaran positif dan saran
untuk diri sendiri,ini akan mendatangkan khasiat pada kesehatan fisik dan
kesehatan emosional. Kedengarannya sederhana, tapi anak yang
membayangkan diri mereka bahagia dan sehat akan menjadi sehat dan
bahagia di sepanjang hidup mereka.
5. Dengan mengajari anak berpikir positif maka orangtua mengajarkan anak
untuk memiliki harapan akan masa depannya. Di sisi lain, berpikir positif
dapat menjadi alat bagi anak dalam menangani berbagai tantangan hidup
yang mereka hadapi. Secara tidak langsung orangtua membantu mereka
tumbuh menjadi pribadi kuat dan mandiri di kemudian hari.
6. Beritahu anak bahwa hidup bisa menyuguhkan banyak tantangan tetapi
tantangan tersebut bisa membuat diri kita tumbuh lebih baik secara fisik
maupun mental.Hidup adalah tentang belajar menjadi manusia yang lebih
baik dan mandiri serta menciptakan kehidupan yang menakjubkan untuk
dirinya sendiri. Hidup bukan hanya mengenai diri sendiri tetapi
menciptakan pribadi yang bisa berbagi dengan orang lain. Konsep ini bisa
dimulai dengan pemikiran positif.
7. Menjadi guru merupakan suatu hal berharga dalam mengajarkan anak
untuk berpikir positif. Dengan mengajari anak berpikir positif maka kita
mengajarkan anak untuk memiliki harapan akan masa depannya dan alat
untuk menangani tantangan hidup. Kita membantu mereka tumbuh
menjadi pribadi kuat dan mandiri di kemudian hari.
E. Latihan Antri.
1. Sejarah Teori Antrian.
Antrian yang sangat panjang dan terlalu lama untuk memperoleh giliran
pelayanan sangatlah menjengkelkan.Rata – rata lamanya waktu menunggu

10
(waiting time) sangat tergantung kepada rata – rata tingkat kecepatan pelayanan
(rate of services).Teori tentang antrian diketemukan dan dikembangkan oleh A.K.
Erlang, seorang insinyur dari Denmark yang bekerja pada perusahaan telepon di
Kopenhagen pada tahun 1910.Erlang melakukan eksperimen tentang fluktuasi
permintaan fasilitas telepon yang berhubungan dengan automaticdialing
equipment, yaitu peralatan penyambungan telepon secara otomatis.Dalam waktu –
waktu yang sibuk operator sangat kewalahan untuk melayani para penelepon
secepatnya, sehingga para penelepon harus antri menunggu giliran, mungkin
cukup lama.
Persoalan aslinya Erlang hanya memperlakukan perhitungan keterlambatan
(delay) dari seorang operator, kemudian pada tahun 1917 penelitian dilanjutkan
untuk menghitung kesibukan beberapa operator.Dalam periode ini Erlang
menerbitkan bukunya yang terkenal berjudul Solution of someproblems in the
theory of probabilities of significance in Automatic TelephoneExhange. Baru
setelah perang dunia kedua, hasil penelitian Erlang diperluas penggunaannya
antara lain dalam teori antrian (Supranto, 1987).
Antrian adalah media termudah untuk mempraktikkan pengendalian
diri.Ajaklah anak berada dalam antrian dan berikan contoh cara mengantri yang
benar.ketika anda berbelanja di supermarket dan hendak membayar dikasir
,ajaklah anak untuk turut mengantri .bekali pemahaman semenjak dari rumah
tentang pentingnya antrian.ini akan memudahkan anak memahami apa yang
sedang mereka lakukan dan apa yang sedang dikehendaki oleh orang tua.
Perlihatkan kepada anak bahwa semua orang rela untuk mengantri demi
kepentingan bersama.ketika kita lewat di dekat pom bensin dan disana terlihat
antrian yang cukup panjang ,ada baiknya kita berhenti sebentar untuk memberi
kesempatan kepada anak melakukan pengamatan.
2. Contoh Latihan Antri
1) Belajar Antri dan Berbagi Lewat Makan Bersama. Undang beberapa teman
balita ke rumah untuk makan bersama.Kegiatan ini dapat melatih balita
sabar menunggu giliran dan berbagi.
a. Cara Bermain :
1. Undang satu atau dua orang teman sebaya si kecil. Pilih salah satu
waktu makan, misalnya makan siang.
2. Dudukkan anak dan temannya berdampingan di meja makan.
3. Letakkan piring makan masing-masing di hadapan balita dan
temannya.

11
4. Isi setiap piring dengan nasi, lalu tawarkan lauk pada balita Anda dan
temannya. Layani mereka satu per satu. Sekali waktu Anda melayani
anak Anda duluan, berikutnya temannya yang Anda layani lebih
dahulu.
5. Minta pula anak menawarkan makanan atau minuman lain pada
temannya dan mengambilkannya.
6. Bila perlu, Anda makan bersama mereka
7. Anak dilatih untuk antrian dimulai sejak dini.Dengan membiasakan
mereka dan dengan menguatkan diri untuk konsisten melatih mereka.

2) Belajar antrian berbaris rapi.


Guru di TK biasanya akan mengatur anak-anak menjadi satu baris
panjang, jika ingin antri mencuci tangan. Jika ingin bergantian memakai
sepatu.Jika ingin keluar dari kelas dan pulang. Sesuai dengan sifatnya
anak-anak yang tak bisa diam. Maka mereka akan keluar dari antrian.
Menggerombol, merebut, hingga berlari-lari keluar dari barisan.
Nah disinilah diperlukan kekonsistensian guru. Guru harus sabar untuk
merapikan barisan, mengembalikan anak-anak yang keluar dari barisan,
menenangkan mereka yang tak sabar, tegas terhadap yang merebut giliran.
Sebagai gambaran, suasana ' semrawut' ini akan berlangsung selamat
bulan-bulan pertama. Pengalaman di kelas Playgroup dulu, anak-anak baru
bisa baris dengan rapi itu sekitar 3 bulanan.
Untuk anak-anak dilevel paling atas, biasanya masa transisinya lebih
cepat lagi.Namun tetap perlu pengawasan guru untuk memastikan antrian
berjalan dengan lancar dan tak ada yang dirugikan.
Jika masa pembiasaan sudah berlalu, maka tanpa diawasi lagi.Anak-
anak sudah memiliki kesadaran untuk antri dan mematuhi peraturan tak
tertulis tentang antri. Manfaatnya dari belajar berbaris rapi untuk antri :
a. Anak-anak memiliki kesabaran untuk menunggu gilirannya.
b. Sangat membantu guru dalam mengawasi manakala membawa
anak-anak keluar kelas/ keluar sekolah. Terutama jika membawa
banyak anak, sementara gurunya hanya sedikit.
c. Ketertiban terpelihara, karena mereka sudah mengerti konsep
bergiliran.
d. Dan ketika tiba saatnya penerapan di dunia nyata: seperti
mengantri di mall, di kolam renang, dan di tempat-tempat lain,
mereka sudah terlatih. Sehingga, manakala terjadi sesuatu yang

12
menyebabkan antrian berlangsung lama.Tanpa perlu campur tangan
guru dalam menenangkan, mereka biasanya dapat lebih bersabar
dan tak terlalu mengeluh.Mereka mampu mengendalikan dirinya
lebih baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Emosi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia.Menurut


Goleman (1995) emosi manusia dapat dikontrol secara efektif dan mereka yang dapat
mengontrol emosi merupakan orang yang cerdas. Emosi merupakan suatu kecerdasan,
dengan adanya emosi kita dapat berprilaku sesuai dengan apa yang kita rasakan
sehingga tujuan dan kebutuhan saling berhubungan.
Tugas orangtua adalah mengajarkan anak laki-laki bahwa perasaan kecewa,
sedih, marah, takut adalah wajar dan ajarkan anak laki-laki untuk mengenali dan
menerima perasaan tersebut.Anak laki-laki perlu menyadari perasaan tersebut adalah
bagian dalam dirinya, yang mungkin saja tak langsung bisa disingkirkannya. Dengan
memahami perasaan, anak laki-laki akan mulai menerima dirinya, dan mengenali
masalahnya. Dengan begitu ia akan terbantukan untuk mencari solusi dari
masalahnya, setelah ia bisa mengatasi emosinya.
Dalam mengasuh anak, tidak semua keinginan anak haru dipenuhi.Sebagian
perlu ditunda dan sebagian ditolak. Anak saat kecil belum bisa memahami apa itu
keinginan dan kebutuhan. Pengaruh iklan dan teman, sering membuat anak meminta
barang atau makanan yang dia rasa enak.Disini orang tua perlu menjelaskan, agar
anak mengerti mana yang dia butuhkan, dan mana yang hanya dia ingin miliki.
Masa kecil adalah masa pembentukan konsep diri, citra diri, dan
kecenderungan pada diri manusia. Ajaibnya, semua itu terbentuk bukan hanya melalui
tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi yang timbul dalam benak sang
anak. Di masa kini, banyak anak yang pencemas dan mengkritik diri sendiri sejak usia
dini. Kabar baiknya, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan
pemikiran positif ,disiplin yang dapat dikembangkan lewat latihan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Goleman D. 2006. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih


Penting Daripada IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Goleman, D. 2016. Kecerdasan Emosi. Jakarta: Gramedia
Nurihsan, Juntika. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana
UPI

Santrock, John W. 2007. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Segel, Jenanne. 2001. Meningkatkan Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT Citra Aksara

14

Anda mungkin juga menyukai