Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Gambar 4. RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Sejak bulan Oktober 2012 Rumah Sakit Umum Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara telah menempati lokasi baru di jalan P.

Tendean Kecamatan Baruga Kendari dengan luas lahan mencapai 170.000

m2 dan luas bangunan sekitar 22.577,38 m2. RSU Bahteramas merupakan

Rumah Sakit pusat rujukan daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain

itu, RSU Bahteramas adalah Rumah Sakit tipe B Pendidikan terakreditasi

paripurna tahun 2016. Semua bangunan di RSU Bahteramas yang telah

dioperasikan mempunyai tingkat aktivitas yang sangat tinggi. Selain

kegiatan pelayanan kesehatan kepada pasien, kegiatan yang tidak kalah

36
37

pentingnya adalah kegiatan administrasi, pengelolaan makanan,

pemeliharaan/perbaikan instalasi listrik dan air, kebersihan dan lain-lain.

RSU Bahteramas memiliki batas-batas wilayah :

a. Sebelah utara : BTN Beringin

b. Sebelah timur : Kantor Laboratorium Pertanian

c. Sebelah selatan : Jalan Pierre Tendean

d. Sebelah barat : Polsek Baruga

2. Sarana dan Prasarana

Sarana kesehatan di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara terdiri dari rawat jalan, rawat inap, instalasi gawat

darurat, farmasi, instalasi perawatan intensif, radiologi, instalasi

rehabilitasi medik, pemulasaran jenazah, instalasi gizi, instalasi bedah

sentral dan pelayanan penunjang medik lainnya. Penelitian ini dilakukan di

Poli Jantung Rumah sakit umum Bahteramas yang telah ada sejak

November 2005.

Poli Jantung RSU Bahteramas memiliki 3 orang dokter spesialis

jantung dan 4 orang staf perawat. Sejak pertama kali dibuka pada tahun

2005 sampai 2014, poli jantung hanya memiliki 1 orang dokter spesialis.

Pada tahun 2014, telah bertambah seorang dokter spesialis jantung.

Terakhir pada tahun 2016, bertambah lagi seorang dokter spesialis jantung

yang bertugas aktif di poli jantung RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara.
38

Poli jantung sendiri memiliki fasilitas 2 alat EKG, 1 alat Echo, 1 alat

Treadmill dan beberapa alat penunjang pemeriksaan lainnya. Pelayanan

yang dilakukan di poli jantung pada umumnya adalah kunjungan check up,

rehabilitasi medik dan beberapa pelayanan kesehatan lainnya. Sedangkan

pelayanan operasi yang pernah dilakukan oleh dokter poli jantung adalah

kateterisasi atau pemasangan cincin yang dilakukan di ruang ICCU.

Pelayanan penunjang antara lain terdiri dari: patologi klinik, patologi

anatomi, radiologi, farmasi, dan pelayanan lain seperti binatu, ambulans,

serta pengaturan jenazah.

B. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tanggal 13 April 2018 hingga 24 April 2018. Jenis

penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan metode

consecutive sampling dan desain cross sectional.

Sampel yang diperoleh pada penelitian ini berjumlah 77 responden.

Analisis dari hasil penelitian ini terdiri atas analisis univariat dan analisis

bivariat. Analisis yang dilakukan menggunakan uji statistik Chi-square

dengan nilai p-value < 0,05.


39

1. Karakteristik Responden

Tabel 3. Karakteristik responden di Poli Jantung RSU Bahteramas Provinsi


Sulawesi Tenggara

Karakteristik N = 77 %
Usia
45-55 tahun 33 42,9
56-65 tahun 27 35,1
> 65 tahun 17 22,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 34 44,2
Perempuan 43 55,8
Obesitas
Ya 45 58,4
Tidak 32 41,6
Merokok
Ya 16 20,8
Tidak 61 79,2
Diabetes Melitus
Ya 22 28,6
Tidak 55 71,4
Hipertensi
Ya 26 33,8
Tidak 51 66,2
LDL
≥ 130 mg/dL 34 44,2
< 130 mg/dL 43 55,8
HDL
< 40 mg/dL 19 24,7
≥ 40 mg/dL 58 75,3
Kolestrol Total
≥ 200 mg/dL 42 54,5
< 200 mg/dL 35 45,5
(Sumber: Data Primer, 2018)

Berdasarkan tabel 3 dapat dikemukakan bahwa dari total 77

responden di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara, sebanyak 33 responden (42,9%) berada diusia antara 45 tahun

sampai 55 tahun, 27 responden (35,1%) berada di usia antara 56 sampai

65 tahun, serta sisanya sebanyak 17 responden (22,1%) berusia diatas 65

tahun. Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 responden


40

(44,2%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 43

responden (55,8%). Responden obesitas sebanyak 45 (58,4%) responden

dan yang tidak obesitas sebanyak 32 (41,6%) responden. Responden

yang menderita diabetes melitus sebanyak 22 (28,6%) responden dan

yang tidak menderita diabetes melitus sebanyak 55 (71,4%) responden.

Responden yang hipertensi sebanyak 26 (33,8%) responden dan yang

tidak hipertensi sebanyak 51 (66,2%) responden. Responden yang

merokok sebanyak 16 (20,8%) responden dan yang tidak merokok

sebanyak 61 (79,2%) responden. LDL tinggi sebanyak 34 (44,2%)

responden dan LDL normal sebanyak 43 (55,8%) responden. HDL rendah

sebanyak 19 (24,7%) responden dan HDL normal sebanyak 58 (75,3%)

responden. Kolesterol total normal sebanyak 35 (45,5%) responden dan

kolesterol total meningkat sebanyak 42 (54,5%) responden.

2. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik Rumah

Sakit Umum Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara, Kadar Trigliserdia

dari total 77 responden, diperoleh gambaran data responden yang

memiliki kadar trigliserida ≥ 150 mg/dL dan < 150 mg/dL seperti pada

tabel 4.

Tabel 4.Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Trigliserida


Kadar Jumla Persentase
Trigliserida hN= (%)
77
≥ 150 mg/dL 48 62,3
< 150 mg/dL 29 37,7
Um(sumber : Data Primer, April 2018)
41

Pada tabel 4 dikemukakan bahwa dari 77 responden di poli jantung

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, responden

yang memilki kadar trigliserida < 150 mg/dL sebanyak 29 responden

(37,7%) dan responden yang memiliki kadar trigliserida ≥ 150 mg/dL

sebanyak 48 responden (62,3%).

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menguraikan tentang hubungan antara variabel

independen dengan dependen yaitu Kadar Trigliserida dengan kejadian

penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Tabel 5. Hubungan Trigliserida dengan kejadian PJK


Kelompok
Variabel Total p value
PJK Non PJK
Trigliserida N % N % N %
≥ 150 mg/dL 32 41,6 16 20,8 48 62,3
.001
< 150 mg/dL 7 9,1 22 28,6 29 37,7
Sumber: Data Primer, nilai p menggunakan uji Chi Square

Pada tabel 5 dapat dikemukakan dari 77 responden, responden

yang memiliki kadar trigliserida ≥ 150 mg/dL dengan diagnosis PJK

sebanyak 32 responden (41,6 %), responden yang memiliki kadar

trigliserida < 150 mg/dL dengan diagnosis PJK sebanyak 7 responden

(9,1%), responden non PJK yang memiliki kadar trigliserida ≥ 150

mg/dL sebanyak 16 responden (20,8%), sedangkan responden non PJK

yang memiliki kadar trigliserida < 150 mg/dL sebanyak 22 responden


42

(28,6%). Nilai p value yang didapatkan dengan menggunakan uji chi-

square adalah .001.

C. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 April 2018

hingga 24 April 2018, ditemukan sebanyak 77 responden di poli jantung

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Responden

yang mengalami peningkatan trigliserida dengan diagnosis PJK sebanyak 32

responden, yang memiliki kadar trigliserida normal dengan diagnosis PJK

sebanyak 7 responden, kelompok non PJK yang memiliki kadar trigliserida

yang meningkat sebanyak 16 responden, sedangkan kelompok non PJK yang

memiliki kadar trigliserida normal sebanyak 22 responden. Responden pada

penelitian ini berusia diatas ≥ 45 tahun.

Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara

Trigliserida dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner (p=0,001).

Berdasarkan hasil uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,001. Hal ini

menunjukkan nilai p < 0,05 artinya Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan Kadar Trigliserida dengan kejadian Penyakit

Jantung Koroner di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahrawardani

dkk (2013) yang menguraikan bahwa Berdasarkan hasil analisis dari 128

sampel penelitiannya, ada 37 pasien memiliki kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl


43

(28,90%) dan 91 pasien memiliki kadar trigliserida < 150 mg/dl (71,10%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,019 (p < 0,05) artinya ada hubungan

yang bermakna antara kadar trigliserida dengan kejadian Penyakit Jantung

Koroner. Menurut Penelitian Supriyono (2008), pada analisis bivariat

menunjukkan adanya hubungan antara Trigliserida dengan kejadian PJK,

nilai p = 0,003 dan OR = 2,8 (95%CI=1,5-5,4). Peneliti Yanti (2008) juga

sesuai dengan penelitian ini, bahwa uji statistiknya menunjukkan ada

hubungan bermakna dengan nilai p = 0,001.

Lebih lanjut dikatakan bahwa Trigliserida dapat mempengaruhi

kadar kolesterol dalam darah. Jika kolesterol dalam darah tinggi dapat

menyebabkan terjadinya atherosklerosis. Penelitian para ahli menegaskan

bahwa peningkatan kadar trigliserida dalam darah merupakan salah satu

faktor risiko dari PJK (Zahrawardani, 2013).

Trigliserida telah terbukti dapat meningkatkan kejadian penyakit

jantung koroner. Seseorang yang memiliki kadar trigliserida disertai

peningkatan kolestrol yang tinggi dalam darah akan meningkatkan risiko PJK

terlebih lagi jika pasien tersebut memiliki faktor risiko lain yang dapat

memperberat dan lebih meningkatkan risiko PJK seperti obesitas, diabetes

mellitus, merokok, hipertensi, hiperurisemia, dan dislipidemia (LDL

meningkat, HDL menurun dan trigliserida meningkat). Faktor utama

hubungan antara kolesterol dan trigliserida adalah salah satu penyebab

aterosklerosis. Kedua lemak inilah yang ikut bertanggung jawab atas

terjadinya aterosklerosis, yaitu penyempitan pembuluh darah sebagai akibat


44

dari tertimbunnya lemak pada dinding pembuluh darah tersebut. Apabila

aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah otak, dapat menyebabkan daya

ingat orang tersebut menurun, bahkan dapat timbul hemiplegia (stroke)

ataupun gangguan bicara terutama bila kelumpuhan anggota badan bagian

kanan. Penyempitan pada pembuluh darah yang memberi makanan otot

jantung (pembuluh darah koroner) dapat menyebabkan penyakit jantung

koroner, bahkan dapat timbul myocardial infarction (infark jantung)

(Zulaikah, 2012).

Adanya peningkatan kadar trigliserida sebagai salah satu faktor risiko

pemicu PJK juga sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Ghani dkk (2016)

yang menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan kadar trigliserida, hal ini

akan memicu munculnya thrombosis plak pada pembuluh darah. Hal ini juga

yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner. Trigliserida tinggi yang

dikombinasikan dengan kadar kolesterol HDL yang rendah atau dengan kadar

kolesterol LDL yang tinggi sering dihubungkan dengan kejadian

aterosklerosis yaitu penimbunan deposit lemak dalam dinding arteri yang juga

meningkatkan resiko terjadinya serangan jantung dan stroke (Sutrisno dkk,

2015).

Kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan serangan jantung.

Naiknya kadar trigliserida akan mendorong timbulnya serangan jantung

dengan mempercepat pembentukan ateroma dan membuat darah menjadi

lebih mudah menggumpal. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan gejala


45

sekunder suatu faktor penyakit lain seperti : diet, kegemukan, diabetes

mellitus dan gout (Soeharto, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Bahri (2004) juga menjelaskan bahwa

Kadar trigliserida yang tinggi bersama hiperkolestrolemia dan hipertensi

masuk dalam faktor resiko utama dalam kejadian penyakit jantung koroner.

Dijelaskan pula bahwa kadar kolestrol > 200 mg/dL, riwayat keluarga dengan

PJK, riwayat keluarga dengan kadar trigliserida yang tinggi, serta ada riwayat

penyakit DM dan pancreas menjadi pemicu faktor risiko kejadian PJK.

Pada penelitian lain juga yang dilakukan oleh Bagas tahun 2017

menyatakan bahwa kadar trigliserida yang meningkat merupakan salah satu

faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kejadian Penyakit Jantung

Koroner yaitu diperoleh nilai p=0.030 dan OR=4,94. Hal ini menunjukkan

bahwa orang dengan Trigliserida tinggi berisiko terkena Penyakit Jantung

Koroner sekitar 4,94 kali lebih besar dibanding dengan orang trigliserida

normal. Dimana hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Diana

(2013) yang membuktikan bahwa ada Hubungan yang bermakna antara kadar

Trigliserida dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Teori lain menyatakan bahwa trigliserida merupakan prediktor yang

kuat terhadap Penyakit Jantung Koroner. Trigliserida terbukti berpean dalam

pathogenesis aterosklerosis, berbagai penelitian epidemiologi menunjukan

bahwa trigliserida yang tinggi cukup erat hubungannya dengan penyakit

jantung koroner, juga erat pula hubungannya dengan kadar kolestrol LDL dan

HDL. Tingginya kadar trigliserida sering disertai dengan rendahnya kadar


46

kolestrol HDL, sementara kolestrol LDL dan Kolestrol total tinggi.

Kelompok pasien yang mempunyai kadar trigliserida yang tinggi, umumnya

lebih inaktif, mempunyai tekanan darah yang tinggi dan mengidap diabetes

mellitus. Kecenderungan yang sama tampak pula pada kolestrol HDL. Risiko

kejadian kardiovaskuler tampak dua kali lebih besar pada kelompok kolestrol

HDL tertinggi dibandingkan dengan kelompok kolestrol HDL yang rendah

(Baraas, 2006).

Kadar Trigliserida juga dapat mempengaruhi Kadar kolesterol dalam

darah. Jika kadar Kolesterol tinggi dapat mengendap di dalam pembuluh

arteri yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal sebagai

atherosklerosis atau plak. Akibat meningginya beban kerja jantung, maka

kebutuhan jantung akan darah meningkat dan menyebabkan terjadinya

Penyakit Jantung Koroner (Soeharto,2004).

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya

endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang disebut plaque

cholesterol. Pengendapan ion kalsium pada plaque cholesterol menyebabkan

plaque yang tadinya lunak menjadi keras dan kaku. Hal ini menyebabkan

dinding pembuluh darah menjadi kaku dan tidak elastis. Jika pengerasan itu

terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke jantung (arteri koronaria) maka

terjadilah penyakit jantung koroner (Supriyono, 2008).

Sebuah studi yang dilakukan oleh Wongkar dkk (2015) menyatakan

bahwa hipertrigliseridemia tampaknya lebih penting dibandingkan dengan

hiperkolesterolemia dalam kaitannya dengan PJK pada laki-laki. Data lain,


47

seperti pada penelitian Framingham dalam Wongkar dkk (2015),

menunjukkan kadar trigliserida plasma yang tinggi merupakan faktor risiko

PJK yang jauh lebih besar bagi perempuan. Hasil Observasi yang serupa

juga ditemukan pada beberapa penelitian lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa

temuan terbaru menunjukkan trigliserida non-puasa dapat memprediksi risiko

PJK sebaik hipertrigliseridemia puasa. Selain itu juga, trigliserida non puasa

diketahui berkaitan dengan risiko kejadian stroke.

Penelitian ini tidak sejalan dengan peneltian yang dilakukan oleh Lee

dkk (2015) yang menyatakan bahwa melalui analisis univariat, trigliserida

bukanlah faktor yang signifikan terhadap kejadian PJK. Penderita Penyakit

jantung koroner adalah sebanyak 81% (26 orang) dengan kolestrol total yang

normal sebesar 91% (29 orang), 69%(22 orang) dengan trigliserida normal,

dan 47% (16 orang) dengan LDL batas normal tertinggi, jadi yang sangat

berpengaruh dalam kejadian PJK adalah peningkatan LDL dan penurunan

HDL yang signifikan.

Trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam lemak

jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang

mengandung karbohidrat (sederhana dan kompleks). Faktor penyebab

meningkatnya kadar trigliserida dalam darah yaitu konsumsi lemak yang

tinggi (diet tinggi lemak) yang dapat menyebabkan peningkatan kadar

trigliserida (Guyton & Hall, 2014), selain itu juga konsumsi karbohidrat yang

cukup banyak dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam tubuh.


48

Pada penelitian ini diperoleh responden yang mengalami peningkatan

trigliserida ≥ 150 mg/dL namun tidak didiagnosis sebagai PJK sebanyak 7

responden, juga ditemukan pula pasien yang memiliki kadar trigliserida <

150 mg/dL tetapi didiagnosis sebagai PJK sebanyak 16 responden. Hal ini

kemungkinan dikarenakan beberapa responden tersebut telah mengonsumsi

obat serta menjalani terapi dan dinyatakan tidak terdiagnosis lagi sebagai

pasien PJK. Selain itu juga, hal yang bisa menyebabkan kondisi tersebut

disinyalir karena responden terdiagnosis mengalami penyakit kardiovaskuler

lainnya yang non-PJK, dimana salah satu faktor risikonya kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan trigliserida. Faktor lain juga yang dapat

berpengaruh adalah pemeriksaan kadar trigliserida puasa. Sebuah artikel

ilimiah Summit (2012) menyatakan bahwasanya pemeriksaan kadar

trigliserida yang baik biasanya distandarkan pada keadaan setelah 12 jam

puasa. Hal ini disebabkan karena pemeriksa ingin menghindari pengukuran

kadar trigliserida yang berasal dari kilomikron (eksogen). Diketahui bahwa

pada keadaan normal, maka kilomikron akan dibersihkan dari sirkulasi dalam

jangka waktu 6-9 jam setelah makan. Maka dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan trigliserida setelah 12 jam puasa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap

beberapa responden, kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji, seperti

gorengan, makanan tinggi lemak, serta makanan-makanan khas daerah

Sulawesi Tenggara seperti sinonggi, kapurung. Maknan diketahui merupakan

faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya kadar trigliserida dalam


49

tubuh. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat

Sulawesi Tenggara yang gemar mengkonsumsi makanan-makanan khas

daerah yang dapat memicu peningkatan trigliserida, seperti kasoami pada

masyarakat Wakatobi, lapa-lapa pada suku Buton, sinonggi pada suku Tolaki,

coto pada suku Bugis dan makanan-makanan khas daerah lainnya. Selain itu

juga, kebiasaan dan pola perilaku masyarakat yang tergolong konsumtif dan

ingin mendapatkan sesuatu dengan instan, diluar faktor pekerjaan dan

aktifitas fisik lainnya, diketahui menjadi penyebab tingginya kadar

trigliserida seseorang.

Hasil wawancara bersama responden tersebut, ditemukan pula bahwa

dari beberapa responden yang mengalami peningkatan trigliserida di atas 300

mg/dL adalah mereka yang tidak dapat mengatur pola makan dengan baik,

kelebihan makan, kurang melakukan aktivitas fisik serta beberapa

diantaranya ada yang memiliki riwayat DM dan obesitas. Tentunya hal ini

penting untuk dilakukan langkah pencegahan berikutnya agar melakukan diet

trigliserida dengan baik guna menurunkan angka trigliserida yang tinggi

dalam tubuh seperti mengurangi memakan makanan cepat saji, mengatur pola

makan dan melakukan aktifitas fisik secara teratur.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna pada penelitian ini yaitu terdapatnya hubungan antara kadar

trigliserida dengan kejadian penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Umum

Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018.


50

D. Keterbatasan Penelitian

Adapun kelemahan dan kekurangan yang diperoleh selama

pelaksanaan penelitian:

1. Tidak adanya responden murni PJK dengan peningkatan Trigliserida

2. Adanya faktor risiko lain (faktor pengganggu) yang menyertai pada

sampel

3. Penelitian ini hanya menilai suatu keadaan dalam suatu saat tertentu saja.

Ada kemungkinan terjadinya bias disebabkan faktor penyerta lainnya.

Anda mungkin juga menyukai