Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH FILSAFAT ILMU

TINJAUAN ONTOLOGI DALAM PENINGKATAN


PROFESIONALISME GURU

OL E H :
KELOMPOK 1

DESRY MARPAN G2J1 19 005


DIAN ANGGRENI G2J1 19 002
HASNELY G2J1 19 006

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI IPA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sebagai salah satu tugas Filsafat Ilmu. Makalah ini membahas tentang
“Tinjauan Ontologi dalam Peningkatan Profesionalisme Guru”. Dengan adanya
makalah ini, penulis berharap sebagai mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
konsep tentang ontologi dalam kajian bidang filsafat dan peningkatan profesionalisme
guru ditinjau dari aspek ontologi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Jamili, M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, penulis juga menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi isi makalah maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran
untuk perbaikan makalah ini dan untuk penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Kendari, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.................................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2

BAB III PEMBAHASAN................................................................................................3


BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................9
A. Simpulan.................................................................................................................9
B. Saran.......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak dari rendahnya pendidikan di Indonesia dan masih adanya penduduk


Indonesia yang buta aksara maka sulit untuk memajukan pembangunan bangsa yang
akan berimbas pada berbagai sektor ekonomi, pemerintahan dan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Rendahnya pendidikan Indonesia tidak lepas dari peningkatan kompetensi
dan profesionalisme guru. Guru merupakan unsur yang paling penting dalam proses
pendidikan. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan.
Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru
melakukan interaksi belajar dan mengajar dalam pembelajaran di dalam kelas. Secara
kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun, secara distribusi dan mutu
pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru
yang belum sarjana dan guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang
mereka miliki (Mursita, 2019).
Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat
menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif
dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana dan
kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu
tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru dan tidak semua mampu
melakukannya. Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan
yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati
diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada
pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk
yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Huda, 2017).
Proses pendidikan tidak terlepas dari konsep ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi dari sebuah pendidikan adalah mengubah baik perilaku, kognitif,
dan psikomotor sebagai sebuah perubahan dimana penerapannya kepada peserta didik
harus dilandasi dengan humanisme yang akan mengubah ketiga aspek tersebut.
Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), berupa pengetahuan tentang hakikat
segala sesuatu. Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat mengenai sifat (wujud) atau
fenomena yang ingin diketahui manusia (Mulyono, 2019).

iv
Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologi) pengetahuan itu sendiri,
tetapi juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologi) pengetahuan tersebut
dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar memiliki nilai guna
(aksiologi) untuk kehidupan manusia (Suaedi, 2016). Profesionalisme merupakan hal
penting bagi guru untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Sehingga pemahaman
tentang profesionalisme guru penting diketahui jika ditinjau dari aspek ontologi yaitu
mengkaji hakikat ada dalam peningkatan profesionalisme guru. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka makalah ini disusun untuk mengetahui konsep peningkatan
profesionalisme guru ditinjau dari aspek ontologi.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :


1. Bagaimana tinjauan ontologi dalam kajian bidang filsafat ?
2. Bagaimana peningkatan profesionalisme guru ditinjau dari aspek ontologi ?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui tinjauan ontologi dalam kajian bidang filsafat.
2. Untuk mengetahui peningkatan profesionalisme guru ditinjau dari aspek
ontologi.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ontologi dalam Kajian Bidang Filsafat

Definisi ontologi berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On


(Ontos) merupakan ada dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi merupakan ilmu
yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak (Bakhtiar, 2004 dalam Suaedi, 2016).
Ontologi menurut Suriasumantri (1990) dalam Suaedi (2016) membahas
mengenai apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata
lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :

1. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah ?


2. Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ?
3. Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan pengetahuan ?

Objek telaah ontologi adalah ada. Ontologi membahas tentang yang ada dan
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti
yang termuat dalam setiap kenyataan atau dalam rumusan Lorens Bagus, menjelaskan
yang ada, meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Objek formal ontologi
adalah hakikat seluruh realitas. Ontologi menjadi penting karena pertama, kesalahan
suatu asumsi akan melahirkan teori, metodologi keilmuan yang salah pula. Ontologi
membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif,
dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji
secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
objek (Suaedi, 2016).

B. Peningkatan Profesionalisme Guru Ditinjau dari Aspek Ontologi

Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu. Jadi, ontologi mengkaji apa yang ada.

vi
Peningkatan profesionalisme guru ditinjau dari aspek ontologi yaitu pengetahuan
(hakikat) tentang peningkatan profesionalisme guru.
Secara harfiah kata profesi berasal dari kata profession (Inggris) yang berasal
dari bahasa Latin profesus yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan.
(Echols dan Shadili, 1996 dalam Siahaan dan Hidayat, 2017). Arifin (2000)
mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus (Siahaan dan Hidayat, 2017).
Istilah profesionalisme berasal dari kata profession. Kunandar (2007)
menyatakan bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang
pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai
suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi adalah suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu (Siahaan dan Hidayat, 2017).
Dedi Supriadi (1999) dalam Leutuan (2010) mengatakan bahwa profesionalisme
menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan
suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan
rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi
untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesi. Dengan demikian,
profesionalisme merupakan performance quality dan sekaligus sebagai tuntutan
perilaku profesional dalam melaksanakan tugasnya.
Guru merupakan pekerjaan profesional yang tugas utamanya adalah
melaksanakan pembelajaran. Guru yang baik adalah guru yang profesional, yaitu guru
yang memiliki 4 kompetensi dasar, diantaranya, pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional. Secara sederhana, peningkatan profesional guru dapat diartikan sebagai
upaya untuk membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu
mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memiliki kualifikasi
menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Dengan
kata lain, peningkatan kompetensi profesional guru juga dapat diartikan sebagai upaya
membantu yang belum profesional menjadi profesional (Bafadal, 2000).
Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting,
yaitu kompetensi, sertifikasi, dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi
mempengaruhi kualitas pendidikan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang
sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalismenya

vii
sebagai guru. Program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan
kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Guru yang memperoleh
tunjangan profesi dikategorikan sebagai guru profesional (Slameto, 2014).
Guru yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah
kualitas calon guru yang masuk di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
proses pendidikan di LPTK, dan manajemen guru yang diterapkan. Serta masalah
kesejahteraan peunjang profesionalisme guru. Menurut Alimuddin dalam Saleh (2016),
ada beberapa faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dalam mengajar yaitu :
a. Status akademik
Pekerjaan guru adalah bersifat profesi, secara sederhana pekerjaan yang bersifat
profesi adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh mereka yang secara khusus
disiapkan untuk itu dan bukan untuk pekerjaan lainnya.

b. Pengalaman Belajar
Dalam menghadapi peserta didik, tidak mudah untuk mengorganisir mereka, hal
tersebut banyak menjadi keluhan, serta banyak pula dijumpai guru yang mengeluh
karena sulit untuk menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan. Ini karena guru kurang mampu untuk menguasai dan menyesuaikan
diri terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung.

c. Mencintai profesi sebagai guru


Rasa cinta akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dan
pengorbanan. Seseorang yang melakukan sesuatu dengan tanpa adanya rasa cinta,
biasanya orang tersebut akan melakukannnya dalam keadaan terpaksa. Dalam
melakukan sesuatu akan lebih berhasil apabila disertai dengan adanya rasa mencintai
terhadap apa yang dilakukannya itu.

d. Berkepribadian
Secara bahasa, berkepribadian adalah keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak
seseorang. Dalam proses belajar mengajar, kepribadian seorang guru ikut serta
menentukan watak siswanya (Saleh, 2016).

Guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus
memiliki rasa keterpanggilan untuk menjalankan tugasnya dengan melakukan perbaikan
kualitas pelayanan terhadap peserta didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi
lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

viii
Dalam Kurikulum 2013 terdapat standar proses yang merupakan pengembangan dari
standar proses kurikulum sebelumnya. Standar tersebut merupakan acuan bagi guru
dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru yang profesional harus memiliki kriteria-
kriteria tertentu yang positif. Hamalik (2006) dalam Saleh (2016) menuturkan beberapa
persyaratan yang harus dimiliki guru profesional yaitu sebagai berikut :
a. Memiliki bakat sebagai guru
b. Memiliki keahlian sebagai guru
c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi
d. Memiliki mental yang sehat
e. Berbadan sehat
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila
h. Guru adalah seorang warga yang baik.

Kemampuan atau kompetensi merupakan hal yang penting dimiliki guru agar
dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar secara efektif dan efisien.
Moh. Uzer Usman menjelaskan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan
kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya (Usman, 2005).
Mulyasa (2008) menjelaskan tentang keempat aspek kompetensi yang harus
dimiliki guru professional tersebut sebagai berikut :
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74
Tahun 2008 merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi :
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
b. pemahaman terhadap peserta didik
c. Pengembangan kurikulum atau silabus.
d. Perancangan pembelajaran

ix
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
g. Evaluasi hasil belajar.
h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir b,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008
sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertakwa, berakhlak
mulia, arif dan bijaksana, mantap, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan
mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c
dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 merupakan
kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi
penguasaan :
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program
satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang
akan diampu.
b. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang
secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

x
4. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 merupakan kemampuan Guru
sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk :

a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga


kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik

d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma


serta sistem nilai yang berlaku

e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan (Siahaan


dan Hidayat, 2017).

f.

xi
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini yaitu :


1. Ontologi dalam kajian bidang filsafat adalah ilmu yang mengkaji mengenai apa
yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau suatu pengkajian
mengenai teori tentang ada.
2. Tinjauan ontologi merupakan aspek pengetahuan, yaitu cabang ilmu filsafat
yang menjelaskan tentang hakekat ada. Tinjauan ontologi dalam peningkatan
profesionalisme guru adalah membahas tentang pengetahuan peningkatan
profesionalisme guru. Profesionalisme guru adalah kondisi, arah, nilai, tujuan
dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran. Guru yang profesional adalah yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.

B. Saran

Adapun saran dalam makalah ini yaitu diharapkan pembaca dapat mengetahui
dan memahami konsep tentang peningkatan profesionalisme guru ditinjau dari aspek
ontologi.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. (2000). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta : Bumi Aksara.

Bafadal, Ibrahim. (2000). Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar: dalam


Rangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi
Aksara.

Huda, Fathkan Amirul. (2017). Pentingnya Profesionalisme Guru dan Aspek-Aspek


Kompetensi Guru Profesional). www.blog.id. Diakses 13 Oktober 2019.

Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.

Leutuan, Harun Al Rasyid. (2010). Profesi Guru dan Permasalahannya. www.blog.id.


Diakses 14 Oktober 2019.

Mulyasa. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Mulyono, Kemal Budi. (2019). Implikasi Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Pendidikan


Indonesia. www.blog.id. Diakses 13 Oktober 2019.

Mursita, Rohmah Ageng. (2019). Guru Merupakan Penentu Keberhasilan Pendidikan.


www.blog.id. Diakses 13 Oktober 2019.

Saleh, Yopa Taufik. (2016). Sertifikasi untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru.


Naturalistic, Vol. 1(1).

Siahaan, Amiruddin dan Hidayat, Rahmat. (2017). Konsep-Konsep Keguruan dalam


Pendidikan Islam. Medan : Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan
Indonesia.

Slameto. (2014). Permasalahan-Permasalahan terkait dengan Profesi Guru SD


Scholaria, Vol. 4(3).

Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor : IPB Press.

Usman, Moh. Uzer. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

xiii

Anda mungkin juga menyukai