Anda di halaman 1dari 9

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang berada di Kawasan Asia

Tenggara. Sebagai negara yang dikenal sebagai penghasil produk pertanian tentunya

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Kebutuhan pangan

merupakan salah satu kebutuhan primer bagi kehidupan suatu masyarakat. Akan tetapi,

ketahanan pangan menjadi suatu masalah yang dapat dikatakan serius bagi

Indonesia.Sebelum melangkah lebih jauh dalam membahas hal terkait ketahanan pangan,

hal yang perlu diketahui adalah sistem ketahanan pangan yang di terapkan Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia saat ini mengadopsi sistem pangan berbasis

WTO. Hal ini dilakukan mengingat pendapatan negara menurun akibat krisis minyak

dunia yang terjadi pada tahun 1971-1974 dan 1978-1980. Oleh karena itu, pemerintah

menerapkan berbagai bentuk liberalisasi di berbagai bidang, salah satunya liberalisasi

pada sektor pertanian di Indonesia. Indonesia meratifikasi perjanjian dengan WTO

melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 yang berisi tentang persetujuan pembentukan

organisasi perdagangan dunia.. Hal tersebut menjadi pertanda bahwa Indonesia telah ikut

dalam lingkaran liberalisasi perdagangan Internasional. Dengan demikian WTO akan

menerapkan aturan-aturan perdagangan internasional terhadap anggota-anggotanya. Jadi

negara yang terlibat dalam perjanjian dengan WTO tentu saja dipaksa untuk mematuhi

aturan-aturan perdagangan internasional.

Sejatinya WTO sendiri dibentuk dengan tujuan agar dapat menciptakan suatu

sistem perdagangan yang bebas dan juga adil dalam sistem internasional. Termasuk

didalamnya terdapat liberalisasi perdagangan di sektor pertanian yang seyogyanya

menimbulkan berbagai permasalahan-permasalahan.  Beberapa diantaranya seperti

produk pangan lokal kalah bersaing dengan produk impor, disinyalir dapat menciptakan
ketergantungan impor yang justru menjauhkan Indonesia dalam memenuhi ketahanan

pangannya. Indonesia melakukan perjanjian dengan WTO pada tahun 1995 yang

menandai awal mula liberalisasi di sektor pertanian. Liberalisasi sektor pertanian

disinyalir memengaruhi komoditi utama Indonesia yaitu beras, jagung, gula dan kedelai.

Hal ini tentu semakin memperkokoh impor pangan dari luar dan semakin

menyengsarakan petani dalam negeri. Hal tersebut dikarenakan liberalisasi memberikan

kebebasan kepada pasar dalam menjalankan mekanisme yang ada.

Adapun bentuk-bentuk kebijakan yang ditempuh Indonesia setelah masuk dalam

sistem perdagangan internasioanl tersebut adalah mengurangi monopoli impor BULOG

atas gandum, tepung gandum, gula, kedelai, bawang putih, serta beras. Kemudian

menghapuskan tingkat tarif untuk semua makanan maksimal 5 % dan menghapus

peraturan tentang muatan lokal. Selanjutnya menghapuskan tata perdagangan dan

pemasaran restriktif untuk sejumlah komoditi termasuk persyaratan muatan lokal. Serta

mengatur perdagangan produk pertanian antar wilayah termasuk cengkeh, jeruk dan

ternak. Liberalisasi sektor pertanian tersebut memberikan peranan terhadap WTO dalam

mengatur serta mengendalikan sistem pangan pada negara-negara anggotanya seperti

Indonesia. Indonesia yang kemudian terjebak dalam lingkaran tersebut harus

menanggung konsekuensi yang ada. Pemerintah yang melakukan pengurangan subsidi

maupun menghapus subsidi tentunya dapat merugikan petani dalam negeri. Hal tersebut

membuat petani Indonesia kalah bersaing dengan produk pangan yang dihasilkan dari

luar negeri yang kemudian di impor di Indonesia.

Liberalisasi sektor pertanian tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan

terhadap kebijakan-kebijakan yang ada di dalam negeri. Indonesia melakukan


swasembada pangan seperti beras, pemerintah dalam negeri melakukan intervensi

terhadap pasar, investasi untuk irigasi, serta mendorong segala bentuk aktivitas pasar

beras. Selain itu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah mengurangi serta

menghapus subsidi, seperti pada tahun 1989 subsidi pestisida dihapuskan serta subsidi

pupuk yang sempat dihilangkan. Bahkan pemerintah mengakhiri monopoli BULOG

untuk perdagangan komoditas pertanian kemudian menggantinya dengan stabilisasi harga

beras melalui intervensi pasar dengan program distribusi beras untuk keluarga yang

kurang mampu. Liberalisasi sektor pertanian tersebut tentunya dapat memberikan

implikasi-implikasi terhadap Indonesia. Seperti halnya semakin meningkatnya impor

produk pertanian di Indonesia. Biasa kita temui di tempat-tempat perbelanjaan banyak

buah-buahan maupun sayur-sayuran yang di impor dari luar negeri, padahal Indonesia

sendiri juga memproduksi buah-buahan maupun sayur-sayuran. Indonesia sendiri sempat

mengalami krisis pangan pada tahun 1990-an. Hal tersebut tentunya memengaruhi

ketahanan pangan di Indonesia.

Hal yang cukup berdampak sebagai akibat dari liberalisasi sektor pertanian adalah

menurunnya pendapatan petani. Hal ini diperparah dengan dikuranginya subsidi terhadap

pestisida serta sempat dihilangkan subsidi pupuk. Ketika subsidi pupuk dan pestisida

dikurangi bahkan sampai dengan dihilangkan tentu hal tersebut berimbas pada petani.

Petani akan kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap produk-produk yang diperlukan

dalam pertanian. Dengan demikian, penghasilan petani kian menurun sebagai akibat dari

peraturan yang diterapkan tersebut. Liberalisasi sektor pertanian sejatinya bertujuan

untuk mengatasi kekurangan produk pangan yang ada di dalam negeri. Akan tetapi hal

tersebut menyebabkan biaya produksi pertanian dalam negeri menjadi meningkat. Hal ini
diperparah dengan dikuranginya serta dihilangkannya subsidi sesuai dengan peraturan

WTO. Kemudian produk pertanian impor lebih murah dibandingkan dengan produk

pertanian dalam negeri. Produk dari luar dipaksa bersaing dengan produk dalam negeri

tentunya petani dalam negeri akan kesulitan dalam hal tersebut. Liberalisasi sektor

pertanian yang dilakukan pemerintah Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk

memperbaiki sistem pertanian yang ada. Akan tetapi, hal tersebut justru memberikan

masalah yang cukup serius pada sistem yang ada di Indonesia. Karena mekanisme yang

diterapkan oleh WTO tersebut justru memberikan dampak seperti ketergantungan pada

produk pangan impor, kesejahteraan petani dalam negeri menurun, produk dalam negeri

kalah bersaing dengan produk pertanian dari luar negeri. Indonesia yang menerapkan

sistem ketahanan pangan justru kurang berhasil dalam menerapkan program yang

ditawarkan dari WTO tersebut.

1. KEDAULATAN PERTANIAN INDONESIA

Selama 32 tahun terhitung mulai 1984 hingga 2015, pembangunan pertanian

Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Kini, sepanjang 2016 Indonesia mampu meningkatkan produksi pangan strategis

sehingga volume impor turun bahkan tidak ada impor untuk padi, cabai dan bawang

merah. Pembangunan pertanian pun mampu meningkatkan kesejahteraan petani,

kepuasan petani dan indeks ketahanan pangan bahkan di tahun 2045 ditargetkan menjadi

lumbung pangan dunia.Pencapaian ini karena Kementerian Pertanian (Kementan) di

bawah komando Andi Amran Sulaiman menerapkan kebijakan atau terobosan baru

pembangunan pertanian sesuai dengan arahan Presiden Jokowi. Kebijakan tersebut yakni

penyempurnaan regulasi dan penataan SDM pertanian dan manajemen. Menteri Pertanian
(Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan kebijakan penyempurnaan regulasi

mencakup semua aspek. Pertama, merevisi Perpres 172/2014 tentang tender penyediaan

benih dan pupuk menjadi penunjukkan langsung atau e-katalog sehingga turun tepat

waktu menjelang masa tanam. “Kedua, refocusing anggaran 2015 hingga 2017 sebesar

Rp 12,2 triliun dari perjalanan dinas, rapat, rehab gedung direvisi menjadi rehab irigasi,

alat mesin pertanian, cetak sawah dan lainnya untuk petani,” kata Amran dalam rapat

persiapan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian di Jakarta, Selasa (3/1/2017).

Ketiga, lanjut Amran, bantuan benih yang disalurkan ke petani tidak di lahan existing,

sehingga bantuan berdampak pada luas tambah tanam. Keempat, pengawalan program

Upaya Khusus (UPSUS) dan evaluasi harian. “Kelima, kebijakan kementerian pertanian

fokus juga pada pengendalian impor dan mendorong ekspor dan deregulasi perijinan dan

investasi serta penyaluran asuransi usaha pertanian,” pintanya. Lebih lanjut Amran

menjelaskan kebijakan terkait penataan SDM pertanian dan manajemen meliputi lelang

jabatan berbasis kompetensi dan kinerja secara transparan dan kompetitif, menerapkan

reward and punishment kepada daerah terkait kemampuan penyerapan anggaran dan

pencapaian target produksi, melepaskan ego-sektoral dan Satuan Tugas KPK, Kejagung,

Polri dan BPK.“Kebijakan penataan SDM pertanian lainnya yang tidak kalah pentingnya

yaitu monitoring dan evaluasi harian dan telah membentuk Tim Sapu bersih Pungli,

sehingga kinerja ke depan meningkat, kalau ketahuan melakukan pungli, tanpa kompromi

kami akan copot,” ungkapnya. Implementasi Program Baru Mentan, Andi Amran

Sulaiman menegaskan selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, berbagai kebijakan di

atas telah diimplementasikan secara nyata di lapangan. Perbaikan irigasi sebanyak 3,05

Juta ha mampu dikerjakan dalam waktu 1,5 tahun dari target 3 tahun, penyediaan
alsiantan 180 ribu unit (naik 2.000%), asuransi pertanian 674.650 ha (naik 100%), dan

pembangunan embung, longstorage dan dam-parit mencapai 3.771 unit serta

pengembangan benih unggul 2 juta ha. “Kemudian, Kementan telah membangun

lumbung pangan perbatasan, integrasi jagung-sawit 233 ribu ha, peningkatan indeks

pertanaman, pengembangan lahan rawa lebak dan sapi indukan wajib bunting,” tegasnya.

Selanjutnya, implementasi program Kementan telah melakukan pengendalian impor dan

membangun Toko Tani Indonesia sebanyak 1.218 unit atau naik 100 persen. Tentang

implementasi lelang jabatan, Kementan telah melalukan demosi dan mutasi sebanyak 599

jabatan, serta promosi 238 jabatan.“Harus dicatat, semua implementasi program ini tidak

pernah dilakukan sebelumnya, sehingga ini terobosan baru yang menjadi pembeda

dibandingkan program sebelumnya,” ujar Amran. Capaian Implementasi Program

Mentan, Andi Amran Sulaiman mengungkapkan capaian yang diperoleh dari

implementasi kebijakan di atas, Indonesia mampu melewati ancaman peristiwa El Nino

2015 dan La Nina 2016. Keberhasilan beradaptasi terhadap kedua peristiwa tersebut, di

tahun 2016 tidak ada paceklik sehingga produksi pangan meningkat, impor pangan

menurun bahkan tidak ada impor. Amran menyebutkan produksi padi selama dua tahun

yakni 2015 hingga 2016 naik 11 persen, jagung naik 21,8 persen, cabai naik 2,3 persen,

dan bawang merah naik 11,3 persen. Peningkatan produksi komoditas unggulan

peternakan, daging sapi naik 5,31 persen, telur ayam naik 13,6 persen, daging ayam naik

9,4 persen, dan daging kambing naik 2,47 persen.“Begitu pun produksi komoditas

perkebunan, tebu naik 14,42 persen, kopi naik 2,47 persen, karet 0,14 persen dan kakao

naik 13,6 persen,” sebutnya. kinerja ekspor impor selama dua tahun kerja, Amran

menambahkan tidak ada impor beras, ekspor beras naik 43,7 persen, impor jagung turun
66,6 persen dan impor bawang merah turun 93 persen.Lebih lanjut, Amran memaparkan

capaian lainnya selama dua tahu kerja yakni terjadi peningkatan kesejahteraan petani. Hal

ini terlihat dari penurunan kemiskinan di desa sebesar 0,01 persen, peningkatan Nilai

Tukar Petani (NTP) sebesar 101,7 dan peningkatan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP)

109,8.“Sementara tingkat kepuasan petani, berdasarkan data INDEF, tingkat kepuasan

petani meningkat sebesar 76,8 persen dan data CSIS menunjukkan kepuasan petani

meningkat 72,9 persen. Indeks ketahanan Pangan Global naik 2,7 poin dan peringkat

ketersediaan pangan Indonesia pun meningkat ke 66,” paparnya. Di tempat terpisah tak

lama ini, berbagai pencapaian selama dua tahun kerja di atas mendapat apresiasi dari

berbagai pihak. Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan mengapresiasi kinerja Mentan Amran

terkait upaya peningkatan produksi pertanian dengan berbagai upayanya, termasuk

mekanisasi pertanian. Menurutnya, program Kementan saat ini mampu menambah lahan

pertanian di tengah jumlah penduduk yang makin meningkat. “Karena itu, saya

mengapresiasi kinerja Menteri Pertanian ini atas upaya-upayanya meningkatkan produksi

khususnya melalui teknologi mekanisasi,” ungkapnya. Wakil Ketua Komisi IV DPR

Daniel Johan mengatakan keberhasilan ini menandakan bahwa kinerja Kementan yang

dinakhodai Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berhasil dalam pencapaian

target."Iya jadi tahun ini sama sekali tidak perlu impor beras. Jika berpatokan pada data

Kementan, maka swasembada beras harusnya sudah tercapai sejak tahun lalu. Sebab

produksi sudah melebihi kebutuhan,” pinta Daniel. Anggota Komisi IV, I Made Urip pun

mengakui bahwa kinerja Mentan Amran cukup memberi makna bagi meningkatnya

produksi pertanian Indonesia. Ia mengatakan berbagai terobosan yang telah dilakukan

Mentan Amran seperti perbaikan infrastruktur pertanian, pemberian bantuan alsintan,


pencetakan sawah baru dan menyediaan bibit yang tepat waktu menjadi daya dorong

yang kuat untuk peningkatan produksi padi “Kinerja ini patut dipertahankan ke depan.

Bahkan bukan hanya produksi padi, tapi juga produksi pangan lainnya. Hal yang juga

patut diapresiasi dari terobosan Mentan Amran adalah membangun kemitraan dengan

TNI dalam upaya mengokohkan ketahanan pangan dan pencapaian swasembada pangan

nasional,” ungkapnya. Sementara itu, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba

mengatakan kinerja Kementan berhasil mewujudkan swasembada padi tahun ini. Dengan

produksi padi 79, 14 juta ton merupakan prestasi tersendiri di tengah lahan pertanian

yang semakin susut. "Ini sebuah prestasi di saat lahan makin susut karena alih fungsi,

produksi justru malah naik. Karena kuncinya itu di lahan, khususnya yang di daerah-

daerah, tapi ternyata kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berhasil

mengatasi permasalahan yang ada," ujar Purba. Tak hanya apresiasi datang dari kalangan

politisi, kinerja Kementan pun diapresiasi oleh Guru Besar Psikologi Politik Universitas

Indonesia (UI) Prof. Hamdi Muluk. Ia menyampaikan kinerja Kementan selama

kepemimpinan Mentan Andi Amran Sulaiman cukup cemerlang. Berbagai terobosan

yang dilakukan, khususnya Upsus (Upaya Khusus) dalam mengenjot produktivitas padi,

jagung dan kedelai (pajale) dinilai berhasil. Apalagi capaian ini dilakukan di tengah

tantangan cuaca yang ekstrem sekali seperti El Nino dan La Nina di Indonesia.“Ini

menandakan Kementerian Pertanian bukan saja telah bekerja keras, namun juga memiliki

passion yang kuat untuk mampu mencapai target swasembada yang telah ditetapkan

Presiden Joko Widodo,” tuturnya. Begitu pun pengamat politik dan pengajar Universitas

Paramadina Hendri Satrio menilai bahwa salah satu menteri yang mumpuni dalam

memenuhi target yang diberikan Presiden Jokowi. Buktinya, setelah 32 tahun, Indonesia
kembali mencapai swasembada beras dengan tidak melakukan impor sepanjang tahun

2016 lalu.“Tidak banyak menteri yang mumpuni dan bisa bekerja seperti ini”,

ungkapnya. Selain itu, pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J.

Siregar pun mengakui kinerja Mentan Andi Amran dalam meningkatkan produksi beras

nasional, mampu menghentikan impor dan melakukan swasembada beras tahun

2016. “Ini layak diacungi jempol, tapi jangan sampai terlalu fokus sama padi, jagung dan

kedelai saja. Komoditas lainnya juga harus diperhatikan serius," ujar

Hermanto.Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto

mengatakan apa yang dilakukan Mentan Amran selama ini cukup baik. Namun

menurutnya, yang paling tahu tentang kinerja menteri adalah presiden. “Yang paling tahu

dan bisa menilai tentang kinerja menteri adalah presiden sendiri”, ujarnya. Untuk

diketahui, program utama selanjutnya Kementerian meliputi pembangunan embung 4 juta

ha, lumbung pangan perbatasan, pangan organik dunia, Sapi Indukan Wajib Bunting

(SIWAB) 4 juta inseminasi buatan, integrasi jagung dan sawit, membangun pabrik dan

revitalisasi pabrik gula, dan pengembangan kawasan hortikultura dan kawasan rumah

pangan lestari.  Selanjutnya, peta jalan menuju lumbung pangan dunia, di tahun 2016

ditargetkan swasembada padi, bawang merah dan cabai. Di tahun 2017 ditargetkan

swasembada jagung, 2019 ditargetkan swasembada kedelai dan gula, 2025 ditargetkan

swasembada gula industri, 2026 ditargetkan swasembada daging sapi, dan 2033

ditargetkan swasembada bawang putih sehingga di tahun 2045 Indonesia menjadi

lumbung pangan dunia.

Anda mungkin juga menyukai