Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia adalah tahapan atau bagian dari sebuah proses kehidupan yang tidak

dapat dihindarkan dan akan dihadapi oleh setiap individu yang diberikan umur

panjang. Proses menua atau memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena

berkurangnya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang,

pengelihatan memburuk, gigi ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu makan

menjadi berkurang, dan kondisi tubuh yang lain juga ikut mengalami

kemunduran. Perubahan fisik inilah dapat menyebabkan lansia terserang penyakit

Rheumatoid Arthritis (Pradana, 2012).

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang paling umum yang

terjadi pada usia dewasa dan lansia (College Of Rheumatology, 2015). Dimana

persendian (tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi

pembengkakkan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam

sendi. Penyakit ini sering menyebabkan kerusakkan sendi, kecacatan dan banyak

mengenai penduduk pada usia produktif sehingga member dampak sosial dan

ekenomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapi kendala karena pada masa

dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang

sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan

yang adekuat (Febriana, 2015).


Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2016

menyatakan bahwa penderita Rheumatoid Atrhitis diseluruh dunia mencapai

angka 355 juta jiwa dan diperkirakan jumlah penderita rheumatoid atritis akan

selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Prevalensi Rheumatoid Atrhitis di Indonesia sebesar 7,3% pada tahun 2018

(Kemenkes, 2018). Prevalensi Rheumatoid Atrhitis di Jawa Timur sebesar 17,1%

(Dinkes Prov Jatim, 2016).

Reumatoid artritis di pengaruhi oleh beberapa factor resiko antara lain: jenis

kelamin, riwayat keluarga, umur, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga

mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya

kopi decaffeinated. Obesitas juga merupakan faktor resiko (Symmons, 2010).

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang

sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai

terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi

daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi

neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh

bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak

rawan sendi tulang respon imunologi melibatkan peran sitoksin, interleukin,

proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi

dan komplikasi sistemik (Suarjana, 2009). Rheumatoid Arthritis selain

mengakibatkan gangguan fisik juga dapat mengakibatkan adanya ganguan

psikologis. Gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi dapat

mempengaruhi aktivitas pasien Rheumatoid Arthritis (Overman, 2014).


Rheumatoid Arthritis dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo,

tetapi paling sering di tangan. Rheumatoid Arthritis juga dapat menyerang sendi

siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendon, dan bursa

menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang

disekitar sendi Reumatoid artritis harus ditangani dengan baik dan pasien harus

diberikan penjelasan bahwa Rheumatoid Arthritis tidak dapat disembuhkan

(Syamsuhidajat, 2010).

Rheumatoid Arthritis dapat mengakibatkan komplikasi seperti cervical

myelopathy, carpal tunnel syndrome, syndrom sjogren, limfoma, dan penyakit

jantung. Selain dapat mengakibatkan gangguan fisik, Rheumatoid Arthritis juga

dapat mengakibatkan adanya gangguan psikologis. Gangguan psikologis seperti

kecemasan dan depresi dapat mempengaruhi aktivitas pasien Rheumatoid

Arthritis. Kecemasan (ansietas) dan gangguan psikologis lainnya juga dapat

mempengaruhi aktivitas penyakit yaitu dengan adanya gangguan pada fungsi

sistem imun, endokrin, dan sistem saraf pusat. Faktor kecemasan dan depresi

merupakan faktor terjadinya gejala somatik, keterbatasan fungsional, sitokin pro-

inflamasi, ketidakberdayaan karena sifat penyakit yang tidak terkendali, tidak

dapat diprediksi dan progresif, serta faktor lain yang terkait dengan penyakit

kronis (Overman, 2014).

Rheumatoid Arthritis biasanya tidak jelas dan tersembunyi, dengan gejala

yang muncul perlahan dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Manifestasi klinis pada fase awal adalah polisinovitis, dengan pembengkakan

dan kekakuan jaringan lunak. Pada fase lanjut, deformitas atau kerusakan sendi
menjadi lebih jelas dan nyeri akut dari sinovitis digantikan oleh nyeri menetap

dan akibat pengrusakan sendi yang progresif. Nyeri, kelelahan, dan keterbatasan

aktivitas fisik pada artritis reumatoid dianggap sebagai faktor stres yang

kemudian dapat menyebabkan tekanan psikologis, yaitu kecemasan, depresi atau

keduanya (Mostafa, 2013).

Menurut penelitian dari (LeMone, 2015) bahwasanya untuk meredahkan

nyeri Rheumatoid Arthtritis atau mengurangi inflamasi, melambatkan atau

menghentikan kerusakan sendi, dan meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan

untuk fungsi tujuan terapi adalah meredakan nyeri Rheumatoid Athritis.

Pendekatan antara disiplin dengan keseimbangan istirahat, latihan, terapi fisik,

dan supresi proses inflamasi. Namuun begitu banyak aktivitas keperawatan

nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri (Hyulita,

2014). Seperti kompres panas, kompres dingin, teknik relaksasi nafas dalam,

hypnosis, dan senam rematik untuk menghilangkan rasa nyeri pada sendi serta

inflamasi pada sendi (Afnuhazi, 2018).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ Identifikasi Faktor Pengalaman Dan Makna Nyeri Dan

Ansietas Pada Lansia Dengan Rheumatoid Arthritis Di Posyandu Surya “ .

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pada lansia dengan

Rheumatoid Arthritis ?
1.3 Objektif

1. Mengidentifikasi pengalaman nyeri sebelumnya yang mempengaruhi nyeri

pada lansia dengan Rheumatoid Arthritis ?

2. Mengidentifikasi makna nyeri yang mempengaruhi nyeri pada lansia dengan

Rheumatoid Arthritis ?

3. Mengidentifikasi ansietas (kecemasan) yang mempengaruhi nyeri pada

lansia dengan Rheumatoid Arthritis ?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembang ilmu

pengetahuan dan penerapanya, khususnya dibidang kesehatan bagi instansi

dan daerah terkait serta memberi informasi tambahan bagi peneliti

selanjutnya yang berkaitan dengan Identifikasi Faktor Pengalaman Dan

Makna Nyeri Dan Ansietas Pada Lansia Dengan Rheumatoid Arthritis Di

Posyandu Surya.

1.4.2 Manfaat Praktisi

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini pada akhirnya nanti diharapkan dapat menjadi wawasan

baru dan berharga karena dapat mengetahui masalah-masalah yang terjadi


pada lansia dan keluarga serta faktor apa saja yang mempengaruhi nyeri

pada lansia dengan Rheumatoid Arthritis.

2. Bagi Lansia

Dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh

lansia dalam menghadapi penyakit yang di derita khususnya penyakit

Rheumatoid Atritis.

3. Bagi Keluarga

Dari penelitian ini diharapkan hasilnya bisa menjadi pengetahuan baru bagi

keluarga untuk meningkatkan kepedulian, dukungan serta tanggung

jawabnya dalam merawat lansia khususnya lansia dengan penyakit

Rheumatoid Arthritis.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan pada nantinya dapat dikembangkan atau

diteruskan kembali oleh peneliti lainya yang terkait dengan lansia utamanya

dalam hal penyakit Rheumatoid Athritis.

Anda mungkin juga menyukai